• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN FOLLOWERSHIP DAN KOMITMEN ORGANISASI PADA KARYAWAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN FOLLOWERSHIP DAN KOMITMEN ORGANISASI PADA KARYAWAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN

FOLLOWERSHIP

DAN

KOMITMEN ORGANISASI PADA KARYAWAN

(

The relationship between followership and commitment organization among employee

)

Teddy Arief Akbar Pembimbing : Bertina Sjabadhyni Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

ABSTRAK Nama : Teddy Arief Akbar

Program Studi : Psikologi

Judul : Hubungan antara followership dan komitmen organisasi pada karyawan

Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara followership dan komitmen organisasi pada karyawan. Pengukuran followership menggunakan followership questionnaire (Kelley, 1992) dan pengukuran komitmen organisasi menggunakan Commitment scale items (Allen dan Meyer, 1990). Partisipan 75 orang karyawan diperoleh dengan teknik pengambilan sampel accidental sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara followership dengan komitmen organisasi pada karyawan (r = 0.413; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.05). Artinya, semakin tinggi followership yang dimiliki oleh seorang karyawan, maka semakin tinggi pula komitmen organisasinya. Selain itu, dimensi followership yang memiliki sumbangan paling besar, yaitu active engagement. Berdasarkan hal tersebut, maka seorang karyawan perlu ditingkatkan followership-nya terutama komponen active engagement sehingga komitmen organisasinya dapat meningkat.

(2)

Pendahuluan

Untuk mencapai tujuan organisasi, pemimpin tidak dapat bekerja sendiri. Harus ada bawahan yang tentunya menjadi pengikut. Pengikut inilah yang pada dasarnya menjadi elemen penting bagi kesuksesan organisasi. Dalam buku yang berjudul The power of Followership, Kelley (1992) berpendapat bahwa pengikut yang efektif dapat memberikan kesuksesan bagi pemimpin dan organisasi. Pengikut yang efektif, akan memberikan hasil dari perilaku yang dibentuk untuk mencapai harapan dan tujuan bagi organisasi.

Hal tersebut berhubungan dengan pandangan tradisional yang berkembang di masyarakat dimana dalam bekerja, asumsi yang diberikan kepada sebuah organisasi bahwa pencapaian yang telah didapatkan berasal dari kinerja pemimpin atau atasannya saja. Kepemimpinan pada sebuah organisasi mempunyai peranan penting bagi sebuah organisasi. Hal ini dapat dilihat pada organisasi yang sangat membutuhkan pemimpin dalam menjalankan organisasinya. Tugas pemimpin bagi organisasi diharapkan dapat memberikan suatu kontribusi positif bagi organisasi dan dapat membuat suatu perubahan pada organisasi tersebut. Sesuai dengan tujuan dari pemimpin itu sendiri menurut Barnard (1938) ialah pemimpin mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk dapat melakukan perubahan kepada perilaku tertentu yang bertujuan agar orang lain tersebut dapat mengikut beberapa perilaku yang diharapkan oleh pemimpin tersebut. Hal tersebut yang dapat memberikan suatu nilai bagi organisasi untuk dapat terus memperdayakan seorang pemimpin untuk mengembangkan diri sebagai seorang pemimpin pada organisasi. Selain itu pemimpin pada sebuah organisasi juga dapat memberikan jalan dan tujuan yang diharapkan oleh organisasi, pemimpin menjadi satu jalan bagi organisasi untuk dapat membuat mereka yang bekerja dapat merubah pola berpikir dan mengarahkan organisasi kepada suatu tujuan yang di harapkan serta dapat menyelesaikan dan mengidentifikasi tujuan dari organisasi tersebut (French & Raven, 1960). Pemimpin sebagai jalan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, tentunya dapat dilihat dari bagaimana pemimpin tersebut dapat menggerakkan pengikutnya.

