• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAMPAH SEMARA. Oleh: SKRIP KARYA SENI I GEDE WIRATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAMPAH SEMARA. Oleh: SKRIP KARYA SENI I GEDE WIRATA"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPAH SEMARA

SKRIP KARYA SENI

Oleh:

I GEDE WIRATA 2007.02.026

PROGRAM STUDI S-1 PENCIPTAAN

JURUSAN SENI KARAWITAN

FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN

INSTITUT SENI INDONESIA

DENPASAR

(2)

LAMPAH SEMARA

SKRIP KARYA SENI

Diajukan guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai Gelar Sarjana Seni (S1)

OLEH :

I GEDE WIRATA NIM: 2007.02.026

PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN

JURUSAN SENI KARAWITAN

FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN

INSTITUT SENI INDONESIA

DENPASAR

2011

(3)

LAMPAH SEMARA

SKRIP KARYA SENI

Diajukan guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai Gelar Sarjana Seni (S1)

MENYETUJUI :

PEMBIMBING I

(Wardizal, S.Sen., M.Si ) NIP. 19660624 199303 1 002

iii

PEMBIMBING II

(I Ketut Sudhana, S.Skar.,M.Sn) NIP. 19580228 198601 1 001

(4)

Skrip Karya Seni ini telah diuji dan dinyatakan sah oleh Panitia Ujian Akhir Sarjana (S1) Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar. Pada Hari/Tanggal Ketua : : : I Ketut Garwa, S.Sn.,M.Sn NIP. 19681231 199603 1 007 Sekretaris :

I Dewa Ketut Wicaksana, SSP.,M,Hum NIP. 19641231 199002 1 040

(……….)

(……….)

Dosen Penguji :

1. I Wayan Sudana, SST.,M.Hum NIP. 19541001 197803 1 003 2. Dr. Ni Luh Sustiawati, M.Pd

NIP. 19590722 198803 2 001 3. I Nyoman Sudiana, SSKar.,M.Si

NIP. 19571231 198303 1 035

Disahkan pada tanggal :

Mengetahui,

Dekan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia

Denpasar (I Ketut Garwa, S.Sn.,M.Sn ) NIP. 19681231 199603 1 007 iv (……….) (……….) (……….)

Ketua Jurusan Karawitan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar

(I Wayan Suharta, S.Skar.,M.Si ) NIP. 19630730 199002 1 001

(5)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur dan terima kasih yang setulus-tulusnya penata panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa, karena atas seijin dan anugrah-Nya penulisan Skrip Karya Seni ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Skrip ini pada dasarnya merupakan uraian atau deskripsi dari pokok pikiran penata yang melandasi terwujudnya karya seni tabuh kreasi yang digarap dan selanjutnya dipersembahkan kepada dewan penguji sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian Sarjana Seni (S1) di Institut Seni Indonesia Denpasar, tahun Akademik 2011 / 2012.

Penata menyadari sepenuhnya, tanpa bantuan dan dukungan serta kerjasama pihak-pihak yang terkait, usaha ini tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Untuk itu, dalam kesempatan yang baik ini tidak lupa penata sampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. I Wayan Rai. S., MA beserta seluruh staf pendidik maupun administrasi, yang telah memfasilitasi segala kebutuhan demi terlaksananya program ini.

2. Bapak Wardizal, S.Sen., M.Si dan Bapak I Ketut Sudhana, S.Skar., M. Sn selaku Dosen pembimbing yang telah memberikan banyak pemahaman, pengetahuan dan bimbingan demi terwujudnya karya seni dan skrip karya seni ini.

3. I Made Sukarda dan Ni Nyoman Sunitri selaku orang tua penata yang telah memberikan dorongan atau dukungan moral maupun material.

(6)

4. Para seniman senior, budayawan, teman-teman pendukung yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah meluangkan waktu, tenaga dan sumbang pikirannya demi terwujudnya garapan karya seni ini.

