• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORI"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II TINJAUAN TEORI

Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang konsep dasar post partum yang terdiri dari definisi post partum, adaptasi fisiologis post partum, adaptasi psikologis post partum, perawatan pasca persalinan. Konsep dasar seksio sesaria terdiri dari definisi seksio sesaria, klasifikasi seksio sesaria, indikasi seksio sesaria, manifestasi klinik seksio sesaria, pemeriksaan penunjang, komplikasi, dan penatalaksanaan.

A. Konsep Dasar Post Partum

1. Konsep Dasar Kebutuhan Manusia

Menurut Virginia Henderson Keperawatan adalah suatu fungsi yang unik dari Keperawatan untuk menolong klien yang sakit atau sehat dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan meningkatkan kemampuan, kekuatan, pengetahuan dan kemandirian pasien secara rasional, sehingga pasien sembuh atau meninggal dengan tenang. Definisi ini merupakan awal terpisahnya ilmu keperawatan dan medik dasar. Dari referensi tersebut asumsi dari individu yaitu :

1. Individu perlu mempertahankan keseimbangan fisiologis dan emosional

2. Individu memerlukan bantuan untuk memperoleh kesehatan dan kemandirian atau meninggal dengan damai

3. Individu membutuhkan kekuatan yang diperlukan, keinginan atau pengetahuan untuk mencapai atau mempertahankan kesehatan

Henderson berpendapat peranan perawat membantu individu sehat sakit dengan suatu cara penambah atau pelengkap (supplementary atau emplementary).

Perawat sebagai partner penolong pasien dan kalau perlu sebagai pengganti pasien. Focus perawat adalah menolong apsien dan keluarga untuk memperoleh kebebasan dalam makan, bernafas normal. Tempat memenuhi kebutuhan dasar: bergerak dengan mempertahankan,

(2)

eliminasi sampah tubuh, minum adequatemerubah dengan yang cocok. Tidur dan istirahat, posisi yang diinginkan, mempertahankan temperature tubuh dalam rentan normal dengan mengatur menjaga tubuh, pakaian dan mendidik lingkungan. Dalam tulisannya dia membicarakan keutamaan individual, dia melihat individu sebagai relasi untuk perawat tapi sedikit membahas dampak dari komunitas individu dan keluarga. Dalam buku yang ia tulis dengan Harmer, dia mendukung tugas dari agency swasta dan public dalam menjaga kesehatan masyarakat. Dia percaya bahwa masyarakat menginginkan dan mengharapkan pelayanan perawat untuk orang-orang yang tidak dapat melakukan aktifitasnya secara mandiri. Dia mengharapkan masyarakat untuk berkontribusi dalam pendidikan keperawatan. Model perawat yang dijelaskan oleh Virginia handerson adalah model konsep aktifitas sehari-hari dengan mengambarkan gambaran fungsi utama perawat yaitu menolong.

2. Definisi Post Partum

Post partum adalah jangka waktu antara lahirnya bayi dengan kembalinya organ reproduksi ke keadaan normal seperti sebelum hamil. Periode ini seringkali disebut masa nifas (puerperium), atau trimester empat kehamilan, masa nifas secara dikatakan berlangsung 6 minggu, lamanya bervariasi pada tiap wanita (lowdermilk, 2013). Periode postpartum adalah waktu antara kelahiran dan kembalinya organ reproduksi keadaan tidak hamil yang normal.Periode ini kadang-kadang disebut sebagi masa nifas, atau trimester keempat.Meskipun masa nifas secara tradisional dianggap berlangsung 6 minggu, kerangka waktu ini bervariasi di antara wanita. Perubahan fisiologi yang terjadi selama proses pemulihan kehamilan berbeda, tetapi itu normal (Perry, Shannon E, 2018).

Masa postpartum terbagi tiga tahap, yaitu:

a. Immediet post partum periode (24 jam pertama setelah melahirkan)

(3)

Post partum dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah di perbolehkan berdiri dan jalan jalan, dihitu Post partum dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah di perbolehkan berdiri dan jalan jalan, dihitung setelah 24jam plasenta lahir.

b. Early post partum periode (minggu pertama setelah

melahirkan)

Periode 1 minggu setelah melahirkan

c. Late post partum (minggu kedua/ketiga sampai keenam setelah melahirkan.

3. Adaptasi Fisiologis Post Partum

Setelah proses melahirkan, seluruh sistem tubuh berhubungan proses kehamilan akan mengalami perubahan adaptasi

a. Perubahan sistem reproduksi 1) Uterus ( involusi uterus)

Kembalinya uterus ke keadaan normal setelah melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah ekspulsi plasenta dengan kontraksi otot polos uterus.

Pada akhirnya kala tiga persalinan, uterus akan berada ditengah, kira kira 2 cm dibawah umbilicus, dengan fundusnya berada di promontorium sacrum. Pada saat ini, berat uterus sekitar 100g.

Dalam 12 jam, fundus akan naik menjadi setinggi umbilicus, kemudian fundus

akan turun sekitar 1 cmsetiap hari. Seminggu setelah melahirkan, fundus biasanya berada 4-5 jari di bawah umbilikus. Uterus seharusnya sudah tidak bisa dipalpasi dari abdomen setelah 2 minggu dan sudah kembali ke keadaan normal seperti sebelum hamil setelah 6 minggu.

