1 Persepsi Petani Partisipatif Terhadap Karakteristik Inovasi dan Potensi Adopsi Paket Teknologi Produksi
Lipat Ganda Bawang Merah (Adhitya Marendra Kiloes, Puspitasari, dan Yudi Sastro)
PERSEPSI PETANI PARTISIPATIF TERHADAP KARAKTERISTIK INOVASI DAN POTENSI ADOPSI PAKET TEKNOLOGI PRODUKSI LIPAT GANDA BAWANG MERAH
Adhitya Marendra Kiloes, Puspitasari, dan Yudi Sastro Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura
Jl. Tentara Pelajar No. 3C, Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu, Bogor 16113 Email: adhityakiloes@pertanian.go.id
ABSTRACT
Perception of Participatory Farmers on Innovation Characteristics and Adoption Potential of Shallot’s Multiple Production Technology Package. Multiple productions (PROLIGA) of shallot technology is a shallot technology package that presented by Indonesian Center or Horticultural Research and Development, IAARD, Ministry of Agriculture. This technology contains some of the technology components that can increase the productivity of shallot from only 10 tonnes/ha becomes more. The purpose of this research is to identify the perception of participatory farmers about the innovation characteristics and adoption potential of each shallot’s PROLIGA technology components. A pilot of shallot’s PROLIGA technology has been done in Sukarami’s Agro Science Park, Solok Regency to provide a pilot about this technology to the farmers by involving 30 participatory farmers. Result from this research is almost all of the participatory farmers considered the shallot’s PROLIGA technology components have relative advantage, compatible, not complex, easy to observe, and easy to try except in True Seed of Shallot (TSS) technology component that becomes the technology that incompatible, very complex, and hard to try. Adoption potential of each technology components also high except in TSS technology components. It needs to consider the availability and easiness of the technology so it can be applicable.
Keywords:shallot, PROLIGA, innovation characteristics, adoption potential, participative farmers
ABSTRAK
Paket teknologi Produksi Lipat Ganda (PROLIGA) bawang merah merupakan paket teknologi budidaya bawang merah yang diperkenalkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian. Paket yang terdiri dari beberapa komponen teknologi ini mampu meningkatkan produktivitas bawang merah dari yang awalnya hanya 10 ton/ha menjadi lebih berlipat ganda. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi persepsi petani partisipatif terhadap karakteristik inovasi teknologi serta potensi adopsi dari masing-masing komponen teknologi PROLIGA bawang merah. Sebuah demplot teknologi PROLIGA bawang merah dilakukan di Taman Sains Pertanian (TSP) Sukarami, Kabupaten Solok untuk memberikan percontohan mengenai teknologi ini kepada para pengguna dengan melibatkan 30 orang petani partisipatif. Hasil dari penelitian ini adalah petani partisipatif menilai hampir seluruh komponen teknologi PROLIGA bawang merah memiliki keunggulan relatif, sesuai, tidak rumit, mudah untuk diamati, dan mudah untuk diuji coba kecuali pada komponen teknologi penggunaan True Seed of Shallot(TSS) yang dinilai oleh mayoritas petani sebagai komponen teknologi yang sangat tidak sesuai, sangat rumit, dan sangat sulit untuk diuji coba. Potensi adopsi komponen-komponen teknologi PROLIGA bawang merah juga tinggi kecuali pada komponen teknologi penggunaan TSS. Agar teknologi dapat diterima perlu diperhatikan ketersediaan teknologi dan kemudahan untuk diaplikasikan di lapangan..
PENDAHULUAN
Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional Indonesia. Kementerian Pertanian Republik Indonesia telah menempatkan bawang merah sebagai salah satu dari komoditas binaannya (Kementerian Pertanian, 2015). Selain itu kementerian lainnya juga ikut menangani permasalahan bawang merah sesuai tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Pada tahun 2015 Kementerian Perdagangan menerbitkan aturan harga acuan bagi beberapa komoditas pokok termasuk bawang merah (Hermanto, 2015; Nuryati & Farid, 2016). Penempatan bawang merah sebagai komoditas strategis dikarenakan produksinya menurun pada musim tertentu karena lahan sawah yang pada umumnya digunakan untuk menanam bawang merah digunakan untuk menanam padi (Purba, 2014).
Agar permasalahan pasokan pada saat
off-season tersebut teratasi, perlu dilakukan peningkatan produktivitas bawang merah di sentra produksi agar pasokan tetap terjaga. Azmi
et al., (2011) mengatakan bahwa potensi produktivitas optimum bawang merah dapat mencapai 12-15 ton/ha. Menurut Pranata & Umam (2015) selama ini produktivitas bawang merah nasional mencapai 9,84 ton per hektar. Angka produktivitas tersebut tentunya tergantung kepada kondisi lokasi dan iklim dimana budidaya bawang merah dilakukan.
Sudah banyak penelitian mengenai peningkatan produksi bawang merah yang hasilnya mampu meningkatkan produksi bawang merah dalam satu satuan lahan. Beberapa hasil penelitian tersebut apabila dirakit menjadi suatu paket teknologi dapat meningkatkan produksi bawang merah. Peningkatan produktivitas tanaman akan berdampak kepada peningkatan pendapatan petani akibat penerapan dari rakitan teknologi pertanian (Santosoet al,.2009; Manalu
et al.,2012; Simatupanget al.,2017). Salah satu inovasi yang dihasilkan oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hortikultura, Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian, melalui Balai Penelitian Tanaman Sayuran adalah paket teknologi Produksi Lipat Ganda (PROLIGA)
bawang merah. Paket teknologi ini
memungkinkan produksi bawang merah pada satu satuan luas meningkat dibandingkan produksi pada umumnya. Paket teknologi ini terdiri dari beberapa komponen teknologi yang dirakit menjadi satu paket yang diaplikasikan bersama-sama pada saat proses produksi berlangsung.