Garapa karya seni dan karya tulis ini tentunya masih jauh dari sempurna. Pada kesempatan yang baik ini pula, dengan segala kerendahan hati dimohonkan masukan, saran dan kritikan yang bersifat membangun dalam rangka

penyempurnaan selanjutnya. Semoga apa yang dipersembahkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu bagi diri penata sebagai seniman akademis khususnya dan pengembangan mutu dan kualitas ISI Denpasar sebagai sebuah lembaga pendidikan seni.

Tabanan, Mei 2011

Penata

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL... PENGAJUAN SKRIP KARYA SENI ... PENGESAHAN PEMBIMBING... PENGESAHAN PENGUJI... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN ... BAB I PENDAHULUAN ... 1.1 Latar Belakang ... 1.2 Ide Garapan ... 1.3 Konsep Garapan ... 1.4 Tujuan Garapan... 1.5 Manfaat Garapan...

BAB II KAJIAN SUMBER ...

2.1 Sumber Pustaka ... 2.2 Diskografi...

BAB III PROSES KREATIVITAS ...

3.1 Tahap Penjajagan (Eksplorasi) ... 3.2 Tahap Percobaan (Improvisasi) ... 3.3 Tahap Pembentukan (Forming)...

BAB IV WUJUD GARAPAN...

4.1 Struktur Garapan ... 4.1.1 Bagian Pertama ... vii i ii iii iv v vii ix x 1 1 3 7 8 8 10 10 11 13 14 16 18 25 25 26

(8)

4.1.2 Bagian Kedua ... 4.1.3 Bagian Ketiga ... 4.1.4 Bagian Keempat ... 4.2 Instrumentasi ... 4.3 Fungsi Instrumen ... 4.4 Teknik Permainan ... 4.5 Sistem Notasi ... 4.6 Kostum (Tata Busana... 4.7 Setting Panggung ... BAB V PENUTUP ... 5.1 Kesimpulan... 5.2 Saran-saran ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN-LAMPIRAN viii 30 31 33 36 36 39 43 57 58 60 60 61 62

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel

1. Intensitas Kegiatan... 2. Proses Kreativitas... 3. Penganggening Aksara Bali dalam Laras Pelog Lima Nada ... 4. Lambang dan Peniruan Bunyi Instrume n ...

ix

19 20 44 44

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sinopsis

2. Nama-nama Pendukung 3. Daftar Informan

4. Keputusan Dekan Fakultas Seni Pertunjukan 5. Foto Pementasan

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap orang sering mendengar kata CINTA bahkan telah merasakan namun sulit untuk mendefinisikannya. Terlebih untuk mengetahui hakikatnya. Berdasarkan hal itu seseorang dengan gampang bisa keluar dari jeratan hukum syariat ketika bendera cinta diangkat. Cinta adalah perasaan yang timbul dimana adanya keinginan untuk saling mengerti dan memahami. Cinta merupakan anugerah terindah dari Tuhan karena melalui cinta seseorang dapat merasakan keajaiban akan kehidupan mulai dari bahagia, sedih, sakit, menderita dll. Sayang itu hampir mendekati cinta, akan tetepi banyak orang yang salah mengartikan cinta dan sayang.

Cinta itu terjadi karena adanya getaran hati dalam artian terjadi secara alami dan sayang terjadi karena adanya sesuatu dari diri seseorang yang bisa membuat kita menjadi sayang dengan orang itu. Kalau cinta sudah pasti sayang tapi kalau sayang belum tentu cinta. Dan ketika orang mencintai seseorang pasti akan memberikan yang terbaik untuk orang itu dan berusaha mencintai orang itu dengan cara yang sesempurna mungkin yang bisa seseorang lakukan. Ketika orang sayang sama seseorang maka orang tersebut takut kehilangannya. 1Tetapi

cinta bisa berubah menjadi benci. Rasa sayang membuat seseorang ingin memiliki dan dimiliki.

