• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Tepung dari Umbi Keladi (Colocasia esculenta L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pembuatan Tepung dari Umbi Keladi (Colocasia esculenta L.)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Pembuatan Tepung dari Umbi Keladi

(

Colocasia esculenta L.

)

Dia Sari Permata

1a)

, Robby Kumar

1b)

, Ricky Yadi

1c)

, Vetrio Monandes

1d)

dan

Eddifa Rahman

1e)

1Pekanbaru Product Development and Industrial Standardization Center, Indonesia a)Corresponding/ Main Contributor: diasaripermata1112@gmail.com

b)robbykumar_ok@yahoo.com

c)ricky.yadi88@gmail.com d)rio@kemenperin.go.id e)eddifa-rahman@kemenperin.go.id

ABSTRAK

Pemanfaatan keladi sebagai bahan pangan dapat ditingkatkan dengan melakukan pengolahan umbi keladi menjadi tepung keladi. Pengolahan keladi menjadi tepung mempunyai keuntungan antara lain penggunaannya lebih praktis, daya simpan menjadi lebih lama, variasi jenis makanan yang dihasilkan lebih banyak, serta pengangkutan dan penyimpanan dapat dilakukan lebih mudah. Di Indonesia, produksi tepung keladi masih sangat minim jika dibandingkan dengan tepung terigu. Padahal, tepung keladi juga memiliki komponen gizi yang baik untuk kesehatan diantaranya kandungan karbohidrat, serat, abu, lemak, kalori, dan vitamin. Provinsi Riau merupakan salah satu daerah penghasil umbi keladi dan banyak terdapat di Desa Darussalam, Kecamatan Sinaboi, Kabupaten Rokan Hilir dengan luas areal 217 ha (BPS Kab. Rokan Hilir, 2016). Umbi keladi di daerah ini pada umumnya dijual dalam bentuk mentah dengan kisaran harga Rp. 5000 per kg tergantung ukuran keladi. Dengan dilakukannya pengolahan umbi keladi menjadi produk tepung, tentunya dapat meningkatkan nilai tambah komoditi tersebut. Kegiatan pembuatan tepung keladi ini dilakukan di Balai Pengembangan Produk dan Standardisasi Industri (BPPSI) Pekanbaru. Adapun peralatan yang digunakan adalah serangkaian mini plant yang terdiri dari mesin pencucian, mesin pengiris, mesin pengering dan mesin penepung serta peralatan pendukung lainnya. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mendorong sektor industri di Provinsi Riau dengan terus melakukan inovasi dengan pengembangan produk.

Kata Kunci : Umbi, Umbi keladi, Tepung keladi

Abstract

Utilization of taro as food can be increased by processing taro tubers into taro flour. Processing taro into flour has advantages such as more practical use, a longer shelf life, variations in the types of food produced more, and transportation and storage can be done more easily. In Indonesia, taro flour production is still very minimal when compared to wheat flour. In fact, taro flour also has a good nutritional component for health including carbohydrate, fiber, ash, fat, calories, and vitamins. Riau Province is one of the taro tuber producing regions and there are many in Darussalam Village, Sinaboi District, Rokan Hilir Regency with an area of ​ ​ 217 ha (BPS Rokan Hilir Regency, 2016). Taro tubers in this area are generally sold in raw form with a price range of Rp. 5000

(2)

per kg depending on taro size. By processing taro tubers into flour products, of course, can increase the added value of the commodity. The activity of making taro flour is carried out at the Center for Product Development and Industrial Standardization (BPPSI) Pekanbaru. The equipment used is a series of mini plants consisting of washing machines, slicing machines, drying machines and flour machines as well as other supporting equipment. The purpose of this activity is to encourage the industrial sector in Riau Province by continuing to innovate with product development

