• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sesak Napas 2012 Pedoman PDPI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sesak Napas 2012 Pedoman PDPI"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

{!

)(--r

9,\9./

SESAK

NAPAS

Editor

Tantani Sugiman

Ida

Bernida

a

Badan Penerbit

Fakultas Kedokteran

Universitas

!ndonesia

(2)

SESAK

NAPAS

Editor:

dr.

Tantani Sugiman,

Sp.

An,

KlG, M.Kes

dr.

lda

Bernida,

Sp.P

Badan Penerbit

(3)

Hak

cipta dilindungi

undang-undang

Dilarang memperbanyak, mencetak dan menerbitkan sebagian atau seluruh

isi buku ini dengan cara dan dalam bentuk apapun tanpa seizin penulis dan

penerbit

SESAK NAPAS

Editor: Tantani Sugiman, lda Bernida

THE SOCTETY OF RESPTRATORY CARE INDONESIA (RESPINA)

Jakarta, lndonesia

Gedung Asma lantai 2, Jalan Persahabatan Raya No. 1, Jakarta 13230, lndonesia

http ://www. respi n a. o rg

Diterbitkan pertama kali oleh: Badan Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia Jakarta

Cetakan

1:

2012

Penerbitan buku ini dikelola oleh:

Badan Penerbit FKUI, Jakarta

Kcordinator Penerbitan: dr. Hendra Utama, Sp.FK

Acknowledgement:: Terima kasih kepada Dian Prastiti Utami atas kontribusinya sehingga buku ini dapat diterbitkan

(4)

Karn

PerucnNTAR

;\

lhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT yang

telah

memberikan

/-\kemudahan sehingga kamidapat menyelesaikan buku 'SESAK NApAS' ini.

Buku 'SESAK NAPAS'adalah suatu hasil karya yang sudah kami cita-citakan sejak tahun 2010. Penyelesaian ini tidak lepas dari kerja sama dan

partisipasi 13 perhimpunan profesi yang telah bergabung dalam Respiratory

Care Society (RESPINA).

Kami mengucapkan terima kasih kepada selurirh perhimpunan profesi

yang selama ini bekerja bersama dan berkolaborasi dalam RESPINA untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat dalam bidang Respiratory Care.

Kami menyadari bahwa buku 'SESAK NAPAS'

ini

masih jauh dari

sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan buku ini di kemudian hari. Semoga buku ini dapat berguna bagi para sejawat dalam membantu tata

laksana pasien sesak napas.

Jakarta, September 201 2

(5)

SnrileurAN

PnesoENT

or

Tur

SocrEry

or

Res

p,r.AToRy

Cane

luooruesm

e Society of Respiratory Care lndonesla (RESPINA) merupakan organisasi

seminat yang bergerak dalam bidang Respiratory Gare. Sebagai organisasi

seminat, RESPINA berada di bawah lkatan Dokter lndonesia (lDl), berdiri

pada tahun 2005 dan diresmikan sebagai Perhimpunan seminat oleh lDl pada tahun 2006 melalui Keputusan Muktamar Dokter lndonesia No. 09/Muk.

lDl-XXVI/1 2 12005. RESPINA beranggotakan 1 3 perhimpunan profesi, yaitu:

1.

Perhimpunan Dokter Paru lndonesia (PDPI)

2.

Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Toraks Kardiovaskular lndonesia

(HBrKr)

3.

lkatan DokterAnak lndonesia (lDAl)

4.

Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi lntensif

lndonesia (PERDATIN)

5.

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf lndonesia (PERDOSSI)

6.

Perhimpunan Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik lndonesia (PERDOSRI)

7.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular lndonesia (PERKI)

8.

Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher I ndonesia (PERHATI-KL)

9.

Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi lndonesia (PDSRI)

10. Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik (PATKLIN)

11. Perhimpunan Dokter Kedokteran Komunitas dan Kesehatan Masyarakat lndonesia (PDK3Ml)

12. Perhimpunan Dokter Spesiallis Kedokteran Olahraga (PDSKO) 13. Perhimpunan Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik (PAMKI)

Pertemuan ilmiah tahunan telah diselenggarakan secara rutin sejak tahun

'1999, selain itu RESPINA juga berupaya menerbitkan buku pedoman

(guide-/ines) yang disusun bersama

oleh

perhimpunan profesi yang bergabung dalam RESPINA. Buku pedoman pertama yang diterbitkan adalah 'Pedoman Diagnosis dan Pelaksanaan S/eep Disorder Breathing'yang terbit pada tahun 2006.

(6)

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas karuniaNya, pada

saat

ini

buku kedua RESPINA berjudul 'SESAK NAPAS' dapat diterbitkan.

Kami berharap buku ini dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman bagi

para sejawat yang berhadapan dengan pasien sesak napas dengan berbagai penyebab.

Kami mengucapkan terima kasih

dan

penghargaan yang sebesar-besarnya kepada para penulis dan editoryang sudah berkontribusidan dengan

tekun menyusun buku ini. Semoga buku ini dapat memberikan manfaat dan

nilaitambah bagi kita semua dalam usaha meningkatkan kualitas pelayanan

kepada pasien.

Jakarta, September 201 2

w

dr. Rita Roqayah. Sp.P (K) President of The Society of Respiratory lndonesia

(7)

SnrueurAN

Kerua

Uuurvr

Perucunus

Besen

karnu Dorren

iruooruesn

(PB

lDl)

f.

/f enurut lUorld Fede:'ation

of

Medical Education (WFME), pendidikan

I

V

I t<eOot<teran dibagi atas basic medical education dan posf graduate training, dan pada kedua bentuk tadi masing-masing harus berlanjut dalam bentuk Continuing Professionalism Development (CPD).

Tumpang tindih keilmuan dalam kedokteran juga merupakan hal yang

tidak terelakkan. Oleh karena itu CPD juga harus dilakukan dalam

bentuk-bentuk yang bersifat inter-profesional. Mengapa? Ada dua alasan utama, yaitu:

1.

Agar ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran dipahami secara utuh

2.

Penanganan pasien harus bersifat holistik dengan menyadari kedalaman masing-masing bidang studi untuk tujuan patient safety.

Bagi PB

lDl,

The Society

of

Respiratory Care lndonesia (RESPINA)

sebagai perhimpunan seminat telah menunjukkan nilai-nilai (values) serta

filosofi dan hakekat sebagaimana disebutkan

di

atas tadi. PB lDl melihat RESPINA merupakan salah satu contoh yang baik karena Soclefy dibangun

justru berdasarkan kerjasama ilmiah yang telah berjalan 6 tahun lebih dahulu

dan sampai saat ini RESPINA makin menguat dengan keanggotaan dari 13

organisasi profesi di dalamnya.

RESPINA sebagai organisasi seminat diharapkan bisa memberi warna

dan dapat menjawab tantangan perkembangan ilmu kedokteran, khususnya

di

bidang respirasi. RESPINA diharapkan dapat mempersembahkan ilmu

yang komprehensif yang berguna untuk dunia kedokteran lndonesia dan

masyarakat lndonesia pada umumnya.

Saya ucapkan selamat kepada RESPINA untuk semua karya yang

dihasilkannya

seperti,

menjadi sebuah perhimpunan, kolaborasi

inter-profesional, kolaborasi internasional, pertemuan-pertemuan ilmiah serta buku/pedoman, antara lain buku tentang 'SESAK NAPAS' ini.

(8)

Semoga bukuipedoman

ini

makin membangun pemahaman tentang

pentingnya membangun keilmuan dalam semangat kesejawatan.

Jakarta, September 201 2

Dr. Prijo Sidi

pratomaSpfad_IK)

Ketua Umum PB lDl

(9)

Dnrran

Peruulls

Prof. dr. Menaldi Rasmin, Sp.P (K), FCCP

Departemen Pulmonologi dan llmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

RSUP Persahabatan Jakarta dr. Dian PrastitiUtami

Departemen Pulmcnologi dan llmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

RSU P Persahabatan Jakarta dr. Dicky Soehardiman, Sp.P (K)

Departemen Pulmonologi dan llmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

RSUP Persahabatan Jakarta dr. Aziza G. lcksan, Sp.Rad (K) Departemen Radiologi

Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

RSU P Persahabatan Jakarta dr. Sita Andarini, PhD., Sp.P (K)

Departemen Pulmonologi dan llmu Kedokteran Respirasl Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

RSUP Persahabatan Jakarta

DR. dr. Bambang Budi Siswanto, Sp.JP (K), FIHA Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular

Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta dr. Erwin Mulia

Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular

Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

(10)

dr. Wishnu Aditya

Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta

dr. Fitri Oktaviana, Sp.S Departemen Neurologi

Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia RSUPN Cipto Mangunkusurno Jakarta

dr. Syahrial M. Hutauruk, Sp.THT'KL

Departemen llmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok dan Bedah Kepala Leher

Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta dr. Jetty R. H. Sedyawan, Sp.JP (K), FIHA

Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta

dr. Darmawan Budi Setyanto, Sp.A (K)

Divisi Respirologi Departemen llmu Kedokteran Anak Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta

DR. dr. Nury Nusdwinuringtyas, Sp.KFR (K)' M' Epid

Departemen llmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta

dr. Tantani Sugiman, Sp. An, KlC, M.Kes

Departemen Anestesi dan Terapi lntensif Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

(11)

Dnrren

lsr

Kata Pengantar

Sambutan President of The Society of Respiratory Care lndonesia

(RESPTNA).