Interaksi antara atasan dan pengikut dapat menjadi konteks utama dalam organisasi, dimana pengikut yang efektif dan pemimpin yang handal dapat bekerja sama untuk mendapatkan hasil yang diinginkan oleh organisasi (Woods, 1999). Dalam studi yang dilakukan oleh Kelley (1992) mengenai pemimpin dan kesuksesan pemimpin dalam organisasi didapatkan hasil bahwa dari keberhasilan yang dicapai oleh organisasi, pemimpin hanya menyumbang sekitar 10%-20% saja sedangkan 80%-90% di berikan oleh pengikut dalam organisasi tersebut. Ini pula yang di kuatkan dengan pernyataan yang di berikan oleh Kelley (1988) bahwa:

“…..the majority of people, particularly in organization, are more often followers than leaders but until recently the role of the follower has not been consider inherently valuable position , or a role with a specialized set of skills, motivations dan the power of enhance organizational potential”.

Oleh karena itu peneliti mengfokuskan penelitian pada elemen organisasi yang kurang mendapat perhatian dari masyarakat pada umumnya yaitu pada pengikut. Menurut Kelley (1992) Followership ini dapat didefinisikan secara sederhana sebagai hasil dari perilaku yang memiliki tujuan, dapat menyimpulkan arti dari hidup itu sendiri, mempunyai tujuan terhadap lingkungan sosialnya seperti uang, status dan reputasi yang ada pada dirinya sendiri. Selain itu secara garis besar followership memiliki dua

(3)

dimensi, seperti yang dipaparkan oleh Kelley (1992) yaitu dapat berpikir dengan kritis secara independen (independent critical thinking) dan keterikatan pada organisasi secara aktif (active engagement).

Dalam sebuah organisasi tentunya harus terjalin komunikasi yang baik antara atasan dengan pengikutnya. Ini dimaksudkan agar terjalinnya sebuah pola kerja yang bersinergi antara keduanya. Untuk dapat bekerja dan menghasilkan suatu pencapaian yang diinginkan tentunya komunikasi dan pemahaman terhadap followership yang seperti apa yang harus dipahami oleh atasannya. Hal ini akan membantu atasan untuk dapat menyikapi dan memberikan respon yang tepat kepada bawahan, tanpa harus kehilangan mereka (Kelley, 2002). Lebih dari itu tentunya tidak lengkap apabila kita hanya memahami konsep followership saja tanpa melihat adanya hubungan dengan variabel lainnya. Keterkaitan yang dimiliki oleh followership itu sendiri dapat dijelaskan melalui penelitian yang dilakukan oleh Blanchard (2009) dalam teori Organizational Commitment dari Meyer dan Allen (1991). Komitmen itu sendiri dapat diartikan sebagai sebuah tindakan yang dapat menunjukkan dan menjelaskan konsistensi yang melibatkan sikap, kepercayaan dan perilaku, sesuai dengan perilaku yang dipilih dan dapat menghindari perilaku yang tidak sesuai dengan dengan tindakan yang ingin dilakukan (Hulin, 1991 dalam Eslami et all., 2012). Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa konsistensi dari perilaku yang ditampilkan tersebut berdasarkan tujuan yang ingin dicapai oleh individu tersebut (Hulin, 1991). Komitmen organisasi secara jelas mengandung istilah komponen, hubungan, dan konsekuensi (Mathieu & Zack, 1990). Hubungan inilah yang dapat mewakili komponen yang dimiliki oleh komitmen organisasi yang dikatakan oleh Meyer dan Allen, 1991. Komponen tersebut yaitu pendekatan secara emosional (affectice commitment), keterikatan moral (normative commitment) dan perasaan tidak dapat meninggalkan organisasi karena biaya (continuance commitment). Hal ini akan membantu kita untuk dapat mengetahui sejauh mana hubungan antara followership dan komitmen organisasi yang dapat dilihat dari kedua dimensi dari followership dan ketiga komponen dari komitmenorganisasi pada setiap variabel tersebut.