Keywords: Taro, Taro tubers, Taro flour

PENDAHULUAN

Umbi keladi atau talas adalah salah satu komoditas umbi-umbian yang mempunyai prospek penting dan mempunyai nilai ekonomis tinggi dibandingkan jenis umbi-umbian lain seperti ketela rambat maupun ketela pohon. Hal ini dikarenakan umbinya termasuk bahan pangan yang memiliki nilai gizi yang baik diantaranya mineral, kalsium, fosfor, vitamin A, thiamin, riboflafin, niacin, dan vitamin C. Namun, didalam umbi keladi terdapat kalsium oksalat yang dapat menyebabkan rasa gatal apabila dikonsumsi (Maulina, 2012). Menurut Tinambunan (2014) pengurangan asam oksalat dapat dilakukan dengan perendaman dalam larutan garam (NaCl) untuk mengurangi efek gatal pada umbi. Umbi keladi dapat diolah menjadi produk tepung yang lebih luas penggunaannya yaitu dapat digunakan sebagai bahan baku sop, biskuit, roti, minuman beralkohol, makanan bayi dan puding (KAY,1973). Menurut Winarno (2000) tepung merupakan produk yang mudah disimpan, mudah difortifikasi untuk memperkaya nilai gizi, mudah dibentuk, dan mudah dibuat komposit yaitu campuran dengan tepung jenis lain. Widowati (2009) menggolongkan tepung dalam dua jenis, yaitu tepung tunggal dan komposit. Tepung tunggal dibuat dari satu jenis bahan, misalnya tepung beras, tepung ubi jalar, tapioka, tepung sahu dan sebagainya. Sedangkan tepung komposit ialah tepung yang terbuat dari beberapa macam tepung serelia umbi-umbian atau leguminosa yang dapat digunakan dalam membuat roti, kue, mi atau produk makanan lain (Jastra, et al, 1997). Di Indonesia, produksi tepung keladi masih sangat minim jika dibandingkan dengan tepung terigu. Padahal, tepung keadi juga memiliki komponen gizi yang baik untuk kesehatan diantaranya kandungan karbohidrat, serat, abu, lemak, kalori, dan vitamin.

Provinsi Riau merupakan salah satu daerah penghasil umbi keladi dan banyak terdapat di Desa Darussalam, Kecamatan Sinaboi, Kabupaten Rokan Hilir dengan luas areal 217 ha (BPS Kab. Rokan Hilir, 2016). Umbi keladi di daerah ini pada umumnya dijual dalam bentuk mentah dengan kisaran harga Rp. 5000 per kg tergantung ukuran keladi. Dengan dilakukannya pengolahan umbi keladi menjadi produk tepung, tentunya dapat meningkatkan nilai

tambah komoditi tersebut. Tepung keladi dapat dijual dengan kisaran harga Rp. 70000 per kg (sumber:

https://www.tokopedia.com/dwikyulianto/tepung-talas-bogor-1-kg-termurah). Pengolahan keladi menjadi tepung mempunyai keuntungan antara lain penggunaannya lebih praktis, daya simpan menjadi lebih lama, variasi jenis makanan yang dihasilkan lebih banyak, serta pengangkutan dan penyimpanan dapat dilakukan lebih mudah. Keunggulan lain dari tepung keladi yaitu dapat dicampur dengan bahan – bahan lainnya karena kapasitas absorbsi air dan absorbsi lemak yang tinggi. Selain itu, tepung keladi memiliki kandungan serat yang tinggi dan sangat baik untuk pencernaan.

Proses pembuatan tepung keladi diawali dengan pencucian dan pengupasan umbi segar. Lalu dilakukan pengirisan yang ditujukan untuk memperbesar luas permukaan dari talas pada saat dikeringkan. Didalam umbi keladi terkandung asam oksalat yang dapat dihilangkan melalui proses perendaman di dalam air mendidih selama 4-5 menit sebelum umbi keladi mengalami pengeringan. Pengeringan umbi keladi dapat dilakukan baik itu dengan menggunakan alat pengering maupun sinar matahari. Secara umum, pengeringan dengan menggunakan alat pengering lebih baik daripada menggunakan sinar matahari. Kelebihannya antara lain suhu pengeringan dan laju alir udara panas yang dapat dikontrol , kebersihan yang lebih terjaga, dan pemanasan terjadi secara merata. Akan tetapi, pengoperasian alat pengering terkadang memerlukan keahlian dari pengguna alatnya dan memakan biaya yang agak sedikit lebih mahal. Proses pengeringan pada pembuatan tepung keladi merupakan salah satu tahapan yang krusial, karena menentukan kualitas dan keawetan dari produk olahan selajutnya dari tepung tersebut. suhu dan

(3)

waktu pengeringan merupakan faktor penting dalam pengeringan yang akan mempengaruhi mutu produk akhir. Hasil dari pengeringan tersebut kemudian digiling denganpin disc mill.