Sambutan Ketua Umum Pengurus Besar lkatan Dokter lndonesia (PB rDr)

Daftar Penulis

Daftar lsi

Sesak Napas

Mlenaldi Rasmin, Dian Prastiti Utami

Analisis Gas Darah pada Sesak Napas

Dicky Soehardiman

lmejing Toraks pada Pasien dengan Gejala Klinis Sesak Napas

Aziza G. lcksan Sianosis pada Penyakit Paru

Sita Andarini

Sesak Napas pada Penyakit Jantung

Bambang Budi Siswanto, Erwin Mulia, Wishnu Aditya

Sesak Napas pada Kelainan Neuromuskular FitriOctaviana

Sesak Napas dalam Perspektif llmu Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok dan Bedah Kepala Leher

Syahrial Hutauruk vil ix vii 1 17 27 50 64 71 81

(12)

Sesak Napas pada Kehamilan

Jetty R. H. Sedyawan Sesak Napas pada Anak

Darmawan BudiSetyanto

Modifikasi Skala Borg: Outcome Assessmenf Sesak Napas pada

Gangguan

Pernapasan

105

Nury Nusdwinuringtyas

87

93

Diagnosis dan Tata Laksana Gagal Napas Akut TantaniSugiman

(13)

Sesnr

Nnpns

Menaldi

Rasmin,

Dian

Prastiti

Utami

PENDAHULUAN

[

/l

anusia memiliki beberapa naluri dasar biologis. Bernapas, seperli halnya

I V I rasa lapar, haus dan nyeri, merupakan salah satu dari naluri dasar

biologis yang dimiliki oleh manusia. Bernapas memiliki unsur kesigapan

terbesar dibandingkan naluri dasar biologis lainnya karena beberapa menit tanpa bernapas dapat mengakibatkan kematian. Sebagai konsekuensinya,

konsumsi udara yang

tidak

cukup

dapat

mengakibatkan respons tidak nyaman hebat yang akan memaksa seseorang untuk melakukan kegiatan

tertentu atau beradaptasi secara fisik untuk mendapatkan udara yang cukup.l

Frekuensi pernapasan yang normal adalah 12-20 kali per menit.2 Sesak napas dapat timbul pada keadaan fisiologis maupun patologis.3 Pada keadaan

normal, seseorang yang sehat tidak memerhatikan pernapasan mereka.2

Sebagai contoh, saat berolahraga frekuensi pernapasan seseorang akan

meningkat namun mereka tidak merasakan sesak

itu

sebagai 'gangguan' sampai mereka mencapai kapasitas ventilasi maksimalnya.2 Peningkatan

frekuensi pada olahraga lebih terasa sebagai bagian dari kegiatan fisik dan merupakan perasaan yang menyenangkan.

Seorang

klinisi

membutuhkan pemahaman mendalam mengenai

mekanisme, diagnosis dan tata laksana dyspnea secara menyeluruh untuk

dapat meningkatkan kemampuannya dalam memantau dan mengobati pasien

dengan sesak napas.a

DEFINISI

Definisi

dari

The American Thoracic Society menyatakan bahwa

dyspnea (sesak napas) adalah pengalaman subjektif atas ketidaknyamanan

dalam bernapas.l's Dyspnea merupakan istilah medis untuk sensasi yang

(14)

bernapas.2,a,5 Pada berbagai keadaan, sesak napas dapat membuat pasien

menjadi sangat stres dan mengganggu kehidupan sehari-hari.6

Sinonim yang digunakan oleh pasien untuk menggambarkan dyspnea

termasuk'sesak napas', 'tercekik', 'napas terasa berat', 'ngap', 'menyesakkan',

dan'kelelahan'. Kadang-kadang pasien menggambarkan dyspnea sebagai

rasa berat di dada. Dalam situasi ini, dokter harus menentukan apakah gejala

yang digambarkan benar-benar dyspnea atau nyeri dada.z

Dyspnea harus dapat pula dibedakan dari takipnea, hiperventilasi dan

hiperpnea yang merupakan perasaan subjektif dari pasien.T Takipnea adalah

pernapasan cepat dan dangkal dengan frekuensi lebih dari 20 kali per menit.

Takipnea fisiologis terjadi ketika olahraga dan persalinan. Takipnea patologis

terjadi pada

keadaan keracunan karbon monoksida, hemotoraks atau

pneumotoraks. Bradipnea adalah frekuensi pernapasan yang lambat secara abnormal. Diagnosis bradipnea bergantung pada usia pasien, pada usia 0-1

tahun < 30 kaliper menit, usia 1-3 tahun < 25kali per menit, usia 3-12 tahun < 20 kali per menit, usia 12-50 tahun < 12kali per menit dan usia 50 tahun ke

atas < 13 kali per menit. Hiperventilasiadalah peningkatkan ventilasisemenit

yang meningkat secara relatif dibandingkan kebutuhan metabolisme.T'8's

Di sisi lain, hiperpnea adalah pernapasan yang lebih cepat dan lebih

dalam daripada pernapasan

saat

istirahat. Hiperpnea dapat terjadi pada

keadaan sepsis. Hipopnea adalah keadaan pernapasan yang amat dangkal atau frekuensi pernapasan amat rendah secara abnormal. Hiperpnea dan

hipopnea adalah peningkatan kedalaman pernapasan saat dibutuhkan untuk

memenuhi kebutuhan metabolik jaringan tubuh seperti pada olahraga, hipoksia

pada ketinggian atau anemia. Apnea adalah keadaan sama sekali tidak ada

aliran udara yang masuk.s

Selanjutnya dyspnea akan diuraikan dalam istilah sesak napas.

PATOFISIOLOGI

Sesak napas merupakan akibat dari ketidakseimbangan antara kebutuhan

bernapas dan kapasitas ventilasi karena peningkatan usaha bernapas,

ketidak-mampuan untuk bernapas secara normal maupun gabungan dari keduanya.2

Sesak napas adalah suatu hal yang subjektif, sehingga terdapat dua komponen penting yang berpelan pada sesak napas. Yang pertama adalah

rangsang sensorik menuju korteks serebral. Rangsang sensorik ini terdiri dari

informasi dari reseptor spesifik, terutama mekanoreseptor, yang terdapat pada

(15)

dari ketidaksesuaian antara aktivitas pusat pernapasan motorik dan informasi

aferen dari reseptor di saluran napas, paru dan struktur dinding dada. Saat terjadi perubahan pada tekanan pernapasan, aliran udara atau pergerakan

paru dan dinding dada tidak sesuai dengan perintah

dari

pusat motorik

sehingga terjadi sensasi ketidaknyamanan dalam bernapas. Mekanisme ini

pertama kali dikenalkan oleh Campbell dan Howell pada tahun 1963 dengan

teori' le ngth-te n sion i n a p propriateness'.5'7

Teori ini merupakan teori universal dan tidak hanya mengenai informasi

dari otot pernapasan namun juga mengenai sistem pernapasan yang dikenal

sebagai 'neuro-mechanical atau'efferent-reafferent dissociation'.a,7 Pasien

dengan gangguan mekanik dari sistem pernapasan, baik resistik maupun

elastik atau gangguan otot pernapasan akan mengalami ketidaksesuaian

antara informasi dari sistem eferen dan aferen saat bernapas.a

Perbedaan

lokasi

rangsangan

dapat

memberikan

sensasi

yang berbeda. Tidak ada area spesifik dalam sistem saraf pusat yang merupakan

lokus sensorik dari sesak napas.s Tldak seperli rangsangan auditorik, visual,

olfaktorik, dan somatosensoriyang memiliki peta tersendiri di korteks serebral.l0

lnput

rangsangan (dari saluran napas, paru-paru melalui nervus vagus,

otot pernapasan, dinding dada dan kemoreseptor) diproses pada tingkatan

berbeda pada sistem saraf (korda spinalis

dan

region supraspinalis ke korteks sensorimotorik).s Namun jalur rangsangan yang berasal dari hantaran

oksigen

yang

inadekuat belum dipahami.

Teori lain yang

menjelaskan

mengenai sesak napas adalah ketidakseimbangan asam-basa, mekanime

sistem saraf pusat, peningkatan usaha bernapas, peningkatan tekanan

transpulmoner, kelelahan otot pernapasan, peningkatan kebutuhan oksigen

pada saat bernapas, ketidaksinergisan antara otot interkosta dan diafragma

dan dorongan pernapasan yang abnormal.T

Komponen kedua adalah persepsi dari sensasi, yang merupakan hasil

dari interpretasi informasi yang tiba

di

korleks sensorimotorik. lnterpretasi

tersebut sangat bergantung pada psikologis seseorang dan menjadi halyang subjektif. Persepsi subjektif ini sering menyebabkan keluhan sesak napas

yang diungkapkan oleh pasien tidak sesuai dengan kondisi fisiknya. Pada

keadaan tertentu pasien tidak merasa sesak walaupun tanda kekurangan

oksigen terlihat jelas seperti pada pernapasan Kussmaul atau pada pasien

yang dalam pengaruh narkotika.5,7 Pernapasan Kussmaul sering terjadi pada

pasien dengan ketoasidosis diabetik. Lesi pada serebral atau perdarahan

intrakranial

sering

menyebabkan pernapasan periodik

yang

dinamakan

(16)

menyebabkan pernapasan cheyne-stokes, yaitu terjadinya pergantian hiper-ventilasi dan apnea secara periodik, walaupun tidak ada kesulitan bernapas

dengan usaha yang dilakukan oleh tubuh'10

sensasi sesak napas yang dikeluhkan oleh pasien pun berbeda-beda' Pasien asma atau infark miokard mengeluhkan dada terasa sesak. Pasien edema paru umumnya mengeluhkan sensasi kekurangan udara dan pasien

PPOK

umumnya mendeskripsikannya

sebagai

ketidakmampuan untuk

bernapas yang dalam dan Puas.s

ETIOLOGI

(17)

Tabel 1. Etiologi sesak napas akut dan kroniks

Akut Kronik

Edem paru Asma

Trauma dinding dada dan struktur intratoraks

Pneumotoraks spontan Emboli paru

Pneumonia

Adult Respiratory Distress Syndrome

(ARDS) Efusi pleura Perdarahan paru

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Gagaljantung kiri

Fibrosis interstisial difus Asma

Efusi pleura

Penyakit tromboembolik paru Penyakit vaskular paru Sesak napas psikogenik Anemia berat

Stenosis trakea post intubasi Gangguan hipersensitivitas

Dikutip dari Fishman AP, 2008 (5)

Sesak Napas Akut

Penyebab umum sesak napas akut pada anak berbeda dengan pada

dewasa. Pada anak-anak, infeksi saluran napas atas seperti epiglotitis, laringitis atau laringotrakeobronkitis akut merupakan penyebab yang umum.

