• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESAIN PENGELOLAAN PAKAN GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus Temminck 1847) DI ARBORETUM PT. ARARA ABADI PROPINSI RIAU BETRIAROZA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DESAIN PENGELOLAAN PAKAN GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus Temminck 1847) DI ARBORETUM PT. ARARA ABADI PROPINSI RIAU BETRIAROZA"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

Temminck 1847) DI ARBORETUM PT. ARARA ABADI

PROPINSI RIAU

BETRIAROZA

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(2)

Temminck 1847) DI ARBORETUM PT. ARARA ABADI

PROPINSI RIAU

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

BETRIAROZA

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(3)

Propinsi Riau. Dibimbing oleh Harnios Arief dan Lin Nuriah Ginoga.

Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus Temminck 1847) merupakan salah satu sub-spesies dari gajah asia. Spesies ini terdaftar dalam red list book IUCN dengan status terancam punah. Sementara itu CITES mengkategorikan status gajah sumatera dalam kelompok Appendix I. Hilangnya tempat hidup dan terputusnya jalur jelajah gajah berakibat pula terhadap terbatasnya sumber pakan. Kegiatan pengelolaan terhadap pakan gajah yang baik diperlukan agar dapat mengatasi permasalahan keterbatasan pakan gajah, sehingga pakan gajah sumatera di arboretum PT Arara Abadi tersebut dapat terpenuhi dan kesejahteraan gajah terjamin.

Penelitian dilakukan di arboretum milik PT Arara Abadi, Propinsi Riau.

Penelitian dilakukan selama dua bulan yaitu pada bulan Oktober-Desember 2009. Objek penelitian berupa gajah sumatera sebanyak 8 ekor. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah pakan alami gajah sumatera berupa vegetasi yang terdapat di arboretum. Peralatan yang digunakan, meliputi: peta kerja, timbangan, tally sheet, patok, label spesimen, golok atau pisau, kompas, kamera, tape recorder, pita meter, tali rafia, koran, kantong plastik besar, sarung tangan, buku lapang, alat tulis serta buku identifikasi tanaman jenis rumput dataran rendah dan kerabat paku. Data primer mencakup: struktur dan komposisi vegetasi, spesies, dan bagian tumbuhan yang dimakan, palatabilitas pakan, biomassa pakan, karakteristik lokasi sumber pakan gajah, serta daya dukung habitat gajah sumatera. Data sekunder mencakup: bio-ekologi, habitat, kondisi umum lokasi penelitian, dan informasi lain sebagai data penunjang. Data vegetasi tumbuhan bawah diperoleh dengan cara analisis vegetasi, membuat petak contoh 1x1m2 sebanyak 20 petak. Daya dukung habitat (K) bagi gajah dihitung menggunakan persamaan K = P.pu/C.

Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pakan oleh gajah sumatera di lokasi pengamatan arboretum PT Arara Abadi sebanyak 12 spesies. Tumbuhan pakan tersebut berupa rumput-rumputan dan paku-pakuan tergolong dari famili Poaceae, Polypodiaceae, Vitaceae, dan Pandanaceae. Bagian tumbuhan yang dikonsumsi gajah berupa seluruh bagian tumbuhan, bagian batang + daun, dan batang + bunga + daun. Spesies tumbuhan yang paling disukai (palatabel) gajah sumatera diantaranya yaitu sianik/cantel (Sorgum halepense), jampang pait (Paspalum conjugatum), jukut pait (Axonopus compressus), dan jukut jampang (Eleusina indica). Berdasarkan hasil pengukuran biomassa, ketersediaan pakan hijauan basah di arboretum adalah sebesar 10,08 ton/hari/ha untuk luasan 80 ha dengan kebutuhan gajah 2,24 ton/hari/8ekor. Daya dukung habitat arboretum adalah 21 ekor. Lokasi sumber pakan gajah berupa rawa yang berada di sepanjang sempadan sungai. Desain pengelolaan yang dapat dilakukan diantaranya yaitu kegiatan mempertahankan keberadaan tumbuhan pakan, pengelolaan lokasi pengikatan gajah, peningkatan perlindungan dan pengamanan lokasi pakan gajah, melakukan sistem rotasi pengikatan gajah yang baik, serta pengawetan hijauan pakan gajah pada musim hujan.

(4)

Abadi in Riau Province. Supervised by Harnios Arief and Lin Nuriah Ginoga.

Sumatran elephant (Elephas maximus sumatranus Temminck 1847) is one of the sub-species of asian elephant. This species was listed in IUCN red book of endangered status, while CITES categorizes the status of sumatran elephants in groups of Appendix I. Losing a place to live and disconnection of elephants roaming point lead also to the limited food resources. Management activities on a good feed elephants needed in order to overcome problems of lack of feed elephants, which feed on the Arboretum PT Arara Abadi can be fulfilled and ensure the welfare of elephants.

Research was conducted at the Arboretum owned by PT Arara Abadi, Riau Province. Research carried out for two months in October to December 2009. Object of the research are eight sumatran elephants. The material used in research is sumatran elephant’s feed natural vegetation in the form of the arboretum. Equipment used, including: map work, scales, the tally sheet, peg, label specimens, machetes or knives, compass, camera, tape recorder, tape meter, rope, paper, large plastic bags, glove, field book, stationery and plant identification books lowland grass species and guide of ferns. Primary data including: the structure and composition of vegetation, species, and plant parts are edible, palatability of feed, biomass feed, the characteristics of the location of food resources and availability of forage elephants and elephant habitat carrying capacity. Secondary data including: bio-ecology, habitat, general condition of study sites, and other information as supporting data. Under plant vegetation data obtained by analysis of vegetation, with a sample plot of 1x1m2, a total of 20 plots. Carrying capacity of the habitat (K) for an elephant is calculated using the equation K= P.pu/C.

Plant species which are used as feed by sumatran elephants in the location of observation Arboretum PT Arara Abadi are 12 species. Feed plants in the form of grasses and ferns, which belonging to the family Poaceae, Polypodiaceae, Vitaceae, and Pandanaceae. Parts of plants such as elephant feed is consumed whole part of the plant, the trunk + leaves, and trunk + leaves + flowers. The most preferred plant species (palatable) by sumatran elephants, were sianik/chantel (Sorghum halepense), jampang pait (Paspalum conjugatum), jukut pait (Axonopus compressus) and jukut jampang (Eleusina indica). Based on the results of biomass, the availability of feed, forage in the arboretum wet ton/day/80ha obtained at 10,08. With an elephant needs ton/day/8tail 2,24. Arboretum feed bearing capacity is 21 individuals. Resources of elephant’s feed located in the form of swamp residing along the border river. Things can do for feed management design are management of elephant binding sites, increased protection and security of the feed location of the elephant, and elephant binding rotation system of the good and the preservation of elephant forage in the rainy season.

(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Desain Pengelolaan Pakan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temminck 1847) di Arboretum PT Arara Abadi Propinsi Riau adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2010

Betriaroza NRP E34052216

(6)

PT Arara Abadi Propinsi Riau

Nama : Betriaroza

NIM : E34052216

Menyetujui :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ir. Harnios Arief, MSc.F NIP 19640709 199002 1 002

Ir. Lin Nuriah Ginoga, MSi NIP 19651116 199203 2 001

Mengetahui :

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP 19580915 198403 1 003

(7)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengangkat judul skripsi “Desain Pengelolaan Pakan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temminck 1847) di Arboretum PT Arara Abadi Propinsi Riau”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik pada saat penelitian maupun pada saat penyelesaian skripsi ini. Dengan segala kekurangan yang ada, penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang. Penulis mencoba untuk menyusun skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi penyempurnaan dan pengembangan penelitian selanjutnya.

Bogor, Juni 2010

(8)

Penulis bernama lengkap Betriaroza dilahirkan di Koto Tangah, Propinsi Sumatera Barat pada tanggal 5 Maret 1987. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Masrial SmHk. dan Dra. Haslinda. Jenjang pendidikan formal yang ditempuh penulis, yaitu pada tahun 1991-1993 di Taman Kanak-Kanak Tunas Muda dan dilanjutkan dengan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Panaragan II Bogor pada tahun 1993-1999. Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan tingkat Pertama di SLTPN 4 Bogor pada tahun 1999-2002 dan Sekolah Menengah Atas di SMUN 5 Bogor 2002-2005. Pada tahun 2005, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2006 dengan program mayor minor penulis mendapatkan Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA). Pada periode 2006-2008, penulis menjabat sebagai anggota Kelompok Pemerhati Ekowisata (KPE) HIMAKOVA dan anggota Fotografi Konservasi (FOKA). Pada tahun 2008 penulis menjadi peserta PKMI pada PIMNAS XXI di Semarang.

