• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI PETUGAS KEBERSIHAN DALAM BEKERJA DI RUMAH SAKIT RUJUKAN COVID-19 KLATEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERSEPSI PETUGAS KEBERSIHAN DALAM BEKERJA DI RUMAH SAKIT RUJUKAN COVID-19 KLATEN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI PETUGAS KEBERSIHAN DALAM BEKERJA

DI RUMAH SAKIT RUJUKAN COVID-19 KLATEN

Environmental Service Workers Perception of Working

At Covid-19 Referral Hospital in Klaten

Ontivia Setiani Wahana*1, Kusbaryanto2, Arlina Dewi3

1,2,3 Magister Administrasi Rumah Sakit, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta

e-mail: *ontiviasw@gmail.com,

Abstrak

Latar Belakang: Bekerja di era pandemi COVID-19 tidaklah mudah, terutama bagi petugas yang bekerja di rumah sakit rujukan COVID-19. Pekerja non medis seperti petugas kebersihan di rumah sakit juga mengalami perubahan regulasi di tempat kerja. Petugas kebersihan di ruangan isolasi termasuk dalam kategori risiko paparan tinggi karena tingginya potensi kontak erat dengan pasien COVID-19. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persepsi petugas kebersihan dalam bekerja di rumah sakit rujukan COVID-19 Klaten.

Metode: Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Wawancara dilakukan kepada empat responden.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi terkait pemahaman petugas kebersihan tentang COVID-19 belum maksimal dan merata. Adanya kendala dan perubahan kebiasaan, baik dalam sistem kerja dan standar pelayanan menimbulkan ketidaknyamanan dalam bekerja. Dampak psikologis; baik perasaan negatif dan positif muncul selama bekerja di era pandemi ini. Akan tetapi, petugas kebersihan tetap bekerja secara profesional, memiliki komitmen kerja yang baik dalam upaya menurunkan resiko infeksi nosokomial termasuk mencegah penyebaran virus.

Kesimpulan: Persepsi terkait pemahaman petugas kebersihan terhadap COVID-19 belum merata. Kewajiban penggunaan alat pelindung diri di era pandemi menimbulkan ketidaknyamanan dan hambatan dalam bekerja. Hal tersebut, memicu munculnya emosi negatif yang dominan daripada emosi positif. Walaupun bekerja dalam kondisi pandemi, petugas kebersihan masih dapat bekerja secara profesional.

Kata Kunci: COVID-19, Persepsi, Petugas Kebersihan

Abstract

Background: Working in the 19 pandemic era isn’t easy, especially for personnel who work in COVID-19 referral hospitals. Non-medical workers such as environmental service workers (ESW) also experience changes in regulations at work. ESW in isolation ward are included in the high exposure risk category because of their high potential for close contact with COVID-19 patients. This study aims to analyze the ESW’s perception of working at the COVID-19 referral hospital in Klaten.

Methods: This is a descriptive qualitative study with a phenomenological approach. Four respondents were obtained for interviews.

Results: The results show that ESW’s perception related to COVID-19 hasn’t been maximized and evenly distributed, there are obstacles and changes of habits, in the work system and service standards that create inconvenience while working, psychological impacts; both negative and positive feelings appear while working during this pandemic. However, ESW still work professionally, have a good work commitment to reduce the risk of nosocomial infections including preventing the spread of the virus.

Conclusion: ESW’s perceptions related to COVID-19 hasn’t been evenly distributed. Mandatory use of personal protective equipment in the pandemic era, causes discomfort and obstacles to work. This pandemic triggered the emergence of negative emotions that are dominant over positive emotions. However, ESW can still work professionally.

(2)

1. PENDAHULUAN

Pada akhir tahun 2019, telah terjadi wabah virus bernama Corona Virus Disease / COVID-19 di Kota Wuhan, China. Wabah tersebut menyebar sangat cepat melewati perbatasan dan saat ini telah menginfeksi banyak orang di seluruh dunia. Fenomena ini ditetapkan sebagai pandemi oleh World Health Organisation / WHO karena telah menyebar ke 114 negara di dunia. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di banyak kalangan 1.

Laporan WHO menyebutkan bahwa jumlah kasus COVID-19 sampai dengan 1 Mei 2020 di Dunia telah mencapai 3.174.495 kasus dengan angka kematian sebesar 224.159 kasus. Di Indonesia, sampai dengan 1 Mei 2020 didapatkan kasus sebesar 10.118 kasus terkonfirmasi dengan total jumlah kematian sebesar 792 kasus 2.

WHO membuat tiga kategori untuk membantu menilai risiko COVID-19 di tempat kerja dan merencanakan beberapa lagkah pencegahan di tempat kerja. Pertama, risiko paparan rendah yakni pekerjaan atau tugas pekerjaan tanpa kontak erat yang sering dengan masyarakat umum dan rekan kerja lain, pengunjung, klien atau pelanggan, atau kontraktor, dan yang tidak memerlukan kontak dengan orang yang diketahui atau dicurigai terinfeksi COVID-19. Kedua, risiko paparan sedang yakni pekerjaan atau tugas pekerjaan dengan kontak erat yang sering dengan masyarakat umum, atau rekan kerja lain, pengunjung, klien atau pelanggan, atau kontraktor, tetapi tidak memerlukan kontak dengan orang yang diketahui atau dicurigai terinfeksi COVID-19. Ketiga, risiko paparan tinggi yakni pekerjaan atau tugas pekerjaan

dengan potensi tinggi kontak erat dengan orang yang diketahui atau dicurigai mengidap COVID-19, serta kontak dengan benda dan permukaan yang dapat terkontaminasi dengan virus COVID-19 3. Melihat dari kategori

tersebut, maka petugas kebersihan yang bertugas di ruangan isolasi rumah sakit rujukan COVID-19 termasuk dalam kategori risiko paparan tinggi. Hal tersebut karena, petugas kebersihan tersebut saat bekerja di ruang isolasi kontak erat dengan pasien COVID-19 dan lingkungan / permukaan sekitar pasien yang dapat terkontaminasi COVID-19.

