• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Walaupun terdapat banyak faktor penentu kesuksesan seseorang, namun

selama ini kebanyakan orang lebih mengenal teori kecerdasan rasional yang disebut IQ (Intelligence Quotient) sebagai penentu kesuksesan seseorang meskipun kritik-kritik atas teori tersebut telah banyak disampaikan para ahli. Gardner (dalam Baum, 2005:8) mengatakan bahwa, “So long as these tests continued to do what they were supposed to do that is, yield reasonable predictions about people’s success in school it did not seem necessary or prudent to probe too deeply into their meanings or to explore alternative views of what intelligence is or how it might be assessed.” (selama tes ini (tes IQ) melakukan apa yang seharusnya dilakukan yaitu menghasilkan kekuatan dugaan tentang kesuksesan di sekolah, tampaknya tidak diperlukan kebijakan lebih mendalam tentang pandangan terhadap sisi lain dari kecerdasan seseorang atau bagaimana kemungkinan itu dinilai). Lebih lanjut Goleman (dalam Efendi, 2005:64) juga mengemukakan bahwa setinggi-tingginya IQ hanya dapat menyumbang kira-kira dua puluh persen bagi faktor-faktor kesuksesan sedangkan delapan puluh persen lainnya diisi oleh kekuatan-kekuatan lainnya. Dari kedua pandangan diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa kecerdasan seseorang bukan hanya didasarkan pada tes IQ sehingga tes IQ tidak dapat dijadikan sebagai satu-satunya acuan untuk mengetahui kecerdasan yang lebih menyeluruh pada diri seseorang.

Gardner telah merumuskan teori kecerdasan yang disebut kecerdasan majemuk (multiple intelligence). Dalam buku Frames of Mind (1983), ia menyebutkan tujuh jenis kecerdasan yaitu kecerdasan verbal/linguistik (verbal/linguistic intelligence), kecerdasan visual/spasial (visual/spatial intelligence), kecerdasan logis-matematis (logical-mathematical intelligence),

(2)

kecerdasan musik (musical intelligence), kecerdasan tubuh/kinestetik (bodily/kinesthetic intelligence), kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligence), dan kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelligence). Bahkan dalam buku terakhirnya, Intelligence Reframed (1999), Gardner menambahkan dua jenis kecerdasan lain yaitu kecerdasan naturalis (naturalist intelligence) dan kecerdasan eksistensial (existential intelligence) (Palmberg, 2011:4).

Dalam diri seseorang terdapat sembilan kecerdasan yang dikemukakan oleh Gardner dengan variasi kecerdasan dominan yang berbeda- beda. Seseorang mungkin menonjol pada beberapa jenis kecerdasan, tetapi ia lemah pada beberapa kecerdasan yang lain. Sebagai contoh, seseorang yang menonjol pada kecerdasan musical mungkin saja lemah pada kecerdasan logis-matematis. Meski demikian, kecerdasan yang lemah ini masih bisa dikembangkan, salah satunya melalui pendidikan. Oleh karena itu, pembelajaran yang dilakukan di sekolah seharusnya juga didesain supaya setiap kecerdasan dapat dikembangkan dengan baik. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Gardner (dalam Suparno, 2004:15) bahwa meskipun siswa hanya menonjol pada beberapa jenis kecerdasan, mereka dapat dibantu lewat pendidikan dengan bantuan guru untuk mengembangkan kecerdasan yang lain sehingga dapat digunakan untuk mengembangkan hidup yang lebih menyeluruh. Bagaimanapun, kecerdasan majemuk yang dimiliki siswa haruslah dapat dijadikan modal oleh seorang guru untuk membantu setiap siswa agar dapat mencapai prestasi optimal mereka.