Kegiatan pembuatan tepung dari umbi keladi dilakukan di Balai Pengembangan Produk dan Standardisasi Industri (BPPSI) Pekanbaru. Adapun peralatan yang digunakan adalah serangkaian mini plant yang terdiri dari mesin pencucian, mesin pengiris, mesin pengering dan mesin penepung serta peralatan pendukung lainnya. Kegiatan ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan sektor industri di Provinsi Riau dengan terus melakukan inovasi dan pengembangan produk.

METODOLOGI PENELITIAN

Bahan

Bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung ini adalah umbi keladi (komoditi lokal Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau).

Peralatan

Peralatan yang digunakan pada kegiatan ini adalah serangkaianmini plantyang terdiri dari mesin pencucian, mesin pengiris, mesin pengering dan mesin penepung serta peralatan pendukung lainnya.

Prosedur Penelitian

Pembuatan Tepung dari Umbi Keladi

Tahapan proses pembuatan tepung keladi diawali dengan persiapan bahan baku, pencucian, pengupasan, pengirisan, perendaman, pengeringan, penepungan, dan pengayakan. Proses pencucian keladi dilakukan dengan menggunakan mesin pencuci. Tujuannya adalah untuk memisahkan kotoran – kotoran yang menempel pada kulit keladi bagian luar. Keladi yang sudah dicuci bersih, kemudian dikupas kulitnya secara manual dengan menggunakan

peeler. Tahapan selanjutnya dilakukan pengirisan keladi dengan menggunakan mesin pengiris/slicer sehingga didapatkan keladi dengan ketebalan ±0.1 cm. Tujuan pengirisan atau pengecilan ukuran ini adalah untuk memperluas permukaan, sehingga akan mempercepat proses pengeringan keladi. Irisan keladi selanjutnya direndam di dalam larutan Natrium Chlorida (NaCl) 1% selama ± 30 menit. Hal ini bertujuan untuk menurunkan kadar oksalat pada keladi. Irisan keladi yang sudah direndam tadi, kemudian dikeringkan di dalam lemari pengering hingga 50℃ selama ± 6 jam (hingga irisan keladi dapat dipatahkan).

Proses penepungan dilakukan dengan menggunakan mesin penepung/pin disc mill yang bertujuan untuk

merusak sel keladi sehingga granula pati akan terbebas dari sel. Setelah dilakukan penepungan, tepung keladi ini

diayak dengan ukuran 70 Mesh, yang bertujuan untuk menyeragamkan ukuran partikel tepung. Tepung yang

dihasilkan kemudian di uji mutu produknya dalam skala laboratorium.

Pengujian

Tepung keladi yang dihasilkan dihitung Rendemen nya dan kemudian dilanjutkan dengan pengujian mutu produk tepung keladi dalam skala laboratorium. Adapun parameter yang dianalisa (standar acuan SNI 3751-2009, tepung terigu) adalah sebagai berikut :

1. Keadaan (Bentuk, Bau, dan Warna) 2. Benda asing

3. Kehalusan, lolos ayakan 212 µm (mesh No. 70) (b/b) 4. Kadar air (b/b)

(4)

6. Kadar protein (b/b)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Tepung dari Umbi Keladi

Bahan baku dari pembuatan tepung keladi adalah umbi keladi yang berasal dari Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Proses pembuatan tepung keladi diawali dengan pencucian dan pengupasan umbi segar. Lalu dilakukan pengirisan yang ditujukan untuk memperbesar luas permukaan dari keladi pada saat dikeringkan. Dapat juga terlebih dahulu dilakukan proses perendaman keladi di dalam larutan Natrium Chlorida (NaCl) 1% selama ± 30 menit sebelum keladi mengalami pengeringan, dengan tujuan untuk mengurangi kandungan oksalat di dalamnya. Kalsium oksalat adalah salah satu kandungan zat yang terdapat di dalam pati umbi keladi. Kalsium Oksalat dapat menyebakan rasa gatal pada tenggorokan apabila dikonsumsi. Kalsium oksalat terbentuk dari persenyawaan garam antara ion kalsium dan ion oksalat. Ion ini bermanfaat untuk proses metabolisme dan untuk pertahanan internal bagian umbi keladi. Tahapan pengeringan pada keladi dapat dilakukan baik itu dengan menggunakan alat pengering maupun sinar matahari. Secara umum, pengeringan dengan menggunakan alat pengering lebih baik dari pada menggunakan sinar matahari. Kelebihannya antara lain suhu pengeringan dan laju alir udara panas yang dapat dikontrol, kebersihan yang lebih terjaga, dan pemanasan terjadi secara merata. Akan tetapi, pengoperasian alat pengering terkadang memerlukan keahlian dari pengguna alatnya dan memakan biaya yang agak sedikit lebih mahal. Proses pengeringan pada pembuatan tepung keladi merupakan salah satu tahapan yang krusial, karena menentukan kualitas dan keawetan dari produk olahan selanjutnya dari tepung tersebut. Suhu dan waktu pengeringan merupakan faktor penting dalam pengeringan yang akan mempengaruhi mutu produk akhir. Proses pengeringan yang paling optimal dilakukan pada suhu pengeringan 50℃ selama ± 6 jam, yang pada akhirnya akan didapatkan kadar air tepung ±10%. Hasil dari pengeringan tersebut kemudian digiling dengan pin disc mill. Kemudian dilanjutkan dengan proses pengayakan menggunakan ayakan dimensi 70Mesh.