Sebuah studi mengeksplorasi tentang pengalaman dan faktor psikologis yang mempengaruhi kesehatan psikologis perawat bangsal isolasi selama pandemi COVID-19 di Cina. Hasil dari studi yakni terdapat perubahan kesehatan psikologis perawat bangsal isolasi yang harus terus dipantau. Strategi yang tepat harus dilaksanakan untuk mengurangi ketidaknyamanan fisik yang dialami perawat akibat alat pelindung, meningkatkan persepsi terhadap dukungan keluarga dan tempat kerja, dan menentukan cara untuk menampilkan penghargaan pasien terhadap pekerjaan keperawatan 4. Dalam penanganan pandemi ini,

petugas non medis seperti petugas kebersihan berperan penting dalam menangani masalah kebersihan lingkungan. Penelitian mengenai persepsi petugas kebersihan dalam bekerja di era pandemi COVID-19 tidak mudah ditemukan. Dengan penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengurangi kesenjangan antara petugas yang menangani pandemi saat ini.

(3)

Studi pendahuluan telah dilakukanpada bulan Mei 2020 di RSU Islam Klaten yang merupakan salah satu rumah sakit rujukan penanganan COVID-19 di Kabupaten Klaten. Studi awal tersebut dilakukan dengan cara mengobservasi kegiatan pembersihan lingkungan rumah sakit oleh petugas kebersihan. Di masa pandemi COVID-19 ini, tentu ada beberapa perubahan kebijakan yang dirubah oleh rumah sakit terhadap pegawainya. Merujuk pada petunjuk teknis pedoman pemakaian Alat Pelindung Diri (APD), saat ini petugas kesehatan yang bekerja dianjurkan untuk memakai APD selengkap mungkin. Yakni, memakai masker bedah 3ply, gown, sarung tangan karet sekali pakai, pelindung mata / face shield dan headcap. Tidak terkecuali bagi petugas kebersihan terutama yang bekerja di rumah sakit rujukan COVID-19 dianjurkan untuk memakai masker bedah,

gown, pelindung mata, sarung tangan kerja berat dan headcap 5.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang persepsi petugas kebersihan dalam bekerja di rumah sakit rujukan COVID-19 Klaten.

2. METODE

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Subyek penelitian ini adalah semua petugas kebersihan yang bekerja diruang isolasi RSU Islam Klaten, yakni didapatkan 4 orang informan. Obyek pada penelitian ini adalah persepsi petugas kebersihan dalam bekerja di RS Rujukan COVID-19. Waktu penelitian dilaksanakan pada Bulan Agustus 2020. Jenis wawancara adalah wawancara dengan pertanyaan terbuka dan daftar pertanyaan yang terstruktur. Setelah wawancara, peneliti mendengarkan rekaman, membuat transkrip dan memberi kode kata demi kata. Dua peneliti melakukan analisis data secara mandiri, mereview materi wawancara, merangkum dan mengekstraksi pernyataan yang bermakna dan merumuskan tema yang ada kemudian hasil analisis data dibandingkan dan dikontraskan. Setiap ketidakkonsistenan diselesaikan melalui diskusi di antara tim peneliti. Uji validitas dan reliabilitas menggunakan triangulasi sumber (mencocokkan hasil dengan sumber lain dari supervisor) dan teknik (mencocokkan hasil dengan teknik lain, dari dokumentasi).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. HASIL

Tabel 1. Karakteristik Informan Penelitian

No Usia Jenis Kelamin Pendidikan Terakhir Lama Bekerja

1 38 Wanita SMA 10 tahun

2 27 Lelaki SMA 6 tahun

3 32 Lelaki SMP 1,5 tahun

(4)

Tabel 1 menunjukkan karakteristik 4 orang informan, 1 orang wanita dan 3 orang lelaki. Usia termuda yakni lelaki berusia 27 tahun dan usia tertua yakni 38 tahun. Menurut pengalaman kerja paling lama yakni selama 10 tahun dan paling sedikit yakni selama 1,5 tahun.

Tabel 2. Matrix wawancara terkait pemahaman petugas kebersihan tentang COVID-19

No Axial Coding Tema

1 “Itu.. Penyakit yang menular.. Menular melalui pernafasan bisa, bersentuhan bisa”

“…Panas, flu, pilek, batuk” “Penyebabnya virus COVID itu”

Pemahaman tentang COVID-19 belum merata dan maksimal

2 “Virus yang berbahaya, yang bisa menyebar kemana-mana dan juga bisa membunuh manusia”

3 “COVID itu virus yang ditakuti semua orang… Penularannya sangat menular.. gejala nya batuk pilek”

“…Ada panas”

4 “COVID 19 itu termasuk virus yang mematikan, kita harus hati-hati sendiri.. pakai APD lengkap…”

Berdasarkan matriks hasil wawancara, didapatkan bahwa informan nomor 1 sampai 4 mengetahui COVID-19 merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus. 2 dari 4 informan dapat menjelaskan gejala pada COVID-19. Gejala yang dapat dijelaskan oleh kedua informan tersebut adalah panas, batuk, pilek dan flu. Semua menjelaskan bahwa COVID-19 adalah virus berbahaya yang dapat menular bahkan sampai mematikan. Tetapi, tidak semua dapat menjelaskan detail dari gejala, cara penularan sampai pengobatan. Sehingga, dapat disimpulkan pemahaman informan mengenai COVID-19 belum merata dan maksimal.