Kegiatan lapang yang pernah diikuti penulis adalah SURILI (Studi Konservasi Lingkungan) di Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung (2007) Penulis melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang-Kamojang Garut pada tahun 2007, Praktek Umum Konservasi Eksitu (PUKES) di Kebun Raya Bogor dan Taman Burung serta Museum Serangga dan Taman Kupu Taman Mini Indonesia Indah pada tahun 2008 dan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Tesso Nilo, Propinsi Riau pada tahun 2009.

Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan di IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Desain Pengelolaan Pakan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temminck 1847) di Arboretum PT Arara Abadi Propinsi Riau” dibimbing oleh Dr. Ir Harnios Arief MSc.F dan Ir. Lin Nuriah Ginoga, MSi.

(9)

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya serta salawat dan salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah memberikan kekuatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa terlaksananya penelitian hingga penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk dukungan moril maupun materil, oleh katena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Harnios Arief, MSc selaku pembimbing pertama dan Ibu Ir. Lin Nuriah Ginoga, MSi selaku pembimbing kedua yang telah memberikan arahan, bimbingan dan saran selama penelitian hingga penulisan skripsi ini, 2. Dosen penguji Ibu Dr. Efi Yuliati Yovy, S.hut, MSc, Ibu Istie Sekartining

Rahayu, S.Hut, MSi, dan Bapak Ir. Endang Ahmad Husaeni,

3. Bapak Masrial (papa), Ibu Haslinda (mama), Fhadli Hidayatullah (adik), beserta anggota keluarga lainnya atas doa, kasih sayang, dan dukungannya, 4. Dosen dan Staf KPAP atas bimbingan serta pelayanan selama penulis

mendapatkan ilmu di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor,

5. PT Arara Abadi Propinsi Riau yang telah memberikan izin melakukan penelitian dilokasi Arboretumnya dan turut memberi bantuan dana dalam penelitian ini,

6. Bapak Alias Abdul Jalil, Bapak Johannes Koto, Bapak Robin Sihite selaku pembina di lapangan dari PT Arara Abadi, sekretaris, dan seluruh staf yang telah membantu memberikan bantuan untuk kelancaran penelitian di Arboretum PT Arara Abadi,

7. Semua alumni Fakultas Kehutanan IPB yang telah membantu selama di lapangan yaitu Kak Bambang Maghribi, Kak Deny Widjaya, Kak Agy, dan Kak Amink yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama di lapangan,

8. Kepada semua pihak yang telah membantu selama penelitian di lapangan yaitu kepada Bu’De, Pak’De, Janer Marbun, Rusli, Marasagu Daulay, Marahakim,

(10)

memberikan banyak ilmu dan pelajaran,

9. Teman seperjuangan penelitian di lokasi yang sama Rizqiah Ma’mur dan Serasi Marito,

10.Rekan-rekan seperjuangan KSHE “Tarsius 42”, khususnya Sahabatku Rizqiah Ma’mur dan Mardiana Wachyuni (Trio Kukang), serta tim PKLP TNTN, 11.Pihak-pihak lain yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu

persatu.

Semoga amal baik Anda semua mendapatkan balasan yang lebih dari Allah SWT. Amin.

Bogor, Juni 2010

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan Penelitian ... 2 1.3 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi ... 3

2.2 Penyebaran dan Populasi Gajah Sumatera ... 5

2.3 Habitat Gajah Sumatera ... 6

2.4 Pakan Gajah Sumatera ... 6

2.5 Perilaku Makan dan Minum Gajah Sumatera ... 8

2.6 Palatabilitas ... 9

2.7 Biomassa dan Daya Dukung Habitat ... 9

2.8 Desain Pengelolaan Pakan Gajah Sumatera ... 10

2.9 Arboretum PT Arara Abadi ... 11

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu ... 13

3.2 Bahan dan Alat ... 13

3.3 Data yang Dikumpulkan ... 14

3.4 Metode Pengambilan Data ... 14

3.5 Analisis Data ... 17

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Kondisi Fisik ... 20

4.2 Kondisi Biologis ... 21

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah ... 23

(12)

5.3 Palatabilitas Pakan Gajah Sumatera ... 27

5.4 Potensi Biomassa Hijauan Pakan Gajah Sumatera ... 31

5.5 Daya Dukung Habitat Gajah Sumatera... 32

5.6 Karakteristik Lokasi Sumber Pakan Gajah ... 33

5.7 Permasalahan Gajah Sumatera di Arboretum ... 34

5.8 Desain Pengelolaan Pakan Gajah Sumatera di Arboretum PT Arara Abadi ... 35

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 39

6.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(13)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Jenis tumbuhan pakan gajah sumatera di hutan sekunder Taman

Nasional Tesso Nilo bagian Timur ... 7 2. Nama, jenis kelamin, dan umur gajah di Arboretum PT Arara Abadi 14 3. Jenis data, cara pengambilan, dan analisis data ... 18 4.Nama, famili dan habitus seluruh spesies yang dijumpai pada petak

pengamatan vegetasi di Arboretum PT Arara Abadi ... 23 5. Spesies pakan gajah sumatera dan bagian tumbuhan yang dimakan

pada petak pengamatan vegetasi di Arboretum PT Arara Abadi ... 26 6. Jenis pakan gajah dan tingkat palatabilitasnya di lokasi pengamatan Arboretum PT Arara Abadi ... 28 7. Komposisi kimia dari beberapa hijauan yang dikonsumsi oleh satwa (komponen disajikan secara DM) ... 29 8. Berat basah pakan gajah pada petak pengamatan di Arboretum

PT Arara Abadi ... 31 9. Berat kering pakan gajah pada petak pengamatan di Arboretum

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta lokasi penelitian Arboretum PT Arara Abadi ... 13

2. Diagram persentase habitus spesies ... 24

3. Indeks Nilai Penting spesies ... 25

4. Diagram persentase bagian tumbuhan yang dimakan ... 27

5. Lokasi pakan gajah betina (a) ... 34

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Daftar Indeks Nilai Penting (INP) spesies tumbuhan pakan gajah .... 44 2. Daftar nilai Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener dan

Indeks Kemerataan ... 45 3. Daftar nama spesies, famii, dan jumlah individu spesies

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus Temminck 1847) merupakan salah satu sub-spesies dari gajah asia. Satwa ini merupakan satwa endemik Pulau Sumatera yang masih dapat dijumpai di hutan-hutan wilayah Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, dan Riau. Gajah sumatera dilindungi di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Binatang Liar Nomor 266 Tahun 1931. Peraturan ini diperbaharui dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 301/Kpts/II/1991 tentang Perlindungan Satwa Liar. Spesies ini juga terdaftar dalam red list book IUCN dengan status terancam punah, sementara itu CITES atau Konvensi tentang Perdagangan International Satwa dan Tumbuhan mengkategorikan status gajah sumatera dalam kelompok Appendix I (tidak boleh diperdagangkan secara internasional).

Makhluk hidup termasuk gajah sumatera membutuhkan makanan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Makanan merupakan salah satu komponen penting habitat, bahkan dikategorikan sebagai faktor pembatas (limiting factor). Tanpa adanya makanan yang cukup dan selalu tersedia di suatu habitat akan mempengaruhi hidup dan perkembangan satwa tersebut. Di Propinsi Riau khususnya Arboretum PT Arara Abadi dengan luasan ±172 ha menyediakan ruang seluas ±80 ha yang digunakan sebagai habitat guna memenuhi kebutuhan pakan, minum, dan beraktivitas bagi gajah sumatera.

Secara umum, kerusakan hutan dan pembukaan lahan mengakibatkan rusaknya habitat gajah sumatera. Hilangnya tempat hidup dan terputusnya jalur jelajah gajah berakibat pula terhadap terbatasnya sumber pakan. Hal ini menyebabkan keadaan tumbuhan pakan gajah di suatu habitat tidak selalu tersedia dengan cukup, sempurna serta merata, melainkan seringkali mengalami kekurangan, gangguan, kerusakan atau penurunan kuantitas dan kualitas. Kegiatan pengelolaan terhadap pakan gajah yang baik diperlukan agar dapat mengatasi permasalahan keterbatasan pakan pada gajah.

