BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepemimpinan Situasional
1. Pengertian Kepemimpinan Secara Umum
Suatu kenyataan kehidupan organisasional bahwa pimpinan
memainkan peranan yang amat penting, bahkan dapat dikatakan amat
menentukan dalam usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Pemimpin merupakan orang yang memiliki pengaruh paling
besar terhadap perilaku dan keyakinan suatu organisasi, karena keberhasilan
suatu organisasi dalam mencapai tujuannya tergantung dari peranan yang
dilakukan pemimpin (Siagian, 2003). Menurut Hemphill (dalam Pramudji,
1993:23) pengertian dari kepemimpinan adalah “Leadership may be defined as the behaviour of an individual while he is involved in directing group
activities”.
Kepemimpinan menurut David (1985) merupakan kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan dengan antusias. Pendapat
senada juga dikemukakan oleh Toha (2004) kepemimpinan adalah suatu
aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mereka mau diarahkan
untuk mencapai tujuan tertentu. Pemimpin harus dapat menunjukkan visi
kepemimpinan, yaitu pemimpin harus mampu bersikap transparan kepada
Kepemimpinan menurut Stogdill (dalam Wahjosumidjo, 1994) adalah
Kepemimpinan sebagai sarana pencapaian tujuan dan berperilaku secara
bersama-sama dengan anggota-anggota kelompok dengan mempergunakan cara
tertentu, sehingga kepemimpinan mempunyai peranan sebagai kekuatan dinamik
yang memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi.
Kepemimpinan menurut (Purwanto, 2000 ; Davis, 1985) adalah suatu
cara atau teknik seseorang dalam menjalankan suatu kepemimpinan, seperti
ketrampilan. Dikemukakan pula bahwa gaya kepemimpinan merupakan suatu
bentuk perilaku seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi
perilaku orang lain, oleh karenanya diperlukan sebuah usaha dari pemimpin dan
karyawan untuk menyelaraskan persepsi mereka. Hersey dan Blanchard (dalam
Ardiani, 2003) juga menyatakan bahwa gaya kepemimpinan sebagai pola
perilaku untuk mempengaruhi aktivitas orang lain. Selain itu Hadari (2003) juga
menyatakan bahwa kepemimpinan adalah perilaku atau cara yang dipilih dan
dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan
perilaku para anggota organisasi atau bawahannya.
Dari pendapat tersebut dapat dikemukakan bahwa kepemimpinan adalah
perilaku seorang pemimpin pada setiap aktivitasnya di dalam serangkaian
usaha-usaha membimbing, mengarahkan dan menciptakan kesesuaian paham pada
2. Pengertian Kepemimpinan Situasional
Menurut Hersey dan Blanchard (2005) gaya kepemimpinan situasional
secara khusus dihubungkan dengan kemampuan pemimpin untuk menyesuaikan
diri dengan kondisi yang ada. Misalkan tuntutan iklim organisasi, harapan,
kemampuan atasan dan bawahan serta tingkat kematangan dan kesiapan
bawahannya, dengan demikian melalui pelaksanaan gaya kepemimpinan
situasional diharapkan dapat mendorong semangat kerja karyawan dalam
melaksanakan tugasnya dengan baik.
Menurut Hersey dan Blanchard (2005) Kepemimpinan Situasional yang
efektif adalah gaya kepemimpinan yang berdasarkan atas kesesuaian antara
perilaku tugas dan hubungan yang dilakukan oleh pemimpin dengan kematangan
pekerjaan dan psikologis karyawan. Kepemimpinan Situasional yang tidak
efektif adalah gaya kepemimpinan yang tidak berdasarkan atau memperhatikan
kesesuaian antara perilaku tugas dan hubungan dengan kematangan pekerjaan
dan psikologis karyawan.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa gaya
kepemimpinan situasional adalah pola perilaku yang diperlihatkan seorang
pemimpin pada saat memimpin dan mempengaruhi aktivitas orang lain baik
sebagai individu maupun kelompok. Dalam hal ini pelaksanaannya
membutuhkan kemampuan pemimpin untuk menyesuaikan diri dengan kondisi
responnya menurut kondisi atau tingkat perkembangan kematangan, kemampuan
dan minat karyawan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan Situasional
Menurut Hersey dan Blanchard (2005) kepemimpinan situasional
didasarkan pada:
a. Perilaku Tugas
Pemimpin memberikan arahan kepada orang-orangnya dengan
memberitahukan mereka apa yang harus dilakukan, kapan melakukannya, di
mana melakukannya dan bagaimana melakukannya. Hal itu berarti pemimpin
menyusun tujuan dan menetapkan peranan mereka.