Peneliti melakukan penelitian ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anita L. Blanchard pada tahun 2009. Pada penelitian tersebut sampel yang dipakai adalah karyawan yang bekerja di Universitas. Dan komponen Komitmen organisasi yang diukur adalah normative commitment dan affective commitment dengan mengabaikan komponen continuance commitment, dengan alasan perbedaan karakteristik dari partisipan yang ada dalam penelitian tersebut. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa hipotesis, hipotesis pertama terdapat hubungan yang positif antara active engagement dan normative commitment. Hipotesis kedua terdapat hubungan yang negatif antara independent critical thinking dan normative commitment. Hipotesis ketiga active engagement dan independent critical thinking dipengaruhi oleh normative engagement, lalu independent critical thinking menurunkan normative commitment. Hipotesis keempat active engagement dan independent critical thinking berinteraksi dengan affective organizational komitmen, lalu independent critical thinking menaikkan hubungan antara active engagement dan affective commitment. Kemudian kesimpulan berdasarkan hipotesis yang ada dapat dijabarkan sebagai berikut apabila independent crtitical thinking tinggi akan berdampak rendahnya affective commitment dan normative commitment, apabila active engagement rendah akan berpengaruh kepada tingginya affective commitment dan normative commitment. Sedangkan dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara followership dengan organizational commitment

Pada penelitian ini, peneliti menduplikasi penelitian, pada karakteristik sampel yang berbeda yaitu pada karyawan, selain itu dalam penelitian ini peneliti mengikut sertakan komponen continuance

(4)

commitment dan juga tentunya dengan partisipan dengan budaya dan sistem kerja yang berbeda dengan penelitian yang sudah ada. Hal inilah yang menjadi pertimbangan peneliti untuk memasukkan continuance commitement kedalam karakteristik sampel tersebut. Seperti yang terdapat pada penelitian sebelumnya, belum adanya perbandingan antara kedua variabel dimana tidak dilihat pada salah satu komponen dari komitmen organisasi yaitu continuance commitment. Peneliti memilih karyawan swasta sebagai partisipan dalam penelitian ini, karena peneliti ingin mengikut sertakan komponen continuance commitment kedalam kedua variabel dan ingin melihat apakah terdapat gambaran hubungan antara variabel followership dan organizational commitment. Peneliti berasumsi bahwa terdapat hubungan diantara kedua variabel ini. Seperti yang diketahui bahwa kedua dimensi dari followership yaitu yaitu active engagement dan independent critical thinking memberikan kontribusi bagi followers yang ingin menampilkan followership yang efektif. Peneliti berasumsi bahwa, karakteristik dari sampel yang diteliti yaitu karyawan swasta yang menginginkan adanya kenaikan jabatan dan kenaikan gaji tentunya harus membuktikan dengan prestasi yang baik dan sejauh mana mereka memberikan kontribusi yang positif terhadap perusahaan. Dengan adanya syarat tersebut, tentunya karyawan harus memiliki motivasi dan usaha yang tinggi untuk dapat mencapai target yang mereka inginkan. Dalam hal ini peneliti berasumsi bahwa motivasi tersebut akan memberikan dampak kepada tingginya level pada kedua variable tersebut. Oleh karena itu, selain ingin melihat hubungan antara kedua variabel tersebut, peneliti juga ingin melihat bagaimana hubugan dari masing-masing dimensi followership tersebut terhadap komponen affective, normative dan continuance pada organizational commitment

.

Tinjauan teoritis Followership

Followership sendiri tidak dapat secara mudah dapat diartikan sebagi suatu hal yang konkrit, akan tetapi followership ini dapat didefinisikan secara sederhana sebagai hasil dari perilaku yang memiliki tujuan, dapat menyimpulkan arti dari hidup itu sendiri, mempunyai tujuan terhadap lingkungan sosialnya seperti uang, status dan reputasi yang ada pada dirinya sendiri (Kelly, 1992).