Komponen-komponen teknologi yang diterapkan pada paket teknologi PROLIGA bawang merah diantaranya penggunaan benih asal biji botani atauTrue Seed of Shallot (TSS), peningkatan populasi tanaman dengan peningkatan efisiensi lahan atau memperpendek jarak tanam, pengelolaan air dan hara, pengendalian hama terpadu, dan penerapan alat dan mesin pertanian (Suwandi & Hermanto, 2016). Beberapa hasil penelitian sebelumnya telah mendukung teknologi ini di antaranya penggunaan TSS dapat meningkatkan produksi dan pendapatan petani bawan merah (Basuki, 2009) sekaligus dapat lebih meningkatkan kuantitas dan kualitas umbi bawang merah dengan pengelolaan hara yang seimbang (Sumarni et al., 2012). Dari sisi komponen teknologi yang lain, penggunaan perangkap sex feromon(Haryati & Nurawan, 2009; Moekasanet al., 2013; Winarto et al., 2009) dan perangkap lampu (Nurjanani & Ramlan, 2008) dapat meminimalisir penggunaan sekaligus menghemat biaya penggunaan pestisida.
Paket teknologi PROLIGA bawang merah merupakan paket teknologi yang baru diperkenalkan kepada petani. Teknologi pertanian dapat diterima hanya apabila didorong oleh kebutuhan petani akan teknologi tersebut (Mannan & Nordin, 2014). Pada saat teknologi diperkenalkan perlu diidentifikasi apakah teknologi tersebut benar-benar sesuai dengan yang dibutuhkan petani sehingga proses adopsi dapat berjalan dengan lancar. Oleh karena itu perlu juga diperhatikan karakteristik dari inovasi
3 Persepsi Petani Partisipatif Terhadap Karakteristik Inovasi dan Potensi Adopsi Paket Teknologi Produksi
Lipat Ganda Bawang Merah (Adhitya Marendra Kiloes, Puspitasari, dan Yudi Sastro) teknologi yang diperkenalkan. Karakteristik
inovasi menggambarkan sifat suatu inovasi dilihat dari keunggulan relatif, kesesuaian, kerumitan, kemudahan untuk diamati, dan kemudahan untuk diuji coba (Rogers, 1995). Karakteristik inovasi juga dapat menggambarkan bagaimana adopsi dari suatu teknologi (Tully, 2015). Peran analisis karakteristik inovasi dalam manajemen teknologi pertanian, pengukurannya tergantung pada tujuannya. Ridwan et al.(2008) menggunakan karakteristik inovasi untuk
mengevaluasi teknologi yang telah
diperkenalkan. Farquharson et al. (2013) menggunakannya untuk menentukan insentif dari adopsi teknologi.
Karakteristik inovasi pada penelitian ini digunakan untuk mengukur persepsi petani dan potensi adopsi dari paket teknologi yang diperkenalkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi petani partisipatif terhadap teknologi PROLIGA yang diperkenalkan di Kabupaten Solok, Sumatera Barat, sekaligus mengidentifikasi potensi adopsi teknologi ini oleh petani. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan masukan baik untuk perbaikan komponen teknologi atau untuk menyesuaikan metode diseminasi teknologi yang dilakukan. Hipotesis dari penelitian ini adalah bahwa seluruh petani memiliki persepsi bahwa karakteristik inovasi yang diperkenalkan positif, serta potensi adopsi dari komponen-komponen teknologi yang diperkenalkan tinggi.
METODOLOGI
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dengan melibatkan 30 orang petani partisipatif. Sebuah demplot teknologi PROLIGA bawang merah seluas 1,5 hektar dilakukan di Taman Sains Pertanian (TSP) Sukarami, Solok, Sumatera Barat pada Bulan Agustus-Desember 2017. Pada demplot ini dilaksanakan percontohan penerapan komponen-komponen teknologi PROLIGA dalam budidaya bawang merah.
Komponen-komponen teknologi tersebut di antaranya penggunaan TSS sebagai sumber benih, peningkatan populasi tanaman, memperlebar bedengan/memperkecil parit, penggunaan decomposer, aplikasi pupuk anorganik berimbang, penyiraman secara berkala, penggunaan perangkap lampu, penggunaan sex feromon, dan manajemen penyemprotan pestisida. Karena keterbatasan yang ada di lapangan, maka penggunaan komponen teknologi Alat Mesin Pertanian (Alsintan) baik untuk pengolahan lahan maupun untuk pemeliharaan tidak digunakan dalam demplot ini.
Data yang dikumpulkan berupa data primer yang berupa persepsi petani partisipatif mengenai karakteristik inovasi dan potensi adopsi teknologi PROLIGA bawang merah, yang dinilai dari tiap-tiap komponen teknologi. Pengumpulan data persepsi petani sendiri dikumpulkan pada Bulan Desember 2017 melalui penyebaran kuesioner yang mengambil data berupa keragaan responden, persepsi terhadap karakteristik inovasi, dan persepsi terhadap potensi adopsi setelah petani melihat hasil dan dapat membandingkan antara teknologi PROLIGA bawang merah dan cara budidaya bawang merah yang pada umumnya dilakukan.
Peubah-peubah yang diamati dalam penelitian ini berupa persepsi petani terhadap karakteristik inovasi serta potensi adopsi komponen-komponen teknologi PROLIGA bawang merah. Persepsi petani mengenai karakteristik inovasi yang diukur berupa keunggulan relatif, kesesuaian, kerumitan, kemudahan untuk diamati, dan kemudahan untuk diuji coba.