b. Perilaku Hubungan
Pemimpin melakukan hubungan dua arah dengan orang-orangnya seperti
memberi dukungan psikologis. Pemimpin secara aktif juga menyimak dan
mendukung upaya orang-orangnya dalam melaksanakan pekerjaan mereka.
c. Kematangan
Tingkat kematangan karyawan (maturity), diartikan sebagai tingkat
kemampuan karyawan untuk bertanggung jawab dan mengarahkan
perilakunya dalam bentuk kemauan. Konsep ini disebut dengan kematangan
psikologis. Di samping itu terdapat pula pengaruh dari kematangan pekerjaan
yaitu kemampuan untuk melakukan sesuatu. Hal ini berkaitan dengan
pekerjaan tinggi dalam bidang tertentu memiliki pengetahuan, kemampuan
dan pengalaman untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu tanpa arahan dari
orang lain. Melalui dua bentuk kematangan yaitu kematangan psikologis dan
kematangan pekerjaan maka terdapat empat jenis karyawan, yaitu: (1)
karyawan yang tidak mampu dan tidak mau, (2) karyawaan yang tidak
mampu, tetapi mau, (3) karyawaan yang mampu, tetapi tidak mau, (4)
karyawan yang mampu dan mau.
4. Bentuk Pelaksanaan Kepemimpinan Situasional
Bentuk pelaksanaan kepemimpinan situasional merupakan uraian yang
memberikan gambaran mengenai bentuk-bentuk pelaksanaan gaya
kepemimpinan lainnya. Bentuk-bentuk pelaksanaan gaya kepemimpinan tersebut
dapat dilaksanakan secara bersamaan.
Hersey dan Blanchard (2005) merumuskan ada 4 perilaku dasar
kepemimpinan situasional, yaitu:
a. Mengarahkan (telling)
Gaya kepemimpinan yang mengarahkan, merupakan respon kepemimpinan
yang perlu dilakukan oleh manajer pada kondisi karyawan lemah dalam
kemampuan, minat dan komitmennya. Sementara itu, organisasi menghendaki
penyelesaian tugas-tugas yang tinggi. Dalam situasi seperti ini Hersey dan
memberi saran bagaimana menyelesaikan tugas-tugas itu, tanpa mengurangi
intensitas hubungan sosial dan komunikasi antara pimpinan dan bawahan.
b. Menjual (selling)
Pada kondisi karyawan menghadapi kesulitan menyelesaikan tugas-tugas,
takut untuk mencoba melakukannya, manajer juga harus memproporsikan
struktur tugas dengan tanggungjawab karyawan. Selain itu, manajer harus
menemukan hal-hal yang menyebabkan karyawan tidak termotivasi, serta
masalah-masalah yang dihadapi karyawan. Pada kondisi karyawan sudah
mulai mampu mengerjakan tugas-tugas dengan lebih baik, akan memicu
perasaan timbulnya over confident. Kondisi ini, memungkinkan karyawan
menghadapi permasalahan baru yang muncul. Masalah-masalah baru yang
muncul tersebut, seringkali menjadikannya putus asa, oleh karena itu setelah
memberikan pengarahan, manajer harus memerankan gaya menjual yaitu
ketika si pemimpin harus mampu mengajukan beberapa alternatif pemecahan
masalah.
c. Menggalang partisipasi (participation)
Gaya kepemimpinan partisipasi adalah respon manajer yang harus diperankan
ketika tingkat kemampuan karyawan meningkat akan tetapi tidak memiliki
kemauan untuk melakukan tanggung jawab, karena ketidakmauan atau
ketidakyakinan mereka untuk melakukan tugas atau tangung jawab seringkali
disebabkan karena kurang keyakinan. Respon tersebut berupa upaya
dalam membuat keputusan-keputusan yang tidak dibuat oleh pemimpin itu
sendiri. Gaya kepemimpinan partisipatif adalah seorang pemimpin yang
mengikutsertakan bawahan dalam pengambilan keputusan. Dalam kasus
seperti ini pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah dan secara aktif
mendengarkan serta mendukung usaha-usaha yang dilakukan para bawahan
atau pengikutnya.