Berdasarkan teori kecerdasan majemuk, seorang siswa akan dapat mempelajari suatu materi dengan baik apabila materi itu disampaikan sesuai dengan kecerdasan yang sesuai dengan kecerdasan yang menonjol pada siswa tersebut. Misalnya, seorang siswa yang dominan pada kecerdasan visual-spatial, guru matematika dapat menyajikan materi tertentu menggunakan power point yang menarik: berwarna, ada gambarnya dalam dua atau tiga dimensi, ada grafik, sketsa, diagram, atau ilustrasi yang menarik, untuk membantu siswa memanfaatkan dan mengembangkan kecerdasan visual-spatial yang dimilikinya;

(3)

sedangkan jika diajarkan secara logis-matematis, ia akan mengalami kesulitan. Oleh karena kecerdasan siswa di dalam kelas beraneka ragam, guru dituntut untuk menggunakan metode, bahan ajar, dan media pembelajaran yang beraneka ragam pula agar setiap siswa dapat dibantu untuk mengoptimalkan kecerdasan dominan yang dimiliki.

Pada kenyataannya, praktik pembelajaran yang dilakukan guru kurang memperhatikan keragaman kecerdasan pada diri siswa. Guru cenderung mengajar sesuai dengan kecerdasan yang menonjol pada dirinya atau sesuai dengan kecerdasan yang banyak dikembangkan pada materi yang diajarkan. Sebagai contoh, beberapa guru mata pelajaran eksak cenderung menyampaikan materi dengan cara menyuruh siswa untuk melakukan penyelesaian secara abstrak saja yang lebih banyak melibatkan kecerdasan logis-matematis daripada jenis kecerdasan lain yang mungkin dapat dilibatkan dalam pembelajaran. Padahal Gardner (2003: 29) mengatakan bahwa hal yang paling penting dalam praktik pembelajaran adalah guru mampu mengenali dan memelihara keragaman kecerdasan siswa karena mereka memiliki kombinasi kecerdasan yang berbeda-beda. Pendapat Gardner tersebut sejalan dengan pendapat Kadir (2011: 343) yang mengemukakan bahwa “The math teachers should involve the students in learning math by using learning model to facilitate the students’ intelligence.” (Guru matematika seharusnya melibatkan siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran yang dapat memfasilitasi kecerdasan siswa).

Dalam pembelajaran matematika pun demikian. Guru matematika lebih banyak melibatkan kecerdasan logis-matematis daripada kecerdasan lain dalam mengajarkan suatu konsep dan keterampilan matematika. Padahal Adams (2001) mengemukakan, “Each child may use a variety of these intellligences to learn mathematics concept and skills, not just the logical-mathematical.” (Masing-masing anak mungkin menggunakan seperangkat jenis dari kecerdasan-kecerdasan ini untuk belajar konsep dan keterampilan-keterampilan matematika,

(4)

tidak hanya kecerdasan logis-matematis). Lebih lanjut Bas (2010: 367) mengemukakan, “While people with a strong logical / mathematical intelligence might respond well to a complex grammar explanation, a different student might need to comfort of diagrams and physical demonstration because their strengths is in the visual / spatial area. Other students who have a strong interpersonal intelligence may require a more interactive climate if their learning is to be effective.” (Sebagian besar siswa yang memiliki kecerdasan logika/ matematika kuat mungkin akan merespon penjelasan bahasa dengan baik, beberapa siswa mungkin akan membutuhkan kenyamanan dengan diagram dan demonstrasi fisik karena mereka memiliki kecerdasan visual yang kuat, siswa lain yang memiliki kecerdasan intrapersonal yang kuat mungkin akan melakukan interaksi yang lebih sehingga pembelajaran mereka akan menjadi efektif). Dari beberapa kutipan diatas menunjukkan bahwa setiap siswa dapat mempelajari matematika menggunakan variasi kecerdasan yang berbeda-beda walaupun matematika dibangun atas dasar pemikiran logis, kritis dan deduktif yang lebih banyak melibatkan kecerdasan logis-matematis.