Keunggulan relatif (relative advantage) merupakan karakteristik yang menunjukkan sejauh mana inovasi dapat memberikan keuntungan bagi penggunanya. Kesesuaian (compatibility) menggambarkan seberapa sesuai suatu inovasi dibandingkan dengan pengalaman
dan kebutuhan pengguna. Kerumitan
(complexity) mencerminkan karakteristik inovasi terkait tingkat kesulitan suatu inovasi agar dapat
dimengerti dan diterima pengguna. Kemudahan untuk diamati (observability) merupakan karakteristik inovasi yang menggambarkan dapat atau tidaknya suatu inovasi untuk diamati sebelum digunakan oleh pengguna. Kemudahan untuk diuji coba (triability) menjelaskan dapat atau tidaknya suatu inovasi untuk dicoba oleh pengguna (Rogers, 1995).
Persepsi petani terhadap karakteristik inovasi diukur sebelum petani menerapkan, sehingga dapat diketahui komponen teknologi mana yang perlu diperbaiki baik dari segi teknis maupun metode diseminasinya. Penentuan skala dalam penilaian karakteristik inovasi oleh responden petani menggunakan skala Likert 1-4 dengan menyesuaikan keterangan skala dengan karakteristik inovasi yang akan diukur (Ridwanet al., 2008).
Skala pengukuran sifat inovasi dijelaskan pada Tabel 1. Data yang terkumpul diolah dalam bentuk persentase sehingga dapat diketahui karakteristik yang paling dominan dari masing-masing komponen teknologi baik itu dari keunggulan relatif, kesesuaian, kerumitan, kemudahan untuk diamati, dan kemudahan untuk diuji coba.
Pengukuran persepsi petani terhadap potensi adopsi dari teknologi PROLIGA bawang merah dilakukan menggunakan pengukuran skala 1-7. Skala 1 adalah keinginan petani yang paling rendah untuk mengadopsi komponen suatu teknologi, 7 untuk keinginan petani yang paling tinggi, dan nilai tengah dari skala potensi adopsi adalah 4.
Jawaban kemudian diolah menggunakan statistik deskriptif sehingga diketahui persentase jawaban dari masing-masing skala potensi adopsi pada masing-masing komponen teknologi. Nilai persentase dari tiap skala yang ada di bawah dan di atas nilai tengah masing-masing dijumlahkan, sehingga diperoleh gambaran potensi adopsi dari tiap-tiap komponen teknologi. Apabila jumlah persentase yang berada di atas titik tengah lebih tinggi dibandingkan dengan yang di bawah titik tengah menandakan bahwa potensi adopsi dari
komponen teknologi tersebut adalah tinggi. Sebaliknya apabila jumlah persentase yang berada di bawah titik tengah lebih tinggi
dibandingkan dengan yang di atas titik tengah menandakan bahwa potensi adopsi dari komponen teknologi tersebut adalah rendah.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Responden Petani Partisipatif
Pada penelitian ini dilibatkan 30 orang petani partisipatif yang sehari-harinya menanam bawang merah di Kabupaten Solok. Petani yang terlibat dalam penelitian ini paling banyak berusia di antara 30-39 tahun yaitu sekitar 36,67% diikuti dengan petani yang berusia 40-49 tahun, ≥50 tahun, dan 20-29 tahun masing-masing sebesar 33,33%; 20%; dan 10%. Pengalaman usahatani bawang merah paling banyak 10-19 tahun yaitu 63,33%, disusul dengan pengalaman usahatani bawang merah Tabel 1. Skala pengukuran karakteristik inovasi teknologi
PROLIGA bawang merah Karaktersitik
inovasi Skala Penjelasan
Keunggulan relatif 1 Sangat tidak menguntungkan 2 Tidak menguntungkan 3 Menguntungkan 4 Sangat menguntungkan Kesesuaian 1 Sangat tidak sesuai
2 Tidak sesuai 3 Sesuai 4 Sangat sesuai Tingkat kerumitan 1 Sangat rumit 2 Rumit 3 Tidak rumit 4 Sangat tidak rumit Kemudahan
untuk diamati
1 Sangat sulit diamati 2 Sulit diamati 3 Mudah diamati 4 Sangat mudah diamati Kemudahan
untuk diuji coba
1 Sangat sulit dicoba 2 Sulit dicoba 3 Mudah dicoba 4 Sangat mudah dicoba Sumber :
5 Persepsi Petani Partisipatif Terhadap Karakteristik Inovasi dan Potensi Adopsi Paket Teknologi Produksi
Lipat Ganda Bawang Merah (Adhitya Marendra Kiloes, Puspitasari, dan Yudi Sastro)
Tabel 2. Keragaan petani partisipatif berdasarkan usia, pengalaman usahatani, dan pendidikan
No. Keragaan responden Jumlah Persentase (%)
1 Usia (tahun)
20-29 3 10,00
30-39 11 36,67
40-49 10 33,33
≥ 50 6 20,00
2 Pengalaman usahatani bawang merah (tahun)
< 10 3 10,00 10-19 19 63,33 20-29 8 26,67 3 Pendidikan SD 2 6,67 SMP 6 20,00 SMA 13 43,33 D3/Akademi 5 16,67 S1 4 13,33
Sumber: Data primer diolah, 2017
selama 20-29 tahun dan < 10 tahun masing-masing 26,67 dan 10%. Pendidikan petani partisipatif paling banyak adalah SMA yaitu sebesar 43,33%, diikuti SMP, D3/Akademi, S1, dan SD masing-masing sebesar 20; 16,67; 13,33; dan 6,67% (Tabel 2).