Pada dewasa, penyebab sesak napas akut lebih beruariasi. Penyebab tersering

adalah episodik gagal jantung kiri akut, kejadian tromboemboli, pneumonia dan pneumotoraks spontan. Yang lebih jarang terjadi adalah kolaps masif dari satu paru karena ketidakmampuan saluran napas membersihkan sekret yang

kental seperti pada bronkitis kronik atau asma, atau serangan pertama kali

dari asma.5

Sesak Napas Kronik

Sesak napas kronik terjadi secara progresif dan bervariasi. Sesak napas

kronik bermula pada kesulitan bernapas pada aktivitas yang berkembang

menjadi sesak napas saat istirahat. Sesak napas kronik sering terjadi pada pasien PPOK atau gagaljantung kongestif kronik. Asma merupakan salah satu

penyebab tersering sesak napas yang umumnya disertai batuk dan mengi.

Aspergilosis bi'onkopulmoner yang sering menyebabkan mengi paroksismal

(18)

Hipoksemia

Hipoksemia adalah penurunan kadar oksigen dalam darah. Tingkat oksigen

(penekanan sistem

saraf

pusat, PPOK akut), ketidaksesuaian

ventilasi-perfusi (PPoK, emboli paru). Pemeriksaan gas darah arteri (AGD) dapat

membantu menegakkan diagnosis hipoksemia dan hiperkapnia.ll Hipoksemia merupakan indikasi utama terapi oksigen.3

DIAGNOSIS

Diagnosis penyebab sesak napas dapat dilakukan dengan mengiden-tifikasi bentuk keluhan, waktu timbulnya keluhan, waktu timbulnya sesak dan

Eejala lain yang menyertainya.a Anamnesis dan pemeriksaan fisik lanjutan ke arah gagaljantung kiri dapat membantu membedakan diagnosis penyakit

paru dengan penyakit jantung.

Anamnesis

Gejala harus ditanyakan kepada pasien, termasuk awitan (mendadak atau perlahan-lahan), frekuensi, durasi, timbulnya ge.jala apakah mendadak terasa sesak atau perlahan-lahan semakin sesak, faktor pencetus (pajanan

sesak napas.

Keluhan nyeri dada dapat mengarah pada emboli paru, iskemi miorkad dan pneumonia. Riwayat batuk

den

purulen menandakan proses primer di paru. Pasien dengan

gan

ung juga dapat mengeluhkan batuk namun umumnya batuk

kering.

kardidada mengarahkan pada

(19)

diagnosis refluks. Feses hitam atau menstruasi yang berat dapat mengarahkan

pada anemia karena pendarahan. Berat badan turun atau keringat malam

dapat mengarahkan pada kanker atau infeksi paru kronik jantung.l2

Karakteristik

lain

dari sesak napas berhubungan dengan diagnosis

alternatif. Platipnea adalah sesak napas yang timbul atau memberat pada

posisi tegak. Tidak spesifik namun sering berhubungan dengan penyakit hati

kronik atau malformasi arteri vena basilar paru. Umumnya disertaiortodeksia

yaitu hipoksia yang timbul atau memberat pada posisi tegak.2 Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) adalah sesak napas yang membangunkan pasien

dari tidurnya. Pasien umumnya mengeluhkan sensasi sesak beberapa

jam setelah mulai tertidur dan menghilang setelah beberapa saat duduk. Umumnya pasien mengalami PND pada 1-2 jam setelah tidur dan membaik setelah posisi ditegakkan.T Ortopnea adalah sesak napas yang timbul dengan

perubahan posisi. Ortopnea dapat timbul segera setelah berbaring, yang menghilang pada saat duduk atau berdiri, pada pasien obesitas berat, pada

pasien gagal jantung maupun pada paralisis nervus frenikus bilateral atau

gangguan diafragma.7,11 Ortopnea dan PND sangat berkaitan dengan penyakit

jantung, walaupun kadang dijumpai pada pasien PPOK, asma, GERD atau

aspirasi. Dalam anamnesis dapat pula ditanyakan mengenai jumlah bantal yang digunakan sebagai alas kepala untuk mengurangi keluhan sesak atau

apakah pasien merasa lebih nyaman dalam posisitegak.T

Riwayat penyakit pasien juga harus ditanyakan seperti riwayat asma,

PPOK, dan penyakit jantung. Faktor risiko

lain

seperti riwayat merokok,

obat-obat yang digunakan, hipertensi, paparan di tempat kerja juga harus

ditanyakan.l2

Pemeriksaan Fisis

Pemeriksaan fisis lebih difokuskan pada sistem pernapasan serta sistem jantung dan pembuluh darah. Pemeriksaan auskultasi dapat dilakukan untuk

menilai simetrisasi suara napas dan bunyi napas tambahan seperti ronki

basah, ronki kering, stridor dan mengi. Bunyi napas mengi mengarah pada

asma atau PPOK dan stridor dapat mengarahkan diagnosis pada obstruksi

saluran napas ekstratoraks seperti sumbatan oleh benda asing, epiglotitis dan disfungsi pita suara.

Pada keadaan edema perifer, edema umumnya mengarah pada gangguan

jantung tapi dapat

juga

berasal dari disfungsi ventrikel kanan akibat kor

pulmonal dari penyakit paru. Diagnosis dapat dilakukan dengan auskultasi untuk membedakan keduanya.2

(20)

Pemeriksaan Penunjang

Sesak napas dapat menjadi suatu beban berat bagi seorang pasien. Terutama pada pasien yang tidak dapat mentolerasi keluhan dan hambatan aktivitas karena sesak napas. Tingkatan toleransi tersebut berbeda-beda

pada tiap orang, tergantung pada berbagaivariasi seperti usia, jenis kelamin,

berat badan, latihan flsik, perilaku dan motivasiemosional.T

Mengenali derajat keluhan sesak napas seringkali sulit karena pada beberapa kasus, sesak napas merupakan hal subjektif dari seorang pasien.

Untuk itu berbagai metode telah dilakukan untuk menerjemahkan sensasi subjektif tersebut menjadi objektif. Derajat berat suatu keluhan sesak napas

dapat diukur dengan berbagai skala, seperti skala dari the Medical Research

council

dan

Baseline Dyspnea tndex (BDl).

skala ini

dapat membantu mengenalijika terdapat perbedaan berat napas pasien dari keadaan biasanya.

Sesak napas juga dapat dievaluasi dengan tes olahraga seperti tes olahraga

jantung paru (cardiopulmonary exercise testing). Pada tes ini, Skala Borg dapat digunakan. Dengan menggunakan Skala Borg, pasien dapat memberikan skala

sensasi ketidaknyamanan bernapas selama melakukan pasien melalukan

olahraga atau aktivitas fisik.12 lndeks sesak napas dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. lndeks sesak napas (Dyspnea index)it

Derajat deskripsi keluhan pernapasan pasien

0 1 2 3 4 Kesulitan bernaPas

Tidak ada kesulitan Ringan Sedang Berat Sangat berat

Pengerahan tenaga Sangat, sangat ringan

Ringan Cukup berat

Berat

Sangat, sangat berat

Dikutip dan Anderson J, 1999 (11)

Kualitas hidup pasien dengan keluhan sesak napas harus diperhatikan.

Penilaian kualitas hidup dapat dilakukan dengan menggunakan kuisioner

seperti

sf.

George's Respiratory Questionnarre

(sGQ)

dan

the

chronic Respiratory Disease Questionnaire (CRO). Kuisioner CRQ terdiri dari 20 pertanyaan dan berfokus pada

4

hal yaitu sesak napas, kelelahan, fungsi

(21)

Pemeriksaan penunjang lain seperti laboratorium (pemeriksaan gas darah

arteri, hitung darah lengkap, elektrolit), foto toraks, tes fungsi paru, biakan dan

pewarnaan Gram sputum juga dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis, sesuai dengan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik.11

PENATALAKSANAAN

Tujuan utama dari penatalaksanaan sesak napas adalah mengembalikan

kondisi pasien ke keadaan fisiologisnya, yaitu dengan menatalaksana penyakit

dasar atau penyebab dari keluhan sesak napas.4'10,14 Beberapa penyebab dasar dari sesak napas seperti efusi pleura dan anemia dapat diatasi dengan baik.6 Pasien gagal jantung dapat diterapi dengan pemberian diuretik dan

penurunan afterload. Sedangkan pasien asma akan memperoleh perbaikan

sesak dengan pemberian paduan inhalasi bronkodilator dan kortikosteroid. Namun pada beberapa penyakit kronik, patofisiologi penyakitnya tidak dapat

dikoreksi dan pemberian bronkodilator dan kortikosteroid tidak memberikan efek yang bermakna. Terapi yang dapat diberikan hanya untuk mengurangi keluhan yang dirasakan oleh pasien dengan menurunkan hambatan saluran napas dan mengembalikan gas darah arteri ke keadaan normal.a'14

lntervensi terapi apapun yang menurunkan kebutuhan ventilasi (secara

relatif dengan kapasitas), menurunkan beban mekanik (yang dapat

memper-baiki kapasitas ventilasi), atau memperkuat otot pernapasan yang lemah dapat

menghilangkan sesak napas dengan menurunkan perintah output motorik

dari pusat pernapasan dan/atau menurunkan ketidaksesuaian neuromekanik.

Lebih lanjut, intervensi pada pusat persepsi sesak napas juga dapat me-ngurangi rasa ketidaknyamanan dalam bernapas yang berhubungan dengan

patofisiologinya.a Konsensus Amerlcan Thoracic

Society

(ATS) membuat

rangkuman mengenai penatalaksanaan

sesak

napas sesuai

dengan mekanisme patofisiologi sesak napas seperti pada tabel 3.