Uterus yang saat cukup bulannya berada sekitar 11 kali berat pada saat tidak hamil, akan menjadi berinvolusi menjadi sekitar 500g pada minggu pertama post partum dan 350g setelah 2

(4)

minggu. Setelah 6 minggu, berat uterus akan berkisar antara 60-80g (blackburn, 2013).

2) Tempat plasenta

Dengan involusi uterus, maka lapisan luar desidua yang mengelilingi tempat atau situs plasenta akan menjadi nekrotik (layu/mati). Decidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan, suatu campuran antara darah dan yang dinamakan lochea yang menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik tadi

adalah karena pertumbuhan endometrium. regenerasi

endometrium selesai pada hari ke 16 postpartum, kecuali pada tempat plasenta melekat. Regenerasi pada tempat tersebut terjadi perlahan dan biasanya baru selesai sampai 6 minggu setelah melahirkan.( Blackburn, 2013).

3) Afterpains

Afterpain merupakan kontraksi uterus yang intermiten setelah melahirkan dengan berbagai intensitas. Peristiwa ini merupakan hal yang sering dialami oleh multipara, yang otot-otot uterusnya tidak lagi dapat mempertahankan retraksi yang tetap karna penurunan tonus dari proses persalinan sebelumnya. Pada primipara, tonus uterus meningkat, dan otot-ototnya masih dalam keadaan kontraksi dan retraksi yang tonik, oleh karena itu, primipara umumnya tidak mengalami afterpain. Namun, jika uterus sangat besar, seperti pada kasus kehamilan multiple atau pholihidraion maka akan terjadi kontraksi intermiten, yang menyebabkan afterpain.

Afterpain sering kali terjadi bersamaan dengan menyusui, saat kelenjar hipofisi posterior melepaskan oksitosin yang disebabkan oleh isapan bayi. Oksitosin menyebabkan kontraksi saluran lacteal pada payudara, yang mengeluarkan kolostrum atau air susu, dan menyebabkan otot-otot uterus berkontraksi. Sensasi afterpain dapat terjadi selam kontraksi uterus aktif untuk mengeluarkan bekuan-bekuan darah dari rongga uterus.

(5)

4) Lochea

Lochea adalah eksresi cairan uterus selama masa nifas dan memiliki bau yang amis/anyir meskipun tidak terlallu menyengat dan volumenya berbeda beda pada setiap wanita. Lochea mengalami perubahan karena proses involusi. Pengeluaran lochea dapat dibagi menjadi (Maryunani, 2009). a) Lochea rubra, rabas berwarna merah terang ini berlangsung

selam 3 hari dan terutama terdiri atas darah dengan sejumblah lender, partikel desidua, dan sisa sel dari tempat plasenta.

b) Lochea serosa, rabas cair berwarna merah muda terjadi seiring dengan perdarahan dari endometrium berkurang, kondisi ini berlangsung sampai 10 hari setelah melahirkan dan terdiri atas darah yang sudah lama, serum, lekosit, dan sisa jaringan.

c) Lochea alba, rabas coklat keputih-putihan yang encer dan lebih trasnparan ini terjadi setelah hari ke 10 dan mengandung lekosit, sel-sel epitel, lender, serum. Pada akhir minggu ke-3 rabas biasanya hilang, walaupun rabas mukoid berwarna kecoklatan mungkin terjadi sampai minggu ke-6 (Katz, 2007).

5) Serviks

Segera setelah melahirkan, serviks mendatar dan sedikit tonus, tampak lunak dan edema serta mengalami banyak laserasi kecil.Serviks ukurannya mencapai 2 jari dan ketebalannya sekitar 1cm. dalam 24 jam, serviks dengan cepat memendek dan menjadi lebih keras dan lebih tebal. Mulut serviks secara bertahap menutup, ukurannya 2 sampai 3 cm setelah beberapa hari dan 1 cm dalam waktu 1 minggu.

6) Vagina dan Perinium

Vagina menjadi lunak dan membengkak dan memiliki tonus yang buruk setelah persalinan.Setelah 3 minggu, vaskularisasi,

(6)

edema, dan hipertropi akibat kehamilan dan persalinan berkurang secara nyata.Ketika sel-sel vagina diperiksa secara mikroskopik, epithelium tampak atropik sampai minggu ketiga hingga minggu keempat, tetapi sel-sel tersebut mencapai kembali indeks estrogen yang relatif ini berperan penurunan vasokongesti, yang menyebabkan penurunan respons seksual pada minggu-minggu awal setelah melahirkan.

7) Abdomen

Ketika wanita berada pada hari-hari setelah melahirkan, perutnya menonjol dan memberinya penampilan yang masih hamil.Selama , 2 minggu pertama setelah lahir, dinding perut rileks. Dibutuhkan 6 minggu hingga dinding abdomen kembali kekeadaan sebelum hamil.

b. Sistem endokrin

Setelah kelahiran anak, kadar plasma horon yang diproduksi oleh plasenta menurun secara cepat. Human plasenta lactogen, tidak dapat terdeteksi dalam 24 jam dan kadar hormone gonodatropin korionik turun dengan cepat. Kadar estrogen turun sampai 90% dalam 3 jam setelah persalinan dan kemudian secara continue menurun sampai hari ke 7 pascapartum saat estrogen mencapai kadar yang terendah. Estrogen kembali ke kadar fase folikuler sekitar 3 minggu pada wanita yang tdiak menyusui.