Untuk dapat melibatkan kecerdasan majemuk dalam pembelajaran matematika, diperlukan pembelajaran yang sesuai dengan teori kecerdasan majemuk. Armstrong (2009:64) berpendapat,“ the best way to approach curriculum using the theory of multiple intelligences is by thinking about how one can translate the material to be taught from one intelligence to another.” (Cara terbaik untuk mendekati kurikulum yang menggunakan teori kecerdasan majemuk adalah dengan cara memikirkan tentang bagaimana seseorang dapat menerjemahkan materi yang diajarkan dari jenis kecerdasan yang satu ke jenis kecerdasan yang lain). Hal ini berarti untuk melaksanakan pembelajaran matematika dengan teori kecerdasan majemuk dapat dilakukan dengan cara memikirkan bagaimana sebuah konsep atau keterampilan matematika yang diajarkan, diterjemahkan dari simbol matematis yang merupakan simbol kecerdasan logis-matematis ke dalam simbol kecerdasan lain seperti bahasa,

(5)

gambar, ekspresi musik dan fisik, interaksi sosial, refleksi diri, dan alam. Oleh karena itu, Armstrong (2009: 65-67) menganjurkan agar pembelajaran didesain dengan cara mempertimbangkan kemungkinan pendekatan kecerdasan yang cocok dengan topik matematika terpilih, memilih dan mengurutkan aktivitas dalam rencana pembelajaran, dan kemudian menerapkannya ke dalam proses pembelajaran.

Temur (2007: 87-88) mengemukakan, “Mathematics education should be

given in an orderly, planned and integrated manner to ensure that children establish a connection with the surrounding mathematical world. Mathematic curriculum should be prepared so as to serve these principles and planned to serve expected behavioral changes.” (Pendidikan matematika seharusnya diberikan dalam sebuah keteraturan, direncanakan dan diintegrasikan untuk menjamin siswa berada dalam sebuah hubungan dengan sekeliling dunia matematika. Kurikulum matematika seharusnya dipersiapkan untuk melayani prinsip dan direncanakan untuk melayani perubahan perilaku yang diharapkan). Dengan demikian, pembelajaran dengan teori kecerdasan majemuk seharusnya diintegrasikan dalam kurikulum termasuk kurikulum 2013 yang sekarang ini masuk dalam tahap uji pubik. Apalagi salah satu tujuan kurikulum 2013 adalah pembelajaran yang mengedepankan pengalaman personal melalui observasi (menyimak, melihat, membaca, mendengar), asosiasi, bertanya, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan terhadap apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran. (Kemendikbud, 2013). Selain itu Bowles (2008: 23) mengatakan “Multiple Intelegenceshave been extensively applied to the curriculum of school in many countries throughout the world, which is a testament to its utility in providing a framework to conceptualize expressions of talent. (Kecerdasan majemuk telah diaplikasikan secara luas ke dalam kurikulum sekolah di sebagian besar Negara di seluruh dunia, ini adalah sebuah warisan dari kegunaannya dalam melengkapi kerangka kerja untuk mengungkapkan pemikiran dari sebuah bakat). Selain itu untuk menghadapi era globalisasi dan

(6)

menyongsong era pasar bebas maka penggunaan bahasa Inggris dalam pembelajaran sangat diperlukan terutama pada mata pelajaran matematika, sains dan inti kejuruhan.

Untuk melaksanakan pembelajaran matematika berorientasi memaksimalkan kecerdasan siswa diperlukan perangkat pembelajaran berbahasa Inggris berdasarkan teori kecerdasan majemuk. Perangkat pembelajaran yang dimaksud adalah RPP (lesson plan), buku siswa (student’s book), lembar kerja siswa (student’s worksheet), dan lembar penilaian (assessment sheet). Melalui perangkat pembelajaran ini diharapkan ragam jenis kecerdasan majemuk dapat dilibatkan dalam pembelajaran matematika. Masing-masing perangkat pembelajaran dapat bersinergi satu sama lain untuk mendukung pembelajaran dengan teori kecerdasan majemuk.

Berdasarkan dugaan penulis, pembelajaran matematika dengan teori kecerdasan majemuk belum pernah dilaksanakan secara terencana di Sekolah Menegah Pertama di Kabupaten Pacitan. Selain itu, perangkat pembelajaran matematika berbahasa inggris berdasarkan teori kecerdasan majemuk yang sesuai dengan kurikulum 2013 belum dikembangkan dengan baik. Oleh karena itu, peneliti tergerak untuk melakukan penelitian pengembangan perangkat pembelajaran matematika berdasarkan teori kecerdasan majemuk.