(17)

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah potensi sumber pakan gajah (meliputi keanekaragaman jenis tumbuhan yang dimakan, palatabilitas, potensi biomassa hijauan pakan dan daya dukung habitat) di arboretum seluas ±80 ha itu telah mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan 8 ekor gajah. Potensi sumber pakan diperlukan untuk membuat pengelolaan pakan yang baik, sehingga pakan gajah sumatera di Arboretum PT Arara Abadi tersebut dapat terpenuhi dan kesejahteraan gajah terjamin.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membuat suatu desain pengelolaan pakan gajah sumatera di Arboretum PT Arara Abadi yang ditinjau dari :

1 Spesies tumbuhan pakan dan bagian tumbuhan yang dimakan. 2 Palatabilitas pakan gajah sumatera.

3 Potensi biomassa hijauan pakan gajah sumatera, 4 Daya dukung habitat gajah sumatera.

5 Karakteristik lokasi sumber pakan.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengelola Arboretum PT Arara Abadi sebagai masukan dalam pengelolaan pakan gajah sumatera, khususnya dalam membuat desain pengelolaan pakan di masa yang akan datang. Selain itu bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dalam memberikan informasi tentang pengelolaan pakan gajah sumatera serta dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi

Soehartono et al. (2007) menyebutkan bahwa gajah asia tersebar ke dalam tiga region besar yaitu, (1) India (meliputi India, Nepal, Bhutan dan Bangladesh), (2) Asia Tenggara (meliputi Cina, Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam dan Malaysia), dan (3) Asia Kepulauan yang termasuk dalam Kepulauan Andaman (Sri Lanka, Sumatera (Indonesia) dan Borneo (meliputi Malaysia dan Indonesia)). Gajah sumatera merupakan sub spesies dari Gajah Asia (Elephas maximus). Gajah sumatera memiliki sistematika, yaitu dunia Animalia, filum Chordata, kelas Mamalia, ordo Proboscidae, famili Elephantidae, genus Elephas, spesies Elephas maximus, dan sub spesies Elephas maximus sumatranus Temminck 1847. Nama ilmiah gajah sumatera yaitu Elephas maximus sumatranus Temminck 1847 (Ciszek 1999).

Gajah sumatera memiliki tubuh yang sangat besar. Berat gajah sumatera dapat berkisar antara 3000 hingga 4000 kg. Gajah sumatera memiliki panjang kepala dan badan yaitu 150-550 cm (Leckagul dan Mcneely 1977). Tinggi gajah sumatera pada waktu lahir kira-kira 90-95 cm dan meningkat hingga 130 cm setelah berusia dua tahun. Pada usia tiga tahun tingginya sekitar 150-160 cm, pada umur empat tahun sekitar 175-190 cm, dan pada umur enam tahun tingginya bervariasi mencapai antara 180-200 cm. Tinggi gajah sumatera dewasa dapat mencapai 1,7-2,6 meter (WWF 2005). Menurut Maryanto et al. (2008) gajah sumatera dewasa memiliki tinggi 1,7-2,6 meter untuk gajah jantan dan 1,5-2,2 meter untuk gajah betina.

Gajah memiliki kulit berwarna abu-abu bercampur dengan warna coklat. Kulit gajah sangat tebal dan kering, terdapat rambut-rambut halus di seluruh tubuhnya (Ciszek 1999). Selain itu pada kulit gajah juga terdapat banyak benjolan-benjolan, bergelombang dan sangat elastis. Pada kulit gajah tidak terdapat kelenjar keringat, hanya terdapat kelenjar susu dan dua buah kelenjar temporal pada setiap bagian samping kepala (PKBSI 1983).

Gajah sumatera memiliki telinga yang lebar untuk menutupi bagian bahunya. Ukuran telinga gajah sumatera relatif lebih kecil bila dibandingkan

(19)

dengan gajah afrika. Daun telinga gajah berupa tulang rawan yang diselubungi kulit tipis. Telinga pada gajah berfungsi dalam pengaturan suhu tubuh dan alat berkomunikasi (Ciszek 1999).

Belalai gajah sumatera memiliki satu bibir di ujungnya berbeda dengan gajah afrika yang memiliki dua bibir pada ujung belalainya (Ciszek 1999). Belalai pada gajah berfungsi sebagai tangan, alat bernapas, sebagai senjata, dan alat berkomunikasi. Fungsi lain dari belalai adalah sebagai indera penciuman yang mengalami perkembangan yang baik sehingga arah datangnya bau dapat ditetapkan (Leckagul dan McNeely 1977).

Gading pada gajah sumatera hanya dimiliki oleh gajah jantan tetapi pada gajah afrika gading dimiliki oleh gajah jantan maupun betina. Sebagian besar gajah sumatera jantan mempunyai gading dengan ukuran panjang 0,5-1,7 meter dan bobot 25-30 kg (satu buah) dan sebaliknya betina tidak memiliki atau sangat pendek gadingnya dan tersebunyi di balik bibir atas. Gading gajah merupakan perkembangan dari gigi serinya (Eltringham 1982 dalam Prayetno 1996). Pada gajah jantan, sepasang gigi seri yang memanjang akan bertambah 17 cm per tahun hingga menjadi gading (Ciszek 1999).

Gajah memiliki kaki yang besar dan terdiri dari jari kaki dan kuku kaki. Tapak kaki gajah sumatera bagian depan berbentuk bulat dengan lima kuku dan telapak kaki belakang berbentuk bulat telur dengan empat buah kuku. Hal ini berbeda dengan gajah afrika yang memiliki empat jari kaki depan dan tiga jari kaki belakang (Ciszek 1999).

Gajah betina dewasa memiliki lama kebuntingan 530-760 hari, anak yang baru lahir mempunyai bobot lahir sebesar 50-150 kg dengan tinggi bahu 90 cm. Induk memelihara anaknya hingga berumur sekitar dua tahun. Gajah betina memiliki lama kebuntingan 17-18 bulan (Maryanto et al. 2008). Siklus estrus gajah betina adalah sekitar 21 hari. Gajah betina menerima kopulasi pada hari pertama estrus. Tidak terdapat musim khusus dalam kegiatan reproduksi. Baik gajah jantan maupun gajah betina mengalami dewasa kelamin pada umur sekitar 14 tahun. Gajah jantan tidak dapat kawin sebelum mampu mendominasi gajah jantan dewasa lainnya (Ciszek 1999).

(20)

Gajah yang dipelihara dengan baik dapat bertahan hidup lebih lama bila dibandingkan dengan yang berada pada lokasi dengan keterancaman habitat yang cukup tinggi. Gajah sumatera di alam memiliki kemampuan hidup hingga 70 tahun dan untuk gajah di penangkaran memiliki rata-rata kemampuan hidup hingga 65,5 tahun (Ciszek 1999).

2.2 Penyebaran dan Populasi Gajah Sumatera

Alikodra (2002) menyatakan bahwa pergerakan adalah suatu strategi dari individu ataupun populasi untuk menyesuaikan dan memanfaatkan keadaan lingkungannya agar dapat hidup dan berkembangbiak secara normal. Pergerakan satwaliar merupakan suatu perilaku, sehingga mempunyai pola-pola tertentu sesuai dengan jenisnya. Pergerakan ini erat hubungannya dengan sifat individu dan kondisi lingkungannya seperti ketersediaan makanan, fasilitas untuk berkembangbiak, pemangsaan, kondisi cuaca, sumber air maupun adanya pengrusakan lingkungan.

Gajah sumatera tersebar di Pulau Sumatera meliputi 8 propinsi dan terbagi dalam 44 populasi. Gajah sumatera diketahui menyebar luas di seluruh Sumatera dalam berbagai ekosistem (Haryanto & Blouch 1984 dalam Zahrah 2002). Pada tahun 1970-an populasi gajah sumatera lebih besar dari pada kondisi tahun 2007-an. Hal ini disebabkan karena daya dukung (carrying capacity) lingkungan sebagai habitat alami gajah pada tahun 1970-an lebih baik dari kondisi lingkungan tahun 2007-an. Selain itu tingkat kerusakan habitat gajah tahun 1970-an masih kecil bila dibandingkan dengan tingkat kerusakan pada tahun 2007-an, yang disebabkan karena adanya konflik gajah dengan manusia, pembalakan liar, kebakaran hutan, dan gangguan lainnya (Supartono 2007).

Populasi gajah asia diperkirakan masih terdapat antara 34.000-54.000 individu. Gajah asia tersebut tersebar di beberapa wilayah, mulai dari Himalaya, Indocina, India, Bangladesh, Bhutan, Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, hingga wilayah Semenanjung Malaysia, Sumatera dan Kalimantan. Populasi tertinggi berada di wilayah India yaitu diperkirakan lebih dari 20.000 individu dan Myanmar berkisar antara 3.000-10.000 individu (Santiapillai dan Jackson 1990).

(21)

2.3 Habitat Gajah Sumatera

Habitat adalah suatu daerah bagi organisme yang terdiri dari berbagai faktor (fisiografi vegetasi dan kualitasnya) dan merupakan tempat hidupnya (Elton 1949 dalam Alikodra 2002). Gajah sumatera memiliki habitat di berbagai tipe ekosistem mulai dari pantai hingga ketinggian diatas 1.750 meter seperti di Gunung Kerinci. Habitat gajah terdiri dari beberapa tipe hutan, yaitu : (1) hutan rawa (swamp forest), tipe hutan ini dapat berupa rawa padang rumput, hutan rawa primer, hutan rawa sekunder dan hutan rawa gambut (peat swamp forest). (2) hutan dataran rendah (lowland dipterocarp forest), yaitu tipe hutan yang berada pada ketinggian 0-750 meter di atas permukaan air laut, (3) hutan hujan pegunungan rendah (hill dipterocarp forest), yaitu tipe hutan yang berada pada ketinggian 750-1.500 meter di atas permukaan air laut (WWF 2005).