d. Mendelegasikan (delegating)
Pada unsur gaya kepemimpinan situasional, delegasi ini maka pimpinan
sedikit memberi pengarahan maupun dukungan, karena dianggap karyawan
sudah mampu dan mau melaksanakan tugas atau tanggung jawabnya. Mereka
diperkenankan untuk melaksanakan sendiri dan memutuskannya tentang
bagaimana, kapan dan dimana pekerjaan mereka harus dilaksanakan. Pada
gaya delegasi ini tidak terlalu diperlukan komunikasi dua arah.
Berdasarkan uraian di atas disimpulkan ada empat respon kepemimpinan
dalam mengelola kinerja berdasarkan tingkat kematangan karyawan, yaitu
mengarahkan (telling), menjual (selling), menggalang partisipasi (participation)
dan mendelegasikan (delegating).
5. Dampak Pelaksanaan Kepemimpinan Situasional
Dampak pelaksanaan kepimpinan sendiri tergantung pada peran atau
demikian dampak dari pelaksanaan kepemimpinan situasional sangat luas seiring
dengan banyaknya peran atau interaksi tersebut.
Menurut Siagian (2002) dampak kepemimpinan situasional secara umum
dapat di dasarkan pada peranan pemimpin untuk mempengaruhi bawahan
sedemikian rupa sehingga orang lain itu mau melakukan kehendak pemimpin
meskipun secara pribadi hal itu mungkin tidak disenanginya.
Menurut Siagian (2006) dalam menentukan dampak dari peranan
pemimpin untuk merubah dapat ditentukan dari cara mempengaruhi orang
dengan petunjuk serta tindakan. Dengan demikian kepemimpinan situasional
dapat berdampak positif apabila muncul perubahan yang menimbulkan kekuatan
dinamis penting dalam memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi sehingga
mencapai tujuan, kemampuan untuk menciptakan rasa percaya diri dan dukungan
diantara bawahan agar tujuan organisasional dapat tercapai.
Siagian (2006) juga mengidentifikasi dampak seorang pemimpin dapat
juga ditentukan berdasarkan interaksi pemimpin dengan bawahan yang dijalin.
Interaksi pemimpin atau kepemimpinan dalam perusahaan ada tiga bentuk yaitu
peranan yang bersifat interpersonal dalam organisasi adalah seorang pemimpin
dalam perusahaan atau organisasi merupakan simbol akan keberadaan organisasi,
seorang pemimpin bertanggung jawab untuk memotivasi dan memberikan arahan
kepada bawahan dan seorang pemimpin mempunyai peran sebagai penghubung.
Peranan yang bersifat informasional mengandung arti bahwa seorang pemimpin
informasi. Sedangkan peran pemimpin dalam pengambilan keputusan
mempunyai arti bahwa pemimpin mempunyai peran sebagai penentu kebijakan
yang akan diambil berupa strategi-strategi bisnis yang mampu untuk
mengembangkan inovasi, mengambil peluang atau kesempatan dan bernegosiasi
serta menjalankan usaha dengan konsisten.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa dampak
kepemimpinan situasional sangat tergantung pada peranan serta interaksi yang
dilakukan terhadap bawahan yaitu (1) perubahan positif apabila muncul
perubahan yang menimbulkan kekuatan dinamis penting dalam memotivasi dan
mengkoordinasikan organisasi sehingga mencapai tujuan, kemampuan untuk
menciptakan rasa percaya diri dan dukungan diantara bawahan agar tujuan
organisasi dapat tercapai. Selain itu dianggap sebagai dampak positif apabila
pemimpin dalam memenuhi kepentingan bawahan sekaligus organisasi secara
berimbang. (2) perubahan negatif yaitu apabila seorang pemimpin tidak
menimbulkan perubahan yang mengarah pada perbaikan. Selain itu pemimpin
tidak dapat menyeimbangkan kepentingan antara bawahan dan organisasi