(22)

Menurunkan dorongan dari sistem saraf pusat

Menurunkan impedansi ventilasi

Menurunkan atau mengatasi hiperinflasi paru

Menurunkan beban resistik

Meningkatkan fungsi otot inspirasi

Tabel 3. Penatalaksanaan Sesuai dengan Mekanisme Patofisiologi Sesak Napasl

Menurunkan kebutuhan PernaPasan

Menurunkan kebutuhan

metabolik

Latihan fisik: meningkatkan efisiensi

pembuangan CO. Pemberian O, tambahan Pemberian O, tambahan Terapi medikamentosa TeraPi oPioid Terapi ansiolitik

Mengubah sinYal aferen Paru Vibrasi

Pengaturan ventilator

FarmakoteraPi inhalasi KiPas Angin

Meningkatkan efisiensi pembuangan CO. Mengubah Pola bernapas

Pembedahan untuk mengurangi volume paru:

Continuous positlve airvvay pressure (CPAP) Terapi farmakologi

Pengaturan nutrisi

Latihan otot pernaPasan Pengaturan Posisi Parlial ventilatory suPPott Mengurangi Penggunaan steroid Edukasi

Pendekatan kognitif-Perilaku Desensitasi

Terapi farmakolooi

Mengubah persepsi

Dikutip dari American Thoracic Society' 1999 (4)

Menurunkan Kebutuhan PernaPasan

Pada berbagai gangguan jantung dan paru, ventilasi meningkatdi atas batas

normal saat istirahat dan terutama saat olahraga.4 Dalam usaha menurunkan kebutuhan pernapasan, terdapat beberapa cara yaitu: (1) Menurunkan beban

metabolik dan (2) menurunkan rangsangan pusat pernapasan'

Untuk menurunkan beban metabolik dapat digunakan latihan fisik atau olahraga. Pasien PPOK dapat mengalami asidemia laktat berat waiaupun

saat beraktivitas ringan. Latihan olahraga dengan intensitas tinggi dapat memperbaiki kapasitas aerobik dan menurunkan rasio jumlah laktat pada

pasien PPOK sedang. Tiga mekanisme yang berperan dalam perbaikan sesak

(23)

yang berperan dalam olahraga, dengan menurunkan kebutuhan pernapasan;

(2) memperbaiki fungsi otot pernapasan; dan

(3)

meningkatkan toleransi

terhadap input sensasi sesak ke otak. Pemberian oksigen saat beraktivitas

fisik

juga

dapat

membantu menurunkan

beban

metabolik. Pemberian tambahan oksigen pada pasien PPOK kronik dapat menurunkan kadar asam laktat dalam darah dan mengurangi sesak napas.a'14

Sesak napasjuga dapat dikurangi dengan menurunkan rangsangan pusat pernapasan. Beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu (1) Terapi oksigen; (2) Terapi medikamentosa; (3) pengaturan ventilator; (4) farmakoterapi inhalasi.

Tujuan pemberian terapi oksigen adalah untuk meningkatkan jumlah

oksigen

di

darah arteri yang diantarkan

ke

jaringan untuk memfasilitasi

metabolisme aerobik.3 Pemberian oksigen untuk mengurangi sesak napas

masih diperdebatkan, walaupun dapat mengurangi angka kematian pada

pasien hipoksemia kronik dengan PPOK. Terapi oksigen dapat menurunkan

rangsangan hipoksia yang dimediasi melalui stimulasi kemoreseptor perifer

di badan karotis, yang dapat meirgubah pola pernapasan.a'14 Sesak napas saat aktivitas maupun istirahat dapat dikurangi dengan menurunkan aktivasi kemoreseptor. Aliran oksigen harus diatur untuk mengkoreksi hipoksemia

berat dan mengurangi sesak napas secara maksimal. Pemberian oksigen

seringkali problematik, sebagai contoh pemberian oksigen aliran tinggi

(misal: 4-6 L/menit) dapat optimal mengoreksi hipoksemia dan meredakan

sesak napas namun penggunaan di luar rumah sakit sering tidak praktis. Pemberian oksigen dengan jalur transtrakeal dapat memberikan hasil yang

lebih baik dibanding usaha koreksi

yang

sama namun dengan oksigen

nasal.a'10 Pasien dengan penyakit jantung paru berat, terutama pasien yang mengalami hipoksemia saat istirahat atau dengan aktivitas ringan, juga dapat memperoleh manfaat dari terapi oksigen.la

Terapi medikamentosa

yang

dapat

dilakukan diantaranya adalah pemberian opioid dan ansiolitik.al0 Opioid dan ansiolitik merupakan depresan pernapasan. Pemberian depresan pernapasan menurunkan proses sinyal di

sistem saraf pusat. Walaupun memberi keuntungan, pemberian opiat untuk

sesak napas

akut

tidak direkomendasikan untuk pengunaan rutin pada

pasien sesak napas. Penggunaan rutin tidak disarankan karena memiliki

efek gagal napas hiperkapnik, perubahan status mental, konstipasi, mual,

muntah, mengantuk, peningkatan toleransi dan desaturasi oksigen pada saat tidur. Pemberian anti ansietas dapat mengurangi sesak napas dengan

(24)

emosional terhadap sesak napas. Pemberian anti ansietas seringkali tidak memberikan perbaikan yang konsisten, namun dapat diberikan pada pasien penyakit paru yang gelisah

jika

diberikan secara hati-hati.a Namun revisi

koniensus ATS pada oktober tahun 2011 menyebutkan bahwa tidak terdapat cukup bukti untuk merekomendasikan pemberian ansiolitik, anti depresan' fenotiazin, indometasin, inhalasi anestesi topikal, nitrous oxide, dan natrium bikarbonat.4'14

Pasien dalam ventilator sering mengeluhkan ketidaknyamanan bernapas

walaupunusahanapasyangdibutuhkanberkurangkarenapenggunaan

ventilator. Frekuensi aliran inspirasi dan stimulasi reseptor aliran udara di

pusat saluran napas diduga berperan dalam timbulnya keluhan' Penggunaan

farmakoterapi inhalasi dapat berperan dalam mengurangi keluhan sesak napas. lnhalasi lidocaine atau bupivicaine dapat mengubah informasi aferen daii reseptor paru. Namun efek positif terapi ini baru dapat dibuktikan pada pasien asma.a Nebulisasi furosemid telah mulai diteliti sebagai pendekatan

tata

laksana

baru

dalam

terapi

sesak napas.

Pada

penelitian dengan

sukarelawan normal, inhalasi furosemid dalam menurunkan keadaan sesak napas yang diinduksi. Mekanisme efek nebulisasi furosemid belum jelas, namun diduga dimediasi oleh aferen nervus vagal. Penggunaan terapi ini

masih membutuhkan penelitian lebih lanjut'14

Menurunkan Hambatan PernaPasan

Terapi untuk meminimalkan hambatan pernapasan, baik secara mekanik,

bedah atau farmakologi memilikitujuan untuk memaksimalkan mekanika napas

dengan menurunkan hiperinflasi paru dan resistensi aliran udara. Terdapat uebLrapa cara untuk menurunkan hiperinflasi paru, yaitu: (1) pembedahan untuk mengurasi hiperinflasi;

(2)

penggunaan continuous Positive Airway

Pressure (CPAP)

Dalamterapipembedahanpadahiperinflasiparu,pasiendenganbullae

masif(>1/3hemitoraks)atauemfisemaakanmengalamiperbaikanpada

keluhan sesak napas yang dirasakan setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan hiperinflasinya. Pengurangan keluhan dan perbaikan toleransi

setelah prosedur bedah menunjukkan perbaikan pada mekanik dinding dada,

menurunkan recoil paru

dan

menurunkan kebutuhan pernapasan karena perbaikan saturasi oksigen setelah operasi. Penggunaan CPAP dalam dosis rendah dapat mengurangi sesak napas pada keadaan bronkokonstriksi akut

(25)

dan selama olahraga pada pasien PPOK berat. Sesak napas diredakan

dengan menyeimbangkan pengaruh

dari

beban ambang batas inspirasi

(sekunder terhadap hiperinflasi yang dinamis) pada otototot inspirasi dan mengurangi disosiasi neuromekanik dari pompa ventilasi.a

Menurunkan beban resistik paru dapat dilakukan dengan pemberian terapi farmakologi. Penggunaan steroid dapat mengurangi sesak napas dengan

menurunkan peradangan dan edema pada saluran napas. Bronkodilator

dapat digunakan untuk menurunkan beban resistif pada asma atau PPOK dengan bronkokonstriksi yang reversibel. Namun perubahan pada spirometri

segera setelah inhalasi bronkodilator tidak dapat memprediksi efek klinis

obat jangka panjang. lnhalasi agonis Er-adrenergik, inhalasi antikolinergik

dan teofilin lepas lambat telah dibuktikan dapat mengurangi sesak napas

pada pasien dengan PPOK stabil. Pada beberapa pasien dengan PPOK, pemberian bronkodilator dan kortikosteroid tidak akan memberikan perbaikan dan tidak mengurangi obstruksi aliran udara dan keluhan sesak napas yang

dirasakan.a, 1o

Meningkatkan Fungsi Otot Pernapasan (kekuatan dan stamina)

Otot pernapasan memegang peranan penting dalam usaha bernapas.