Theresiaet al.(2016) mengatakan bahwa karakteristik dari seseorang seperti usia, tingkat pendidikan, dan pengalaman usahatani berpengaruh terhadap keterampilan sesorang dalam mengelola usahatani. Karakteristik usia, tingkat pendidikan, dan pengalaman petani partisipatif dianggap mampu untuk menilai karakteristik inovasi teknologi PROIGA bawang merah yang diperkenalkan.
Persepsi Petani Partisipatif Terhadap Teknologi PROLIGA Bawang Merah
Komponen-komponen teknologi
PROLIGA bawang merah diperkenalkan pada demplot yang dilakukan di TSP Sukarami, Solok Sumatera Barat. Beberapa dari komponen teknologi ini sama sekali berbeda dengan yang pada umumnya dilakukan oleh petani dan beberapa lainnya sudah umum dilakukan oleh petani.
Komponen teknologi seperti penggunaan pupuk organik dan penyemprotan pestisida merupakan komponen teknologi yang umum dilakukan oleh petani, meskipun caranya agak sedikit berbeda dengan yang dilakukan pada demplot. Perbedaan paling mendasar adalah penggunaan TSS sebagai benih sedangkan pada sentra produksi bawang merah Kabupaten Solok petani pada umumnya menggunakan benih umbi. Penggunaan TSS sebagai benih menggunakan teknik persemaian sehingga menghasilkan
seedling. Selain seedling ada cara lain untuk memproduksi bawang merah menggunakan benih asal TSS yaitu menggunakan metode tanam langsung dan pembentukan umbi mini (Sumarni
et al., 2012). Namun penggunaan seedling lebih dipilih karena benih yang akan dihasilkan akan lebih kuat dibandingkan metode yang lainnya. Komponen teknologi peningkatan populasi, memperlebar bedengan, penyiraman, dan penggunaan perangkap merupakan teknologi yang belum pernah dilakukan sama sekali.
Karakteristik inovasi yang berupa keunggulan relatif merupakan pengukuran yang menerminkan bagaimana suatu inovasi dianggap menguntungkan bagi penggunanaya baik dari
Tabel 3. Perbandingan komponen teknologi PROLIGA bawang merah dan budidaya bawang merah yang umum dilakukan oleh petani
Komponen teknologi Paket teknologi
PROLIGA Petani
Benih Seedlingasal TSS Umbi
Populasi 600.000 tanaman/ha 250.000 tanaman/ha
Lebar bedengan 1,2 meter 1 meter
Decomposer Ya Tidak
Pupuk anorganik Berimbang Seadanya
Penyiraman Ya Tidak
Penggunaan perangkap 1. Lampu Tidak
2. Sex feromon Manajemen penyemprotan pestisida
berdasarkan bahan aktif
Ya Tidak
Hasil keringeskip(ton/ha) 23,26* 11,83**
Keterangan:
* Hasil rata-rata produksi varietas bima (22,71 ton/ha) dan varietas trisula (23,76 ton/ha) ** Hasil baseline survey rata-rata produksi 30 orang responden petani di Kabupaten Solok segi ekonomi, finansial maupun hal lainnya.
Dilihat dari segi hasil, demplot teknologi PROLIGA memberikan hasil lebih besar dibandingkan teknologi eksisting petani. Selain hasil proses dari teknologi tersebut juga dinilai
oleh petani, sehingga diperoleh hasil dari karakteristik inovasi keunggulan relatif dari tiap-tiap komponen teknologi PROLIGA bawang merah seperti yang terlihat pada Tabel 3.
Berdasarkan penilaian petani terhadap karakteristik inovasi keunggulan relatif dari teknologi PROLIGA bawang merah, mayoritas petani partisipatif menilai seluruh komponen teknologi menguntungkan. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh komponen teknologi PROLIGA bawang merah dapat diterima oleh petani
partisipatif dari segi keunggulan relatif. Meskipun jika dilihat dari hasil keseluruhan, komponen teknologi penggunaan TSS dan penyiraman masih ada masing-masing 12,5 dan 20,83% petani menyatakan kedua komponen
teknologi tersebut sangat tidak menguntungkan (Tabel 4).
Namun demikian, mayoritas petani masih menganggap penggunaan TSS dan penyiraman secara berkala sebagai komponen teknologi yang menguntungkan karena memahami bahwa penggunaan TSS akan mengakibatkan biaya produksi berkurang jika dibandingkan membeli umbi sebagai benih, serta penyiraman yang sangat berguna untuk pertumbuhan tanaman.