Kembalinya kadar normal estrogen lambat pada wanita yang menyusui. Kadar prolaktin ( hormone hipofisis) meningkat selama kehamilan setelah melahirkan, prolaktin menurun pada yang wanita yang tidak menyusui dan mencapai kadar seperti sebelum hamil pada 2 minggu. Pada wanita yang menyusui, prolaktin meningkat dengan tajam bersamaan dengan hisapan dan tetap naik selama berbuan bulan. Kadar serum prolaktin dipengaruhi oleh banyaknya stimulus hisapan. Pada wanita yang menyusui 1-3 kali

(7)

perhari, prolaktin kembali ke kadar normalnya setelah 6 bulan jika tidak menyusui lebih dari kali sehari, kadar prolaktin yang tinggi akan terus ada sampai lebih dari 1 tahun.

c. Sistem urinaria

Pada 12 jam setelah melahirkan, ibu akan mulai kehilangan cairan berlebihan di jaringan yang berakumulasi selama kehamilan. Daforesis sering kali terjadi terutama pada malam hari, dua sampai tiga hari pertama post sc. Diuresis postpartum, yang disebabkan oleh kadar estrogen yang berkurang, hilangnya tekanan vena meningkat di ekstermitas bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah karena kehamilan, juga membantu tubuh untuk membuang cairan berlebih. Hilangnya cairan lewat keringat dan penigkatan urine berperan dalam hilangya berat badab sekitar 2,25 pada masa nifas.

Kombinasi trauma karena melahirkan, peningkatan kapasitas kandung kemih setelah melahirkan, dan efek anastesi akan menyebabkan penurunan dorongan untuk berkemih. Selain itu rasa nyeri di panggul karena tekanan saat melahirkan, laserasi atau epiostomi di vagina akan menurunan atau mengubah refleks berkemih. Berkurangnya frekuensi berkemih dan dieresis post partum akan menyebabkan distensi kandung kemih. Tonus

kandung kemih biasanya akan kembali normal dengan

pengosongan yang adekuat dalam 5-7 hari setelah melahirkan.

d. Perubahan sistem pencernaan

Biasanya, ibu mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini disebabkan karena pada waktu persalinan, alat pencernaan mengalami tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong, kurangnya asupan cairan dan makanan, serta kurangnya aktivitas tubuh. Supaya buang air besar kembali normal, dapat diatasi dengan diet tinggi serat, peningkatan asupan cairan saat ambulasi

(8)

awal. Ibu sering kali mengantisipasi rasa tidak nyaman selama pergerakan usus karena rasa nyeri dan menahan dorongan untuk defekasi. Pergerakan usus yang biasa dan teratur akan kembali setelah tonus otot kembali.

e. Payudara

Beberapa hormone hipofisis yang berperan dalam perkembangan payudara di laktasi : prolaktin , hormone adrenokortikotropik, hormone pertumbuhan manusia, tyroid simulatin hormone, follicle stimuklating hormone (FSH), dan luteizing hormone (LH).

Prolaktin mempersiapkan payudara untuk laktasi dengan

meningkatkan ukuran payudara dan alveoli selama kehamilan. Sejalan dengan lajunya usia kehamilan prolaktin menstimulasi sekresi yang berasal dari sel-sel alveolar mamae, dan estrogen menstimulasi pertumbuhan saluran dan alveolar, tetapi secara bertentangan, astrogen dan progesterone menghambat sekresi air susu.

Sekresi air susu dimulai dasar sel sel alveolar, tempat tetesan terkecil dibentuk dan kemudan berimigrasi ke membrane sel. Tetesan kecil ini dikeluarkan kedalam saluran alveolar untuk disimpan. Pengeluaran air susu, atau let down, merupakan suatu proses kontraksi sel miopitel payudara mendorong air susu melewati saluran lalu masuk kedalam sinus laktiferus. Sinus ini terletak dibawah areola dan air susu dikeluarkan dari sinus tersebut dengan isapan bayi (Reeder, 2011).

Selama 24 jam pertama setelah melahirkan terjadi sedikit perubahan di jaringan payudara. Kolostrum , cairan kuning jernih, dapat keluar dari payudara. Payudara perlahan akan menjadi lebih penuh dan berat ketika kolostrum berubah menjadi susu 72 sampai 96 jam setelah melahirkan. Payudara akan terasa hangat, kras dan agak nyeri. Air susu putih kebiruan yang terlihat seperti susu-skim (susu sebenernya) akan keluar dari payudara. Ketika kelenjar air

(9)

susu dan salurannya penuh dengan air susu, jaringan payudara akan terasa bernodul atau berbenjol. Pada ibu yang tidak menyusui pembengkakan dapat hilang dengan sendirinya dan rasa tidak nyaman biasanya berkurang dalam 24 – 36 jam

(Lowdermilk, 2013)

f. Sistem Kardiovaskuler

Kebanyakan perubahan signifikan yang disebabkan oleh kehamilan menghilang pada akhir minggu kedua pascapartum. Dalam beberapa hari setalah melahirkan tekana darah, frekuensi jantung, konsumsi oksigen, dan jumblah cairan total umumnya kembali ke kondisi sebelum hamil. Perubahan lainnya membutuhkan waktu beberapa minggu untuk kembali kekeadaan sebelum hamil.