Tabel 3. Matrix hasil wawancara mengenai hambatan selama bekerja dalam membersihkan lingkungan rumah sakit di era pandemi COVID-19

No Axial Coding Tema

1 “Merasa keberatan karena harus memakai APD dobel-dobel” “… APD ribet..”

“Memakai APD panas…kerja menjadi tidak nyaman..” “…Jam kerja lebih banyak”

“…Karena kontak langsung, jadi kerjanya dipercepat…” “Di ruangan isolasi harus detail dalam membersihkan..”

Ketidaknyamanan dalam bekerja, baik dalam persiapan dan prakteknya

2 “Itu pasiennya sering rewel, sering muntah berkali-kali, jadi harus masuk ke ruangan isolasi berkali-kali

(5)

… persiapan untuk membersihkan lebih lama, lebih repot”

“Pekerjaan paling berat... bersihin kamar mandi itu, kadang ada pasien yang merokok juga yang curi-curi”

3 “Yang sulit kalau ada yang tidak dikerjakan sama yang pagi itu... kan yang shift siang yang ngerjain”

“… Pakai APD lengkap itu panas..”

“Ya di cepetin aja kerjanya gausah lama-lama yang penting cukup.. takut ketularan”

4 “Hambatannya itu... kan kalau biasa kan... pembersihan bangsal biasa kan baju nya biasa, kalau yang isolasi kan harus ganti baju hazmat, APD lengkap, masker dobel gitu”

“Repot APD nya ya repot takutnya itu”

Berdasarkan tabel diatas, informan 1 sampai 4 menjelaskan hambatan atau masalah yang mereka hadapi selama bekerja dalam membersihkan lingkungan di rumah sakit rujukan COVID-19, terutama saat bekerja di ruangan isolasi. Hambatan yang dialami oleh semua informan yakni ketidak-nyamanan mereka dalam bekerja karena di era ini mereka diwajibkan untuk memakai APD yang lengkap. Semua informan menjelaskan bahwa dengan memakai APD yang lengkap membuat badan terasa panas, repot dan menjadi tidak nyaman dalam bekerja.

Tabel 4. Matrix wawancara mengenai alasan peran petugas kebersihan sangat penting dalam membersihkan lingkungan rumah sakit

No Axial Coding Tema

1 “Penting sekali, kalau pasiennya pulang meninggalkan kuman dan virus… Saya yang membersihkan, ya harus berjuang”

Profesionalisme

2 “Iya penting, karena bila tidak dibersihkan penyakitnya bisa menyebar kemana-mana, infeksius begitu… Sangat vital”

3 “Ya penting banget, karena ya saya yang membersihkan…”

4 “Ya… perannya sangat penting sekali, karena kalau tidak segera diabersihkan virus itu cepat menyebar… jadi vital”

Berdasarkan tabel diatas, semua informan menjelaskan alasan peran petugas kebersihan penting dalam membersihkan lingkungan rumah sakit karena merekalah yang memiliki kompetensi / kemampuan dalam membersihkan lingkungan rumah sakit. Jika lingkungan rumah sakit itu tidak segera dibersihkan, maka virus dapat menyebar.

(6)

Tabel 5. Matrix wawancara mengenai dampak jika petugas kebersihan kurang teliti dalam membersihkan lingkungan rumah sakit

No Axial Coding Tema

1 “Ketika pasien pulang, ruangan akan di Hepafilter, kemudian ruangan dibersihkan, semua di lap pakai klorin” “Ada pelatihan sebelumnya…”

“Semua di lap-lap, di tembok, meja-meja, sampai bed-bed, kalau sudah selesai APD dibuang, kemudian cuci tangan”

 Resiko terjadinya infeksi nosokomial

 Penyebaran virus bisa dikendalikan dengan SOP,

checklist dan pelatihan berkala

2 “Itu bisa membuat virusnya menyebar kemana-mana, ke orang lain, atau ke petugasnya sendiri, itu kerjanya sudah ada checklist nya, ada SOP gitu”

3 “Anu… nanti ada bekas virusnya itu gak hilang.. tapi cara membersihkannya beda sama ruangan yang bukan isolasi” “Iya… ada checklist nya, nanti yang menilai pengawas nanti dilaporkan ke atasan”

4 “Dampaknya ya itu… nanti bisa menular sama yang lain-lain”

“Iya.. ada (SOP).. ada briefing nya ada latihannya, kaya memakai baju hazmat gimana, cara penggunaan obat pembersihnya itu gimana, latihan.. kan obatnya juga khusus”

Pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa semua informan menjelaskan apa dampaknya jika petugas kebersihan kurang teliti atau terlewat dalam membersihkan lingkungan rumah sakit. Informan cenderung menjawab hal yang sama yakni adanya penyebaran virus yang bisa menular ke orang lain. Mereka juga dapat menjelaskan bahwa, terdapat pelatihan dalam membersihkan, terdapat SOP yang harus dipatuhi dan terdapat alat checklist berupa lembaran. Checklist tersebut merupakan deskripsi tugas yang harus diselesaikan oleh petugas kebersihan dan dengan checklist tersebut dapat mempermudah atau meminimalisir keterlewatan petugas dalam membersihkan.