7 Persepsi Petani Partisipatif Terhadap Karakteristik Inovasi dan Potensi Adopsi Paket Teknologi Produksi
Lipat Ganda Bawang Merah (Adhitya Marendra Kiloes, Puspitasari, dan Yudi Sastro)
Tabel 4. Persepsi petani partisipatif terhadap komponen-komponen teknologi PROLIGA bawang merah dilihat dari karakteristik inovasi keunggulan relatif
No Komponen teknologi PROLIGA bawang merah Sangat tidak menguntungkan (%) Tidak menguntungkan (%) Menguntungkan (%) Sangat menguntungkan (%) 1 Penggunaan TSS 12,50 8,33 45,83 33,33 2 Peningkatan populasi 4,17 4,17 54,17 37,50 3 Memperlebar bedengan/memperkecil parit 4,17 8,33 70,83 16,67 4 Menggunakan decomposer/pupuk hayati 8,33 4,17 54,17 33,33 5 Pupuk anorganik berimbang 4,17 0,00 54,17 41,67 6 Penyiraman secara berkala 20,83 8,33 54,17 16,67 7 Penggunaan perangkap lampu 4,17 0,00 70,83 25,00 8 Penggunaansex feromon 4,17 0,00 75,00 20,83 9 Manajemen penyemprotan pestisida berdasarkan bahan aktif
8,33 12,50 54,17 25,00
Sumber: Data primer diolah, 2017
Tabel 5. Persepsi petani partisipatif terhadap komponen-komponen teknologi PROLIGA bawang merah dilihat dari karakteristik inovasi kesesuaian
No Komponen teknologi PROLIGA bawang merah
Sangat tidak sesuai (%)
Tidak sesuai (%) Sesuai (%) Sangat sesuai (%)
1 Penggunaan TSS 33,33 33,33 16,67 16,67 2 Peningkatan populasi 0,00 12,50 58,33 29,17 3 Memperlebar bedengan/memperkecil parit 0,00 25,00 66,67 8,33 4 Menggunakan decomposer/pupuk hayati 12,50 37,50 25,00 25,00
5 Pupuk anorganik berimbang 0,00 0,00 58,33 41,67
6 Penyiraman secara berkala 4,17 12,50 66,67 16,67
7 Penggunaan perangkap lampu
4,17 12,50 45,83 37,50
8 Penggunaansex feromon 4,17 4,17 70,83 20,83
9 Manajemen penyemprotan pertisida berdasarkan bahan aktif
8,33 12,50 54,17 25,00
Sumber: Data primer diolah, 2017
Berdasarkan penilaian petani terhadap karakteristik inovasi kesesuaian dari teknologi PROLIGA bawang merah, mayoritas petani partisipatif menilai seluruh komponen teknologi sesuai dengan yang pada umumnya dilakukan, kecuali pada komponen teknologi penggunaan benih TSS dan penggunaan decomposer. Hal ini sesuai dengan kebiasaan yang dilakukan oleh petani bawang merah di sentra produksi Kabupaten Solok yang pada umumnya menanam benih umbi. Selain itu penggunaan TSS juga belum umum digunakan di sentra produksi
tersebut, sehingga banyak petani yang belum mengenal teknologi perbenihan bawang merah menggunakan TSS. Penggunaandecomposeratau pupuk hayati juga selama ini belum dikenal oleh petani bawang merah di Kabupaten Solok. Selama ini petani bawang merah di Kabupaten Solok telah menggunakan pupuk organik berupa pupuk kandang sapi atau kambing tanpa ada penambahandecomposeratau pupuk hayati.
Berdasarkan penilaian petani terhadap karakteristik inovasi kerumitan dari teknologi
Tabel 6. Persepsi petani partisipatif terhadap komponen-komponen teknologi PROLIGA bawang merah dilihat dari karakteristik inovasi kerumitan
No Komponen teknologi PROLIGA bawang merah
Sangat rumit (%) Rumit (%) Tidak rumit (%) Sangat tidak rumit (%) 1 Penggunaan TSS 33,33 41,67 25,00 0,00 2 Peningkatan populasi 0,00 16,67 79,17 4,17 3 Memperlebar bedengan/memperkecil parit 0,00 16,67 75,00 8,33 4 Menggunakan decomposer/pupuk hayati 0,00 16,67 66,67 16,67
5 Pupuk anorganik berimbang 0,00 4,17 83,33 12,50
6 Penyiraman secara berkala 4,17 25,00 66,67 4,17
7 Penggunaan perangkap lampu
4,17 29,17 41,67 25,00
8 Penggunaansex feromon 0,00 8,33 70,83 20,83
9 Manajemen penyemprotan pestisida berdasarkan bahan aktif
33,33 16,67 37,50 12,50
Sumber: Data primer diolah, 2017
Tabel 7. Persepsi petani partisipatif terhadap komponen-komponen teknologi PROLIGA bawang merah dilihat dari karakteristik inovasi kemudahan untuk diamati
No Komponen teknologi PROLIGA bawang merah
Sangat sulit diamati (%)
Sulit diamati (%) Mudah diamati (%) Sangat mudah diamati (%) 1 Penggunaan TSS 12,50 12,50 54,17 20,83 2 Peningkatan populasi 0,00 0,00 95,83 4,17 3 Memperlebar bedengan/memperkecil parit 0,00 12,50 75,00 12,50 4 Menggunakan decomposer/pupuk hayati 0,00 8,33 79,17 12,50
5 Pupuk anorganik berimbang 0,00 0,00 95,83 4,17
6 Penyiraman secara berkala 0,00 8,33 87,50 4,17
7 Penggunaan perangkap lampu
0,00 0,00 75,00 25,00
8 Penggunaansex feromon 0,00 0,00 79,17 20,83
9 Manajemen penyemprotan pestisida berdasarkan bahan aktif
4,17 12,50 62,50 20,83
Sumber: Data primer diolah, 2017
PROLIGA bawang merah, mayoritas petani partisipatif menilai seluruh komponen teknologi tidak rumit kecuali pada komponen teknologi penggunaan benih TSS. Petani partisipatif yang terlibat dalam demplot teknologi PROLIGA bawang merah ini terbiasa menanam benih umbi
dalam budidaya bawang merah yang
dilakukannya. Penggunaan TSS menurut para petani partisipatif sangat rumit karena sebelum
tanam harus dilakukan terlebih dahulu persemaian sehingga mendapatkanseedlingyang siap tanam. Hal ini dinilai akan membutuhkan tambahan waktu, biaya, dan tenaga. (Suwandi & Hermanto, 2016) menyatakan bahwa persemaian dilakukan selama 40-45 hari, sejalan dengan percobaan yang dilakukan oleh Basuki (2009).