1. Volume darah

Perubahan volume darah setelah melahirkan berhubungan dengan kehilangan darah dan dieresis pasca melahirkan. Rata rata kehilangan darah pada persalinan dengan seksio sesaria, kehilangan darah sering kali lebih dari 1.000 mL. Perubahan fisiologis pascapartum memediasi respon terhadap kehilangan darah dan melakukan fungsi perlindungan. Perubahan volume darah pascapartum terjadi dengan cepat. Terjadi peningkatan sementara sebesar 15% sampai 30% pada sirkulasi volume darah antara 12 sampai 48 jam setelah melahirkan karena perpindahan cairan ekstravaskular dan dieresis. Hal ini menimbulkan efek hemodilusi, dengan penurunan kadar hematokrit dan peningkatan curah jantung.

2. Curah jantung

Frekuensi denyut jantung volume sekuncup dan curah jantung akan meningkat selama kehamilan. Curah jantung akan tetap meningkat minimal sampai 48 jam pertama pascapartum karena peningkatan volume sekuncup. Peningkatan volume sekuncup

(10)

ini disebabkan oleh kembalinya darah kedalam sirkulasi ibu, karena penurunan yang cepat dari aliran darah uterus dan mobilitas cairan ekstravaskuler (Blackburn, 2007).

Curah jantung berkurang sekitar 30% dalam 2 minggu sete;ah melahirkan dan perlahan berkurang sampai seperti sebelum hamil dalam 6 sampai 12 minggu post partum pada sebagian besar wanita. Meski demikian, curah jantung, volume sekuncup, volume akhir diastolic dan resistansi pembuluh darah sistemik akan tetap meningkat pada beberapa wanita sampai 12 minggu atau lebih.

3. Tanda vital

Beberapa perubahan pada tanda vital sering kali terlihat pada keadaan normal. Denyut jantung dan tekana darah akan kembali ke niali sebelum hamil dalam beberapa sebelum hamil dengancepat setelah uterus kosong, diafragma akan turun, normal jantung kembali, dan titik rangsang maksimal dan elektrokardiogramakan kembali normal.

4. Komponen Darah

a. Hematokrit dan hemoglobinolume darah total akan

berkurang sekitar 16% dari nilai sebelum melahirkan, sehingga terjadi anemia sementara. Namun , pada 8 minggu setelah melahirkan jumblah sel darah merah akan meningkat, dan sebagian besar wanita akan mempunyai hematokrit normal.

b. Hitung jenis sel darah putih

Leukosit normal selama kehamilan rata-rata sekitar 12000/mm. Selama 10 sampai 12 hari pertama setelah melahirkan, nilai sebesar 20000-25000/mm umum terjadi.

Neutrofil merupakan sel darah putih terbanyak.

(11)

juga normal akan mengaburkan diagnosis infeksi akut pada waktu ini.

c. Faktor pembekuan

Faktor pembekuan dan faktor fibrinogen normalnya akan meningkat selama kehamilan dan tetap meningkat selama masa nifas. Ketika digabungkan dengan keruskan dan imobilitas pembuluh darah, keadaan hiperkoagulabilitas ini menyebabkan peningkatan resiko tromboemboli, terutama setelah operasi sesar. Aktifitas fibrinolitik juga akan meningkat selama 1 sampai 4 hari setelah melahirkan.

5. Sistem Muskuloskeletal

Adaptasi sistem musculoskeletal ibu yang terjadi saat kehamilan akan dibalikkan saat masa nifas. Adaptasi ini termasuk relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat gravitasi ibu sebagai respons terhadap uterus yang membesar. Meskipun semua sendi lainnya kembali ke keadaan sebelum hamil, sendi di kaki tidak akan kembali. Ibu mungkin akan mendapatkan ukuran sepatunya membesar.

6. Sistem Integumen

Kloasma kehamilan biasanya menghilang pada akhir kehamilan hiperpigmentasi areola dan linea nigra mungkin tidak akan hilang sepenuhnya setelah melahirkan. Beberapa wanita akan mempunyai warna yang lebih gelap secara permanen pada area tersebut. Striie gravidarum (stretch mark) di payudara, abdomen, pinggul, dan paha akan memudar tapi biasanya tidak menghilang.

Pertumbuhan rambut akan menjadi lambat pada periode postpartum. Beberapa wanita dapat mengalami rambut rontok karena rambut yang rontok sementara lebih banyak dari pada rambut yang tumbuh. Rambut- rambut halus yang banyak saat

(12)

hamil akan menghilang setelah melahirkan. Meski demikian, rambut yang kasar yang muncul selama kehamilan biasanya menetap. Kuku akan kembali ke konsistensi dan kekuatannya seperti sebelum hamil. Perubahan pada sistem integument yang paling terlihat adalah munculnya keringat berlebih.

4. Adaptasi Psikologis Post Partum

Wanita banyak mengalami perubahan emosi pada awal masa nifas sementara ia menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Penting untuk memantau perkembangan penyesuaian psikologis yang normal sehingga ia dapat menilai apakah seorang ibu memerlukan asuhan khusus dalam masalah nifas ini, suatu variasi atau penyimpangan dari penyesuaian yang normal yang umum terjadi

Adaptasi psikologis ibu nifas dibagi 3 yaitu :

a. Fase Talking In

Fase talking in (Dependent) adalah fase ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai hari keduan setelah melahirkan. Pada saat itu, fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahan membuat ibu cukup istirahat untuk untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Pada fase ini perlu diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk proses pemulihan.

b. Fase Talking Hold

Fase talking hold (Dependent-Independent ) fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase talking hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanngung jawab dalam merawat bayinya. Selain itu perasaannya mudah tersinggung dan komunikasinya kurang hati-hati. Oleh karena itu ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang

(13)

baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh percaya diri.

c. Fase Letting Go

Fase letting go (Independent)fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah menyesuaikan diri dengan ketegantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini (Sunarsih, 2011).