Gambar 1. Umbi Keladi Gambar 2. Tepung Keladi

1. Rendemen

Rendemen merupakan persentase perbandingan antara berat tepung keladi yang dihasilkan dengan berat bersih umbi keladi. Jumlah rendemen menentukan efisiensi suatu proses pengeringan, dimana semakin besar jumlah rendemen yang dihasilkan semakin efisiensi pula proses tersebut karena jumlah bahan yang hilang atau rusak semakin sedikit. Dalam kegiatan ini, umbi keladi yang digunakan sebanyak 21 kg yang kemudian menghasilkan tepung keladi sebanyak 5 kg sehingga didapatkan rendemen sebesar 23,6% b/b. Kadar air bahan pun dapat mempengaruhi nilai rendemen tepung. Kadar air bahan berkurang selama pengeringan akibat terjadinya proses penguapan. Semakin tinggi kadar air bahan makan semakin rendah nilai rendemen karena semakin banyak bahan yang menguap. Selain itu, kehilangan lain dapat pula terjadi akibat tercecernya bahan yang menempel pada alat pengering serta bahan yang tertinggal pada saat penggilingan tepung.

(5)

2. Kadar Oksalat

Oksalat (C2O42+) didalam umbi keladi terdapat dalam bentuk yang larut air (asam oksalat) dan tidak larut air

(biasanya dalam bentuk kalsium oksalat atau garam oksalat). Kandungan oksalat pada umbi keladi diduga sebagai salah satu penyebab timbulnya rasa gatal saat dikonsumsi, disamping senyawa protease yang juga terdapat pada umbi keladi. Umbi yang memiliki kadar protein rendah akan memiliki kadar oksalat yang rendah pula, begitu sebaliknya, umbi yang memiliki kadar protein tinggi akan memiliki kadar oksalat yang tinggi pula. Berdasarkan literatur diketahui bahwa komponen oksalat terlarut dapat direduksi kadarnya dengan cara perendaman dalam air hangat (38-48ºC) selama kurang dari 4 jam tanpa menyebabkan terjadinya reaksi gelatinisasi pada pati bahan tersebut (Huang dan Hollyer, 1995).

Analisa Tepung dari Umbi Keladi

a. Karakteristik Fisika

Sifat fisika yang dianalisa dari tepung keladi adalah sebagai berikut :

 Keadaan (bentuk, bau, dan warna) : Normal

 Benda asing : tidak ada

 Kehalusan lolos ayakan 212 µm (mesh No. 70) (b/b) : lolos ayakan 99,7% b. Karakteristik Kimia

Sifat kimia yang dianalisa dari tepung keladi adalah sebagai berikut :

 Kadar Air

Proses pembuatan tepung yang dapat mempengaruhi kadar air yaitu pengeringan. Pengeringan pada tepung bertujuan untuk mengurangi kadar air sampai batas tertentu, sehingga pertumbuhan mikroba aktivitas enzim penyebab kerusakan pada tepung dapat dihambat. Selain itu bahan pangan akan mengandung senyawa –senyawa seperti protein, karbohidrat, lemak, dan mineral dalam konsentrasi yang lebih tinggi (Muchtadi dan Sugiyono 1989). Batas kadar air mikroba masih dapat tumbuh pada kadar air 14-15% (Fardiaz 1989). Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukanacceptability, kesegaran, dan daya tahan pangan tersebut. Air dalam bahan pangan terdapat dalam bentuk air bebas dan air terikat. Air bebas terdapat dalam ruang – ruang antar sel dan inter-granular pori – pori yang terdapat dalam bahan. Air dalam bentuk bebas dapat membantu terjadinya proses kerusakan bahan makanan (Sudarmadji,1989). Jumlah air dalam bahan akan mempengaruhi daya tahan bahan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh mikroba maupun serangga. Suatu bahan pangan harus memiliki kadar air rendah sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu lama. Bahan pangan berbentuk tepung untuk dapat disimpan dalam jangka waktu lama harus memiliki kadar air di bawah 10%. Kadar air tepung keladi yang dihasilkan adalah 10,81%, dan berada di bawah baku mutu SNI 3751-2009; tepung terigu yaitu maks. 14,5 % sehingga diharapkan memiliki umur simpan lebih lama agar penggunaan dan distribusinya lebih luas.