Dalam melaksanakan fungsinya,

otot

pernapasan membutuhkan nutrisi. Kekurangan asupan energi dapat mengakibatkan kelemahan otot pernapasan,

lemah dan perburukan sesak napas. Penurunan berat badan berhubungan

dengan penurunan massa diafragma, ukuran serabut otot interkostal dan ketebalan

otot

sternomastoideus

dan

kelelahan. Sekitar 30-50% pasien

PPOK mempunyai berat badan yang kurang disertai penurunan kekuatan, massa otot pernapasan dan stamina.a

Latihan otot pernapasan atau rehabilitasi paru dapat membantu pula

untuk mengurangi keluhan sesak napas. lnspiration muscle training (IMT) dapat mengurasi keluhan sesak napas karena terdapat hubungan antara disfungsi otot pernapasan dengan sesak napas, walaupun pada kepustakaan

lain

dikatakan bahwa apakah perbaikan terhadap keluhan sesak napas

disebabkan karena perbaikan kondisi

tubuh,

pengurangan sensitivitas

terhadap sensasi sesak napas dan emosi atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut.a'1a Pada keadaan kelemahan otot atau kelelahan, suatu pekerjaan

otot ringan akan membutuhkan usaha yang lebih besar.10

Posisi tubuh yang meningkatkan tekanan abdomen dapat meningkatkan karakteristik dan fungsi otot pernapasan. Posisi membungkuk ke depan dapat

(26)

menurunkan keterlibatan otot leher dan kosta atas, menurunkan pemapasan

paradoksikal abdomen dan dapat menurunkan sesak napas pada pasien PPOK'4

Penggunaan ventilator noninvasif (NlV) dapat mengurangi sesak napas

dengan menurunkan kebutuhan

otot

pernapasan. Penurunan kebutuhan

otot pernapasan dapat mengistirahatkan

otot

pernapasan pada keadaan kebutuhan ventilasi yang tinggi seperti pada pasien dengan kelemahan neuromuskular atau PPOK berat. Konsensus ATS pada Oktober 2011 iuga

memperhatikan untung ruginYa.a

Mengubah Persepsi Pasien

Edukasimempunyaiperananpentingterutamapadapasienasma.

(27)

namun hanya untuk jangka pendek. Dalam pengubahan persepsi pasien

terhadap sesak napas, terdapat teori bahwa desensititasi atau memberikan

paparan yang lebih besar dari sensasi sesak napas dalam jumlah yang

aman dapat meningkatkan kemampuan pasien untuk mengatasi keluhan dan peningkatkan ambang batas. Sebaliknya, pasien juga dapat menghindari kegiatan yang dapat memicu gejaia. Latihan fisik merupakan cara desensitasi

yang paling kuat. a,1a

KESIMPULAN

Sesak napas adalah sebuah sensasi

dari

ganggr-lan pernapasan

dengan berbagai penyebab sehingga dapat bersifat subjektif juga objektif yang merupakan tanda dari kondisi sakit (patologis) sehingga penanganan membutuhkan pemahaman yang kompleks dengan ragam terapi yang dapat

menjadi pertimbangan selain pemberian atau terapi oksigen.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Gilman SA, Banzett RB. Physiologic changes and clinical correlates of advanced dyspnea.

Curr Opin Support Palliat Care. 2009 June ; 3(2): 93-97

2

Hanley ME, Welsh CH. Editor Current diagnosis & treatment in pulmonary medicine. 2006. The McGraw-Hill Companies

3.

Dantzker DR, Maclntyre NR, Bakow ED. Editor. Comprehensive Respiratory Care. WB

Saunders Company Philadelphia. 1995. p.55-68

I

American Thoracic Society. Dyspnea: Mechanisms, assessment, and management: a

consensus statement. Am J Respir Crit Care Med Vol .159. pp 321-340, 1999

5.

Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Senior RM, Pack Al. Editor Fishman's pulmonary diseases and disorders.4Lh Ed. The McGraw-Hill Companies. 2008

6.

Jennings AL, Davies AN, Higgins JPT, Gibbs JSR, Broadley KE. A systematic review of the use of opioids in the management of dyspnoea. Thorax 2002;57:939-944

7.

Mukerji V. Dyspnea, Orthopnea, and Paroxysmal Nocturnal Dyspnea Diunduh dari http:// www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK21 3/pdf/ch 1'l .pdf pada 26 Maret 2012.

8.

Dorland's llustrated Medical Dictionary, 29th ed. WB Saunders Company, Philadelphia 2000

9.

Stegman JK. Stedman's Medical Dictionary, 28th ed. Baltimore, Maryland: Lippincott Williams & Wilkins (2006). p. 250

10. Manning HL, Schwartzstein RM. Pathophysiology of dyspnea. The New England Journal of

Medicine. '1995. Vol 333. p.1547-52

11. Anderson J, Fink JB. Assesing signs and symptoms of respiratory dysfunction. ln: Fink JB, Hunt GE. Editors. Clinical practice in respiratory care. Lippincott Williams and Wilkins.

(28)

12

13

14

15

Scano G, Laveneziana P. Dyspnoea. ln: Palange P, Simonds A. editors. ERS Handbook Respiratory Medicine. European Respiratory Society. 2010. p.43

Stulbarg MS, Adams L. Symptoms of respiratory disease and their management. ln: Mason RJ, Murray JF, Broaddus VC, Nadel JA. Textbook of respiratory medicine. 4th edition. 2005. Philadelphia: Elsevier. p81 5-24

Parshall MB, Schwar2stein RM, Adams L, Banzett RB, Manning HL, Bourbeau J et al An official american thoracic society Statement: Update on the mechanisms, assessment, and management of dyspnea. Am J Respir Crit Care Med.2012. Vol 185, lss. 4, pp 435452.

Debigar6 R, C6t6 CH, Maltais F. Peripheral muscle wasting in chronic obstructive pulmonary disease: Clinical relevance and mechanisms. Am J Respir Crit Care. 2001 . Med Vol 164. pp 1712-',t717

(29)

Aueursls

Gns

DnnnH

pADA

Sesar

Napns

Dicky

Soehardiman

PENDAHULUAN

I nterpretasi pendekatan tradisional keseimbangan asam basa ditemukan I pertama kali oleh Henderson-Hasselbach pada tahun 1916 yang sampaisaat

ini dipakai secara luas. Keuntungan pendekatan Henderson-Hasselbach lebih mudah dimengerti dan diterapkan dalam keadaan klinis. Penggunaan HCO,

dan PCO, menggambarkan perbedaan gangguan jenis asam basa terkadang

mengesankan bahwa kedua variabel tersebut merupakan faktor bebas

yang dapat disesuaikan untuk menentukan pH. Hal ini menunjukkan bahwa

gangguan keseimbangan asam karbonat digunakan untuk mengendalikan sistem untuk mengubah pH.1

Pendekatan modern keseimbangan asam basa diperkenalkan oleh

Stewart

di

awal tahun 1980-an. Stewart menggunakan prinsip dasar kimia

flsika untuk mengungkapkan faktor-faktor yang menentukan H* dalam cairan

biologis. Pendekatan

ini

menggunakan 3 variabel bebas yang merupakan

faktor penentu pH dan menjelaskan bagaimana faktor-faktor lain (termasuk HCO3) tergantung pada 3 faktor bebas tersebut. Pada tulisan ini hanya sedikit

dibahas tentang asam basa pendekatan Stewart karena pada kelainan

sesak napas akibat kelainan respiratorik (asidosis dan alkalosis respiratorik) memiliki kelainan yang sama akibat perubahan pCO, sehingga pembahasan lebih banyak tentang pendekatan Henderson-Hasselbach.2

Kelainan Analisis Gas Darah (AGD) pada sesak napas yang terjadi pada

pasien dapat disebabkan oleh kelainan utama pada sistem respirasi atau akibat kompensasi respiratorik pada kelainan metabolik.3

Pemeriksaan gas dan pH darah bermanfaat untuk menilai oksigenasi, ventilasi dan keseimbangan asam basa.

(30)

PENILAIAN OKSIGENASI

PaO,

lsi oksigen total merupakan jumlah oksigen yang larut dalam plasma dan yang terikat dengan hemoglobn. Jumlah yang larut dalam plasma sedikit

dan merupakan hubungan langsung dengan nilai PaOr. Pada orang sehat yang bernapas dengan udara kamar, nilai normal Pao, berkisar antara 80

-100 mmHg. Hipoksemia terjadi bila paru gagal mengoksigenasi darah arteri.

PaO, menggambarkan fungsi paru dan bukan hipoksia. Perbedaan klinis

hipoksemia dan hipoksia dapat dilihat pada tabel 1.4

Tabel 1. Penyebab hipoksemia dan hipoksia4

Hipoksemia

- Penurunan oksigen insPirasi

- Pirau: atelektasis, pneumonia, edema pai'u, ARDS - Gangguan difusi:{lbrosis paru, emfisema

- Hlpoventilasi: depresi pusat penapasan, penyakit neuromuskular - Distribusi ventilasi terganggu: sekresi jalan napas, bronkospasme Hipoksia

- Hipoksia hipoksemik: PaO, lebih rendah dari normal (hipoksemia) - Hipoksia anemia: penurunan erikosit, karboksihemoglobin - Hipoksia sirkulasi: penurunan curah jantung, penurunan perfusi

- Hipoksia aflnitas: penurunan pelepasan oksigen dari hemoglobin ke jaringan

SaO,

Hubungan antara PaO, dan saturasioksihemoglobin digambarkan pada

kurva disosiasi oksihemoglobin (Lihat Bab Sianosis Pada Penyakit Paru)a

PENILAIAN VENTILASI

PaCO,

Nilai

Paco,

menggambarkan ventilasi alveolar yang adekuat, oleh karena

paCO, mempu;yai kaitan dengan produksi karbondioksida dan ventilasi

alveolir.

Dengan darah PaCO2 menyatakan petunjuk kemampuan tubuh untuk memelihara/menjaga ventilasi alveolar adekuat memproduksi karbon-dioksida. Produksi karbondioksida ditentukan oleh kecepatan metabolisme.

(31)

Peningkatkan produksi karbondioksida membutuhkan ventilasi semenit.