Selain itu sebanyak 33,33% responden petani partisipatif menilai bahwa komponen
9 Persepsi Petani Partisipatif Terhadap Karakteristik Inovasi dan Potensi Adopsi Paket Teknologi Produksi
Lipat Ganda Bawang Merah (Adhitya Marendra Kiloes, Puspitasari, dan Yudi Sastro)
Tabel 8. Persepsi petani partisipatif terhadap komponen-komponen teknologi PROLIGA bawang merah dilihat dari karakteristik inovasi kemudahan untuk diuji coba
No Komponen teknologi PROLIGA bawang merah
Sangat sulit diuji coba (%)
Sulit diuji coba (%) Mudah diuji coba (%)
Sangat mudah diuji coba (%) 1 Penggunaan TSS 37,50 12,50 33,33 16,67 2 Peningkatan populasi 0,00 20,83 75,00 4,17 3 Memperlebar bedengan/memperkecil parit 0,00 4,17 83,33 12,50 4 Menggunakan decomposer/pupuk hayati 0,00 13,04 69,57 17,39
5 Pupuk anorganik berimbang 0,00 8,33 79,17 12,50
6 Penyiraman secara berkala 0,00 16,67 62,50 20,83
7 Penggunaan perangkap lampu
0,00 8,33 62,50 29,17
8 Penggunaansex feromon 0,00 4,17 75,00 20,83
9 Manajemen penyemprotan pestisida berdasarkan bahan aktif
0,00 16,67 66,67 16,67
Sumber: Data primer diolah, 2017
teknologi manajemen penyemprotan pestisida berdasarkan bahan aktif sangat rumit, meskipun mayoritas petani yaitu 37,50% menyatakan manajemen penyemprotan pestisida berdasarkan bahan aktif tidak rumit. Hal ini disebabkan petani bawang merah di Kabupaten Solok sudah terbiasa mencampur beberapa macam pestisida dalam satu kali penyemprotan. Diperlukan edukasi lebih untuk mengubah kebiasaan petani tersebut yang akan berdampak kepada efisiensi teknis dan biaya serta kelestarian agroekosistem di sentra produksi (Tabel 6).
Berdasarkan penilaian petani terhadap karakteristik inovasi kemudahan untuk diamati dari teknologi PROLIGA bawang merah, mayoritas petani partisipatif menilai seluruh komponen mudah untuk diamati. Hal ini berarti seluruh komponen teknologi mudah untuk dimengerti oleh petani partisipatif sebelum akhirnya petani memutuskan untuk mengadopsi teknologi tersebut atau tidak (Tabel 7).
Berdasarkan penilaian petani terhadap karakteristik inovasi kemudahan untuk diuji coba dari teknologi PROLIGA bawang merah, mayoritas petani partisipatif menilai seluruh komponen teknologi mudah untuk diuji coba kecuali pada komponen teknologi penggunaan benih TSS. Hal ini berarti petani sanggup untuk melakukan teknologi tersebut sendiri pada usahatani yang dilakukannya. Hanya saja petani masih enggan untuk mencoba menanam bawang merah asal TSS karena sangat sulit untuk diuji
coba. Seperti yang dikatakan oleh Sopha & Basuki (2010), penggunaan TSS sebagai benih memiliki kelemahan yaitu benih harus disemaikan terlebih dahulu dan umur tanamannya lebih lama (Tabel 8).
Potensi Adopsi Komponen-Komponen Teknologi PROLIGA
Berdasarkan penilaian persepsi petani terhadap kemungkinan petani untuk mengadopsi masing-masing komponen teknologi PROLIGA bawang merah, dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan TSS memiliki potensi adopsi rendah. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran persepsi petani mengenai komponen teknologi tersebut, yaitu sebanyak 54,17% petani memiliki persepsi bahwa keinginan untuk mengadopsi teknologi tersebut lebih rendah dari titik tengah potensi adopsi. Hal yang berbeda dapat ditemui pada komponen teknologi yang lainnya dimana hampir seluruhnya memiliki potensi adopsi tinggi.
Pada komponen teknologi peningkatan
populasi tanaman, memperlebar
bedengan/memperkecil parit, menggunakan
decomposer/pupuk hayati, pupuk anorganik berimbang, penyiraman secara berkala, penggunaan perangkap lampu, penggunaan perangkap sex feromon, dan manajemen penyemprotan pestisida berdasarkan bahan aktif memiliki potensi adopsi yang tinggi. Bahkan pada komponen teknologi penggunaan pupuk anorganik berimbang dan penerapan strategi penggunaan pestisida tidak ada petani yang
Tabel 9. Potensi adopsi komponen-komponen teknologi PROLIGA bawang merah berdasarkan persepsi petani (%)
No Komponen Teknologi Potensi Adopsi
1 2 3 4 5 6 7
1 Penggunaan TSS 0,00 25,00 29,17 12,50 20,83 8,33 4,17
2 Peningkatan populasi 0,00 0,00 4,17 25,00 25,00 41,67 4,17
3 Memperlebar bedengan/memperkecil parit 0,00 0,00 8,70 21,74 26,09 34,78 8,70 4 Menggunakandecomposer/pupuk hayati 0,00 0,00 16,67 12,50 41,67 16,67 12,50
5 Pupuk anorganik berimbang 0,00 0,00 0,00 12,50 50,00 16,67 20,83
6 Penyiraman secara berkala 0,00 8,33 16,67 4,17 37,50 29,17 4,17
7 Penggunaan perangkap lampu 4,17 4,17 16,67 8,33 29,17 29,17 8,33
8 Penggunaansex feromon 0,00 0,00 25,00 12,50 8,33 29,17 25,00
9 Manajemen penyemprotan pestisida berdasarkan bahan aktif
0,00 0,00 8,33 20,83 25,00 25,00 20,83 Sumber: Data primer diolah, 2017
menilai komponen teknologi tersebut rendah dalam hal persepsinya untuk mengadopsi komponen teknologi tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa komponen-komponen teknologi PROLIGA bawang merah ini ke depannya dapat diterima oleh petani. Hanya saja beberapa penyesuaian perlu dilakukan agar teknologi ini dapat diadopsi dengan baik (Tabel 9).