5. Perawatan Pasca Post Partum a. Mobilisasi

Disebabkan lelah setelah bersalin, ibu harus istirahat, tidur terlentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring miring ke kanan dan kiri unyuk mencegah terjadinya dan thrombosis dan troemboli. Pada hari kedua diperbplehkan duduk, hari ketiga jalan-jalan, dan hari keempat atau lima sudah diperbolehkan pulang. Mobilisasi di atas mempunyai variasi, tergantung pada komplikasi persalinan, nifas, dan sembuhnya luka luka.

b. Diet

Makanan harus bermutu, bergizi, dan cukup kalori.Sebaiknya makan makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran, dan buah-buahan.

c. Miksi

Hendaknya bak dapat dilakukan sendiri secepatnya.Kadang-kadang wanita mengalami sulit bak, karena spingter ureter ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi musculus spingter ani selama persalinan, juga oleh karena adanya edema kandung kemih yang terjadi selama persalinan.Bila kandung kemih penuh dan wanita sulit kencing, sebaiknya dilakukan katerisasi.

(14)

d. Defekasi

Ibu diharapkan dapat BAB 3-4 hari pasca persalinan.Apabila mengalami kesulitan BAB/konstipasi, lakukan diet teratur, cukup cairan, konsumsi makanan tinggi serat, olahraga, berikan obat rangsangan per oral/ per rectal atau lakukan klisma bilamana diperlukan.

e. Perawatan payudara

Tujuan perawatan payudara adalah untuk mencegah infeksi, menyangga payudara secara adekuat, dan kenyamanan ibu. Perawatan mamae sudah di mulai sejak hamil supaya putting, susu lemas tidak keras, dan kering sebagi persiapan untuk menyusui bayinya. Dianjurkan ibu untuk menyusukan bayinya dengan baik dan benar karena air susu ibu (ASI) sangat baik untuk bayinya. f. Laktasi

Untuk menghadapi masa laktasi (menyusui) sejak dari kehamilan telah terjadi perubahan-perubahan pada kelenjar mamae, yaitu proliferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar, alveoli, dan jaringan lemak bertambah. Keluarnya cairan susu, hipervaskularisasi, dan setelah persalinan pengaruh supresi estrogen dan progesterone hilang. Maka, timbul pengaruh oksitosin menyebabkan keluarnya air susu ibu. Disamping itu, pengaruh oksitosin menyebabkan miopitel kelenjar susu berkontraksi sehingga ASI keluar.

g. Pemeriksaan pasca persalinan

Bagi wanita dengan persalinan normal sebaliknya dilakukan pemeriksaan kembali setelah 6 minggu persalinan.Namun, wanita dengan persalinan yang bermasalah harus kontrol 1 minggu setelah bersalin. Pemeriksaan post natal meliputi pemeriksaan umum pada tekanan darah, nadi, keluhan,dan sebagainya. Selain itu, keadaan umum suhu badan, selera makan, payudara (ASI dan putting susu), dinding perut, perineum, kandung kemih, rectum, secret yang keluar, dan keadaan alat alat kandungan.

(15)

h. Nasihat untuk ibu postnatal

Nasihat yang dapat di sampaikan pada ibu postnatal antara lain bahwa fisioterapi seperti senam nifas sangat baik dilakukan sesuai keadaan ibu, sebaiknya bayi segera disusui, mengikui keluarga berencana, dan membawa bayi untuk imunisasi (mochtar, 2007).

B. Konsep Dasar Seksio Sesaria 1. Definisi Seksio Sesaria

Seksio sesaria adalah suatu cara melahirkan bayi melalui insisi pada dinding abdomen dan rahim. Pada beberapa dekade terakhir, cara ini jauh lebih sering dilakukan. Seksio sesaria telah menggantikan teknik persalinan per vagina dengan bantuan alat yang berkomplikasi dan semakin sering digunakan dalam menangani janin yang beresiko, khususnya pada janin premature. Meskipun demikian, harus di ingat bahwa tingkat morbiditas dan mortalitas seksio sesaria besar dari pada persalinan per vagina dan tatalaksana pasien pada kehamilan berikutnya cenderung akan didominasi oleh teknik ini mengingat adanya bekas luka pada rahim pasien tersebut (Henretty 2010).

2. Klasifikasi Seksio Sesaria

Klasifikasi sesksio sesaria merujuk pada insisi uterus yang digunakan. Walaupun saat ini terdapat tige tipe bentuk insisi, insisi melintang pada segmen bawah uterus merupaka insisi yang menjadi pilihan utama. Tipe pelahiran sesarea lainnya meliputi seksio sesaria klasik, yaitu suatu insisi tegak lurus dibuat pada segmen atas uterus, atau sesarea vertikel rendah dibuat di segmen bawah uterus. Hanya dua tipe yang paling umum dilakukan yang dibahas menjadi 3(tiga) jenis (Reeder, 2014).