Cinta terkadang membuat orang seolah-olah menjadi seperti orang yang gila. Tersenyum sendiri dikala seseorang merasa senang dan menangis dikala

1

www.google.com , Yod i Nyoo, Difinisi Cinta. 11 Juli 2010, 19.48 Wita

(12)

merasa sedih dalam menjalani perjalanan cinta. Dalam hal bercinta, penata merasakan kesedihan, kesenangan yang mana penata alami pada saat menjalin sebuah hubungan pacaran. Dari pengalaman penata inilah yang merangsang penata untuk mentrasfer dari pengalaman ini kedalam sebuah komposisi karawitan. Dalam sebuah karawitan sudah barang tentu ada seorang komposer yang tidak henti- hentinya berkreativitas. Dalam konteks ini penata ingin mentrasformasikan kedalam media ungkap Gong Kebyar.

Sebagai salah satu jenis gamelan Bali golongan baru, gamelan Gong Kebyar dapat dikatakan telah menguasai dunia seni Karawitan Bali. Fleksibelitasnya dalam mengadopsi atau menyerap nuansa dari musik daerah lain, kemudian diolah disesuaikan dengan nuansa kebyar merupakan salah satu sifatnya yang khas. Atas dasar inilah gamelan Gong Kebyar mengalami perkembangan yang begitu pesat. Perkembangan tersebut dapat dilihat tidak saja dari elemen- elemen musiknya seperti: melodi, tempo, dinamika, ornamentasi atau hiasan yang begitu kompleks, namun perkembangan dari bentuk, penampilan da n tata

penyajiannya betul-betul dipertimbangkan secara matang. 2 Memang kita akui,

kejelian para penggarap di dalam menyiasati tabuh kreasi kekebyaran dewasa ini betul-betul luar biasa, hal ini terbukti dari karya-karya yang mereka hasilkan betul-betul variatif, baik dari ide, teknik, penampilan, setting alat dan yang paling penting adalah pengolahan elemen-elemen musiknya. Yang mana pengolahan elemen-elemen dimaksudkan adalah pengolahan unsur- unsur musikal karawitan diantaranya mengolah melodi, tempo, ritme serta dinamika.

2

I Gede Panca Gangga. “Gita Kalangen” Skrip Karya Seni. Denpasar : 2008. ISI Denpasar, p.3

(13)

3

Perkembangan yang terjadi pada Gong Kebyar dewasa ini telah banyak memberikan motifasi bagi seniman-seniman muda untuk berkarya. Sebagaimana halnya dengan lahirnya ide karya komposisi karawitan yang akan penata beri judul Lampah Semara, ini merupakan sebuah bentuk karya Kreasi Gong Kebyar yang lahir dan terinspirasi dari fenomena atau pengalaman penata sendiri dalam sebuah perjalanan cinta. Secara substansi dapat dikatakan bahwa latar belakang lahirnya garapan ini yaitu lahir dari sebuah pengalaman. Judul Lampah Semara ini penata pilih karena mengingat bahwa setiap orang di dalam berkreativitas secara umum selalu ingin mengungkapkan ekspresi estetis yang mereka miliki,

selanjutnya akan dituangkan ke dalam media ungkap dan menjadi sebuah wujud karya.

Lampah Semara sebagai judul dari garapan ini terdiri dari dua buah kata yaitu Lampah dan Semara. Lampah artinya Sebuah Perjalanan, sedangkan Semara

artinya Asmara. 3 Jadi Lampah Semara di sini diartikan sebagai sebuah perjalanan

cinta yang menghadirkan asmara yang indah. Dalam konteks garapan ini, Lampah Semara akan tercermin dari suasana yang dimunculkan dari tabuh, yang mana lebih banyak akan mengolah unsur melodi sehingga mampu menghasilkan sebuah wujud garapan yang melodis. Disini dimaksudkan garapan yang diinginkan penata lebih dominan pada unsur melodi dibandingkan dengan permainan tempo.

1.2 Ide Garapan

Ide garapan merupakan gagasan pikiran yang ingin disampaikan oleh seorang penggarap dalam karya seni. Ide dalam sebuah garapan karya seni

dianggap sangat penting, sebab tanpa adanya ide garapan mustahil akan terwujud. 3

(14)

Dalam mendapatkan sebuah ide adalah suatu hal yang gampang- gampang susah, karena ide terkadang muncul dengan sendirinya secara tiba-tiba, namun terkadang juga harus mencarinya dengan beberapa aktivitas seperti membaca, menonton, mendengar, ataupun merenungi kembali pengalaman yang pernah diala mi, dan lain sebagainya.