Komponen teknologi peningkatan populasi tanam perlu penyesuaian untuk digunakan di sentra produksi bawang merah
Kabupaten Solok. Petani umumnya
menggunakan mulsa plastik hitam perak dengan jarak antar lubang 20 x 20 cm dengan menggunakan mesin cetakan yang tersedia di toko-toko saprotan atau jasa pelubang mulsa yang ada di sentra produksi tersebut. Untuk dapat menerapkan teknologi peningkatan populasi tanaman dengan jarak tanam lebih rapat, perlu penyesuaian pada mesin cetakan agar dapat melubangi mulsa plastik dengan jarak antar lubang tanam yang lebih rapat.
Beberapa komponen teknologi
PROLIGA bawang merah seperti sex feromon
dan perangkap lampu merupakan teknologi yang sama sekali baru di sentra produksi bawang merah Kabupaten Solok. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan sebelumnya, petani bawang merah di sentra produksi bawang merah Kabupaten Solok belum sama sekali mengenal
penggunaan perangkap hama sepertisex feromon
dan perangkap lampu. Teknologi ini dapat meminimalisir penggunaan insektisida pada budidaya bawang merah (Haryati & Nurawan, 2009; Moekasan et al., 2013; Winarto et al.,
2009; Nurjanani & Ramlan, 2008).
Jika dilihat dari karakteristik inovasi, penggunaan sex feromon dan perangkap lampu merupakan inovasi yang menguntungkan, sesuai, tidak rumit, mudah diamati, mudah diuji coba, dan memiliki potensi adopsi tinggi. Dengan demikian, harus diperhatikan ketersediaan dari teknologi tersebut di pasar, karena ketersediaan dari teknologi dapat juga mempengaruhi adopsi dari teknologi yang dimaksud (Foster & Rosenzweig, 2010). Apabila teknologi yang memiliki tingkat adopsi tinggi tersebut tidak tersedia di pasar, maka adopsi teknologi oleh petani tidak akan terealisasi. Di antara dua komponen teknologi tersebut, potensi adopsi penggunaan perangkap lampu lebih tinggi dibandingkan penggunaan sex feromon. Untuk itu, prioritas penyediaan teknologi harus disesuaikan dengan hasil tersebut yaitu untuk penyediaan perangkap lampu dengan harga terjangkau.
Komponen teknologi penggunaan TSS masih rendah potensi adopsinya sehingga perlu dipikirkan alternatif penggunaan TSS. Perlu dipikirkan cara meningkatkan potensi adopsi penggunaan benih asal TSS. Salah satu peluang
11 Persepsi Petani Partisipatif Terhadap Karakteristik Inovasi dan Potensi Adopsi Paket Teknologi Produksi
Lipat Ganda Bawang Merah (Adhitya Marendra Kiloes, Puspitasari, dan Yudi Sastro) untuk meningkatkan potensi adopsi komponen
teknologi tersebut adalah menggunakan alat mesin pertanian berupatransplanterdariseedling
asal TSS. Penggunaan transplanter akan lebih menghemat biaya terutama untuk tenaga kerja (Turbatmath et al., 2011), karena umumnya tenaga kerja merupakan komponen biaya produksi terbesar pada budidaya bawang merah (Nurasa & Darwis, 2007). Selain itu terdapat peluang usaha baru untuk memproduksi seedling
bawang merah, dengan skema seperti tersebut maka akan ada pemisahan antara produksi benih bawang merah dan bawang merah untuk konsumsi.
KESIMPULAN Kesimpulan
Petani partisipatif yang terlibat dalam demplot teknologi PROLIGA bawang merah memiliki persepsi yang positif terhadap inovasi dari komponen-komponen teknologi PROLIGA baik dari sisi keuntungan relatif, kesesuaian, kerumitan, kemudahan untuk diamati, dan kemudahan untuk dicoba. Namun komponen teknologi penggunaan benih asal TSS mayoritas dinilai oleh responden memiliki karakter sangat tidak sesuai, tidak sesuai, rumit, dan sangat sulit untuk diuji coba, serta pada komponen penggunaan dekomposer/pupuk hayati yang mayoritas responden menyatakan bahwa komponen teknologi tersebut tidak sesuai dengan yang biasa dilakukan.
Potensi adopsi dari seluruh komponen teknologi PROLIGA bawang merah dinilai tinggi kecuali pada komponen teknologi penggunaan benih asal TSS yang memiliki potensi adopsi yang rendah.
Saran
Untuk meningkatkan potensi adopsi komponen teknologi penggunaan benih bawang merah TSS, maka diperlukan analisis kelembagaan penyediaan benih asal TSS dan
perakitan prototipe alsintan untuk menanam
seedlingbawang merah asal TSS.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung tulisan ini terutama peneliti dan teknisi dari Puslitbang Hortikultura, Balitsa dan BPTP Sumatera Barat, serta Dinas Pertanian Kabupaten Solok yang telah membantu terlaksananya pengukuran persepsi petani partisipatif pada demplot ini.
DAFTAR PUSTAKA
Azmi, C., I.M. Hidayat, dan G. Wiguna. 2011. Pengaruh varietas dan ukuran umbi terhadap produktivitas bawang merah, J. Hortikultura, 21(3): 206 – 213.
Basuki, R.S. 2009. Analisis kelayakan teknis dan ekonomis teknologi budidaya bawang merah dengan benih biji botani dan benih umbi tradisional. J. Hortikultura, 19(2): 214 – 227.