Selain itu, disebutkan bahwa seseorang yang dapat dikatakan sebagai follower yang baik, pada umumnya berperilaku sebagai followers yang aktif terhadap apa yang mereka ikuti (Frisina, 2005; Albino 1999; Hollander, 1992). Mereka juga dengan mudah dapat meng-identifikasi dan memutuskan bagaimana melakukan pendekatan dan menyelesaikan tugas-tugas atau beban pekerjaan yang diberikan kepada mereka dengan baik (Crockett, 1981; Miller, 1996).

Latour dan Rast (2004) juga mengatakan bahwa seorang follower adalah mereka yang pada umumnya mempunyai tingkat kepercayaan yang baik dan dapat bekerja sama dengan orang lain dengan efektif, senang melakukan perubahan, kompeten dalam mengerjakan pekerjaannya, dapat melihat peluang dan bekerja sama dengan pemimpin untuk dapat bekerja sama untuk membangun perusahaan kedepan.

Bjustad, Thach, Thompson and Morris (2006) mengatakan bahwa followership adalah seseorang yang dapat mendukung usaha dari pemimpinnya untuk memaksimalkan struktur organisasinya

.

(5)

Kelley (1992) menyebutkan bahwa terdapat dua dimensi seseorang yang dapat dikatakan sebagai seorang good follower. Karakteristik tersebut, antara lain :

a. Independent critical thinking.

Seseorang yang masuk kedalam dimensi ini adalah seseorang yang senang dalam menganalisa pekerjaan dan informasi yang diberikan kepada mereka, cermat dalam mengevaluasi situasi dan tindakan yang diberikan atau yang harus dilakukan dan dapat memberikan pendapat atau menilai suatu hal dengan baik dan mandiri tanpa dengan mudahnya dipengaruhi oleh orang lain serta dapat mengambil keputusan akhir dengan baik dan tepat.

b. Active engagement.

Pada dimensi yang kedua ini, Kelley (1992) memaparkan bahwa seseorang yang masuk kedalam active engagement ini mempunyai karakteristik diantaranya mempunyai inisiatif yang tinggi, selalu senang berasumsi terhadap atasan dan selalu senang berpartisipasi aktif terhadap pekerjaan yang diberikan.

Organizational commitment

Meyer dan Allen (1991) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai sebuah kondisi psikologis yang menjelaskan hubungan karyawan dalam organisasi tempatnya bekerja dan kondisi psikologis tersebut juga memiliki dampak bagi keputusan karyawan untuk melanjutkan keanggotaan didalam organisasi.

Menurut Randall (1987) komitmen dalam organisasi dapat memimpin karyawan untuk menerima hasil yang diperoleh oleh perusahaan jika pada akhirnya organisasi tersebut kehilangan kemampuan dalam inovasi dan tidak dapat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi

.

Komponen organizational commitment

Meyer dan Allen (1991), menyebutkan bahwa terdapat tiga komponen yang ada dalam komitmen yaitu :

a. Affective organizational commitment.

Karyawan yang memiliki kekuatan pada komponen ini, melihat sebuah komitmen berdasarkan sisi emosional yang dimiliki oleh individu tersebut. Kedekatan emosional yang terjalin antara organisasi dan karyawan inilah yang menjadi acuan sejauh mana tingkat komitmen yang dirasakan oleh karyawan.

b. Normative organizational commitment.

Pada komponen ini, orientasi karyawan lebih kepada perasaan kepada kewajibannya sebagai karyawan terhadap pekerjaan dan organisasi

c. Continuance organizational commitment.

Meyer dan Allen (1991) menyebutkan bahwa, karyawan yang dapat terus bertahan dalam organisasi tersebut, tidak karena berdasarkan rasa emosional yang terjalin antar individu dengan organisasi melainkan karyawan tersebut

(6)

melihat sejauh mana atau seberapa besar biaya yang dikeluarkan dalam bekerja pada organisasi tersebut.