Ventilasi semenit harus meningkat untuk menjaga

nilai

PaCO,

bila

ada

peningkatan dead space. Penyebab klinis hipoventilasi (peningkatan PaCOr) dan hiperventilasi (penurunan PaCOr)dapat dilihat pada tabel 2.4

Tabel 2. Penyebab hipoventilasi dan hiperventilasi4

Hlpoventilasi

- Depresi pusat pernapasan

- Terganggunya jalur neural yang mempengaruhi otototot pernapasan; neuropati; trauma - Blokade neuromuskular: obat-obat pelumpuh otot

- Kelemasan otot pernapasan: penyakit, fatigue Hiperventilasi

- Stimulasi pusat pernapasan: hipoksia, patologi sistem syarat pusat

-Asidosis metabolik

- lahoqenik: pemasangan ventilasi mekanik yanq salah

Dikutip dari Hess DR, 2002 (4)

ASAM BASA PENDEKATAN HENDERSON.HASSELBACH

Henderson menerapkan Hukum Aksi Massa pada reaksi keseimbangan

asam karbonat

lalu

mengganti konsentrasi asam karbonat (H2CO3) yang

tidak dapat

diukur dengan konsentrasi

CO, dan

kemudian menyusun kembali persamaan pada tahun 1909 untuk memudahkan penghitungan pH.

Persamaan tersebut berdasarkan reaksi keseimbangan kimia sebagai berikut:

CO, + HrO <+ HrCO.<+

H*+HCO3-Keterangan: CO, HrO H2C03 H* HC03 karbondioksida air asam karbonat H plus bikarbonat

Persamaan Henderson yang

1916 menjadi:

disempurnakan oleh Hasselbach pada tahun

pH= pK+ tog IHeQ,-l

(32)

dan mengenalkan pCO, untuk menggantikan [COr]'

pH =pK +

log

tHCO3l SCO, x pCO,

Keterangan:

pH

: derajat keasaman

pK

: logaritme negatif konstanta

[HCO3] : konsentrasi bikarbonat

[COr]

: konsentrasi karbondioksida

SCO,

: koefisien keenceran karbondioksida dalam darah

pCO,

:tekanan parsialkarbondioksida

Persamaan

ini

menerangkan bahwa perubahan pH ditentukan oleh perubahan karbondioksida dan bikarbonat.l

Sistem pernapasan

Hasil asam utama metabolisme selular adalah

cor.

Karbon dioksida berjalan dari sel ke dalam cairan interstitial dan darah kemudian dikeluarkan

melalui paru. Kemoreseptor dalam medula batang otak bereaksi terhadap perubahan konsentrasi karbondioksida cairan serebrospinal, badan karotid

dan aorta bereaksi terhadap perubahan konsentrasi

H'dan

pCO, plasma arleri. Minute ventilation meningkat saat konsentrasi karbondioksida atau H'

meningkat.l

Ginjal

Asam yang tidak menguap diproduksi sedikit lebih banyak daripada asam yang mudah menguap. sumber asam yang tidak menguap termasuk

metabolisme metionin dan kistin dalam protein yang dimakan dan metabolisme

tak

lengkap karbohidrat cjan lemak. Proton bebas (H.) dikeluarkan dari

dalam tubuh dengan cepat oleh reaksi buffer. Derajat konstanta (pK) sistem

bikarbonat adalah 6,1 sedangkan pH cairan ekstraselular adalah 7,4 dan cairan intraselular 6,9. Sistem buffer berfungsi dengan efektif saat pK dl sekitar pH kompartemen. Sistem bikarbonat tampak sebagai sistem buffer terpenting dalam tubuh karena jumlahnya sangat banyak'1

Jumlah buffer berkurang akibat produksi asam yang terus menerus

(33)

disaring glomeruli, digabung dengan proton bebas yang dihasilkan oleh sel

tubular ginjal sehingga menghasilkan asam karbonat kemudian diubah oleh

karbonik anhidrase menjadi karbondioksida yang dapat berdifusi ke dalam sel ginjal karena peningkatan pCO, lumen. Arah reaksi berubah saat berada

di dalam sel, bikarbonat akan kembali ke dalam darah dan H. dikeluarkan ke

dalam lumen untuk mengambil lebih banyak bikarbonat. Namun, pembentukan

bikarbonat

yang terjadi

disebabkan

oleh

pembentukan karbondioksida

di

dalam sel tubular melalui metabolisme selular. Karbondioksida diubah

menjadi H* dan bikarbonat. Bikarbonat tersebut lalu berdifusi ke dalam darah

dan H* menembus lumen tubular yang kemudian bergabung dengan anion

B-dan diKeluarkan ke dalam urin. (B adalah anion nonkarbonat, contohnya

fosfat dan amonia). Proses ini menghasilkan bikarbonat baru untuk proses

buffer di dalam darah.l

Amonia dihasilkan oleh deaminasi asam amino di hati dan bercampur

dalam urea

dan

glutamin. Glutamin diambil

oleh sel

tubular ginjal dan

hidrolisis melepaskan NHat, yang menjadi seimbang/sepadan dengan NH..

NH, kemudian berdifusi ke dalam lumen tubular lalu bercampur dengan

H-menjadi NHa. yang kemudian bercampur dengan Cl-dikeluarkan melalui

urin. Proses tersebut menyebabkan pengeluaran

H*

melalui urin tetapi

membutuhkan pembentukan

H*

yang

lain

di

dalam

sel

ginjal sehingga keuntungan keseluruhannya belum jelas.l

Penilaian komponen metabolik

Bila melihat persamaan asam karbonat, jelas bahwa perubahan PaCO,

akan menyebabkan perubahan bikarbonat. Sehingga nilai bikarbonat saja

tidak

bisa

digunakan sebagai indikator penyumbang kelainan metabolik kecuali jika bikarbonat berperan. Beberapa cara untuk menilai komponen metabolik sudah dibuat. Singer dan Hastings pada tahun 1948 menyarankan

konsep buffer

base

sebagai penjumlahan semua anion buffer plasma

(contohnya: bikarbonat dan buffer asam lemah nonvolatile). Astrup pada tahun

'1960 membuat istilah bikarbonat standar yang merupakan nilai konsentrasi

bikarbonat saat pCO, distandarisasi menjadi 40 mmHg. Siggaard-Andersen

dan Engel pada tahun 1960 mengusulkan istilah 'kelebihan basa' (base

excess) yang merupakan konsentrasi H* yang dibutuhkan untuk kembali ke

pH7,4 saat pCO, dipertahankan pada 40 mmHg.

Nomogram dibuat berdasarkan data sukarelawan warga Denmark pada

(34)

suhu, pH,

pco,

dan Hb, kemudian nomogram ini digunakan computerised

AGD pada tahun 1960. Pada tahun ',1977 Siggard-Andersen memperkenalkan

persamaan Van Slyke yang dibentuk dari hubungan flsikokimia dan dapat

menghitung base excess dari variabel pH, konsentrasi bikarbonat dan Hb'

Persamaan Van Slyke saat ini dipakai luas untuk AGD'1

Anion gap

Keuntungan praktis anion

gap

adalah membagi bermacam-macam

Penilaian kelainan asam basa

Persamaan Henderson-Hasselbach menggolongkan kelainan asam basa menjadi

4

kategori: asidosis respiratorik (peningkatan pCOr), alkalosis respiratorik (penurunan pCOr), asidosis metabolik (penurunan base excess

ekstraselular atau konsentrasi bikarbonat) dan alkalosis metabolik (peningkatan

base excess ekstraselular dan konsentrasi bikarbonat). Kategori tersebut dapat dilihat pada tabel 3.4

Tabel 3. Gangguan asam basa menurut Henderson-Hasselbach4

Asidosis metabolik

Alkalosis metabolik

Asidosis respirasi akut

Asidosis respirasi ki'onik

Alkalosis respirasi akut

t

I

J T 1 J 1 1 1 J

I

t

1

tt

I

JJ Alkalosis respirasi kronik

Faktor bebas penentu pH plasma pada pendekatan

dapat dilihat pada gambar 1.2

Dikutip dan Hess DR, 2002 (4)

(35)

i HCOI

Dikutip dai Constable P, 2002 (2)

Gambar 1. Pendekatan asam basa Henderson-Hasselbach2

ASAM

BASA PENDEKATAN FISIKOKIMIA STEWART

Singer dan Hastings mengusulkan pH plasma ditentukan oleh 2 faktor

bebas: pCO, dan net strong ion charge, sama dengan strong ion difference

(SlD) pada tahun 1948. Stewart mengusulkan faktor ketiga yang dikenal

dengan nama total plasma concentration of nonvolatile weak buffers ([,\or]:

albumin, globulin dan fosfat) juga mempengaruhi pH plasma pada tahun 1983.

Sumbangan Stewart terhadap fisiologi kelainan asam basa adalah pH plasma

ditentukan oleh 3 faktor bebas: pCO, net strong ion charge (sama dengan

SlD,

perbedaan muatan antara kation dan anion kuat

yang

terdisosiasi sempurna dalam plasma)dan ([Aror]dapat dilihat pada gambar 2.

Na* K-caz+ Mg2+ CT l,aktat Asam Keton

SO+2-Dikutip dari Constable e 2000 (2) Gambar2. Pendekatan asam basa Stewaft2

+

t-e.l

tatt,,*io

[- ",oo,t,o L p.=r,.'

(36)

Stewart membagi kelainan asam basa menjadi

6

kategori: asidosis

respiratorik (peningkatan pCOr), alkalosis respiratorik (penurunan pCOr),

strong

ion

acidosis (penurunan SID), strong

ion

alkalosis (peningkatan

SID),

nonvolatile

buffer

ion

acidosis (peningkatan konsentrasi plasma albumin, globulin atau fosfat) dan nonvolatile buffer lon alkalosis (penurunan konsentrasi plasma albumin, globulin atau fosfat). Sedangkan strong ion gap

diperhitungkan untuk mendeteksi unidentified anion plasma. Pendekatan simplified strong ion sesuai klinis dan direkomendasikan terutama jika protein

total serum, albumin atau konsentrasifosfat abnormal.2 (tabel4).