Farquharson, R.J, R.J. Martin, B. Mccorkell, dan J.F. Scott. 2013. Characteristics of an agricultural innovation and incentives for adoption: rhizobium in Cambodia’, International Journal of Environmental and Rural Development, 4(2): 44 – 49. Foster, A.D dan M.R. Rosenzweig. 2010.
Microeconomics of technology adoption. Annual Review of Economics, 2 (1): 395 – 424.
Haryati, Y. dan A. Nurawan. 2009. Peluang pengembangan feromon seks dalam
pengendalian hama ulat bawang
(Spodotera exigua) pada bawang merah’, Jurnal Litbang Pertanian, 28(2): 72 – 80. Hermanto. 2015. Stabilisasi harga pangan pokok
nasional.Dalam Pembangunan pertanian berbasis ekoregion. IAARD Press. Jakarta.
Kementerian Pertanian. 2015. Outlook komoditas pertanian sub sektor hortikultura (bawang merah). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. Kementerian Pertanian. Manalu, F., K.K. Dinata, dan G.M Adnyana.
Pengujian paket teknologi budidaya padi
(Oryza sativa L.)’. E-Jurnal
Agroekoteknologi Tropika, 1(2): 92 – 97. Mannan, S. dan S. Nordin. 2014. The influence of innovation attributes on new technologies adoption by paddy farmers. International Review of Management and Business Research, 3(3): 1379 – 1384. Moekasan, T.K., W. Setiawati, F. Hasan, R.
Runa, dan A. Somantri. 2013. Penetapan ambang pengendalian Spodoptera exigua
pada tanaman bawang merah
menggunakan feromonoid seks. J. Hort, 23(1): 80 – 90.
Nurasa, T. dan V. Darwis. 2007. Analisis Usahatani dan keragaan marjin pemasaran bawang merah di Kabupaten Brebes. Akta Agrosia, 10(1): 40 – 48. Nurjanani dan Ramlan. 2008. Pengendalian hama
Spodoptera exigua Hbn. untuk
meningkatkan produktivitas bawang merah pada lahan sawah tadah hujan di Jeneponto, Sulawesi Selatan. Jurnal
Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian, 11(2): 164 – 170. Nuryati, Y. dan M. Farid. 2016. Analisis
penetapan kebijakan harga barang kebutuhan pokok. Dalam Prosiding
Seminar Nasional Pembangunan
Pertanian 2016. p. 193–199.
Pranata, A. dan A.T. Umam. 2015. Pengaruh harga bawang merah terhadap produksi bawang merah di Jawa Tengah. Jejak, 8(1): 36 – 44.
Purba, R. 2014. Produksi dan keuntungan usahatani empat varietas bawang merah di luar musim (off-season) di Kabupaten Serang, Banten. Agriekonomika, 3(1): 55 – 64.
Ridwan, H.K., A. Ruswandi, Winarno, A. Muharam, dan Hardiyanto. 2008. Sifat inovasi dan aplikasi teknologi pengelolaan terpadu kebun jeruk sehat dalam pengembangan agribisnis jeruk di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat’, Jurnal Hortikultura, 18(4): 477 – 490. Rogers, E. 1995. Diffusion of innovations. The
Free Press, New York.
Santoso, P., Yuniarti, S. Purnomo, dan Subandi. 2009. Pengkajian rakitan teknologi
budidaya kentang dan strategi
pengembangannya: studi kasus di wilayah prima tani lahan kering dataran tinggi Kabupaten Magetan. Jurnal
Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian, 12(2): 1 – 21. Simatupang, S., T. Sipahutar, dan A.N. Sutanto.
2017. Kajian usahatani bawang merah dengan paket teknologiGood Agriculture Practices. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 20(1): 13 – 24.
Sopha, G.A. dan R.S. Basuki. 2010. Pengaruh komposisi media semai lokal terhadap pertumbuhan bibit bawang merah asal biji (True Shallot Seeds) di Brebes. Bionatura, 12(1): 1 – 4.
Sumarni, N., R. Rosliani, dan Suwandi. 2012. Optimasi jarak tanam dan dosis pupuk npk untuk produksi bawang merah dari benih umbi mini di dataran tinggi. J. Hort, 22(2): 148 – 155.
Sumarni, N. G. Sopha, dan R. Gaswanto. 2012. Respons tanaman bawang merah asal biji
True Shallot Seeds terhadap kerapatan
tanaman pada musim hujan. J.
13 Persepsi Petani Partisipatif Terhadap Karakteristik Inovasi dan Potensi Adopsi Paket Teknologi Produksi
Lipat Ganda Bawang Merah (Adhitya Marendra Kiloes, Puspitasari, dan Yudi Sastro) Suwandi dan C. Hermanto. 2016. Petunjuk teknis
PROLIGA (Produksi Lipat Ganda) bawang merah asal TSS. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Litbang Pertanian. Kementerian Pertanian.
Theresia, V., A. Fariyanti, dan N. Tinaprilla. 2016. Pengambilan keputusan petani terhadap penggunaan benih bawang merah lokal dan impor di Cirebon, Jawa
Barat. AGRARIS: Journal of
Agribusiness and Rural Development Research, 2(1): 50 – 60.
Tully, M. 2015. Investigating the role of innovation attributes in the adoption, rejection, and discontinued use of open source software for development. Information Technology & International Development, 11(3): 55 – 69.
Turbatmath, P.A., Y.C. Bhatt, dan P.B. Kadam. 2011. Development and field evaluation of tractor operated onion transplanter’, International Journal of Agricultural Engineering, 4(1): 52 – 55.
Winarto, L., M. Yufdy, dan L. Haloho. 2009. Kajian paket teknologi bawang merah di Haranggaol Sumatera Utara. Jurnal
Pengkajian dan Pengembangan