• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4. 1 Letak dan Luas Kawasan

Taman Nasional Gunung Halimun berdasarkan SK Menhut No.175/Kpts-II/2003 diperluas menjadi 113.357 hektar dengan nama Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) yang sebagian berasal dari kawasan Hutan Lindung dan HPT Perhutani. TNGHS secara goegrafis terletak diantara 6°37’ – 6° 51’LS 106°21’ – 106°38’ BT bagian barat daya Propinsi Jawa Barat. TNGHS termasuk ke dalam tiga wilayah kabupaten, yaitu Bogor, Sukabumi, dan Lebak. Meliputi 13 kecamatan dan 46 desa.

4. 2 Keadaan Kawasan 4. 2. 1 Kondisi Fisik

Iklim TNGHS menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson termasuk ke dalam golongan iklim A dengan nilai Q (persentase jumlah rata-rata bulan kering per bulan basah) antar 5% hingga 9%. Angin musim yang bertiup di TNGHS meliputi pola iklim muson, artinya selam musim hujan terutama pada bulan Desember sampai Maret angin kencang bertiup dari barat daya. Sementara itu pada musim kemarau, angin bertiup pada kecepatan rendah bertiup dari arah timur laut. Rata-rata curah hujan tahunan berkisar antara 4.000 mm hinggga 5.000 mm. Di musim hujan bulan-bulan kering berlangsung dari bulan Juni hingga bulan agustus di bagian utara dan dari bulan Juni hingga bulan September di bagian selatan.

Tanah di TNGHS terdiri atas 12 tipe tanah dan dapat digolongkan menjadi 2 kelompok, yaitu andosol dan latosol. Untuk tujuan pertanian jenis tanah ini mempunyai kesuburan kimiawi yang miskin, namun sifat-sifat fisiknya cukup bagus. Tanah dan batuan di kawasan TNGHS mempunyai porositas dan permeabilitas yang baik. Sebagai daerah tangkapan air hujan kawasan ini peka terhadap erosi, tekstur tanah umumnya didominasi oleh partikel seukuran debu yang mudah terurai, sifat-sifat tanah juga menunjukkan adanya evolusi tanah dari vulkanik tua dan sebenarnya sedang mengalami transisi dari andosol dan latosol.

(2)

Sungai di kawasan TNGHS secara umum membentuk pola radial. Terdapat 50 sungai dan anak sungai yang berhulu di kawasan ini, sehingga TNGHS dianggap penting sebagai penyangga kehidupan khusunya dalam penyediaan air permukaan maupun air bawah tanah. Terdapat 11 sungai utama yang mengalir dari TNGHS. Sungai-sungai tersebut selalu berair meskipun pada musim kering.

Di bagian utama Halimun terdapat 3 sungai penting, yaitu Ciherang / Ciujung, Cidurian, dan Cikaniki/Cisadane. Sungai-sungai ini bermuara ke Laut Jawa antara Jakarta dan Serang. Sungai-sungai yang mengalir ke selatan umumnya lebih kecil dan deras karena jaraknya ke laut lebih pendek, bermuara ke Samudera Hindia, melintas di antara kota Pelabuhan Ratu dan Bayah.

4. 2. 2 Kondisi Biotik 4. 2. 2. 1 Flora

Kawasan TNGHS merupakan daerah pegunungan yang terdiri dari hutan primer pada Zona Collin pada ketinggian 500 – 1.000 m dpl , Sub montana pada ketinggian 1.000- 1.500 m dpl, dan montana pada ketinggian 1.500- 2.400 m dpl. Pada setiap level ketinggian tersebut mempunyai ciri khas vegetasi yang beragam yang menggambarkan keanekaragaman hayati kawasan TNGHS. Dari hasil penelitian yang dilakukan secara berkelanjutan (time series) diketahui kawasan ini memiliki 1.000 jenis tumbuhan dimana 850 jenis tumbuhan adalah jenis tumbuhan berbunga.

Pada ketinggian 500 – 1.000 m dpl di kawasan ini banyak dijumpai jenis rasamala (Altingia excelsa Noronha), puspa (Schima wallichii Korth), saninten (Castanopsis argenta Blume DC.), pasang (Quercus sundaica Blume). Pada ketinggian 1000 – 1500 m dpl, dijumpai jenis-jenis ganitri (Elaeocarpus ganitrus Roxb.), Ki merak (eurya acuminatissima Merr. et Chun), buni (Antidesma bunius Spreng.), kayu putih (Cinamomum burmannii Ness. & Th. Ness), kileho (Saurauia pendula Blume). Pada ketinggian 1500 m dpl vegetasi yang umum ditemukan ialah jenis-jenis jamuju (Dacrycarpus imbricartus Blume DC.), kibima (Podocarpus blumei Endl.), hamirung (Vernonia arborea Ham.), kilemo (Litsea

(3)

Vegetasi TNGHS berdasarkan penyebarannya, terdapat jenis pinus (Pinus

mercusii Jungh. & De Vr.)yang mendominasi areal bekas hutan perhutani,

kidamar (Agathis dammara Lamb. Rich.), dan kaliandra (Calliandra

callothyrsus). Tumbuhan semak dan perdu yang terdapat di kawasan ini antara

lain herba, liana, efipit, pandan dan pisang-pisangan. Untuk jenis-jenis semak yang umum ditemukan ialah harendong (Melastoma malabathrycum D. Don), kirinyuh (Eupatorium inulifolium Kunth.), cente (Lantara camara L.), jotang (Bidens pilosa L.), pegagan (Centela asiatica L.), dan keji beling (Strobilantes

crispus Blume).