Tabel 6. Matrix hasil wawancara mengenai perasaan selama bekerja di rumah sakit rujukan COVID-19

No Axial Coding Tema

1 “…Deg-degan, khawatir, tidak nyaman… Deg-degan takut ketularan” “Perasaan positifnya tidak ada”

Muncul emosi negatif dan positif

(7)

2 “Ada ketakutan... Cuma kalau sudah masuk ke isolasi sudah gak takut, sudah biasa… Iya karena sudah pakai APD, baju hazmat”

“Ya Ada rasa takutnya, rasa takut kalau terkena itu, kadang kan baju hazmat ada lepas sedikit”

3 “Ya... agak takut, lama kelamaan ya sudah biasa, yang penting anu.. sesuai protokol kesehatan.. yang penting pakai baju hazmat, pakai APD lengkap”

“Ya... deg-degan tapi tidak sampai ganggu pola tidur pola makan Senengnya anu... biasanya gak dapat jatah makan.. sekarang jadi dapat.. ada ekstranya”

“Ya.. selain tadi ya dapat vitamin”

4 “Ya takut sih takut.. tapi itu kan tugas.. kewajiban jadi ya harus dijalani”

“Perasaannya ya.. ada rasa berat, deg-degan campur aduk.. tapi ya itu termasuk tanggung jawab jadi ya kita harus sungguh-sungguh” “Ya... merasa senang bisa membantu orang lain”

“.. Kalau harian dari RSI itu cuma dapat ekstra vitamin makanan cemilan itu”

Tabel diatas menjelaskan bagaimana perasaan petugas kebersihan yang bekerja di ruangan isolasi di rumah sakit rujukan COVID-19. Ada faktor psikologis baik negatif maupun positif yang muncul ketika informan menghadapi stressor bekerja kontak langsung dengan pasien di era COVID-19. Perasaan negatif dominan muncul pada semua informan, yakni rasa takut jika tertular penyakit, deg-degan dan khawatir. Disamping itu, ada yang merasa tenang karena mengerti protokol kesehatan untuk memakai APD lengkap dan ada yang merasa tetap khawatir jika APD bocor/ terbuka. Perasaan senang juga dialami oleh petugas kebersihan karena merasa bisa membantu orang lain/pasien sesuai dengan kemampuannya sebagai petugas kebersihan. Selain itu, informan juga merasa senang karena disisi lain, mereka mendapatkan ekstra makanan dan vitamin, khusus untuk petugas kebersihan yang bekerja di ruang isolasi di era pandemi ini.

Tabel 7. Matrix hasil wawancara mengenai Alasan Bersedia Bekerja di Ruangan Isolasi Rumah Sakit Rujukan COVID-19

No Axial Coding Tema

1 “Sebenernya tidak mau, jujur saja tidak mau… tapi karena dipilih ya jadi tuntutan, karena tugas, ya sudah…”

Memiliki komitmen yang baik dalam 2 “Ya ingin membantu, itu aja”

(8)

3 “Ya karena tugas.. sudah ditunjuk disitu dari PT…” bekerja 4 “Itu memang dari PT sudah ditunjuk di situ.. Ya masak saya gak

mau…(tertawa) ya gimana.. memang kewajiban…”

“Kalau bisa milih… ya pilih bangsal biasa itu kan ya gak repot itu”

Tabel diatas menjelaskan tentang alasan petugas kebersihan bersedia bekerja di ruang isolasi rumah sakit rujukan COVID-19. Semua informan menjelaskan alasan bersedia karena memang sudah ditunjuk oleh atasan/perusahaan. Jika mereka diperkenankan memilih, mereka tidak akan memilih untuk bekerja di ruang isolasi. Tetapi, karena sudah ditunjuk khusus di ruang isolasi, maka mereka berusaha menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab.

Tabel 8. Matrix hasil wawancara mengenai perbedaan bekerja di era pandemi COVID-19 dengan sebelum terjadi wabah COVID-19

No Axial Coding Tema

1 “Kalau dulu APD tidak lengkap, kalau di ruang isolasi harus lengkap…Cara pengerjaannya beda… Ribet”

Ada perbedaan dalam standar pelayanan dan sistem kerja 2 “Beda nya kan kalau dulu kan belum pandemi gak pakai baju hazmat,

untuk membersihkan lebih ringan, sekarang kan pakai baju hazmat, sarung tangan, kacamata, face shield, jadi lebih repot gitu”

“Iya.. kalau sekarang persiapan untuk membersihkan lebih lama lebih repot”

3 “Pakai baju hazmat, pakai lapisan dua, masker dua, sama handscoen

juga dirangkapi juga ada yang tipis sama yang tebel.. ada kacamata, ada

cap pelindung kepala, face shield”

“Beda sekali.. soalnya pakai APD lengkap itu panas”

4 “Kalau di era biasa kan kerjanya gak begitu kepikiran negatif-negatif…Kalau pas pandemi ini kan pikirannya merasa takut gitu” “Dulu datang kerja pulang kerja biasa.. Kalau sekarang harus mandi harus pakai semprotan alcohol itu, lebih repot… takut juga”

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan dalam bekerja di era pandemi dan sebelum pandemi. Semua informan menjelaskan bahwa perbedaannya terdapat pada pemakaian APD lengkap sesuai protokol. Seperti pemakaian gown dan hazmat, memakai dua masker bedah, kacamata, face shield, cap pelindung kepala sampai handscoen. Hampir semua informan menjelaskan bahwa pemakaian APD yang lengkap membuat lebih repot atau ribet serta membuat persiapan dalam bekerjapun menjadi lebih lama.