 Kadar Abu

Dari hasil pengujian diperoleh kadar abu dalam tepung keladi sebesar 3,28% dan berada di atas baku mutu SNI 3751-2009; tepung terigu yaitu maks 0,70%. Tingginya kadar abu yang dihasilkan menandakan proses pengolahan kurang baik karena masih mengandung bahan pengotor yang menyebabkan hasil analisis kadar abu menjadi tidak murni. Kadar abu menunjukkan terdapatnya kandungan mineral berupa mineral anorganik yang memilki ketahanan cukup tinggi terhadap suhu pemasakan (Winarno,2008). Semakin rendah kadar abu pada produk tepung akan semakin baik, karena kadar abu akan mempengaruhi tingkat kestabilan adonan tepung (Lopulalan, dkk, 2016). Selain untuk mengetahui komponen mineral yang ada dalam bahan pangan, kadar abu juga digunakan untuk mengetahui tingkat kemurnian dari produk tepung

(6)

sebab menurut Ginting dan Suprapto (2005) kadar abu yang tinggi pada tepung kurang disukai karena memiliki warna yang gelap pada produk yang dihasilkan.

 Kadar Protein

Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur – unsur C, H, O, dan N. Fungsi utama bagi tubuh adalah membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada. Protein ikut pula mengatur berbagai proses tubuh dengan membentuk zat – zat pengatur proses dalam tubuh. Kadar protein tepung keladi yang diperoleh adalah 9,41 % dan sesuai dengan persyaratan baku mutu SNI 3751-2009; tepung terigu yaitu min 7,0 %. Kadar protein yang tinggi pada tepung dapat menyebabkan viskositasnya menurun. Hal ini disebabkan karena granula pati melekat pada matriks protein yang dapat menurunkan interaksi antara granula pati dengan air sehingga dapat menurunkan kemampuan swelling power granula pati (Aprianita et al., 2009). Namun, kandungan protein yang tinggi dapat menguntungkan karena tidak memerlukan adanya bahan substitusi lain dalam aplikasinya.

KESIMPULAN

Dari kegiatan ini diperoleh tepung keladi dengan mutu produk yang memenuhi standar baku mutu SNI 3751:2009 (tepung terigu) untuk parameter pengujian kehalusan, kadar air, dan protein. Sedangkan untuk parameter kadar abu belum memenuhi standar baku mutu, hal ini dikarenakan masih terdapatnya kandungan mineral pada bahan. Dari segi produksi, peforma alat pengering yang digunakan sudah cukup baik yang mana dapat menghasilkan produk dengan hasil pengeringan yang sesuai dengan persyaratan. Proses pengeringan pada tepung merupakan faktor penentu keawetan suatu bahan. Dengan dilakukannya pembuatan tepung keladi tentunya dapat menumbuhkan industri baru di Provinsi Riau mengingat banyaknya pemanfaatan tepung keladi bagi olahan pangan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Balai Pengembangan Produk dan Standardisasi Industri (BPPSI) Pekanbaru untuk fasilitas peralatanmini plant,instrumen laboratorium dan fasilitas lainnya. Penulis juga berterima kasih kepada semua tim atas kerja kerasnya.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Aprianita, A., et al, 2009.“Phycico-chemical Properties of Flours and Starches from Selected Commercial Tubers Available in Australia.”International Food Research Journal : 16 : 507-520, 517

[2] Badan Pusat Statistik, Kabupaten Rokan Hilir. 2016. Kabupaten Rokan Hilir Dalam Angka. Katalog: 1102001.1409

[3] Fardiaz.1989. Mikrobiologi Pangan. IPB.Bogor.