Seperti halnya ide garapan ini muncul dari pengalaman penata sendiri yang sangat merangsang penata untuk mentransfer ide ini ke dalam sebuah komposisi karawitan. Ide garapan ini adalah ingin membuat sebuah bentuk komposisi tabuh kreasi Gong Kebyar yang mana akan mencoba mencari kemungkinan-kemungkinan baru dalam hal struktur, melodi, serta ritme sesuai dengan tafsir penata. Dalam garapan ini akan lebih menekankan kepada pencarian harmonisasi dan suasana sehingga akan dapat mencerminkan judul garapan ini.

Dalam tahap penggarapan ini, penata mulai menyusun konsep-konsep garapan dengan mencoba mengumpulkan materi baik berupa motif- motif lagu maupun melodi yang didapat berdasarkan penafsiran dari hasil renungan. Materi- materi ini muncul tidak begitu saja, sebab ada kalanya diluar dugaan dengan cara bernyanyi atau bersiul, mendengarkan kaset akan muncul motif- motif baru yang kemudian penggarap coba catat dalam bentuk notasi karawitan Bali agar lebih mudah penggarap realisasikan dalam tahap penuangan.

Dalam garapan ini penata masih berpijak pada pola tradisi akan tetapi penata tidak memakai konsep Tri Angga sebagai struktur garapan ini. Penata disini menggunakan struktur bagian perbagian, yang akan disebut sebagai bagian pertama, bagian kedua , bagian ketiga dan bagian keempat. Adapun uraian atau isian dari masing- masing bagian tersebut adalah sebagai berikut :

(15)

5

 Bagian Pertama

Pada bagian ini penata akan gambarkan suasana yang sendu dimana dalam bagian ini penata akan mencoba memulainya dari permainan jegogan, jublag, kantil, pemade yang kadang kala jatuh pukulan gong serta masuk melodi

suling yang menggunakan tempo sedang. Dimaksudkan disini agar terkesan suasana yang sendu sesuai dengan penafsiran penata sendiri.

 Bagian Kedua

Pada bagian kedua masih menggambarkan suasana sendu, dalam

perjalanan cinta penata ini, penata merasakan kesenangan yang d imana dalam penggarapannya, sebelum memasuki pada bagian yang kedua, terlebih dahulu terdapat bagian transisi atau penyalit yang mana akan memasukkan permainan

pemade. Akan tetapi permainan kantil, jegogan, jublag, reong, dan suling

tetap bermain, dan sedikit demi sedikit tempo dinaikkan agar terkesan susana yang senang.

 Bagian Ketiga

Pada bagian ketiga ini masih menggambarkan suasana yang senang, akan tetapi seiiring dengan perjalanan cinta, pertengkaran terjadi yang mengakibatkan perpisahan dalam hubungan pacaran. Sebagaimana halnya dalam pertengkaran, penata merasakan kesedihan yang sanga t mendalam. Dalam penggaraapannya, sebelum memasuki bagian ketiga, terdapat peralihan yang mana akan memasukkan permainan jegogan, jublag, suling, dan

instrument pemade tetap bermain, akan tetapi disini menggunakan tempo yang cepat agar suasana yang dihasilkan menjadi benar-benar tegang. Pada tempo yang cepat, dengan seketika tempo diturunkan yang akan memasukkan

(16)

permainan jublag, jegog, dan suling agar suasana yang dihasilkan menjadi benar-benar sedih sesuai dengan penafsiran penata.

 Bagian Keempat

Bagian ini merupakan bagian akhir dalam garapan ini. Dimana pada bagian ini semua instrumen dapat terdengar tanpa terkecuali. Akan terjadi unjuk kebolehan dalam arti masing- masing instrumen memberikan tekanan- tekanan atau aksen-aksen yang dimainkan oleh penabuh. Suasana yang

digambarkan pada akhir garapan adalah suasana gembira. Pada bagian ini juga dengan permainan semua instrumen dengan tempo sedang untuk mencari bagian akhir yang jatuh pada pukulan gong.