Materi yang dipilih peneliti adalah bangun ruang sisi datar yang diajarkan di kelas VIII SMP. Dengan teori kecerdasan majemuk, peneliti berargumen bahwa materi ini dapat diajarkan dengan melibatkan berbagai bentuk kecerdasan yang dimiliki siswa. Dari segi materi yang diajarkan, konsep balok dan kubus dapat dipelajari dengan menerjemahkan simbol matematis ke dalam bahasa yang komunikatif melalui kecerdasan verbal/linguistik, sedangkan pembentukan konsep dan perhitungan dalam balok dan kubus sendiri dapat dipelajari dengan menggunakan kecerdasan logis-matematis karena memang kecerdasan ini didasari atas pemikiran logis dan sistematis.

(7)

Materi balok dan kubus berkaitan erat dengan pola keruangan seperti bentuk benda, gambar, garis, dan warna. Untuk itu diperlukan kecerdasan visual/spasial dalam mempelajarinya. Sedangkan kecerdasan kinestetik dimanfaatkan untuk meningkatkan daya ingat terhadap materi balok dan kubus melalui kegiatan hands-on activity. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Gunawan (2003:240) bahwa integrasi gerakan ke dalam proses pembelajaran akan sangat membantu meningkatkan daya ingat karena otak mengingat dan menjangkarkan informasi yang dipelajari dengan memasukkan unsur pengalaman.

Melalui kerja kelompok dan refleksi diri, kecerdasan interpersonal dan intrapersonal dilibatkan siswa dalam pembelajaran, sedangkan melalui pengamatan benda-benda di sekitar yang berbentuk kubus atau balok, kecerdasan naturalis dilibatkan. Sementara itu, musik dapat digunakan dalam pembelajaran balok dan kubus untuk memberikan suasana senang. James (dalam Efendi, 2005:150) mengungkapkan bahwa musik dapat menghilangkan stress dan meningkatkan fungsi otak. Selain itu, banyak peneliti yang telah membuktikan bahwa musik mempunyai pengaruh yang besar terhadap kemampuan matematika seseorang (Gunawan, 2003:236).

Perangkat pembelajaran dikembangkan berdasarkan model pengembangan Plomp. Dalam penelitian ini, perangkat pembelajaran yang dikembangkan adalah RPP (lesson plan), buku siswa (student’s book), LKS (student’s worksheet), dan lembar penilaian (assessment sheet). Plomp (2010) mengatakan suatu model umum dalam mendesain pendidikan terdiri dari lima fase yaitu: a) fase investigasi awal, b) fase desain, c) fase realisasi, d) fase tes, evaluasi, dan revisi, e) fase implementasi. Pada penelitian ini, pengembangan perangkat pembelajaran hanya sampai fase tes, evaluasi, dan revisi. Fase implementasi tidak dilakukan karena keterbatasan waktu penelitian mengingat fase ini memerlukan revisi berulang-ulang mengikuti siklus sampai memberikan solusi permasalahan yang sebenarnya.

(8)

Dari uraian di atas peneliti memandang perlu untuk melakukan pengembangan perangkat pembelajaran matematika berbahasa Inggris berdasarkan teori kecerdasan majemuk dan melakukan uji coba terhadap perangkat pembelajaran matematika berbahasa inggris berdasarkan teori kecerdasan majemuk yang dikembangkan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, peneliti merumuskan

pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimana proses pengembangan perangkat pembelajaran matematika berbahasa Inggris berdasarkan teori kecerdasan majemuk yang valid, praktis dan efektif pada materi balok dan kubus kelas VIII SMP ?