[4] Ginting, E., dan Suprapto. 2005. Pemanfaatan Pati Ubijalar Sebagai Substitusi Terigu Pada Pembuatan Roti Manis. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pascapanen untuk Pengembangan Industri Berbasis Pertanian.

[5] Hendra, Muhammad. Dkk. 2014. Pengaruh variasi temperatur gelatinasi pati terhadap sifat kekuatan tarik dan pemanjangan pada saat putus bioplastik pati umbi talas. Seminar Sains dan Teknologi Universitas Muhammadiyah: Jakarta.

[6] Huang, A. dan Hollyer, J.R. 1995. Manufacturing of Acridity Free Raw Flour From Araceae Tubers.

(7)

[7] Jastra, Y., Edial A, Azman, Aswardi, dan K. Iswari. 1997. Penggunaan Tepung Komposit (Terigu, Ubikayu, dan Jagung) dalam Pembuatan Mie. Prosiding Seminar Teknologi Pangan. 1997: 428-437.

[8] KAY, D.E.Root Crops. London, TPI, 1973.

[9] Lopulalan, C. G. Ch., M. Mailoa, dan D. R. Sangadji. 2013. Kajian Formulasi Penambahan Tepung Ampas Tahu Terhadap Sifat Organoleptik Dan Kimia Cookies. Agritekno. 1 (1): 130-138. (2) : 3-10.

[10] Maulina , Fitri Dwi Aprilia, Dkk. 2012. Pengaruh kadar kalsium oksalat pada umbi talas menggunakan NaHCO3: sebagai bahan dasar tepung. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri (JKTI)

[11] Muchtadi, T dan Sugiyono. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. IPB-Press. Bogor.

[12] Sari, Diah Permata. 2014. Pembuatan plastik Biodegradble dari pati umbi keladi. Laporan Akhir. Politeknik Negeri Sriwijaya:Palembang.

[13] Sudarmadji, S; B. Haryono dan Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta

[14] Tekle, A. 2009. The Effect of Blend Proportion and Baking Condition on The Quality of Cookies Made from taro and Wheat Flour Blend. Thesis. Addis Ababa University. Ethiopia.

[15] Tinambunan, Nursalimah. Dkk. 2014. Pengaruh rasio tepung talas, pati talas, dan tepung terigu dengan penambahan CMC terhadap sifat kimia dan organoleptik mi instan. Jurnal Rekayasa Pangan dan pertanian Vol.2 No. 3. Universitas Sumatera Utara: Medan.

[16] Widowati, S. 2009. Tepung Aneka Umbi Sebuah Solusi Ketahanan Pangan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian dalam Tabloid Sinar Tani.

[17] Winarno, F.G. 2000. Potensi dan Peran Tepung-tepungan bagi Indsutri Pangan dan Program Perbaikan Gizi. Makalah pada Seminar Nasional Interaktif Penganekaragaman Makanan untuk Memantapkan Ketersediaan Pangan. Jakarta

[18] Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi: Edisi Terbaru. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Sudarmadji, S; B. Haryono dan Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.

Gambar

Gambar 1. Umbi Keladi Gambar 2. Tepung Keladi 1. Rendemen

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis data secara deskriptif menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada siswa kelas

Oleh sebab itu, peneliti tertarik ingin melakukan suatu penelitian tindakan sebagai upaya dalam melakukan perbaikan terhadap pembelajaran dengan judul “ Upaya

Pokok masalah adalah apakah yang menjadi faktor penyebab perceraian suami istri di desa Nalumsari? Bagaimana perilaku anak akibat perceraian di desa Nalumsari Jepara? Jenis

Pada bagian ini akan dijelaskan hasil jawaban responden yang meliputi variabel Persepsi penerima program, intervensi perangkat desa, dan variabel kinerja tenaga

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa kepuasan pasien rendah sebagian besar dilakukan dipersepsikan oleh responden bahwa penerapan budaya organisasi yang lemah

Telmatherina ladigesi Telmatherina obscura Telmatherina opudi Telmatherina sarasinorum Telmatherina wahjui Tominanga aurea Tominanga sanguicauda

Sesuai dengan kajian teori tentang pendapatan desa yang telah dijabarkan sebelumnya terhadap hasil penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan bahwa peran desa

Berdasarkan data yang diperoleh, total waktu yang dihabiskan oleh perawat Unit Pelayanan Intensif RS dr Oen Solo Baru dalam 7 shift adalah sebesar 3542 menit dengan waktu