Tabel 4. Gangguan asam basa menurut Stewarf

Asidosis Alkalosis

Respiratorik Metabolik

Abnormalitas SID Cairan > / <

Gangguan pada ion kuat lonklorida>/<

UA>

Gangguan asam lemah Albumin serum PC02 1 SlDf:[Na.]J SID I : [Cl]f SID l:[XA-]l lalbl

t

PC0,

I

SlDf:[Na.]l SlDf:[Cl]f lalbl J lnorqanik

fosfat

tPil

1

tPil J

Dikutip dari Hess DR, 2002 (4)

MEKANISME KOMPENSASI

KELAINAN

PRIMER ASAM

BASA

Sistem pernapasan dan ginjal melakukan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan pH darah dan sel dalam rentang yang sempit. Jika masalah

terjadi pada salah satu sistem maka sistem yang lain akan menyesuaikan

fungsinya untuk mengatasi masalah yang terjadi. PaCa proses yang paling

sederhana, contohnya asidosis respiratorik (primer) diatasi oleh mekanisme

kompensasi alkalosis metabolik (sekunder). Sebaliknya, asidosis metabolik (primer) diatasi dengan kompensasi alkalosis metabolik (sekunder).3

Pada asidosis respiratorik terdapat peningkatan PaCO, dan penurunan

pH, awalnya proton pada kelainan ini diatasi dengan proses buffer oleh

protein ekstraselular. Kompensasi metabolik ini menghasilkan peningkatan

produksi bikarbonat

serum

yang

berdifusi

kembali

ke

dalam

serum

(37)

respiratorik menetap maka ginjal

mulai

melakukan kompensasi dengan meningkatkan jumlah ion hidrogen yang dikeluarkan ke dalam urin, proses

yang menyebabkan pembentukan bikarbonat yang masuk ke dalam darah.

Pada alkalosis respiratorik, PaCO, menurun dan pH meningkat dan ginjal

berkompensasi dengan mengeluarkan banyak bikarbonat. Pada asidosis metabolik fixed acid terakumulasiyang menyebabkan penurunan pH. Sistem respirasi berkompensasi dengan meningkatkan ventilasi (hiperventilasi) dan PaCO, menurun. Pada alkalosis metabolik konsentrasi bikarbonat meningkat,

pH

meningkat dan sistem respirasi berkompensasi dengan menurunkan ventilasi (hipoventilasi) yang menyebabkan peningkatan PaCOr.s

Tujuan kompensasi adalah mengernbalikan pH darah

ke

normal atau

sekitar normal. Namun, kompensasi tidak pernah menghasilkan pH kembali

normal ke 7,40 kecuali kompensasi metabolik pada alkalosis respiratorik kronik. Jika pH kembali ke 7,40 atau lebih berarti terdapat 2 proses (primer) kelainan asam basa yang bersamaan. Kompensasi respiratorik untuk kelainan metabolik terjadi dalam hitungan detik sampai menit, sedangkan kompensasi

metabolik untuk kelainan respiratorik membutuhkan waktu

2-5

hari.3 Lihat

tabel 5.

Tabel 5. Kompensasi gangguan asam basa menurut Henderson-Hasselbach

Asidosis respiratorik

A HC03'= 0,10 x A P.CO, (akut)

A HCO; = 0,35 x A P.CO, (kronik) Asidosis metabolik Alkalosis respiratorik A HC03-= 0,20 x A P"CO, (akut) A HC03'= 0,5 x A P"CO, (kronik) Alkalosis metabolik

PaCO.=1,5xHCO,'+8

PaCO,=0,9xHCO" +15

Dikutip dari Hess DR, 2002 (4) Keterangan: Bila status asam basa melebihi besar kompensasi, artinya terjadi gangguan asam basa kombinasi

KESIMPULAN

1.

Pemeriksaan gas dan pH darah bermanfaat untuk menilai oksigenasi, ventilasi dan keseimbangan asam basa

2.

Persamaan Henderson-Hasselbach menggolongkan kelainan asam basa

menjadi

4

kategori: asidosis respiratorik, alkalosis respiratorik, asidosis metabolik dan alkalosis metabolik.

(38)

3

4

5 6

Stewart membagi kelainan asam basa menjadi

6

kategori: asidosis respiratorik, alkalosis respiratorik, strong ion acidosis, strong ion alkalosis, nonvolatile buffer ion acidosis dan nonvolatile buffer ion alkalosis.

Sistem pernapasan dan ginjal melakukan mekanisme kompensasi untuk

mempertahankan pH darah dan sel.

Sesak napas adalah bermacam sensasi atau perasaan dari gangguan pernapasan sampai gagal napas.

Bila terjadi kelainan respiratory controller dan ventilatory pump maka akan

terjadi asidosis respiratorik lalu bila terjadi kegagalan kompensasi maka

akan terjadi gagal napas hiperkapnik. Sedangkan bila kelainan pada gas exchanger maka akan terjadi kelainan alkalosis respiratorik kemudian bila

terjadi kegagalan mekanisme kompensasi maka akan terjadigagal napas hipoksemik.

Sesak napas merupakan gejala kelainan sistem pernapasan (respiratory

controller, ventilatory

pump

dan

gas

exchanger)

dan

juga

berupa kompensasi respiratorik dari kelainan metabolik seperti asidosis metabolik yang berupa hiperventilasi.

DAFTAR PUSTAKA

1.

SirkerAA, Rhodes A, Grounds RM, Bennet ED. Acid base physiology. Anaesthesia.

2002:57:348-56.

2.

Constable P. Clinical assessment of acid-base status: comparison of the Henderson-Hasselbalch and strong ion approaches. Vet Clin Pathol. 2OOO;29:115-28.

3.

Schwartzstein RM. Respiratory physiology, a clinical approach. Schwadzstein RM

PM, editor. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.

4.

Hess DR. Kacmarek, RM. Essentials of mechanical ventilation. 2nd ed. 2002.fhe

McGrawHill Co. p229-30.

(39)

luerrruc

Tonnrs

PADA

Pasreru

DENGAN

Geunm

Klttus

Sesar

Nnpns

Aziza

Icksan

PENDAHULUAN

esak napas merupakan gejala yang umum dari berbagai kondisi dan

merupakan indikasi terdapatnya ventilasi

yang

tidak

adekuat atau rendahnya kandungan oksigen dalam darah. Sesak napas sering disebabkan

oleh lebih dari satu penyebab.l Meskipun demikian, sebagian besar gejala sesak napas berhubungan dengan kelainan pada sistem pernapasan atau

sistem jantung dan pembuluh darah. Pasien dengan keluhan sesak napas

harus ditangani dengan cepat. Setelah keadaan emergensi teratasi, fokus

harus dialihkan untuk mencari penyebab dari keluhan tersebut.

Pemeriksaan

klinis

sering

tidak

memberikan diagnosis yang jelas

sehingga diperlukan perneriksaan tambahan. lmejing toraks merupakan salah

satu pemeriksaan radiologi yang berperan penting yang selalu dilakukan

dalam evaluasi awal pada pasien dengan keluhan sesak napas dengan

segala kemungkinan etiologi dari sesak napas.

ETTOLOGI

Terdapat dua kategori besar dari penyakit yang dapat menyebabkan gejala

sesak napas, yaitu penyakit respirasi dan penyakit kardiovaskular. Penyebab lainnya dapat berupa kelainan pleural, muskuloskeletal atau campuran yaitu penyakit kardiopulmonal.2

Sesak napas dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis berdasarkan onset

gejala, yaitu sesak napas akut dan kronik. Sesak napas akut diartikan sebagai

kesulitan atau ketidaknyamanan saat bernapas yang berlangsung kurang dari

1 bulan.3 Sesak napas akut mempunyaibeberapa penyebab. Keluhan tersebut dapat merupakan manifestasi awal dari penyakit yang mengancam jiwa atau

(40)

besar penyebab dari sesak napas akut adalah penyakit paru atau jantung.a

Dari suatu penelitian didapatkan bahwa pada pasien

di

ruang emergensi yang datang dengan keluhan sesak napas, penyebab tersering adalah asma,

diikuti oleh kelainan jantung, penyakit paru interstitial dan eksaserbasi akut

dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), seperti dapat dilihat pada tabel

di bawah ini.s

Tabel l.Frekuensi etiologi dari kasus yang datang ke ruang gawat darurat

dengan keluhan utama sesak napas3

Nama Penyakit Presentase

Asma Jantung ILD PPOK Psikologis

Decond ition i ng dan obesitas

Kelainan pembuluh darah paru U n expl ai ned U pper Airvvay

Neuromuskular

Endokrin dan Gastrointestinal

20 - 3oo/o 15% 5-15% 3-15% 5 -25% 5-15% 5% 5-7Yo EO/ J/O 5%

Dikutip dari :Pulmonary Pathophysiology, 2005 (3) Sementara sesak napas kronik merupakan gejala yang berlangsung lebih dari 1 bulan.2 Sesak napas kronik dapat disebabkan oleh berbagai faktor, namun didapatkan hampir dua dari tiga kasus disebabkan oleh kelainan pada

paru atau jantung, dengan penyebab tersering adalah asma, penyakit paru interstitial, PPOK dan disfungsi miokard.6

IMEJING PADA SESAK NAPAS

Setelah keadaan emergensi pada kasus sesak napas stabil, fokus harus beralih terhadap penegakkan diagnosis. Langkah awal yang penting adalah menentukan apakah penyebabnya berasaldarisistem respirasi, kardiovaskular,

neuromuskular, metabolik atau psikologis. Seringkali penyebab-penyebab tersebut dapat dibedakan secara cepat melalui anamnesis dan pemeriksaan

fisik, namun seringkali dibutuhkan pemeriksaan yang lebih lanjut.6

lmejing memegang peran vital dalam diagnosis dari penyebab sesak napas,

karena selain dapat digunakan untuk mencari kelainan yang menyebabkan

sesak napas, imejing juga dapat digunakan untuk menyingkirkan kelainan

(41)

yang dapat digunakan mulai dari pemeriksaan sederhana yaitu rontgen toraks

dan disusul dengan pemeriksaan yang lebih canggih yaitu CT-scan toraks, ventilation-perfusion scan dan angiografi.6 8