Metode Penelitian

Berdasarkan Kumar (2005), penelitian ini tergolong penelitian kuantitatif karena variabel followership dan organizational commitment diukur dengan menggunakan kuesioner, lalu skor dari setiap kuesioner tersebut digunakan untuk melihat besarnya followership dan organizational commitment dari setiap responden. Penelitian ini juga dapat digolongkan sebagai penelitian korelasional karena ingin melihat hubungan antara followership dan organizational commitment, dimana tidak ada variabel yang dianggap penyebab maupun akibat. Kemudian dalam kaitannya dengan aplikasi penelitian, maka penelitian ini dapat juga disebut sebagai penelitian terapan karena hasil dari penelitian ini dapat diterapkan pada situasi nyata sehari-hari dan dapat digunakan sebagai informasi tambahan yang bermanfaat dalam perkembangan hal-hal yang berkaitan dengan topik penelitian ini.

Berdasarkan desain penelitian yang dikemukakan juga oleh Kumar (2005), maka penelitian ini merupakan cross-sectional study karena pada penelitian ini responden hanya diberikan kuesioner sebanyak satu kali. Kemudian penelitian ini dapat juga disebut sebagai restropective study

design

karena penelitian ini menginvestigasi fenomena, situasi, masalah atau isu yang telah terjadi di masa lampau. Terakhir, karena peneliti tidak melakukan manipulasi terhadap variabel yang diteliti maka penelitian ini tergolong penelitian non-eksperimental. Responden diminta untuk mengisi kuesioner sesuai dengan keadaan sebenarnya yang dialami responden.

Populasi penelitian ini adalah karyawan yang bekerja pada salah satu perusahaan swasta yang di Jakarta Pusat dengan berbagai divisi yang ada pada perusahaan tersebut. Berdasarkan

FOLLOWERSHIP

ACTIVE

ENGAGEMENT

INDEPENDENT

CRITICAL

THINKING

KOMITMEN ORGANISASI

AFFECTIVE

NORMATIVE

CONTINUANCE

(7)

Kumar (2005), teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik non probablity sampling, khususnya accidental sampling. Pemilihan responden didasarkan pada ketersediaan responden dan pemberian kuesioner dilakukan dengan mendatangi responden yang sedang bekerja pada salah satu perusahaan swasta. Berdasarkan batas minimal pengambilan data menggunakan 30 sampel (Gravetter & Wallnau, 2007), peneliti memutuskan untuk menggunakan sampel 75 orang, dengan pertimbangan bahwa semakin banyak sampel maka data yang didapatkan akan lebih banyak dan bervariasi, serta jumlah sampel tersebut dapat cukup mudah dipenuhi menimbang ketersediaan responden dan jangka waktu pengambilan data.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner, yaitu responden diminta untuk membaca sendiri dan kemudian mengisi seperangkat pertanyaan dan pernyataan sesuai dengan pengalaman dan keadaan responden yang sebenarnya. Peneliti menggunakan alat ukur followership questionnaire hasil adaptasi dari Kelley (2002) dan alat ukur commitment scale instrument hasil adaptasi dari Allen dan Meyer (1990) untuk mengukur kedua variabel tersebut.

Pelaksanaan pengambilan data dilakukan selama empat minggu di salah satu perusahaan swasta di Jakarta Pusat. Berdasarkan 100 kuesioner yang disebar, hanya 75 yang dikembalikan kepada peneliti. Sebanyak 100 kuesioner yang dapat diolah seluruhnya. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan teknik statistik: (1) Deskripsitif untuk melihat gambaran umum mengenai karakteristik dari sampel penelitian, (2) Multiple Correlation untuk melihat korelasi dari ketiga variabel secara bersamaan, (3) Partial Correlation untuk melihat korelasi antar variabel dengan mengontol satu variabel untuk dapat menghitung dua variabel lainnya, (4) Independent Sample T-test untuk mengetahui signifikasi perbedaan mean antara jenis kelamin, (5) One-Way Analysis of Variance (ANOVA), untuk untuk mengetahui signifikansi perbedaan mean setiap variabel penelitian.