Gajah sumatera tinggal di wilayah padang rumput, belukar, hutan rimba dan juga areal berbukit sampai mencapai tinggi 3.600 meter atau 11.800 kaki. Hal tersebut menunjukkan bahwa gajah sumatera dapat hidup di lokasi manapun yang bebas dari gangguan manusia. Gajah sumatera juga dapat hidup di daerah yang dijadikan lahan pertanian dan pembalakan. Habitat gajah sumatera dipengaruhi pula oleh musim, yakni musim hujan dan musim kemarau. Pada musim kemarau yaitu sekitar akhir bulan Mei hingga bulan September, gajah-gajah menjadikan tepi sungai sebagai habitatnya. Pada musim hujan, gajah-gajah akan memilih kawasan hutan yang lebat dan rimbun serta dipenuhi oleh rumput-rumput yang tinggi sebagai habitat. Pada musim transisi yaitu di antara bulan September dan November gajah memilih areal hutan yang luas dan dipenuhi rumput-rumput yang pendek (Sukumar 2003).

2.4 Pakan Gajah Sumatera

Pakan merupakan kebutuhan pokok atau komponen utama dalam suatu habitat untuk memenuhi kebutuhan hidup satwa. Ketersediaan pakan dipengaruhi oleh faktor lingkungan fisik habitat, seperti iklim dan tanah sebagai media pertumbuhannya. Ketersediaan pakan yang cukup mempengaruhi kesejahteraan satwa, sehingga dapat menghasilkan satwa-satwa yang memiliki daya reproduksi yang tinggi dan memiliki ketahanan terhadap penyakit (Zahrah 2002).

(22)

Pakan gajah sumatera berupa daun-daun tua dan tidak jarang berupa pohon-pohon kecil (Maryanto et al. 2008). Gajah sumatera membutuhkan makanan yang sangat banyak, yaitu 200-300 kg biomassa per hari untuk setiap ekor gajah atau 5-10% dari berat badannya (WWF 2005). Gajah sumatera juga memakan bagian-bagian tumbuhan lain seperti batang kayu, ranting, akar, dan buah. Tidak jarang pula gajah memakan tumbuh-tumbuhan bukan pohon seperti tepus, rotan, pisang liar, serta jenis herba yang lain. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan gajah sebagai pemakan segala macam tumbuhan. Gajah menyukai rerumputan dan juga mengkonsumsi kulit kayu, akar, dedaunan, dan batang pohon (Ciszek 1999).

Agustian (2007) mengatakan bahwa di Taman Nasional Tesso Nilo bagian Timur ditemukan jenis tumbuhan pakan gajah sumatera sebanyak 47 jenis. Jenis pakan tersebut dapat dibedakan menurut tingkatannya yaitu tingkat pohon, tiang, pancang, dan semai. Beberapa jenis tumbuhan pakan gajah sumatera yang ditemukan di Taman Nasional Tesso Nilo bagian Timur disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Jenis tumbuhan pakan gajah sumatera di hutan sekunder Taman

Nasional Tesso Nilo bagian Timur

No. Nama Lokal Nama Latin

1. Akasia Acacia mangium

2. Balam Palaqium sp.

3. Cempedak Artocarpus integer

4. Durian Durio zibethinus

5. Jambu-jambu Syzygium cliviflorum

6. Kandis Garcinia parvifolia

7. Kelat Eugenea sp.

8. Mahang Macaranga gigantea

9. Medang Litsea odorivera

10. Mampening Querqus lucida

11. Mandarahan Knema laurina

12. Meranti Shorea sp.

13. Meranti Kunyit Shorea sp.

14. Meranti Sarang Semut Shorea pinanga

15. Petai Hutan Parkia speciosa

16. Putat Barringtonia reticulata

(23)

Tabel 1 (Lanjutan)

18. Renghas Gluta renghas

19. Sendok-sendok Endospermum diadenum

20. Sungkai Peronema canescens

21. Toap Artocarpus sp.

Sumber: Agustian (2007)

Menurut Leckagul dan McNeely (1977) gajah di alam mengkonsumsi makanan sebanyak 250 kg/hari/ekor. Menurut Sukumar (2003) seekor gajah dewasa menghabiskan hijauan pakan sebanyak 4% dari berat tubuhnya, sementara gajah betina yang sedang menyusui dapat menghabiskan hijauan pakan sebanyak 6 % dari berat tubuhnya.

2.5 Perilaku Makan dan Minum Gajah Sumatera

Gajah sumatera termasuk satwa pemakan rumput (grazer), semak (browser), daun (folifor), dan pemakan buah (frugifor). Gajah mengambil makanannya dengan cara direnggut, dipatahkan dan dirobohkan. Gajah mengambil makanan dengan belalainya, selain itu dapat pula dibantu dengan gading, dahi, kaki depan, dan mulut. Pada saat gajah makan, gajah merenggut makanannya, tidak semua dimasukkan ke mulut namun ditebarkan ke tempat lain atau kepunggungnya sendiri. Terkadang gajah untuk mendapatkan makanannya merobohkan pohon untuk mengambil daun muda dari pohon tersebut, sehingga seringkali tempat makan gajah cenderung rusak (WWF 2005).

Gajah merupakan mamalia terestrial yang aktif baik di siang maupun malam hari. Sebagian besar dari mereka aktif dari 2 jam sebelum petang sampai 2 jam setelah fajar untuk mencari makan. Gajah mencari makan sambil berjalan di malam hari selama 16-18 jam/harinya. Gajah bukan satwa yang hemat terhadap pakan sehingga cenderung meninggalkan banyak sisa makanan bila masih terdapat makanan yang lebih baik (WWF 2005).

Pada saat berendam di sungai, gajah minum dengan mulutnya. Pada sungai yang dangkal atau di rawa gajah menghisap dengan belalainya. Gajah mampu menghisap sebanyak 9 liter air dalam satu kali isap (WWF 2005). Menurut Ciszek (1999) gajah sumatera membutuhkan air sekitar 35 - 50 galon atau sekitar 140

(24)

liter air per ekor dalam sehari dan tidak dapat hidup jauh dengan sumber air. Gajah melakukan aktivitas minum menggunakan belalainya, dengan cara menghisap atau menyedot air lalu menuangkan kedalam mulutnya, namun apabila ia sedang berendam, gajah akan menggunakan mulutnya untuk minum (Supartono 2007). Ketika sumber-sumber air mengalami kekeringan, gajah dapat melakukan penggalian air sedalam 50 - 100 cm di dasar-dasar sungai yang kering dengan menggunakan kaki depan dan belalainya (WWF 2005).

2.6 Palatabilitas

Palatabilitas merupakan hasil keseluruhan faktor-faktor yang menentukan sampai dimana tingkat suatu pakan menarik bagi satwa. Palatabilitas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor satwa itu sendiri, fase pertumbuhan dan kondisi pakan, kesempatan satwa untuk memilih pakan lainnya, tatalaksana serta pemupukan hijauan (Ivins 1952 dalam McIlroy 1976). Pengukuran palatabilitas dapat dilakukan dengan studi lapangan yaitu mengamati jenis yang dimakan satwa dan melalui pengamatan langsung cara makan satwa tersebut (Trippense 1948 dalam Damanik 2003 dalam Anugrah 2007).

Pengelompokan makanan berdasarkan palatabilitas, ketersediaan bahan makanan dan kadar gizi dapat digolongkan menjadi bahan makanan disukai, bahan makanan pokok, bahan makanan dalam keadaan darurat, bahan makanan pengisi/tambahan, dan bahan makanan yang tidak dimakan (Leopold et al. 1933 dalam Sectionov 1999). Berdasarkan pemilihan jenis tumbuhan pakan dalam habitatnya, gajah sumatera memiliki pola pemilihan pakan (a) permanent (mengkonsumsi jenis makanan yang sama sepanjang tahun) (b) pemakan semak/perdu, browser pada musim kemarau dan (c) pemakan rumput/herba, graze pada musim hujan (Abdullah 2008).

2.7 Biomassa dan Daya Dukung Habitat

Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total bahan hidup di atas permukaan tanah pada pohon yang dinyatakan dalam berat kering tanur per unit area. Komponen biomassa di atas permukaan tanah merupakan bagian yang terbesar dari jumlah biomassa. Tumbuhan banyak menyimpan karbon pada bagian

(25)

atas permukaan tanah dan hanya sebagian kecil yang tersimpan di akar. Karbon atau zat arang adalah salah satu unsur yang terdapat dalam bentuk padat maupun cairan di dalam perut bumi, di dalam batang pohon, atau dalam bentuk gas di udara atau atmosfer.

Daya dukung suatu habitat dapat diestimasi berdasarkan biomassa dari vegetasi. Dengan mengetahui jumlah biomassa dari suatu habitat maka dapat diketahui jumlah gajah yang dapat ditampung. Gajah sumatera membutuhkan makanan yang sangat banyak, yaitu 200-300 kg biomassa per hari untuk setiap ekor gajah atau 5-10% dari berat badannya (WWF 2005). Kebutuhan gajah sebesar 1,5% bahan kering dari bobot badan per hari (Sukumar 2003).