4. 2. 2. 2 Fauna

Keanekaragaman tipe habitat kawasan TNGHS memberikan kesempatan bagi berbagai jenis satwa untuk berkembangbiak di kawasan ini. Berdasarkan sejarahnya di kawasan ini pernah menjadi habitat dua spesies yang terancam punah dan yang telah punah yaitu badak jawa (Rhinoceros sondaicus) dan harimau jawa (Panthera tigris sondaicus). Berdasarkan data Buku Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (2007), kawasan ini menyimpan banyak keanekaragaman serangga, setidaknya tercatat 75 spesies golongan kupu-kupu (Lepidoptera), 110 spesies golongan semut (ordo Hymenoptera), 26 spesies dari golongan capung (ordo Odonata), 128 spesies dari golongan kumbang (ordo Coleoptera), dan 60 spesies dari golongan belalang (ordo Orthoptera). Dalam kawasan ini juga dapat dijumpai 61 spesies dari kelas mamalia, 244 spesies dari kelas unggas, 49 spesies reptilia, 30 spesies amphibia, dan 50 spesies ikan

4. 3 Kondisi Titik Titik Pengamatan

Jumlah titik pengamatan yang diambil adalah sebanyak 15 titik yang terbentang di sepanjang jalur setapak (Gambar 2) dimulai dari batas tepi permukiman penduduk dengan ketinggian 766 m dpl hingga daerah tepi hutan dengan ketinggian 1082 m dpl (Tabel 1). Jarak antar titik pengamatan yang ditentukan di awal perencanaan tidak dapat diaplikasikan karena kondisi lahan dan kesediaan pemiliki lahan (petani) untuk meminjamkan sebidang lahannya untuk dijadikan lokasi penelitian.

(4)

Gambar 2. Peta titik-titik pengamatan

Tabel 1. Nomor dan penamaan titik pengamatan dari batas permukiman penduduk hingga ke tepi hutan.

Tipe habitat Nomor titik pengamatan

Jarak dari tepi hutan (meter) Ketinggian (m) dpl Permukiman P01 1100 766 S02 940 766 S03 850 862 S04 830 855 S05 730 876 S06 520 911 Sawah S07 400 931 L08 380 961 L09 190 993 L10 120 1006 Ladang L11 110 1054 H12 0 1072 H13 0 1066 H14 0 1073 Hutan H15 0 1082 a. Permukiman Penduduk

Titik P01 adalah titik pengamatan yang terdapat di permukiman penduduk yang terdekat dengan hutan dan menjadi satu-satunya titik pengamatan yang mewakili tipe habitat permukiman penduduk. Kondisi umum titik pengamatan ini adalah berupa pekarangan / halaman milik warga, diletakkan di tanah lapang

batas tepi hutan terdekat

(5)

terbuka dan kering, dan juga dekat dengan perkebunan masyarakat. Disekitar titik pengamatan ini tidak terdapat tumbuh-tumbuhan selain dua buah pohon pisang.

b. Sawah

Kondisi yang terlihat sekitar titik-titik pengamatan pada lahan sawah pada awal musim bercocok tanam ini umumnya berupa petak-petak sawah yang sedang dibajak dan diairi. Tanaman Caisin sebagian besar diletakan pada pinggir jalan setapak, pematang sawah, dan ada beberapa titik pengamatan yang letaknya dekat dengan tanaman komoditas pertanian lainnya seperti pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Kondisi vegetasi disekitar titik-titik pengamatan pada lahan sawah.

No. Titik Kondisi vegetasi sekitar

S02 Diletakan di bawah pohom aren, diantara sawah kering yang belum diairi dan rumput alang-alang

S03 Diantara petak sawah kering yang sedang dibajak dan tanaman ketimun S04 Diantara petak sawah kering yang sedang dibajak dan tanaman ketimun S05 Terletak diantara lahan sawah yang baru ditanam padi dengan tinggi sekitar

15 cm, dan tanaman ketimun

S06 Terletak diatas batu besar yang datar tepat diantara 2 petak sawah yang sedang diolah / dibajak

S07 Terletak diantara sawah yang sedang diairi dan semak-semak yang tumbuh diatas lahan bebatuan yang tidak dapat diolah menjadi lahan pertanian

c. Ladang / Huma

Tata guna lahan di sekitar hutan pada umumnya adalah lahan pertanian dan ladang (Tabel 3). Tipe lahan yang lebih dekat dengan hutan adalah pertanian padi huma atau padi ladang (pertanian tanpa pengairan atau sawah tadah hujan). Hal ini lebih disebabkan oleh faktor lokasi yang lebih tinggi dari saluran mata air dari dalam hutan, dan faktor lainnya adalah topografi yang sangat miring sehingga sulit bagi petani untuk membuat terasering seperti yang umum pada sawah.