Hasil penilitan

Gambaran umum responden

Jika dilihat dari usia, rata-rata partisipan yang didapat rata-rata memiliki rentang umur antara 25 hingga 40 tahun. Sedangkan untuk perbandingan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan mempunyai perbandingan 1 banding 3 dimana populasi untuk lak-laki-laki lebih besar yaitu sebanyak 64 orang dari total 100 partisipan. Untuk masa kerja bagi karyawan rata-rata partisipan yang menjadi responden telah bekerja antara 2 sampai 10 tahun.Berdasrkan pendidikan terakhir yang dimiliki oleh partisipan terdapat persamaan jumlah untuk SMA dan S1 dengan total sampel sebanyak 43 orang. Jumlah karyawan yang bekerja di kantor lebih tinggi sekitar 61 % dari total sampel.

Analisis

Berdasarkan teknik statistik yang dipakai untuk mengetahui hubungan antara Followership dan Komitmen Organisasi yaitu teknik korelasi Pearson Product moment. Koefisiensi korelasi yang didapat yaitu r= 0.413 dan p= 0.000 yang berarti signifikan pada L.o.S 0.05. Hubungan yang signifikan ini membuat hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima sehingga dapat diinterpretasikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Followership dan Komitmen Organisasi pada karyawan. Hasil dari r2 = 0.169 atau 16.9 % sehingga dapat diinterpretasikan bahwa skor Followership 16.9 % dapat dijelaskan dari skor

(8)

Berdasarkan hasil perhitungan statistik, dapat dilihat bahwa Followership yang memiliki usia >50 tahun memiliki mean yang paling tinggi yaitu sebesar 90.00 sebanyak 3 orang.

Berdasarkan perhitungan statistik, ditunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata skor Followership pada laki-laki dan perempuan. Selain itu, dari tabel diatas dapat terlihat bahwa terdapat perbedaan yang tidak signifikan pada followership antara laki-laki dan perempuan, yakni 0.506 (p>0.05) dengan nilai t= 0.668 Berdasarkan hasil perhitungan statistik, dapat dilihat bahwa Followership yang memiliki masa kerja <2 tahun memiliki mean yang paling tinggi yaitu sebesar 87.12 sebanyak 17 orang. Berdasarkan hasil perhitungan statistik, dapat dilihat bahwa Followership yang memiliki pendidikan terakhir sarjana memiliki mean yang paling tinggi yaitu sebesar 88.25 sebanyak 32 orang.

Berdasarkan perhitungan statistik, ditunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata skor Followership pada lokasi kerja kantor dan lapangan Selain itu, dari tabel diatas dapat terlihat bahwa terdapat perbedaan yang tidak signifikan pada followership pada lokasi kerja kantor dan lapangan, yakni 0.665 (p>0.05) dengan nilai t= -.449

Berdasarkan hasil perhitungan statistik, dapat dilihat bahwa Komitmen Organisasi yang memiliki usia >50 memiliki mean yang paling tinggi yaitu sebesar 105.33 sebanyak 3 orang. Rata-rata skor komitmen pada laki-laki dan perempuan pun berbeda.

Sementara itu terdapat perbedaan yang tidak signifikan juga pada komitmen antara laki-laki dan perempuan, yakni 0.318 (p>0.05) dengan nilai t=-1.004.Sedangkan hasil perhitungan statistik, dapat dilihat bahwa Komitmen Organisasi yang memiliki masa kerja >10 tahun memiliki mean yang paling tinggi yaitu sebesar 93.69 sebanyak 26 orang.