(9)

3.2. PEMBAHASAN

3.2.1 Pemahaman Petugas

Kebersihan terhadap COVID-19 belum maksimal dan merata

Berdasarkan hasil analisis wawancara pada penelitian ini, petugas kebersihan dapat menjawab bahwa COVID-19 merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus. Petugas kebersihan menjelaskan bahwa COVID-19 merupakan penyakit dengan beberapa gejala, yakni berupa demam, batuk dan pilek. Akan tetapi, tidak semua informan dapat menjelaskan lebih detail lagi terkait gejala dan tanda yang muncul pada penyakit COVID-19.

Berdasarkan teori yang berkembang sampai dengan saat ini, masa inkubasi atau rentang waktu antara terjadinya infeksi hingga munculnya gejala yang ditimbulkan oleh virus ini yaitu 1 sampai dengan 14 hari 6. Gejala

klinis COVID-19 yakni demam, batuk, kelelahan, malaise, dan sesak napas 7.

Gejala atau manifestasi klinis utama yang muncul setelah terinfeksi COVID-19 adalah demam, kelelahan dan batuk kering. Sedangkan gejala lain seperti hidung tersumbat, pilek, myalgia, diare dan pharyngalgia termasuk gejala yang jarang terjadi pada kasus yang parah 8.

Informan pada penelitian ini juga menjelaskan bahwa COVID-19 ini merupakan penyakit yang berbahaya yang dapat mengancam jiwa. Hal ini sesuai dengan sebuah penelitian tentang pengetahuan, persepsi dan sikap orang masyarakat Mesir terhadap penyakit

COVID-19. Delapan puluh enam persen peserta penelitian tersebut menganggap penyakit COVID-19merupakan penyakit berbahayadan terlihat persentase yang sama didapatkan terkait tentang kemungkinan mereka atau anggota keluarganya tertular virus 7.

Berdasarkan pemahaman informan mengenai cara penularan dan terapi belum maksimal. Masih banyak yang belum dapat menjawab dengan benar, baik cara penularan dan terapi dari COVID-19. Menurut teori, sampai saat ini belum ada bukti pengobatan atau vaksinasi terhadap SARS-CoV-2. Tindakan pengendalian infeksi yang kuat adalah intervensi utama untuk meminimalkan penyebaran virus di lingkungan perawatan kesehatan dan komunitas 7. Sedangkan untuk teori cara

penularan dari COVID-19 yakni dapat ditularkan melalui aerosol / percikan udara yang berasal dari batuk atau bersin orang yang terinfeksi virus tersebut. Virus ini, dapat menular antar manusia ketika terjadi kontak dekat dengan orang yang terkonfirmasi positif COVID-19 8.

3.2.2 Hambatan dalam Bekerja di Era Pandemi COVID-19 Bagi Petugas Kebersihan

Berdasarkan hasil analisis pada penelitian ini, didapatkan adanya hambatan yang dialami oleh petugas kebersihan dalam melaksanakan tugas membersihkan lingkungan rumah sakit di era pandemi COVID-19. Hasil

(10)

wawancara menunjukkan bahwa hambatan yang dialami petugas kebersihan yang bekerja di ruang isolasi yakni ketidaknyaman petugas kebersihan dalam persiapan dan praktiknya. Persiapan yang harus dilakukan oleh petugas kebersihan sebelum bekerja yakni memakai alat pelindung diri dengan level 3 yang dinilai merepotkan. Selain itu, membersihkan lingkungan rumah sakit dengan memakai alat pelindung diri level 3 dinilai menjadi lebih berat dan membuat bekerja menjadi sangat tidak nyaman.

Hal ini sesuai dengan penelitian dari Yuan et al, 2020 menyebutkan bahwa sebaiknya memberikan perhatian yang lebih kepada tenaga kesehatan yang memakai APD level 3 dalam pelayanan pasien COVID-19. Hampir semua tenaga kesehatan mengalami ketidaknyamanan saat memakai APD level 3. Reaksi yang membuat ketidaknyamanan yakni terjadinya reaksi pada kulit, sulit bernafas, panas, pusing dan mual 9.

Pada penelitian lain juga menyebutkan bahwa alat pelindung diri yang sifatnya kedap, ketika dipakai oleh petugas kesehatan selama pandemi COVID-19 dapat menimbulkan rasa panas yang dapat berdampak negatif terhadap kinerja, keselamatan dan kesejahteraan petugas kesehatan. Sifat kedap air dari APD menghalangi hilangnya panas, dikombinasikan dengan bobot ekstra APD dan mobilitas yang terbatas dapat meningkatkan

tekanan panas pada petugas meskipun sedang bekerja di tempat yag sejuk 10.