2.8 Desain Pengelolaan Pakan Gajah Sumatera

Pengelolaan satwaliar merupakan suatu ilmu dan seni yang memanipulasikan adanya perubahan dan interaksi antara habitat dengan populasi satwaliar untuk mencapai tujuan pengelolaan yang sudah ditetapkan, yaitu agar mereka dapat hidup dan berkembangbiak secara normal (Giles 1969 dalam Alikodra 2002). Habitat mempunyai peranan penting untuk mendukung kehidupan satwaliar. Kuantitas dan kualitasnya perlu dijaga kelestariannya, sehingga tetap berfungsi sebagai tempat mencari makan, minum, berkubang, tidur, istirahat, berlindung, dan berkembangbiak. Sesuai dengan kepentingannya, teknik pengelolaan habitat dapat dibedakan menjadi pengelolaan sumber makanan (pakan satwa liar), pengelolaan sumber-sumber air dan pengelolaan tempat-tempat berlindung serta bersarang. Upaya dalam pengelolaan pakan biasanya berupa peningkatan kualitas dan kuantitas (Alikodra 2002). Desain pengelolaan pakan gajah bertujuan untuk membangun, memelihara (maintenance), memperbaiki (improvement), atau menciptakan serta memantau dan mengevaluasi kondisi optimal vegetasi pakan gajah sumatera baik jumlah, mutu, keanekaragaman jenis maupun preferensi sesuai keperluan satwa untuk bisa hidup dan berkembangbiak (Anugrah 2007).

Teknik manajemen yang tepat secara ekologis meliputi pilihan/penentuan teknik manajemen, kapan, dimana, dan bagaimana melakukannya. Beberapa syarat penting yang perlu mendapat perhatian di dalam pengelolaan (tumbuhan)

(26)

pakan satwa, yakni (1) cukup, artinya jumlah pakan yang tersedia harus dapat memenuhi kebutuhan satwa, (2) sempurna, artinya mutu pakan harus sesuai yang diperlukan, yaitu mengandung semua jenis zat makanan yang diperlukan, serta tidak mengandung zat yang beracun atau dapat mengganggu, (3) disukai (palatable atau preference), pakan harus disukai karena betapapun pakannya banyak tersedia dan bermutu tinggi tetapi jika tidak disukai, tentu tidak akan banyak gunanya, (4) kontinyu, selalu tersedia sepanjang waktu, dan (5) non-kompetitif artinya pakan untuk satwa tidak atau kurang memiliki persaingan dengan jenis satwa lain (Mas’ud dan Prayitno 1997).

2.9 Arboretum PT Arara Abadi

PT Arara Abadi adalah perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan dan merupakan Group Sinar Mas Forestry (SMF) di Perawang-Riau, yang mengelola Hutan Tanaman Industri (HTI). Perusahaan ini bergerak dalam bidang produksi pulp and paper sehingga memiliki hutan yang cukup luas dengan tanaman industri utama yaitu Akasia dan Eucalyptus. Dalam pengelolaannya PT Arara Abadi menyisihkan beberapa kawasan untuk dijadikan kawasan lindung, salah satu kawasan lindung tersebut terletak di tengah-tengah kawasan HTI yang kerap disebut dengan Arboretum. Arboretum ini merupakan salah satu kawasan yang dilindungi yang berperan penting sebagai pelindung sistem penyangga sumber daya hutan dan air (FED Sinar Mas 2007).

Arboretum PT Arara Abadi diartikan sebagai tempat tanaman atau budi daya tumbuhan berkayu, bukan hanya pohon yang ditanam tetapi juga tanaman herbal dan bunga yang ditujukan sebagai koleksi dan konservasi tumbuhan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arboretum diartikan sebagai tempat berbagai pohon ditanam dan dikembangbiakan untuk tujuan penelitian atau pendidikan. Arboretum PT Arara Abadi dijadikan sebagai sarana pendidikan, penelitian, edukasi-rekreasi alam dalam pelestarian sumberdayanya. Arboretum tersebut memiliki luas ± 173 ha, yang terletak di Desa Mandi Angin, Kecamatan Minas, Kabupaten Siak. Pembangunan dan pengelolaan arboretum ini dimulai pada tahun 1998 (FED Sinar Mas 2007).

(27)

Menurut peruntukan tata ruangnya merupakan kawasan lindung yang dikelola untuk mencegah kegiatan-kegiatan yang dapat merusak kondisi kawasan seperti penebangan kayu, pembukaan lahan, dan pembakaran lahan. Arboretum ini memiliki kondisi yang baik dan unik, di dalamnya terdapat keanekaragaman hayati flora dan fauna yang dapat berfungsi sebagai wahana pendidikan lingkungan (FED Sinar Mas 2007).

(28)

3.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian desain pengelolaan pakan milik PT Arara Abadi.

Kecamatan Minas, Kabupaten Siak, Propinsi Riau. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1. Penelitian

sampai Desember 2009

Gambar 1

3.2 Bahan dan Alat Objek penelitian Temminck 1847) sebanyak 8

BAB III

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian desain pengelolaan pakan gajah sumatera dilakukan di

Arara Abadi. Kawasan Arboretum terletak di Desa Mandi Angin, Kecamatan Minas, Kabupaten Siak, Propinsi Riau. Peta lokasi penelitian disajikan

Penelitian dilakukan selama dua bulan, yaitu dari bulan ember 2009.

Sumber : PTArara Abadi

Gambar 1 Peta lokasi penelitian Arboretum PT Arara Abadi.

Objek penelitian berupa gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus ebanyak 8 ekor yang terdiri dari 6 ekor gajah

dilakukan di Arboretum i Desa Mandi Angin, Kecamatan Minas, Kabupaten Siak, Propinsi Riau. Peta lokasi penelitian disajikan yaitu dari bulan Oktober

Arara Abadi

Arara Abadi.

Elephas maximus sumatranus gajah dewasa dan 2

(29)

ekor gajah anakan yang disajikan pada Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah pakan alami gajah sumatera berupa vegetasi di Arboretum PT Arara Abadi. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi: peta kerja, timbangan, tally sheet, patok, label spesimen, golok atau pisau, kompas, kamera, tape recorder, pita meter, tali rafia, koran, kantong plastik besar, sarung tangan, buku lapang, alat tulis, serta buku identifikasi tanaman jenis rumput dataran rendah (Sastrapradja dan Afriastini 1980) dan kerabat paku (Sastrapradja dan Afriastini 1985).

Tabel 2 Nama, jenis kelamin, dan umur gajah di Arboretum PT Arara Abadi No. Nama Gajah Jenis Kelamin Umur (Thn) Daerah Tangkapan

1 Sebanga Jantan 30 Duri

2 Nando Jantan 33 Bangkinang

3 Libo Wati Betina 29 Libo

4 Kiat Betina 31 Kiat

5 Ivo Duanti Betina 30 Libo

6 Malina Betina 32 Duri

7 Bubu Betina 3 Camp gajah

8 Bonita Betina 2 Camp gajah

Sumber: FED PT Sinar Mas

3.3 Data yang Dikumpulkan

Data primer yang dikumpulkan mencakup struktur dan komposisi vegetasi di lokasi penelitian Indeks Nilai Penting, kerapatan vegetasi, keanekaragaman, spesies tumbuhan pakan dan bagian tumbuhan yang dimakan, palatabilitas pakan, biomassa pakan, karakteristik lokasi sumber pakan gajah dan desain pengelolaan pakan gajah. Data sekunder yang dikumpulkan mencakup bio-ekologi gajah, habitat gajah, kondisi umum lokasi penelitian, daftar jenis pakan gajah sumatera, dan informasi lain sebagai data penunjang.

3.4 Metode Pengambilan Data 3.4.1 Kegiatan pendahuluan

1. Studi pustaka (literatur), mencari informasi yang berasal dari buku, jurnal, internet, ataupun hasil penelitian lain mengenai gajah sumatera, serta jenis pakannya.

(30)

2. Observasi lapang untuk mencari informasi dan konsultasi pada pihak pengelola untuk mengenal secara keseluruhan lokasi penelitian, menentukan areal yang digunakan gajah sumatera untuk kemudian dilakukan pengumpulan data.