Berdasarkan hasil perhitungan statistik, dapat dilihat bahwa Followership yang memiliki pendidikan terakhir sarjana memiliki mean yang paling tinggi yaitu sebesar 88.25 sebanyak 32 orang. Sedangkan hasil perhitungan statistik, dapat dilihat bahwa Komitmen Organisasi yang memiliki pendidikan terakhir D4 memiliki mean yang paling tinggi yaitu sebesar 99.29 sebanyak 7 orang. Rata-rata skor komitmen pada lokasi kerja kantor dan lapangan pun berbeda. Sementara itu terdapat perbedaan yang tidak signifikan juga pada komitmen antara lokasi kerja kantor dan lapangan, yakni 0.094 (p>0.05) dengan nilai t=-1.699.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan yang menjawab masalah penelitian yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara followership dan komitmen organisasi pada karyawan. Semakin tinggi followership yang seseorang miliki, maka semakin tinggi komitmen organisasi pada karyawan

.

Kesimpulan kedua dari penelitian ini adalah terdapat Hubungan yang signifikan antara followership dan komitmen organisasi terdapat pada dimensi active engagement pada followershipdengan affective commitment pada komitmen organisasi. Semakin tinggi keterlibatan individu dalam organisasi maka semakin tinggi pula keterikatan emosional yang dimiliki oleh individu.

Kesimpulan terakhir dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan mean berdasarkan jenis kelamin, usia, jenjang pendidikan, lokasi kerja, masa kerja pada followership menunjukkan perbedaan mean yang tidak signifikan pada data demografis tersebut terhadap komitmen organisasi.

(9)

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada karyawan PT X tentang followership dan komitmen organisasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara followership dan komitmen organisasi terdapat pada dimensi active engagement, artinya semakin tinggi keterlibatan individu dalam organisasi maka semakin signifikan pula keterikatan emosional yang dimiliki oleh individu. Hal tersebut juga diungkapkan oleh (Blanchard et al., 2009) dalam jurnal Followership Style and Employee Attachment to the organization bahwa seorang karyawan yang menunjukkan followership yang tinggi dalam bekerja akan memiliki rasa kepemilikan terhadap setiap tugas/proyek yang ia kerjakan, dimana ia akan merasa bahwa ia patut bekerja dengan keras karena tugas/proyek yang ia kerjakan tersebut merupakan tugas/proyek yang pantas untuk dikerjakan dengan usaha yang keras. Sikap positif terhadap organisasi tersebutlah yang akhirnya membuat karyawan memiliki komitmen yang semakin tinggi terhadap organisasi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap karyawan pada PT X didapatkan kesimpulan analisis perbedaan mean berdasarkan jenis kelamin, usia, jenjang pendidikan, lokasi kerja, masa kerja pada followership menunjukkan perbedaan mean yang tidak signifikan pada data demografis tersebut terhadap komitmen organisasi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Blanchard (2009) dalam jurnal Followership Stye and Employee Attachment to the Organization menunjukkan hasil yang berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan.

Peneliti menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penelitian ini. Kekurangan tersebut dapat menjadi error sehingga dapat mempengaruhi hasil penelitian. Kekurangan tersebut seperti pada sisi administrasi alat ukur. Penyebaran alat ukur dilakukan dengan cara memberikan kuesioner kepada banyak karyawan dari berbagai divisi, tetapi banyak juga partisipan yang membawa pulang kuesioner untuk diisi. Hal ini menyebabkan peneliti tidak dapat menemani partisipan saat mengisi kuesioner sehingga jika partisipan memiliki pertanyaan terkait alat ukur, partisipan tidak dapat langsung bertanya kepada peneliti meskipun di lembar pengantar kuesioner telah dicantumkan nomor handphone peneliti. Efek lainnya yaitu beberapa kuesioner ditemukan tidak diisi dengan lengkap, kuesioner tidak dikembalikan, dan pengembalian kuesioner yang terlambat karena peneliti telah melakukan olah data.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, peneliti menyarankan beberapa hal untuk penelitian selanjutnya, yaitu: (1) Metode pengambilan data sebaiknya dilengkapi dengan metode observasi dan wawancara untuk mendapatkan gambaran yang lebih menyeluruh dari partisipan penelitian, (2) Pada penelitian berikutnya, alat ukur dapat diuji validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan teknik yang lain (misalnya, uji validitas dengan kriteria eksternal dan uji reliabilitas dengan testretest) agar alat ukur lebih valid dan reliable, (3) Jumlah sampel diperbanyak dan tidak terbatas pada karyawan dalam satu perusahaan saja, serta kelompok usia yang lebih beragam, sehingga hasil bisa lebih merepresentasikan populasi.