(16)

a. Persalinan sesarea melintang (Segmen Bawah )

Pelahiran sesarea melintang, atau segmen bawah merupakan pelahiran sesarea yang pada umumnya dipilih karena berbagai alasan. Karena insisi dibuat pada segmen bawah uterus, yang merupakan bagian paling tipis dengan aktivitas uterus yang paling sedikit, maka pada tipe insisi ini kehilangan darah minimal. Area ini lebih mudah mengalami pemulihan, dan mengurangi kemungkinan terjadinya ruptur jaringan parut pada kehamilan berikutnya. Selain itu juga insiden peritonitis, ileus paralisis, dan perlekatan usus lebih rendah.

Insisi awal ( pembukaan rongga abdomen) dibuat secara melintang melalui daerah peritoneum uterus, yang menempel dengan kendur tepat diatas kandung kemih. Lipatan peritoneum bawah dan kandung kemih dipisahkan dari uterus, dan otot otot uterus diinsisi secara tegak lurus ataupun secara melintang. Selaput ketuban dipecahkan, dan janin dilahirkan. Plasenta dikeluarkan dan pemberian oksitosin melalui intravena dilakukan untuk membuat uterus berkontraksi. Insisi uterus dijahit dalam dua lapisan, dengan lapisan kedua bertumpang tindih dengan lapisan pertama. Susunan kedua lipatan penutup ini menutup rapat insisi uterus dan diyankini untuk mencegah lokia masuk kedalam rongga peritoneum. Kemudian daerah peritoneum visceral dirapatkan kembali dengan satu lapisan jahitan continue menggunakan benang jahit yang dapat diserap. Rongga abdomen dibersihkan dari tampon. Lavase dengan menggunakan salin normal dilakukan untuk mengurangi infeksi pasca bedah dan kemudian abdomen ditutup dengan jahitan lapis demi lapis.

b. Sebuah insisi tegak lurus dibuat langsung pada dinding korpus uterus. Janin dan plasenta dikeluarkan dan insisi ditutup dengan tipe lapisan jahitan menggunakan benang yang dapat diserap. Tindakan ini dilakukan dengan menembus lapisan uterus yang

(17)

paling tebal pada korpus uterus. Hal ini terutama bermanfaat ketika kandung kemih dan segmen bawah mengalami perlekatan yang ekstensif akibat seksio sesaria sebelumnya. Kadang kala, tindakan ini dipilih saat janin dalam posisi melintang atau pada kasusu plasenta prevuia anterior.

Karena sesarea klasik lebih eksentsif, yang memberikan akses yang cepat pada janin, metode ini merupakan pilihan ketikan terjadi perdarahan akut atau pada situasi darurat lainnya pada saat waktu sangat penting dan kehidupan wanita dan janin terancam. Lima kondisi lain yang juga memerlukan insisi klasik

a) Janin preterm kurang dari 34 minggu dengan presentasi bokong, karena segmen bawah masih belum terbentuk secara adekuat dan insisi melintang mungkin terlalu sempit untuk melakukan pelahiran janin tanpa menimbulkan trauma

b) Akses ke segmen bawah uterus terhambat karena adanya jaringan fibrosa

c) Akan dilakukan tindakan histerektomi segera setelah seksio sesaria

d) Seksio sesaria postmortem dalam usaha untuk menyelamatkan janin yang hidup dari seorang ibu yang meninggal

e) Terdapat kanker serviks invasif

3. Indikasi Seksio Sesaria

Muchtar (2013) mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi indikasi dilakukan seksio sesaria, diantarnya yaitu :

a. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior) b. Panggul sempit

c. Disproporsi sefalo-pelvik

Ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul d. Rupture uteri mengancam

e. Partus lama (prolonged labor) f. Partus tak maju

(18)

g. Distosia serviks

h. Pre- eklampsi dan hipertensi i. Malpresentasi janin :

1) Letak melintang

a) bila adakesempitan panggul, maka seksio sesaria adalah cara yang terbaik dalam segala letak lintang dengan janin dan besar biasa.

b) Semua primigravida dengan letak lintang harus tolong dengan seksio sesarea, walau tidak ada perkiraan panggul sempit

c) Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara cara lain

2) Letak bokong : Seksio sesaria dianjurkan pada letak bokong bila ada :

a) Panggul sempit b) Primigravida c) Janin besar

3) Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dan cara cara lain tidak berhasil

Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil. 4) Seksio sesaria dianjurkan

a) Bila janin pertama letak lintang atau presentasi janin bahu (shoulder presentation)

b) Bila terjadi interlock (locking of the twins) c) Distosia oleh karena tumor

d) Gawat janin

Dari beberapa faktor seksio sesaria yang telah diuraikan, beberapa indikasi seksio sesaria menurut (Manuaba, 2002) Dan (Syaifudin, 2001)

Dalam buku adalah sebagai berikut : 1) CPD ( Chepalo Pelvic Dispropotion)

(19)

CPD ( Chepalo Pelvic Dispropotion) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merukapan jalan yang harus

dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut

menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran- ukuran bidang panggul menjadi abnormal.

2) PEB (Pre-Eklmapsi Berat)

Pre-eklmasi dan eklamsi merupakan satu kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, Pre-Eklmasi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu, diagnosis disini amatlah pentingm yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.

3) KPD (Ketuba Pecah Dini)

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu, sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm diatas 37 minggu, sedangkan matur dibawah 36 minggu.

4) Bayi Kembar

Tidak selamanyan bayi kembar dilahirkan secara ceasar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi dari pada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.