3.4.2 Pelaksanaan kegiatan

Pengumpulan data berupa kegiatan analisis vegetasi guna mendapatkan data komposisi vegetasi dan spesies pakan gajah, bagian tumbuhan pakan yang dimakan, tingkat kesukaan atau palatabilitas, biomassa hijauan, dan karakteristik lokasi pengikatan. Kegiatan pengambilan data dilakukan pada musim hujan. Berikut penjelasan masing-masing kegiatan:

3.4.2.1Vegetasi tumbuhan bawah Arboretum PT Arara Abadi

Data mengenai vegetasi tumbuhan bawah di Arboretum PT Arara Abadi diperoleh dengan cara analisis vegetasi. Analisis vegetasi digunakan dengan membuat cuplikan atau petak contoh secara purposive sampling yaitu terkonsentrasi pada lokasi pengikatan gajah, untuk masing-masing lokasi terdiri dari dua sampai tiga petak. Ukuran petak sebesar 1x1m2 sebanyak 20 petak. Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui vegetasi tumbuhan bawah/rumput/perdu, termasuk didalamnya liana, epifit, pandan, dan palem. Data yang dikumpulkan untuk analisis vegetasi tumbuhan bawah berupa nama spesies dan jumlah individu setiap spesies.

3.4.2.2 Jenis dan bagian tumbuhan yang dimakan gajah sumatera

Jenis-jenis pakan gajah sumatera diketahui dengan mengidentifikasi jenis tumbuhan secara umum dan identifikasi jenis tumbuhan pakan gajah sumatera pada plot pengamatan. Identifikasi dikerjakan dengan melakukan cek silang dari berbagai buku/literatur tentang tumbuhan pakan gajah. Informasi yang dikumpulkan dari masing-masing jenis tumbuhan meliputi: nama lokal, nama ilmiah, dan nama famili yang dilakukan bersamaan dengan analisis vegetasi. Pengamatan bagian tumbuhan yang dimakan dilakukan dengan mencatat jenis

(31)

serta bagian tumbuhan yang dimakan baik secara langsung atau bekas jejak yang ditinggalkan berupa batang, daun, akar, dan bunga.

3.4.2.3 Palatabilitas pakan gajah sumatera

Penenentuan palatabilitas suatu spesies tumbuhan pakan gajah di lapangan dilakukan dengan mengamati dan menghitung frekuensi spesies tersebut ditemukan dimakan gajah pada plot pengamatan. Spesies yang paling banyak ditemukan dimakan menunjukkan spesies tersebut lebih disukai dibanding spesies lain. Menggunakan petak pengamatan yang sama dengan pengambilan data analisis vegetasi.

3.4.2.4 Potensi biomassa hijauan pakan gajah sumatera

Pengukuran biomassa hijauan pakan gajah diperoleh dengan cara menimbang bobot basah dari speisies tumbuhan pakan gajah pada setiap plot pengamatan. Penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan buah dengan kapasitas maksimum 15kg dan timbangan kue kapasitas maksimum 1kg. Penimbangan jenis tumbuhan pakan gajah ini dilakukan pada tumbuhan bawah dengan terlebih dahulu memisahkan bagian-bagian tumbuhan tersebut berupa daun, batang, bunga, dan akar.

3.4.2.5 Daya dukung habitat gajah sumatera

Ketersediaan pakan gajah yang ada di arboretum dihitung berdasarkan berat basah total hijauan pakan. Kemampuan menyediakan pakan per hari untuk seluruh luasan pengamatan dinyatakan dalam kg atau ton per hari per satuan luas.

Menurut Soemarwoto (1997) dalam Supartono (2007) konsep daya dukung adalah kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan hewan yang dinyatakan dalam jumlah ekor per satuan luas. Daya dukung habitat (K) bagi gajah dihitung menggunakan persamaan K = P.pu/C. Dalam hal ini P adalah ketersediaan pakan, berdasarkan hasil penimbangan hijauan basah P = biomassa hijauan basah/hari panen rumput, pu adalah proper use, dan C adalah rata-rata konsumsi pakan gajah setiap individu per hari sebesar 10% dari bobot gajah di arboretum, dengan asumsi-asumsi:

(32)

1. Tidak terjadi kompetisi sumber daya pakan antara gajah dengan jenis satwa liar lain.

2. Hijauan tersebar merata di seluruh kawasan.

3. Daya dukung pakan dihitung hanya untuk jenis-jenis tumbuhan yang diketahui ketersediaannya dalam penelitian ini.

4. Menurut McIlroy 1976 rumput daerah tropika rata-rata membutuhkan waktu untuk dapat di panen selama 6 minggu (42 hari) untuk menghasilkan protein kasar yang tinggi.

5. Kebutuhan pakan gajah setiap individu per hari dalam bobot basah hijauan adalah 10% dari berat gajah sebesar 2800 kg atau 280 kg/hari.

6. Data diambil pada saat musim penghujan.

Hijauan yang tersedia di alam tidak sepenuhnya tersedia bagi satwa, tetapi ada sebagian yang ditinggalkan untuk menjamin pertumbuhan selanjutnya dan pemeliharaan tempat tumbuh (Soesetyo 1980 dalam Supartono 2007). Bagian makanan yang dapat dimakan oleh satwa disebut proper use. Faktor yang mempengaruhi proper use adalah topografi yang dapat membatasi pergerakan satwa. Nilai proper use 60-70% untuk topografi 0-5o (kondisi lapangan datar dan bergelombang). Untuk lapangan bergelombang dan berbukit (5- 23o) nilai proper use adalah 40-45% dan untuk lapangan berbukit sampai curam (kemiringan lebih dari 23o) nilai proper use adalah 25-30%.

3.5 Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif dilakukan dengan menguraikan dan menjelaskan informasi dan data yang diperoleh dari hasil pengamatan. Analisis kuantitatif dilakukan menggunakan beberapa persamaan rumus untuk menganalisa kegiatan analisis vegetasi, keanekaragaman spesies Shanon-Weaner, palatabilitas pakan gajah, dan perhitungan berat basah hijauan pakan gajah. Jenis data, cara pengambilan data, dan analisis data disajikan pada Tabel 3.

(33)

Tabel 3 Jenis data, cara pengambilan, dan analisis data No Jenis Data Cara Pengumpulan

Data Analisis Data 1 Vegetasi tumbuhan bawah - Pengamatan langsung - Membuat petak dengan ukuran 1x1m2 20 buah

Analisis Vegetasi, mengukur :

• Kerapatan = • Kerapatan Relatif (KR) = • Frekuensi plot al Jumlah tot jenis suatu ya ditemukann plot Jumlah = ● Frekuensi Relatif (FR)

• Indeks Nilai Penting (INP) Semai dan tumbuhan bawah = KR+FR • Tingkat Keanekaragaman Spesies, H’ = -∑ . ln  Pi = ni/N Keterangan: H’ = Indeks Keanekaragaman Shanon-Wiener. ni = Jumlah individu spesies. N = Jumlah individu seluruh

spesies. 2 Jenis dan bagian tumbuhan yang dimakan - Pengamatan langsung dan literatur - Identifikasi jenis tumbuhan - Mencatat bagian

pakan yang dimakan

- Pada petak analisis vegetasi dan tempat ikatan gajah - Mengklasifikasikan bagian tumbuhan (batang, daun, akar, dan buah)

contoh petak Luas jenis suatu individu Jumlah 100% x jenis seluruh Kerapatan jenis suatu Kerapatan 100% x jenis seluruh Frekuensi jenis suatu Frekuensi =

(34)

Tabel 3 (Lanjutan) 3 Palatabilitas pakan gajah - Pengamatan langsung - Menghitung frekuensi jenis pakan yang

sering dimakan

Untuk mengetahui palatabilitas digunakan rumus (Trippensee 1948

dalam Ulum 2002)

Keterangan :

P = Tingkat palatabilitas suatu jenis

X = Jumlah petak contoh ditemukan jenis i yang dimakan

Y = Jumlah seluruh petak contoh terdapatnya jenis i 4 Biomassa hijauan pakan gajah - Pengamatan langsung - Perhitungan bobot basah 5 Daya dukung habitat gajah sumatera - berdasar data biomassa dan kebutuhan pakan gajah di arboretum

Untuk mengetahui Daya dukung habitat (K) bagi gajah dihitung menggunakan persamaan K = P.pu/C Keterangan : K = daya dukung P = ketersediaan pakan Pu = proper use

C = rata-rata konsumsi pakan gajah setiap individu per hari

6 Karakteristik lokasi sumber pakan gajah - Pengamatan langsung - informasi dari pawang gajah % x Y X P = 100

(35)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI

4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Letak dan luas

Arboretum mulai dibangun dan dikelola pada tahun 1998. Kawasan Arboretum terletak di Desa Mandi Angin, Kecamatan Minas, Kabupaten Siak. Secara geografis terletak pada N 00°45`36,6” dan E 101° 31` 38,9”. Arboretum memiliki luas total ±173 ha, dari luasan tersebut ±80 ha digunakan sebagai habitat gajah.

4.1.2 Topografi dan iklim

Arboretum PT Arara Abadi berada ketinggian 0-8 m dpl. Kawasan ini dikelilingi hutan tanaman akasia dan eukaliptus, dengan bentuk wilayah sebagian besar datar (0-8%) hingga bergelombang (8-15%).

Klasifikasi iklim di arboretum PT Arara Abadi menurut Schmidt dan Ferguson adalah tipe Iklim A sedangkan suhu udara di wilayah ini berkisar antara 26.3-27.8 ° C. Suhu udara rata-rata bulanan terendah tercatat pada bulan Januari, sedangkan suhu udara rata-rata tertinggi pada bulan Maret. Curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2.182 mm dengan hari hujan 109 hari.