(10)

Kepustakaan

Aiken, L. R., & Groth-Marnat, G. (2006). Psychological testing and assessment. (12th ed.). Boston: Pearson Education.

Allen, N. J. & Meyer, J. P. (1990). The measurement and antecedents of affective, continuance and normative commitment to the organization. Journal of Occupational Psychology (1990), 63, 1-18 Anastasi, A., & Urbina, S. (1997). Psychological testing. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Blanchard, Anita L., Welbourne, Jennifer, Gilmore, David, & Bullock, Angela.(2009). Followership Styles and Employee Attachment to the Organization.The Psychology Manager Journal, 12: 111 – 131. DOI: 10.1080/10887150902888718

Cohen, J., Cohen, P., West, Stephen G., & Aiken, Leona S. (2003). Applied Multiple Reggresion/Corelation Analysis for The Behavioral Science. New Jersey: Lawrence Elbaum Associates, Publisher

Gravetter, Frederick J., & Forzano, Lori-Ann B. (2009). Research Methods for The Behavioral Sciences. Belmont: Wadsworth Cengage Learning.

Gravetter, Frederick J., & Wallnau, L. B. (2007). Statistics for Behavioral Science (7th ed.). Belmont: Thomson Wadsworth.

Guilford, J. P., & Fruchter, B. (1978). Fundamental Statistic in Psychology and Education (6th ed.). New York: McGraw-Hill.

Kaplan, R. M., & Saccuzzo, D. P. (2005). Psychological Testing:Principles, Applications, and Issues. Belmont: Thomson Learning.

Kelley, Robert E. (1992). The Power of Followership. New York: Doubleday Business.

Martin, Richard (2008). Followership: The Natural Complement to Leadership. FBI Law Enforcement Bulletin; Jul 2008; 77, 7; ProQuest Research Library pg. 8

Meyer, J. P., & Allen, N. J. (1997). Commitment in the Workplace. New Delhi: Sage Publications

Meyer, J . P & Herscovitch, L. (2001). Commitment in The Workplace: Toward A General Model. Human Resources Management Review, 11. 299-326.

Referensi

Dokumen terkait

Antiemetik yang diberikan oral memiliki banyak kekurangan sehinggal pemberian rektal dari alizaprid, prometazin dan metoklorpramid diteliti. Pemberian rektal alizaprid

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk: mengetahui apakah hasil belajar TIK yang dibelajarkan dengan menggunakan media pembelajaran CD Multimedia Interaktif lebih

Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa meskipun siswa mempersepsikan dirinya memiliki kapasitas yang cukup untuk membaca, namun ada suatu potensi yang

Model dan Parameter produk K2 yang paling optimal pada proses training, selanjutnya dilakukan testing dan didapatkan hasil uji coba ( testing ) yaitu hasil MAPE dan RMSE

Makalah ini bertujuan untuk mengenalpasti apakah cirian persekitaran fizikal semula jadi yang menjadi penentu kepada pelancong keluarga dalam membuat kunjungan ke

Woolfolk (2004) menambahkan bahwa aktivitas mencatat membantu siswa untuk memfokuskan perhatian selama proses belajar dan membantu untuk mengkodekan informasi dalam

i. Hal-hal lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal lain yang menyebabkan seorang PNS diberhentikan dari jabatannya, antara lain adalah dinyatakan

Barang-barang yang telah dikeluarkan dari penyimpanan gudang, harus melewati proses pentaksiran ulang. Pentaksiran dilakukan oleh petugas taksir dengan pengawasan