3.2.3 Perubahan Kebiasaan dalam Bekerja di Era Pandemi COVID-19 Bagi Petugas Kebersihan

Berdasarkan hasil wawancara, didapatkan bahwa bekerja di era pandemi COVID-19 mewajibkan petugas kebersihan untuk merubah kebiasaan mereka dalam bekerja membersihkan lingkungan rumah sakit. Perubahan kebiasaan ini yakni meliputi perubahan dalam sistem kerja dan standar pelayanan yang disesuaikan dengan kondisi pandemi. Sistem kerja atau rangkaian tata kerja yakni terkait prosedur kerja dalam pelaksanaan pembersihan lingkungan rumah sakit. Dalam hal ini yaitu adanya perubahan aturan terkait alat pelindung diri yang wajib dikenakan oleh petugas kebersihan dalam membersihkan lingkungan rumah sakit. Sedangkan standar pelayanan yakni terkait cara pembersihan lingkungan rumah sakit di era pandemi.

Perubahan regulasi pada saat bekerja tersebut sesuai dengan panduan penggunaan alat pelindung diri bagi petugas kebersihan dalam membersihkan lingkungan rumah sakit saat ini. Rekomendasi alat pelindung diri bagi petugas kebersihan yang bertugas membersihkan ruangan pasien COVID-19 yakni menggunakan jenis alat pelindung diri berupa: masker bedah,

(11)

percikan cairan kimia atau organik), sarung tangan kerja berat dan headcap 5.

Sebelum memasuki rumah sakit, semua staf mengenakan alat pelindung diri dalam urutan berikut: jas putih, masker wajah N95, masker bedah, topi bedah, kacamata pelindung, penutup sepatu, gaun isolasi, sarung tangan, pakaian pelindung, sepasang sarung tangan lainnya dan penutup boot. Semua staf masuk dan keluar rumah sakit dicatat 11.

Terkait dengan perubahan standar tentang cara pembersihan area COVID-19, hal ini disesuaikan dengan karakteristik dari COVID-19, yakni sangat sensitif terhadap panas. Sehingga virus dapat inaktif secara efektif dengan desinfektan yang mengandung klorin, pelarut lipid dengan suhu 560C selama 30

menit, eter alkohol, asam perioksiasetat dan kloroform. Sedangkan desinfektan dengan jenis klorheksidin diketahui tidak efektif dalam membunuh virus corona 12.

Pembersihan untuk daerah yang terkontaminasi COVDI-19, dilakukan desinfeksi sebanyak 4 kali sehari: lingkungan, udara, lantai dan permukaan meja disemprot dengan disinfektan yang mengandung 2.000 mg / L untuk klorin tidak kurang dari 30 menit. Untuk muntahan dan sekresi pasien, area dibersihkan, dan kemudian tanah yang terkontaminasi disemprot dengan 2.000 mg / L disinfektan yang mengandung klorin. Limbah medis dan limbah lainnya ditempatkan di kantong sampah kuning berlapis ganda yang tertutup rapat 11.

3.2.4 Dampak Psikologis yang Dialami oleh Petugas Kebersihan Selama Bekerja di Era Pandemi COVID-19

Pandemi penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19) telah membuat tekanan psikologis yang belum pernah terjadi sebelumnya pada banyak orang di seluruh dunia, terutama tenaga medis 13.

Penyebaran wabah penyakit COVID-19 yang cepat dan intervensi yang belum pernah terjadi sebelumnya telah mempengaruhi gaya hidup masyarakat umum secara komprehensif dan membangkitkan tanggapan emosional negatif yang kuat14.

Berdasarkan hasil analisis wawancara kepada petugas kebersihan, didapatkan adanya dampak psikologis yang dialami oleh petugas kebersihan selama bekerja di era COVID-19. Bekerja menghadapi stressor seperti situasi pandemi seperti ini memunculkan perasaan negatif dan positif. Perasaan negatif diutarakan oleh semua petugas kebersihan, yakni seperti rasa takut akan tertular, perasaan seperti khawatir, jantung berdebar dan sebagainya. Tidak hanya perasaan negatif, tetapi ada perasaan positif yang muncul pada saat bekerja menghadapi situasi pandemi ini. Perasaan positif yang muncul yakni, adanya rasa senang dan bangga bisa membantu orang lain sesuai dengan kemampuan atau kompetensinya sebagai petugas kebersihan.

(12)

Akibat cepatnya peningkatan jumlah kasus yang dikonfirmasi dan kasus kematian, membuat baik staf medis dan publik mengalami masalah psikologis, termasuk kecemasan, depresi, dan stress 15.Pekerjaan yang

intensif selama pandemi COVID-19 ini membuat tenaga kesehatan menguras fisik dan emosional 16. Pada sebuah

penelitian didapatkan bahwa dampak psikologis (khususnya kecemasan) terhadap COVID-19 lebih umum terjadi pada petugas kesehatan non medis jika dibandingkan dengan petugas medis17.

Hal ini terjadi tidak hanya di kalangan medis, petugas non medis seperti petugas kebersihan pun mengalami dampak psikologis selama bekerja di era pandemi ini. Pada kondisi ini, staf rumah sakit pun terpapar stres baik fisik maupun psikologis dalam menghadapi peristiwa penyakit menular yang serius ini13.