Tabel 3. Kondisi vegetasi disekitar titik-titik pengamatan pada lahan huma.

No.Titik Kondisi vegetasi sekitar

L08 Terletak dibawah rimbunan pohon bambu, di batas antara lahan padi huma dan lahan sawah kering yang belum diairi

L09

Terletak diantara lahan padi huma dengan tinggi sekitar 15 cm, tanaman kacang tanah, dan beberapa pohon pisang muda dengan tinggi 150 cm – 200 cm

L10

Terletak diantara lahan padi huma dengan tinggi sekitar 15 cm, tanaman kacang tanah, beberapa pohon pisang muda dengan tinggi 150 cm – 200 cm, dan sayuran caisin lokal yang dibiarkan melewati masa panen. L11

Paling dekat dengan pinggir hutan yang ditumbuhi semak dan alang-alang dengan tinggi sampai dengan 120 cm, dan dipinggir lahan padi huma yang baru ditanam dengan tinggi sekitar 15 cm

(6)

d. Tepi Hutan

Titik-titik di pinggir hutan ini merupakan bagian dari kawasan hutan taman nasional yang merupakan hutan primer yang terus mengalami pengrusakan akibat aktivitas pertanian masyarakat sekitar hutan. Berdasarkan ketinggian dari permukaan air laut, hutan ini digolongkan kedalam hutan sub-pegunungan. Seperti lokasi hutan sub-pegunungan lainnya di Jawa Barat, vegetasi hutan disekitar 4 titik pengamatan ini umum dijumpai pohon Puspa (Schima walichii), dan Pasang (Quercus sundaica). Aktivitas pertanian dan pemanfaatan kayu untuk bahan bangunan dan kayu bakar turut mempercepat laju pengrusakan hutan di lokasi ini. Kondisi sekitar titik-titik pengamatan yang tampak di tepi hutan ini ialah semak belukar yang lebat, alang-alang, rebahan log-log kayu, dan tunggak-tunggak dari pohon yang ditebang. Tanaman Caisin diletakan pada pinggir jalan setapak pada tepi hutan yang biasa dilewati oleh masyarakat sebagai akses menuju ke dalam hutan (Tabel 4).

Tabel 4. Kondisi sekitar titik-titik pengamatan pada tepi hutan.

No. Titik Kondisi vegetasi sekitar

H12

Terletak di pinggir hutan yang paling dekat dengan ladang atau huma yaitu dengan jarak sekitar 6 meter, penutupan tajuk tidak rapat karena terletak di bawah pohon yang telah mati

H13

Terletak di tepian jalur setapak yang berada pada jarak kira-kira 12 meter dari tepi hutan atau yang berbatasan dengan ladang / huma, penutupan tajuk rapat sehingga paparan cahaya matahari kurang

H14

Terletak di pinggir hutan yang paling dekat dengan ladang atau huma yaitu dengan jarak sekitar 8 meter, penutupan tajuk tidak rapat atau tajuk yang terbuka di arah selatan (Gambar 2) dari titik pengamatan

H15

Merupakan titik yang paling jauh batas tepi hutan terdekat (Gambar 2) namun tidak terlalu jauh dari lahan huma yang terbuka lebar yaitu pada jarak sekitar 14 meter dari pinggir hutan, penutupan tajuk rapat sehingga paparan cahaya matahari kurang

Gambar

Gambar 2. Peta titik-titik pengamatan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil simulasi kondisi tunak yang cukup baik tersebut ditunjukkan oleh perbedaan antara per- mukaan air tanah hasil simulasi dan permukaan air tanah hasil pengukuran

Berdasarkan analisis AHP secara keseluruhan oleh masing-masing responden dapat disimpulkan bahwa penyediaan BRT merupakan prioritas utama dengan bobot tertinggi dari kesepuluh

Sedangkan ada satu pemilik home industry kripik tempe yang belum mengetahui tentang SAK ETAP yaitu home industry kripik tempe Eka, hasil wawancara dengan Bapak Kemis

Herowati Pusoko, Parate executie Obyek Hak Tanggungan (Inkonsistensi, Komplik Norma dan.. Ketiga bentuk opsi yang ditawarkan UUHT dalam pelaksanaan eksekusi obyek hak

Analisis bivariat pengaruh antara praktik menjaga kebersihan tempat tidur dengan kejadian tinea kruris di dapatkan nilai p sebesar 0,395 ( p > 0,05 ) maka secara

Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hiperemia reaktif, karena kulit mempunyai kemampuan

Begitu juga dengan Abdul Samat (2003) telah melihat masalah, faktor dan faedah perlaksanaan Sistem Pengurusan Kualiti terhadap kontraktor yang telah mendapat pengiktirafan dan

Pengaruh komposisi pulsing terhadap masa kesegaran, pembukaan braktea, braktea layu, dan jumlah larutan terserap bunga potong alpinia selama peragaan (The effect of