5) Faktor Hambatan Jalan Lahir

Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas. 6) Kelainan letak janin

(20)

a) Kelaianan pada letak kepala i. Letak kepa tengadah

Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemerikasaan dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul`

ii. Presentasi muka

letak kepala tengah (defleksi), sehingga kepala bagian terletak paling rendah ialah muka

iii. Presentasi dahi

Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetep paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya berubah menjadi letak muka atau belakang kepala.

b) Letak Sungsang

Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenali beberapa jenis letak sungsang, yakni prsentasi bokong, presentasi bokong kaki sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki.

j. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis pada klien dengan post seksio sesaria, menurut (prawihrdjo, 2007) antara lain :

a) Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml.

b) Terpasang kateter : urin jernih dan pucat. c) Abdomen lunak dan tidak ada distensi. d) Bising usus tidak ada

e) Ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.

f) Balutan abdomen tampak sedikit noda.

(21)

k. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan tindakan seksio sesaria menurut Mochtar, 2002 dalam buku adalah :

a) Pemeriksaan darah lengkap

b) Golongan darah (ABO), dan pencocokan silang

c) Urinalisasi : menentukan kadar albumin/glukosa.

d) Pelvimetri : menentukan CVD.

e) Kultur : mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks tpe II. f) Ultrasonografi : melokalisasi plasenta, menentukan pertumbuhan

kedudukan, dan presentasi janin.

g) Tes stress kontraksi atau tes non stress : mengkaji respon janin terhadap gerakan/stress dari pola kontraksi uterus/pola abnormal

h) Penentuan elektronik selanjutnya : memastikan status

janin/aktivitas uterus.

l. Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada ibu dengan seksio sesaria adalah sebagai berikut :

a. Infeksi puerpuralis

1) Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja

2) Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi atau perut sedikit kembung

3) Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralirik. Hal ini sering kita jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.

b. Perdarahan disebabkan karena :

1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka 2) Atonia uteri

3) Perdarahan pada placenta bled

c. Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonalisasi terlalu tinggi

(22)

d. Suhu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi rupture uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah seksio sesaria klasik.

m. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis dan perawatan setelah dilakukan sectio

caesarea menurut (Prawirohardjo, 2007), yaitu:

a. Perdarahan dari vagina harus dipantau dengan cermat.

b. Fundus uteri harus sering dipalpasi untuk memastikan bahwa uterus tetap berkontraksi dengan kuat.

c. Pemberian analgetik dan antibiotik.

d. Periksa aliran darah uterus paling sedikit 30 ml/jam.

e. Pemberian cairan intra vaskuler, 3 liter cairan biasanya memadai untuk 24 jam pertama setelah pembedahan.

f. Ambulasi satu hari setelah pembedahan klien dapat turun sebentar dari tempat tidur dengan bantuan orang lain.

g. Perawatan luka: insisi diperiksa setiap hari, jahitan kulit (klip) diangkat pada hari keempat setelah pembedahan.

h. Pemeriksaan laboratorium: hematokrit diukur pagi hari setelah pembedahan untuk memastikan perdarahan pasca operasi atau mengisyaratkan hipovolemia.

C. Asuhan Keperawatan

Pengkajian merupakan langkah awal dalam landasan proses keperawatan, bertujuan untuk mengumpulkan data tentang pasien agar dapat

mengidentifikasi dan menganalisa masalah pasien. Penulis hanya akan menjelaskan pengkajian secara khusus pada pasien dengan kelahiran seksio sesaria. Menurut (Donges, 2011) pengkajian pada post sesaria adalah :

(23)

1. Pengkajian Dasar a. Sirkulasi

Riwayat masalah jantung, edema pulmonal, penyakit vascular perifer atau statis vascular (peningkatan pembentukan thrombus). b. Integritas ego

Perasaan cemas, takut, marah, apatis, serta adanya faktor stress multiple, dengan tanda tidak dapat beristirahat dan peningkatan tegangan

c. Eliminasi

Terpasang kateter menetap, bising usus tidak ada, atau jelas d. Makanan/ cairan

Malnutrisi, membrane mukosa yang kering, pembatasan puasa praoperasi

e. Neurosensori

Sensasi dan gerakan ekstermitas bawah menurun pada adanya analgesiakaudal/epidural.

f. Nyeri

Mengubah ketidkanyamanan/ nyeri dari berbagai sumber :

trauma/bedah insisi bedah, nyeri abdomen karena kontraksi uterus, distensi kandung kemih, nyeri karna pembengkakan payudara.

g. Keamanan

Riwayat transfuse darah dan tanda munculnya proses infeksi. h. Seksualitas

Seksualitas pascapartum dipengaruhi oleh derajat trauma perineum selama kelahiran dan penurunan hormone steroid yang khas terjadi pada awal masa pascapartum.

i. Aktivitas

Tampak berenergi, kelelahan/keletihan, mengantuk. j. Pemeriksaan diagnostic

Jumlah darah lengkap, hemoglobin / hematokrit (Hb / Ht) :

mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.