Munculnya emosi negatif yang lebih dominan disertai dengan emosi positif pada petugas kebersihan ini mirip dengan sebuah studi yang dilakukan pada tenaga keperawatan. Pada penelitian tersebut didapatkan hasil munculnya emosi negatif dan emosi positif saat bekerja di era pandemi COVID-19 ini. Pengalaman psikologi perawat dalam merawat pasien COVID-19 dapat dikategorikan menjadi 4 kategori. Pertama, emosi negatif muncul di fase awal seperti kelelahan, ketidaknyamanan, ketidakberdayaan karena intensitas pekerjaan yang tinggi,

ketakutan, prihatin terhadap pasien maupun keluarga. Kedua, gaya koping diri dengan penyesuaian psikologis dan kehidupan, tindakan altruistic, dukungan tim, kognisi yang rasional. Ketiga, adanya pertumbuhan dibawah tekanan yakni termasuk peningkatan afeksi dan rasa terima kasih, berkembangnya tanggung jawab profesionalisme dan refleksi diri sendiri. Terakhir, dapat disimpulkan bahwa terdapat emosi positif yang muncul bersamaan dengan emosi negatif 18.

3.2.5 Bekerja Secara profesional di Era Pandemi COVID-19

Kekhawatiran global tentang virus tersebut telah meningkat karena tingginya kemampuan transmisi, yang mungkin digabungkan dengan morbiditas dan mortalitas7. Praktik

pembersihan dan desinfeksi secara sistematis merupakan kunci dalam mengendalikan penyebaran infeksi di rumah sakit 19.

Berdasarkan hasil analisis wawancara, didapatkan bahwa meskipun petugas kebersihan mengalami ketidaknyamanan dalam bekerja di era pandemi, tetapi hal ini tidak mengurangi profesionalisme petugas dalam membersihkan lingkungan rumah sakit. Petugas kebersihan memiliki komitmen kerja yang baik, merasa memiliki kemampuan dan tanggung jawab untuk menjaga kebersihan lingkungan rumah sakit. Petugas kebersihan memiliki peran

(13)

yang penting dalam mengendalikan infeksi nosokomial. Dengan adanya pelatihan berkala dan dengan mengikuti standar operasional prosedur yang berlaku, petugas kebersihan memiliki rasa percaya diri untuk menekan penyebaran infeksi nosokomial.

Penelitian yang dilakukan oleh Meyer et al, 2020 didapatkan bahwa wabah COVID-19 menyorot rumah sakit sebagai sumber penyebaran infeksi yang didapat di rumah sakit. Membersihkan permukaan secara memadai di kamar pasien merupakan bagian penting dari upaya untuk mengurangi penyebaran penyakit 19. Hal tersebut disadari oleh

petugas kebersihan bahwa betapa pentingnya peran petugas dalam membersihkan lingkungan rumah sakit guna menekan penyebaran infeksi di rumah sakit rujukan COVID-19.

Pada penelitan Meyer et al, 2020 juga didapatkan bahwa, staf/ petugas kebersihan dapat menunjukkan pengetahuan tentang praktik dan prosedur pembersihan dan desinfektan yang efektif serta memahami pentingnya pembersihan ruangan setelah pasien pulang. Namun, mereka mencatat adanya kendala waktu dan beban kerja sering kali menjadi penghalang dalam melakukan praktik pembersihan dan desinfektan yang efektif 19.

Hal ini selaras dengan sebuah penelitian bahwa, wabah patogen baru bisa sangat membuat stres dan merugikan petugas kesehatan, tetapi stres ini dapat dikurangi dengan

pedoman yang jelas dari rumah sakit dan Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 20. Prinsip kerja nol infeksi tetap

menjadi tujuan yang dapat dicapai yang perlu diperjuangkan oleh semua sistem perawatan kesehatan dalam menghadapi potensial pandemi 21.

4. KESIMPULAN

Persepsi terkait pemahaman petugas kebersihan terhadap COVID-19 belum merata. Kewajiban penggunaan alat pelindung diri di era pandemi menimbulkan ketidaknyamanan dan hambatan dalam bekerja. Hal tersebut, memicu munculnya emosi negatif yang dominan daripada emosi positif. Walaupun bekerja dalam kondisi pandemi, petugas kebersihan masih dapat bekerja secara profesional.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT, terima kasih sedalamnya kepada orang tua, keluarga, dosen pembimbing, direktur RSU Islam Klaten, semua informan dan semua pihak yang telah membantu dan memberikan support sehingga tugas ini dapat terselesaikan dengan baik. Kepada JAMBURA Journal yang bersedia memberikan tempat untuk bisa menyebarluaskan hasil penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Roy D, Tripathy S, Kar SK, Sharma N, Verma SK, Kaushal V. Study of

(14)

knowledge, attitude, anxiety & perceived mental healthcare need in Indian population during COVID-19 pandemic. Asian Journal of Psychiatry. 2020 Jun;51:102083.

[2] WHO. Coronavirus disease (COVID-19) Situation Report – 102. 2020 May 1; [3] WHO. Pertimbangan langkah-langkah

Kesehatan Masyarakat dan Sosial di Tempat Kerja dalam Konteks COVID-19. 2020 May 10; Available from: https://www.who.int/docs/default- source/searo/indonesia/covid19/who--- pertimbangan-langkah-langkah- kesehatan-masyarakat-dan-sosial-di- tempat-kerja-dalam-konteks-covid-19.pdf?sfvrsn=b8a19986_2

[4] Chen G, Zou P, Zhou H, Shen X, Gao C, Ying J, et al. Psychological experiences of nurses in COVID-19 isolation wards in China: A qualitative examination. JNEP. 2020 Oct 25;11(2):56.

[5] Gugus Tugas COVID-19. Standar Alat Pelindung Diri (APD) untuk Penanganan COVID-19 di Indonesia. 2020.

[6] Amalia L, Irwan I, Hiola F. ANALISIS

GEJALA KLINIS DAN

PENINGKATAN KEKEBALAN

TUBUH UNTUK MENCEGAH

PENYAKIT COVID-19. JJHSR. 2020 Jul 19;2(2):71–6.