4.1.3 Geologi dan tanah

Berdasarkan Peta Geologi Lembar Rengat dan Pekanbaru, Skala 1 : 250.000 (1991), areal studi termasuk ke dalam formasi (i) alluvium muda (Qh), dengan bahan induk endapan sisa sisa tanaman dan lumpur dan (ii) formasi Minas (Qpmi), dengan bahan induk batu lumpur lunak, batu lanau, pasir dan kerikil. Macam tanah yang dijumpai pada Unit II: podsolik gleiik, podsolik haplik, podsolik arenik, gleisol humik, dan organosol fibrist. Secara sistemis sebaran uraian macam tanah pada Unit II, Distrik Rasau Kuning yaitu organosol fibrist.

(36)

4.1.4 Hidrologi

Areal HPHTI PT Arara Abadi pada Unit II terletak di Daerah Aliran Sungai (DAS) Mandau. Bentuk topografi DAS Mandau adalah datar atau tergolong kelas lereng A daerah hilir dan kelas lereng B daerah hulu.

4.1.5 Aksesibilitas

Untuk mencapai arboretum dari Kota Pekanbaru dapat melalui Jalan Raya Minas-Perawang menuju Kota Perawang atau terletak 60 km dari Kota Pekanbaru. Jarak tempuh dari Kota Pekanbaru dapat dicapai dengan waktu ± 2 jam. Waktu tempuh dari Kota Perawang menuju pintu masuk gerbang Arboretum ± 30 menit. Arboretum memiliki akses pintu gerbang dari arah Selatan dan juga melewati lokasi pedesaan Pinang Sebatang Barat.

4.2 Kondisi Biologis 4.2.1 Flora

Dari hasil survei yang dilakukan PT Arara Abadi bekerjasama dengan Balai Latihan Kehutanan (BLK) Pekanbaru, mengenai potensi flora yang berada di dalam arboretum ditemukan flora sebanyak 48 Suku, yang terdiri dari 135 spesies pohon dan 16 spesies rotan, palma dan liana. Beberapa jenis flora yang dapat ditemukan diantaranya seperti kulim (Scorodocarpus borneensis), kemenyan (Styrax benzoin), durian hutan (Durio carinatus), balam (Palaquium burckii), gaharu (Aquilaria mallaccensis), kayu batu (Irvingia malayana). Di kawasan ini terdapat pula beberapa pohon sialang penghasil madu sialang, yang berasal dari sarang lebah hutan (Apis dorsata). Madu kerap dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Beberapa jenis pohon sialang yang ada yaitu kempas (Koompassia malaccensis), kayu batu (Irivingia malayana), kedondong hutan (Dacryodes rostrata), dan meranti (Shorea sp.).

4.2.2 Fauna

Potensi fauna yang dapat ditemukan di arboretum PT Arara Abadi sebanyak 26 spesies. Beberapa fauna yang ada yaitu gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), beruang madu (Helarctos malayanus), siamang (Hylobates

(37)

syndactylus), monyet ekor panjang (Maccaca fascicularis), rangkong (Buceros rhinoceros), beo (Gracula religiosa), burung madu (Nectarinia sp.), labi-labi (Chitra indica), dan lainnya.

Arboretum dibagi dalam 3 zona sesuai dengan keunikan kawasan yang dimiliki serta dapat menunjang program pendidikan lingkungan yaitu Zona Pendidikan (Educational), Penelitian (Research), dan Rekreasi (Recreational). Di dalam zona tersebut telah dan akan dikembangkan program dan fasilitas pendukung seperti:

1. Pembibitan dan Koleksi Tanaman Lokal

Pembibitan tanaman lokal merupakan salah satu program koleksi dan konservasi dari jenis tumbuhan lokal. Program ini telah dilaksanakan sejak tahun 2006. Setiap bulan dari persemaian ini mampu menghasilkan ± 2000 batang bibit yang sumber bibitnya diperoleh dari anakan pohon di kawasan arboretum. Selain itu, anakan pohon juga diperoleh dari kawasan konservasi di areal Sinarmas Forestry Riau. Beberapa jenis tanaman lokal yang dibudidayakan di persemaian yaitu; beberapa jenis meranti (Shorea sp.), terap (Artocarpus elasticus), pulai (Alstonia scholaris), balam (Palaquium burcehii), arang-arang (Diospyros oblonga), raman (Bouea burmanica), kelat (Syzygium sp.), durian hutan (Durio carinatus), bintangur (Calophylum pulcherimum), kulim (Scorodocarpus borneensis), dan ketapang (Terminalia catappa). Hasil dari pembibitan tanaman lokal ini digunakan untuk mendukung program konservasi seperti rehabilitasi kawasan. Di areal persemaian dapat diketahui cara membibitkan tanaman dan mempraktekkan menanam secara langsung.

2. Pusat Pelatihan Gajah

Pusat pelatihan gajah ini telah dilaksanakan sejak tahun 1998. Saat ini sebanyak 6 ekor gajah dewasa telah dibina dan dilatih oleh pawang-pawang gajah yang terlatih. Dua ekor gajah betina dari kelompok ini telah melahirkan anak-anak gajah yaitu Bubu dan Bonita. Gajah-gajah dilatih untuk menampilkan atraksi seperti menyambut pengunjung, melewati tangga batu, bermain bola, dan berinteraksi dengan pengunjung.

(38)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah

Berdasarkan hasil analisis vegetasi tumbuhan bawah pada 20 buah petak contoh di Arboretum PT Arara Abadi diperoleh jumlah tumbuhan bawah sebanyak 12 spesies yang termasuk ke dalam 4 famili. Seluruh spesies tumbuhan yang diperoleh disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Nama, famili dan habitus seluruh spesies yang dijumpai pada petak pengamatan vegetasi di Arboretum PT Arara Abadi

No. Nama lokal Nama ilmiah Famili Habitus

1 Sianik/cantel Sorgum halepense Poaceae Rumput 2 Jampang pait Paspalum conjugatum Poaceae Rumput 3 Jukut pait Axonopus compressus Poaceae Rumput 4 Jukut jampang Eleusine indica Poaceae Rumput

5 Grinting Cynodon dactylon Poaceae Rumput

6 Ilalang Imperata cylindrica Poaceae Rumput 7 Rumput teki Cyperus rotundus Poaceae Rumput 8 Paku antu Asplenium salignum Polypodiaceae Perdu 9 Pakis andam Nephrolepis cordifolia Polypodiaceae Perdu 10 Paku resam Gleichenia microphylla Polypodiaceae Perdu 11 Rayutan Artemisia vulgaris Vitaceae Perdu

12 Pandan Pandanus sp. Pandanaceae Perdu

Dari 4 famili yang diperoleh, diketahui famili dengan jumlah spesies terbesar adalah Poaceae yaitu sebanyak 7 spesies. Spesies yang paling banyak ditemukan dari famili ini adalah sianik/cantel (Sorgum halepense). Jumlah famili yang terkecil yaitu Vitaceae dan Pandanaceae berjumlah 1 spesies.

Berdasarkan Tabel 4, spesies tumbuhan yang dijumpai terdiri dari habitus yang berbeda. Bentuk dari habitus tumbuhan tersebut yaitu berupa rumput dan perdu. Hasil persentase bentuk habitus pada tumbuhan yang dijumpai pada petak pengamatan vegetasi di Arboretum PT Arara Abadi disajikan pada Gambar 2.

(39)

Persentase habitus te rumput yang didomina Persentase terkecil berupa sebesar 41,67%.

Lokasi arboretum ini didominasi oleh spesies rumput sebagian besar lokasi pengikatan

gambut dengan tanah yang memiliki drainase yang Sebagian besar tumbuhan rumput dapat h

umumnya cocok hidup di dan Afriastini 1980)

pakuan yang hidup sebagian

5.1.1 Kerapatan

Kerapatan menyatakan jumlah individu suatu spesies di dalam suatu unit areal/ruang. Tingkatan kerapatan suatu spesies dalam komunitas menentukan struktur dari komunitas tersebut.

.indikator untuk menduga kepadatan spesies tumbuhan d Kerapatan yang paling tinggi ditunjukkan oleh spesies halepense) dengan nilai kerapatan sebesar

kerapatan yang terkecil ditunju

ind/ha. Kerapatan dari semua spesies tumbuhan yang ditemukan pada petak pengamatan disajikan dalam Lampiran 1.

41,67%

Persentase habitus terbesar pada tumbuhan di petak pengamatan berupa dominasi oleh spesies rumput-rumputan sebesar

Persentase terkecil berupa perdu yang di dominasi oleh spesies paku

Gambar 2 Diagram persentase habitus spesies.