2. Bagaimana hasil dari pengembangan perangkat pembelajaran matematika berbahasa Inggris berdasarkan teori kecerdasan majemuk pada materi balok dan kubus kelas VIII SMP ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan, tujuan penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan proses dan hasil pengembangan perangkat pembelajaran matematika berbahasa Inggris berdasarkan teori kecerdasan majemuk yang valid, praktis dan efektif pada materi balok dan kubus kelas VIII SMP; 2. Menghasilkan perangkat pembelajaran matematika berbahasa Inggris

berdasarkan teori kecerdasan majemuk yang valid, praktis dan efektif pada materi balok dan kubus kelas VIII SMP.

(9)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. alternatif perangkat pembelajaran bagi guru matematika dalam melaksanakan pembelajaran yang melibatkan kecerdasan majemuk di sekolah;

2. memberikan informasi kepada guru bagaimana mengembangkan perangkat pembelajaran matematika yang melibatkan kecerdasan majemuk;

3. bahan informasi dalam penelitian lebih lanjut tentang pengembangan perangkat pembelajaran matematika yang melibatkan kecerdasan majemuk.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah dalam

penelitian ini, maka peneliti mendefinisikan beberapa istilah sebagai berikut. 1. Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran adalah kumpulan sumber belajar yang memungkinkan guru dan siswa melakukan kegiatan pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini meliputi RPP (lesson plan), buku siswa (student’s book), LKS (student’s worksheet), dan lembar penilaian (assessment sheet).

2. Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Pengembangan perangkat pembelajaran adalah proses penyusunan perangkat pembelajaran yang sesuai dengan alur pengembangan perangkat pembelajaran tertentu. Model pengembangan perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu model Plomp yang terdiri dari lima fase yaitu fase investigasi awal, fase desain, fase realisasi, fase tes, evaluasi, dan revisi, dan fase implementasi. Namun pada penelitian ini perangkat dikembangkan sampai fase tes, evaluasi dan revisi.

(10)

3. Perangkat Pembelajaran yang Baik

Perangkat pembelajaran yang baik adalah suatu perangkat pembelajaran yang valid menurut penilaian ahli, praktis (dapat digunakan di lapangan menurut ahli dan berdasarkan keterlaksanaan pembelajaran di kelas), serta efektif, yaitu memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. aktivitas pelibatan kecerdasan majemuk siswa sesuai dengan kriteria keefektifan yang ditentukan,

b. ketuntasan belajar klasikal tercapai, dan

c. respons siswa terhadap perangkat pembelajaran dalam kategori positif. 4. Kecerdasan majemuk (multiple intelligences) yang dimaksud dalam

penelitian ini yaitu:

a. Kecerdasan verbal/linguistik adalah kecerdasan kata-kata, atau kemampuan untuk menggunakan inti dari cara kerja bahasa yang jelas. b. Kecerdasan logis-matematis adalah kecerdasan angka dan alasan, atau

kemampuan untuk menggunakan alasan-alasan induksi dan deduksi, memecahkan masalah-masalah abstrak, dan memahami hubungan-hubungan yang kompleks dari hal-hal, konsep-konsep dan ide-ide yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya.

c. Kecerdasan visual/spasial, adalah kecerdasan terhadap bentuk dan gambar, atau kemampuan untuk memahami dunia visual secara akurat dan menghadirkan kembali pengalaman-pengalaman visualnya.

d. Kecerdasan kinestetik, adalah kecerdasan yang memungkinkan seseorang untuk mengontrol dan menginterpretasikan gerakan-gerakan tubuh, mengatur objek-objek fisik, dan membangun keseimbangan antara tubuh dan jiwa.

e. Kecerdasan musikal, adalah kemampuan untuk mengembangkan, mengekspresikan, dan menikmati bentuk-bentuk musik dan suara.

(11)

f. Kecerdasan interpersonal, adalah kecerdasan untuk bersosialisasi dan bermasyarakat, atau kemampuan untuk memahami dan berhubungan dengan orang lain.

g. Kecerdasan intrapersonal, adalah kecerdasan pemahaman diri atau pengenalan diri, yaitu kemampuan untuk mengenal diri sendiri, belajar, dan menentukan tanggung jawab dalam hidupnya.

h. Kecerdasan naturalis, adalah kemampuan seseorang untuk dapat mengerti flora dan fauna dengan baik, memahami dan menikmati alam, dan mengembangkan pengetahuan tentang alam.

i. Kecerdasan eksistensial, adalah kecerdasan yang menyangkut kepekaan dan kemampuan seseorang untuk menjawab persoalan-persoalan tentang keberadaan manusia.