Tabel 2. Langkah-langkah pendekatan dalam evaluasi keluhan sesak napas yang

tidak diketahui penyebabnYa2

Langkah

Pendekatan

-Langkah

1

Penilaian awal

Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Langkah 2 Langkah 3 Langkah 4 Foto toraks Spirometri Pulse oxymetry Pemeriksaan terfokus

Bronchoprovocation challenge testing

njutan untuk pasien geriatri dan pasien berisiko tinggi pemeriksaan hemoglobin, tes fungsi tiroid. renal panel pada pasien risiko tinggi

Laringoskopi jika anamnesis atau flow-volume loop mengarahkan pada disfungsi pita suara

CT-scan dan/atau bronkoskopi jika foto toraks abnormal

Cardiopulmonary exercise testing (CPET) Menentukan pola dari respon pasien terhadap latihan fisik

Tes khusus (atau langkah tambahan) berdasarkan hasil CPET

Normal

Menenangkan pasien

Evaluasi dan tata laksana untuk gastroesophageal reflux

Evaluasi psikiatrik Hiperventilasi/Psikogenik

Terapi perilaku

Evaluasi dan tata laksana psikiatrik Obesitas

Menurunkan berat badan dan memberikan program latihan fisildolahraga Jantung/lskemi

Penilaian fungsi jantung Kateterisasi jantung

Pola jantung dengan abnormalitas pertukaran gas: evaluasi untuk penyakit pembuluh darah paru jika terdapat abnormalitas pada pertukaran gas

J antung I D e co n d iti o n in g

Ekokardiografi , penilaian fungsi jantung Program latihan fisik/olahraga

Biopsi otot Paru

Terapi untuk penyakit paru obstruktif

Penyakit paru interstisial: high resolution G[ biopsi paru

(42)

Pasien dengan kecurigaan sesak napas kronik

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Lakukan pemeriksaan level 1 yang sesuai untuk mengkonfirmasi diagnosis

Apakah diagnosis sudah dapat ditegakkan?

E

@

Diagnosis yang mungkin :

Asma PPOK

Gagal jantung kongeshf Efusi pleura

Anemia Kilosoliosis

Lakukan pemeriksaan level 2 yang sesuai

Apakah Ciagnosis sudah dapat ditegakkan?

E

fTil[l

Diagnosis yang mungkin Penyakii perikardial Gagal jantung kongestif Penyakit katup jantung Penyakit arten koroner Aritmia lantung Penyakit paru restriktif Penyakit paru interstisial Emboli paru kronik

Lakukan pemeriksaan Level 3 (konsultasi khusus untuk tes-tes ini)

Apakah diagnosis sudah dapat ditegakkan?

E

t-r*-.l

Diagnosis yang m ungkin. Gastroesophageal Reflux Disease Penyakit arteri koronet Deconditioning Emboli oaru kronik

Pikirkan Sesak napas psikogenik Konsultasi spesialistik Level 1: Pemeriksaan darah lengkap Profil metabolik Foto toraks Eleklrokardiogram Spirometri Pulse oxynetry Level 2: Ekokardiogram Brain natriuretic peptide Tes fungsi paru

Gas darah arteri HRCT Monitor Holtee Radionuklir Scan ventilasi-perfusi (v/Q) Level 3: Kateterisasi jantung Cardiopulmonary exercise testing Bronkoskopi pH Esofagus Biopsi paru

Dikutip dari Kamani NG, 2005(6)

(43)

lmejing yang dapat digunakan pada pasien dengan keluhan sesak napas antara lain:

1.

Foto toraks

Foto toraks merupakan modalitas awal dalam penilaian sesak napas

dan

diindikasikan pada hampir semua kasus dengan keluhan sesak

napas karena dapat mendeteksi kelainan pada skeletal, pleura, jantung dan paru.l

Ada

dua penelitian yang menyatakan bahwa rontgen toraks

mem-berikan informasi yang cukup berguna sehingga direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin pada pasien yang datang dengan keluhan sesak napas, baik akut maupun kronik.2 Penelitian lain menyatakan bahwa sesak napas

akut merupakan tanda adanya kelainan radiologis pada pasien dengan usia di atas 40 tahun.

Meskipun proses menentukan pemeriksaan

dan

diagnosis pada

setiap individu dipengaruhi oleh berbagai faktor, namun pada prakteknya

foto toraks merupakan salah satu modalitas yang biasa digunakan untuk

evaluasi awal pada pasien dengan sesak napas.2 Salah satu penelitian

mengatakan bahwa metode yang paling berguna dalam mengevaluasi

sesak napas adalah EKG dan foto toraks. Penelitian lain mengatakan

bahwa foto toraks membantu menegakkan diagnosis pada 66% yang

dirawat dan dirujuk pada spesialis paru karena sesak napas. Selain itu,

foto toraks direkomendasikan sebagai modalitas penilaian awal pada

pasien dengan eksaserbasi akut dari PPOK.

2.

CT-scan toraks

Meskipun CT-scan tidak direkomendasikan sebagai modalitas evaluasi

awal pada pasien dengan keluhan sesak napas, penggunaannya kadang

diperlukan

apabila

pemeriksaan

klinis,

laboratorium,

dan

radiologi

sederhana seperti foto toraks tidak memberikan keterangan yang jelas mengenai penyebab sesak naPas.2

High Resotution CT (HRCT) toraks dikatakan sebagai alat diagnosis

terbaik pada diffuse lung disease.2 Bronkiektasis, sarkoidosis, emfisema,

fibrosis paru idiopatik, dan lain-lain mempunyai

ciri

yang cukup jelas

dengan HRCT sehingga dokter spesialis radiologi yang berpengalaman

di

bidang

toraks

dapat membuat diagnosis diferensial

yang

cukup

pasti sehingga tidak diperlukan pemeriksaan yang invasif seperti biopsi

(44)

pasien dengan gambaran garis-garis ireguler pada paru bagian atas

dan gambaran honeycomb pada paru bagian bawah terbukti mengalami

fibrosis

paru

idiopatik.3 Terdapat korelasi

yang

baik antara luasnya

kelainan yang ditemukan pada HRCT dan tingkat keluhan sesak napas pada pasien.

HRCT

juga

dapat mengidentifikasi adanya emboli paru terutama

pada pembuluh darah besar dan juga merupakan indikator yang sensitif

terhadap

perkembangan penyakit.2'3

HRCT

ekspirasi

merupakan penunjang yang baik terhadap HRCT inspirasi pada diffuse lung disease.

Pada pasien PPOK, HRCT ekspirasi memberikan gambaran mengenai

keterbatasan aliran udara dan berkorelasi baik dengan tingkat keluhan

sesak napas.2 Pada pasien dengan asma dapat terlihat gambaran ar,r trapping dan mozaic pattern yang tidak bisa dinilai dengan foto toraks.

3.

GT Angiografi

CT Angiografi

dapat

digunakan untuk mendeteksi emboli paru,

mengevaluasi keluhan sesak napas yang dicurigai disebabkan oleh

kelainan kardiovaskular sefta mencari kelainan pada sistem koroner dan organ jantung sendiri.

CONTOH KASUS

Foto-foto dibawah ini merupakan contoh foto toraks dan CT-scan toraks pada

pasien-pasien yang datang ke Radiologi RSUP Persahabatan dengan gejala

klinis utama sesak napas:

Kasus 1

Wanita berusia 23 tahun datang ke Radiologi

gejala klinis sesak napas sejak 6 bulan yang

tidak mempunyai riwayat asma.

RSUP Persahabatan dengan

Gambar

Gambar  1.  Pendekatan  asam  basa  Henderson-Hasselbach2
Tabel  4. Gangguan  asam  basa  menurut  Stewarf
Tabel  l.Frekuensi  etiologi  dari kasus yang datang  ke ruang gawat  darurat dengan  keluhan  utama  sesak  napas3
Tabel  2.  Langkah-langkah  pendekatan  dalam  evaluasi keluhan  sesak  napas  yang tidak  diketahui  penyebabnYa2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Memiliki cara berpikir yang berbeda atau out of the box juga diperlukan, sehingga mampu membuat terobosan-terobosan baru atau penyesuaian pada bisnis agar lebih sesuai juga sangat

Dapat dilihat pada Tabel 3 perbandingan rata- rata energi yang diperlukan node pada PEGASIS dan VCLUS-PEGASIS didapat jika VCLUS-PEGASIS memiliki transmisi dengan

Mangrove Bruguierabiasanya berkembang di belakang Rhizophora pada jenis subtrat atau tanah kering kearah darat dan bercampur dengan jenis Xylocarpus.Umumnya

Presentasi video adalah video untuk mengomunikasikan ide atau gagasan, yang digunakan untuk memperkenalkan produk atau cara kerja yang dibuat melalui proses

Dengan demikian akan diperoleh campuran perkerasan dengan stabilitas yang tinggi, apabila dengan penggunaan bahan ikat aspal yang memberi sifat kohesi, stabilitas

Lagu “Nyawa-Ku Diberikan Bagimu” NKI 49 adalah lagu yang sudah lama dikenal dengan makna syair yang sangat memberkati, meskipun memiliki kelemahan tersendiri

Rumah Sakit hadir untuk menjawab kebutuhan lebih dari 400.000 (empat ratus ribu) masyarakat Kabupaten Bireuen dan masyarakat Kabupaten sekitarnya seperti Bener Meriah,

Nefrolitiasis adalahsuatu keadaan terdapatnya batu dalam saluran kemih baik dalam ginjal,ureter maupun buli-buli.Nefrolitiasis adalah adanya batu pada atau kalkulus dalam