(24)

Urinalisasi : kultur urine, darah , vagina, dan lochea

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada ibu post sc antara lain adalah :

a. Ketidak efektifan jalan nafas b.d akumulasi secret, efek anastesi b. Nyeri akut b.d terputusnya jaringan saraf pada daerah luka bekas

operasi

c. Resiko infeksi b.d prosedur invasif

d. Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri luka bekas operasi

e. Defesiensi pengetahuan tentang pembedahan seksio sesaria b.d kurangnya informasi

f. Deficit perawatan diri mandi/kebersihan b.d kelemahan fisik g. Kemandirian ibu dalam memilih alat kontrasepsi

3. Perencanaan Keperawatan

a. Ketidak efektifan bersihan jalan b.d akumulasi secret, efek anatesi Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan nafas efektif dengan status pernafasan adekuat

Kriteria Hasil :

1) Klien mudah untuk bernafas

2) Tidak ada sianosis, tidak ada dispneu 3) Mengeluarkan secret secara efektif

Intervensi

a) Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi b) Auskultasi bunyi nafas

c) Keluarkan secret dengan batuk efektif atau suksion sesuai kebutuhan

(25)

b. Nyeri akut b.d agen injury fisik (pembedahan, trauma jalan lahir, epiostomi)

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri akut dapat teratasi dengan :

Kriteria Hasil :

1) Tanda tanda vital batas normal 2) Klien dapat mengungkapkan nyeri 3) Skala nyeri 0 – 1 (dari 0 – 10)

4) Dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri 5) Kooperatif dengan tindakan yang dilakukan

6) Ekspresi wajah tenang

Intervensi

a) Observasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri

b) Observasi skala nyeri

c) Ajarkan teknik relaksasi tarik nafas dalam

d) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri ( miring kanan kiri e) Kolaborasi untuk pemberian analgetik

c. Resiko infeksi b.d tindakan invasive

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan resiko infeksi tidak terjadi dengan :

Kriteria Hasil:

1) Tidak ada tanda tanda infeksi 2) Tanda tanda vital batas normal 3) Keadaan luka tetap kering dan bersih

Interversi

a) Kaji tanda tanda vital b) Monitor tanda tanda infeksi

(26)

c) Ganti balutan luka bila basah

d) Anjurkan klien menggunakan teknik aseptic e) Kolaborasi dalam pemberian antibiotic

d. Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri luka bekas operasi Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan mobilitas klien meningkat dengan :

Kriteria Hasil :

1) Aktivitas fisik meningkat

2) Melaporkan perasaan peningkatan kekuatan dan kemampuan dalam bergerak

Intervensi :

a) Monitor kemampuan klien dalam melakukan mobilitas

b) Lakukan penggantian pembalut klien

c) Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan personal hygine

e. Defesiensi pengetahuan tentang pembedahan seksio sesaria b.d kurangnya informasi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan defesiensi pengetahuan dapat teratasi dengan :

Kriteria Hasil :

1) Klien dan keluarga menyatakan pemahaman penyakit, kondisi, program pengobatan

2) Klien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang

sudah dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya

Intervensi :

a) Kaji tingkat pengetahuan klien tentang pembedahan yang dilakukan

(27)

b) Berikan informasi kepada klien tentang kondisinya

c) Berikan penjelasan tentang nutrisi yang harus dipenuhi dalam penyembuhan luka

f. Deficit perawatan diri mandi/kebersihan b.d kelemahan fisik Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan deficit perawatan diri dapat teratasi dengan :

Kriteria Hasil :

1) Menerima bantauan atau perawatan total dari pemberi perawatan jika diperlukan

2) Klien mengungkapkan secara verbal kepuasan tentang kebersihan tubuh dan hygiene

3) Klien mempertahankan mobilitas yang diperlukan

Intervensi :

a) Kaji kemampuan klien untuk menggunakan alat bantu

b) Pantau adanya perubahan kemampuasn fungsi

c) Pantau kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri

secara mandiri

d) Berikan bantuan sampai klien mampu melakukan perawatan

diri

e) Dukung kemandirian dalam melakukan mandi dan hygiene

mulut, bantu klien jika mungkin

g. Kemandirian ibu dalam memilih alat kontrasepsi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah pemilihan alat kontrasepsi teratasi dengan

Kriteria Hasil :

1) Ibu dapat menjelaskan pengertian alat kontrasepsi 2) Dapat memilih alat kontrasepsi

(28)

Intervensi :

a) Kaji pengetahuan ibu tentang alat kontrasepsi KB b) Beri motivasi klien untuk memilih alat kontrasepsi c) Perkuat ibu dalam pilihannya

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru kelas rendah di sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah Kota Lhokseumawe, Provinsi

Melalui pembekalan ini diharapkan pelayanan pastoral tidak terpaku kepada satu orang pelayan saja, namun semua pelayan GKPI bisa menjadi pelayan pastoral yang siap dalam

Obat tradisional yang digunakan pada praktek pengobat tradisional di wilayah Purwokerto paling banyak digunakan untuk terapi kelainan jantung dan pembuluh darah (20,30%),

Hal ini berarti tekanan darah sistol setelah minum ekstrak etanol seledri lebih rendah daripada tekanan darah sistol sebelum minum ekstrak etanol seledri dengan perbedaan yang

Ibu Nanik Wahyuni, SE., M.si., Ak., CA selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang dan sekaligus dosen

Anggota Divisi Dana dan Usaha PHBI FK USU3. Anggota Divisi Dana dan Usaha TBM FK PEMA

Tahap pembentukan etilen karbonat merupakan tahap inti yaitu reaksi antara etilen oksida dan gas karbon dioksida dengan menggunakan katalis trimetilamin yang berlangsung

Rumah sakit harus memberikan informasi kepada pasien dan masyarakat sekitar mengenai informasi pelayanan yang tersedia di RSUD Kota Bekasi sehingga