Lokasi arboretum ini didominasi oleh spesies rumput-rumputan karena sebagian besar lokasi pengikatan gajah berupa daerah rawa gambut.

gambut dengan tanah yang memiliki drainase yang buruk atau cukup basah. Sebagian besar tumbuhan rumput dapat hidup di berbagai kondisi daerah dan pada umumnya cocok hidup di daerah yang terbuka, lembab, dan basa

) hal yang berbeda bila dibandingkan dengan spesies paku pakuan yang hidup sebagian besar pada daerah lembab hingga kerin

Kerapatan menyatakan jumlah individu suatu spesies di dalam suatu unit areal/ruang. Tingkatan kerapatan suatu spesies dalam komunitas menentukan struktur dari komunitas tersebut. Kerapatan spesies tumbuhan sebagai salah satu ator untuk menduga kepadatan spesies tumbuhan dari hasil analisis vegetasi erapatan yang paling tinggi ditunjukkan oleh spesies sianik/cantel (

) dengan nilai kerapatan sebesar 175.500 ind/ha, sedangkan nilai kerapatan yang terkecil ditunjukan pada pandan (Pandanus sp.

ind/ha. Kerapatan dari semua spesies tumbuhan yang ditemukan pada petak pengamatan disajikan dalam Lampiran 1.

41,67%

58,33%

rbesar pada tumbuhan di petak pengamatan berupa sebesar 58,33%. yang di dominasi oleh spesies paku-pakuan

Diagram persentase habitus spesies.

rumputan karena daerah rawa gambut. Daerah rawa atau cukup basah. berbagai kondisi daerah dan pada dan basah (Sastrapraja yang berbeda bila dibandingkan dengan spesies paku

-esar pada daerah lembab hingga kering.

Kerapatan menyatakan jumlah individu suatu spesies di dalam suatu unit areal/ruang. Tingkatan kerapatan suatu spesies dalam komunitas menentukan Kerapatan spesies tumbuhan sebagai salah satu ari hasil analisis vegetasi sianik/cantel (Sorgum 00 ind/ha, sedangkan nilai sp.) sebesar 3.000 ind/ha. Kerapatan dari semua spesies tumbuhan yang ditemukan pada petak

Rumput

(40)

5.1.2 Dominansi spesies tumbuhan

Peranan suatu jenis dalam komunitas dapat dilihat dari besarnya IN

yang memiliki nilai INP tertinggi merupakan jenis dominan. Berdasarkan indeks nilai pentingnya spesies tumbuhan yang ditemukan didominasi oleh sianik/cantel (Sorgum halepense)

sianik/cantel menunjuk

terhadap lingkungan yang lebih tinggi atau dapat memanfaatkan lingkungan yang ditempatinya secara efisien dari spesies yang lain dalam tempat yang sama.

Nilai INP dari

pengukuran disajikan pada Gambar 3

5.1.3 Keanekaragaman

Pada petak pengama

Indeks Shannon-Wiener atau Indeks Keanekaragaman (H’) sebesar

Soerianegara dan Indrawan (2005), nilai H’ diatas 3 menunjukkan keanekaragaman yang tinggi dan untuk nilai 1

sedang dan untuk nilai H’ kurang dari 1 keanekaragamannya rendah demikian keanekaragaman

perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran 2. 0 10 20 30 40 50 45,71 35,76 In d ek s N il ai

Dominansi spesies tumbuhan

Peranan suatu jenis dalam komunitas dapat dilihat dari besarnya IN

yang memiliki nilai INP tertinggi merupakan jenis dominan. Berdasarkan indeks nilai pentingnya spesies tumbuhan yang ditemukan didominasi oleh sianik/cantel ) sebesar 45,71%. Nilai dominansi yang tinggi pada sianik/cantel menunjukkan bahwa spesies ini memiliki tingkat kesesuaian terhadap lingkungan yang lebih tinggi atau dapat memanfaatkan lingkungan yang ditempatinya secara efisien dari spesies yang lain dalam tempat yang sama.

INP dari semua spesies tumbuhan yang ditemukan disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Indeks Nilai Penting spesies.

Keanekaragaman spesies

Pada petak pengamatan didapat tumbuhan sebanyak 12 Wiener atau Indeks Keanekaragaman (H’) sebesar

Soerianegara dan Indrawan (2005), nilai H’ diatas 3 menunjukkan keanekaragaman yang tinggi dan untuk nilai 1-3 dikatakan keanekaragaman

dan untuk nilai H’ kurang dari 1 keanekaragamannya rendah demikian keanekaragaman spesies pada petak pengamatan tergolong

tungan selengkapnya disajikan pada Lampiran 2. 35,76

28,77 17,63

13,66 12,28

10,2510,01 9,27 9,27 6,82

Peranan suatu jenis dalam komunitas dapat dilihat dari besarnya INP. Jenis yang memiliki nilai INP tertinggi merupakan jenis dominan. Berdasarkan indeks nilai pentingnya spesies tumbuhan yang ditemukan didominasi oleh sianik/cantel %. Nilai dominansi yang tinggi pada kan bahwa spesies ini memiliki tingkat kesesuaian terhadap lingkungan yang lebih tinggi atau dapat memanfaatkan lingkungan yang ditempatinya secara efisien dari spesies yang lain dalam tempat yang sama.

temukan di plot

tan didapat tumbuhan sebanyak 12 spesies. Nilai Wiener atau Indeks Keanekaragaman (H’) sebesar 2,01 Menurut Soerianegara dan Indrawan (2005), nilai H’ diatas 3 menunjukkan 3 dikatakan keanekaragaman dan untuk nilai H’ kurang dari 1 keanekaragamannya rendah. Dengan tergolong sedang,

6,82 3,01 INP (%)

(41)

5.2 Spesies dan Bagian Tumbuhan Pakan Gajah Sumatera

Gajah merupakan satwa herbivora yang pakannya bersumber pada tumbuh-tumbuhan yang meliputi daun, batang, kulit batang, umbut, akar, buah dan bunga (Ciszek 1999). Di habitat alaminnya gajah menjelajah hutan untuk mencari pakan guna memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan hasil analisis vegetasi diketahui terdapat 12 spesies tumbuhan bawah yang berpotensi sebagai pakan gajah.

Berdasarkan pengamatan terhadap bagian tumbuhan yang dimakan oleh gajah, gajah mengkonsumsi bagian-bagian tertentu dari tumbuhan yang berupa batang, bunga, daun, dan akar. Bagian tumbuhan yang dimakan oleh gajah, baik yang dilihat secara langsung maupun tidak langsung disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Spesies pakan gajah sumatera dan bagian tumbuhan yang dimakan pada petak pengamatan vegetasi di Arboretum PT Arara Abadi

No. Nama Lokal Bagian yang dimakan

Batang Bunga Daun Akar

1 Cantel/Sianik v v v v 2 Jampang pait v v v v 3 Jukut pait v v v v 4 Jukut jampang v v v v 5 Grinting v v v v 6 Ilalang v v v v 7 Rumput teki v v v v 8 Paku antu v v 9 Pakis andam v v 10 Paku Resam v v 11 12 Rayutan/baru cina Pandan v v v v v

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa terdapat 7 spesies tumbuhan yang seluruh bagiannya dimakan oleh gajah, sebanyak 4 spesies tumbuhan hanya dimakan bagian batang dan daunnya, dan sebanyak 1 spesies tumbuhan yang dimakan bagian batang, bunga dan daunnya. Persentase bagian tumbuhan yang di makan disajikan pada Gambar 4.

Gambar

Tabel  1    Jenis  tumbuhan  pakan  gajah  sumatera  di  hutan  sekunder  Taman   Nasional  Tesso Nilo bagian Timur
Tabel 2  Nama, jenis kelamin, dan umur gajah di Arboretum PT Arara Abadi
Tabel 3  Jenis data, cara pengambilan, dan analisis data
Tabel 3 (Lanjutan)  3  Palatabilitas  pakan gajah  - Pengamatan langsung  - Menghitung  frekuensi       jenis pakan yang
+7

Referensi

Dokumen terkait

elektronik/internet pada tanggal 16 Desember 2011; Bahwa hal yang sama juga terjadi pada objek sengketa dalam perkara a quo sesuai dengan bukti yang diajukan

Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Dalam

Sebagai induk dari lembaga-lembaga bidang pertanian yang dinaunginya, Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan kehutanan ( BP4K ) dalam kurun waktu 6 tahuan telah

[r]

Dengan demikian, mengingat urgensi dari budaya daerah jatilan, maka para pemuda yang masih tergolong remaja dan menjadi subjek untuk mempertahankan dan

Justo un mes antes de cumplir los 19 años, Gauss se decantará definitivamente por las matemáticas y hará su primera anotación en su diario de notas, un pequeño cuaderno de 19

5) Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS. 6) Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan. 7) Penyakit radang panggul

Mengukur TTV dan memberikan pesan kesehatan tentang tanda bahaya masa nifas yaitu: uterus lembek/tidak berkontraksi, perdarahan pervaginam >500 cc, sakit kepala