Pada penelitian ini, jenis kecerdasan majemuk yang dilibatkan adalah kecerdasan verbal/linguistik, kecerdasan logis-matematis, kecerdasan visual/spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan musik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis.

5. Perangkat Pembelajaran Matematika yang Melibatkan Kecerdasan Majemuk. Perangkat pembelajaran matematika yang melibatkan kecerdasan majemuk adalah perangkat pembelajaran yaitu RPP (lesson plan), buku siswa (student’s book), LKS (student’s worksheet), dan lembar penilaian (assessment sheet) yang didesain untuk melibatkan kecerdasan majemuk pada siswa di dalam proses pembelajaran di kelas.

F. Asumsi dan Keterbatasan

1. Asumsi

Pada penelitian ini peneliti mengasumsikan beberapa hal, yaitu:

a. Semua siswa menjawab angket respons siswa dengan sungguh-sungguh sehingga mencerminkan tanggapan siswa yang sebenarnya karena pada

(12)

lembar angket tersebut tidak dicantumkan nama siswa serta dijelaskan bahwa angket tersebut tidak terkait dengan nilai siswa.

b. Pengamat memberikan pengamatan dan penilaian yang objektif yang sesuai dengan maksud dari isi lembar pengamatan aktivitas siswa dan keterlaksanaan pembelajaran karena sebelum proses pembelajaran berlangsung, peneliti telah menjelaskan petunjuk pengisian lembar pengamatan.

c. Skor Tes Hasil Belajar (THB) yang diperoleh siswa mencerminkan kemampuan pribadi masing-masing siswa karena selama tes berlangsung, dilakukan pengawasan oleh guru yang dibantu oleh pengamat.

d. Kelas yang dipilih sebagai subjek uji coba terbatas adalah kelas yang terdiri dari siswa yang memiliki kecerdasan majemuk yang beragam berdasarkan informasi dari guru mitra dan didukung oleh pendapat Gardner (2003:29) yang mengungkapkan bahwa siswa dalam kelas memiliki kombinasi kecerdasan majemuk yang berbeda-beda.

2. Keterbatasan

Dalam penelitian ini, peneliti memberi batasan-batasan sebagai berikut. a. Uji coba hanya dilakukan di kelas VIII SMP Negeri 1 Ngadirojo, SMP

Negeri 3 Ngadirojo dan SMP Negeri 2 Tulakan tahun ajaran 2013/2014. b. Fase pengembangan hanya dilakukan sampai pada fase tes, evaluasi, dan

revisi, sedangkan fase implementasi tidak dilakukan.

c. Pengamatan aktivitas siswa hanya dilakukan terhadap empat orang siswa dalam satu kelompok untuk setiap sekolah yang diamati oleh seorang pengamat.

Referensi

Dokumen terkait

Sanksi yang tegas sampai sekarang belum diberikan kepada aparat negara yang bertanggung jawab terhadap penyiksaan dalam berbagai bentuk fisik, seksual dan psikologis

Hasil dari penelitian ini adalah sebuah sistem pendukung keputusan yang dapat menunjukkan hasil perangkingan dengan metode TOPSIS untuk proses seleksi calon tenaga

Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 17 Surakarta yang memiliki kedisiplinan tata tertib sekolah rendah.. Subjek penelitian berjumlah 34 orang yang terbagi

[r]

Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk menunjukkan perbandingan waktu eksekusi antara metode simpleks dan metode titik interior dalam menyelesaikan masalah optimasi linear

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul

Students Self-Efficacy In Speaking English (A Study of Students Self-Efficacy In A Senior High School In Bandung).. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran fungsi teman sebaya sebagai motivator dalam ranah kognitif pada mata pelajaran kompetensi kejuruan semester satu,