[7] Abdelhafiz AS, Mohammed Z, Ibrahim ME, Ziady HH, Alorabi M, Ayyad M, et al. Knowledge, Perceptions, and Attitude of Egyptians Towards the Novel Coronavirus Disease (COVID-19). Journal of Community Health [Internet]. 2020 Apr 21 [cited 2020 May 15];

Available from:

http://link.springer.com/10.1007/s10900-020-00827-7

[8] Kemendagri. Buku Pedoman COVID-19 KEMENDAGRI. 2020.

[9] Yuan N, Yang W-X, Lu J-L, Lv Z-H. Investigation of adverse reactions in healthcare personnel working in Level 3 barrier protection PPE to treat COVID-19. Postgrad Med J. 2020 Jun 18;postgradmedj-2020-137854.

[10] Davey SL, Lee BJ, Robbins T, Randeva H, Thake CD. Heat Stress and PPE during COVID-19: Impact on health care workers’ performance, safety and well-being in NHS settings. [Internet]. Infectious Diseases (except HIV/AIDS); 2020 Sep [cited 2020 Nov 28]. Available from:

http://medrxiv.org/lookup/doi/10.1101/20 20.09.22.20198820

[11] Yang Y, Wang H, Chen K, Zhou J, Deng S, Wang Y. Shelter hospital mode: How do we prevent COVID-19 hospital-acquired infection? Infect Control Hosp Epidemiol. 2020 Jul;41(7):872–3.

[12] PDPI. PNEUMONIA COVID-19 Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia. 2020.

[13] Lu W, Wang H, Lin Y, Li L. Psychological status of medical workforce during the COVID-19 pandemic: A cross-sectional study. Psychiatry Research. 2020 Jun;288:112936.

[14] Ge F, Wan M, Zheng A, Zhang J. How to deal with the negative psychological impact of COVID-19 for people who pay attention to anxiety and depression.

(15)

Precision Clinical Medicine. 2020 Sep 19;3(3):161–8.

[15] Liu S, Yang L, Zhang C, Xiang Y-T, Liu Z, Hu S, et al. Online mental health services in China during the COVID-19 outbreak. The Lancet Psychiatry. 2020 Apr;7(4):e17–8.

[16] Liu Q, Luo D, Haase JE, Guo Q, Wang XQ, Liu S, et al. The experiences of health-care providers during the COVID-19 crisis in China: a qualitative study. The Lancet Global Health. 2020 Jun;8(6):e790–8.

[17] Chew NWS, Lee GKH, Tan BYQ, Jing M, Goh Y, Ngiam NJH, et al. A multinational, multicentre study on the psychological outcomes and associated physical symptoms amongst healthcare workers during COVID-19 outbreak. Brain, Behavior, and Immunity. 2020 Aug;88:559–65.

[18] Sun N, Wei L, Shi S, Jiao D, Song R, Ma L, et al. A qualitative study on the psychological experience of caregivers of COVID-19 patients. American Journal of Infection Control. 2020 Jun;48(6):592–8. [19] Meyer J, Nippak P, Cumming A. An evaluation of cleaning practices at a teaching hospital. American Journal of Infection Control. 2020 Jun;S019665532030568X.

[20] Prescott K, Baxter E, Lynch C, Jassal S, Bashir A, Gray J. COVID-19: how prepared are front-line healthcare workers in England? Journal of Hospital Infection. 2020 Jun;105(2):142–5.

[21] Gan WH, Lim JW, Koh D. Preventing Intra-hospital Infection and Transmission of Coronavirus Disease 2019 in Health-care Workers. Safety and Health at Work. 2020 Jun;11(2):241–3.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Informan Penelitian
Tabel 1 menunjukkan karakteristik 4 orang informan, 1 orang wanita dan 3 orang lelaki
Tabel 4. Matrix wawancara mengenai alasan peran petugas kebersihan sangat penting dalam  membersihkan lingkungan rumah sakit
Tabel 5. Matrix wawancara mengenai dampak jika petugas kebersihan kurang teliti dalam  membersihkan lingkungan rumah sakit

Referensi

Dokumen terkait

Penatalaksanaan Neonatus COVID-19 (SARS COV-2) di Rumah Sakit beserta Rujukan Balik yang Optimal1. Perawatan Hipotermi pada Neonatal

Pemodelan waktu tempuh ke rumah sakit rujukan Covid-19 ini dapat digunakan oleh pemerintah daerah untuk mitigasi bencana Covid-19 dengan meningkatkan akses ke rumah

Penelitian ini menggunakan Model Mekanisme Sukses untuk mengindentifikasi keberhasilan usaha dengan studi kasus industri kecil logam.Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa

Pada serbuk magnet NdFeB memiliki nilai koersifitas dan remanensi yang tinggi dibandingkan dengan serbuk magnet lain, sehingga sangat cocok digunakan untuk pembuatan

2001, Trend Industri Retail Indonesia Di Millenium Baru Bagian II: Trend Perubahan Pasar Dan Perilaku Belanja, [Online] Available:

Analisis faktor dapat mengidentifikasi Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen dalam membeli sayuran di pasar wilayah kota kabupaten Jember, dimana

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Secara teknis, aplikasi FTP disebut sebagai FTP client yang umumnya dimanfaatkan untuk transaksi FTP yang bersifat dua arah (active FTP). Modus ini