Dalam penggarapan ini penata menggunakan beberapa instrumen gamelan Gong Kebyar dengan instrumen- instrumen sebagai berikut :

          

Sepasang kendang ( lanang dan wadon ).

Empat tungguh gangsa pemade.

Dua tungguh gangsa kantilan.

Dua tungguh jublag.

Dua tungguh jegogan.

Satu tungguh kajar.

Satu pangkon ceng-ceng ricik.

Satu tungguh gong lanang. Satu tungguh kempur.

Satu tungguh kemong. Dua buah suling besar.

(17)

7

1.3 Konsep Garapan

Komposisi karawitan Lampah Semara ini masih mengacu kepada konsep garap musik tradisi yakni tradisi tetap menjadi pijakan namun elemen-elemen tersebut dikembangkan melalui pengembangan unsur-unsur musikalnya seperti melodi, ritme, tempo dan dinamika. Media ungkap yang digunakan untuk mewujudkan karya ini adalah barungan gamelan Gong Kebyar.

Untuk menghindari salah persepsi terhadap wujud garapan ini, maka penata akan mencoba memberikan batasan pemahaman tentang ruang lingkup karya ini sebagai berikut :

     

Lampah Semara merupakan sebuah garapan komposisi musik kreasi yang memakai stuktur bagian-perbagian yang diantaranya : bagian pertama, bagian kedua, bagian ketiga dan bagian keempat.

Konsep musikal garapan ini mengacu pada konsep musik tradisi yang berbentuk kreasi.

Karya ini merupakan sebuah transpormasi dari pengalaman penata dalam perjalanan sebuah cinta.

Garapan ini menggunakan beberapa barungan gamelan Gong Kebyar sebagai media ungkapnya.

Garapan ini didukung oleh 20 orang.

(18)

1.4 Tujuan Garapan

Pada hakekatnya, dalam menuangkan sebuah karya atau menciptakan sesuatu sudah barang tentu mempunyai tujuan dan manfaat. Adapun tujuan penggarapan ini adalah :

1. Tujuan Umum

- Menambah khasanah seni pertunjukan di lingkungan Institut Seni Indonesia Denpasar khususnya seni Karawitan.

- Untuk menuangkan ide yang ada dalam diri penata menjadi sebuah wujud komposisi tabuh kreasi baru dengan judul Lampah Semara dengan media ungkap gamelan Gong Kebyar.

2. Tujuan Khusus

- Untuk menuangkan perasaan cinta penata ke dalam sebuah tabuh kreasi inovatif yang berjudul Lampah Semara.

- Untuk menuangkan suasana sendu, senang, tegang dan sedih sesuai dengan penafsiran penata ke dalam garapan tabuh kreasi inovatif yang berjudul

Lampah Semara.

1.5 Manfaat Garapan

Manfaat yang diperoleh dalam garapan ini adalah :





Mendapatkan pengalaman baru sebagai jembatan untuk menciptakan garapan komposisi musik baru yang lebih inovatif.

Mendapatkan wawasan baru dalam memahami suatu metode atau cara dalam berkomposisi yang ingin wujudkan sesuai dengan pemikiran penata sendiri.

(19)

9





Membantu peningkatan profesionalisme kesenimanan yang dapat diaplikasikan di masyarakat.

Dapat mengembangkan salah satu jenis kesenian Bali yaitu seni Karawitan sebagai wujud rasa peduli generasi terhadap tradisi budaya yang dimiliki.

(20)

BAB II KAJIAN SUMBER

Kajian sumber merupakan telaah yang dilakukan terhadap sumber-sumber, baik itu sumber pustaka maupun diskografi guna mendukung terwujudnya

garapan ini. Adapun sumber-sumber yang dimaksud adalah :

2.1 Sumber Pustaka

Pengantar Dasar Ilmu Estetika jilid I Estetika Instrumental. A.A.M. Djelantik. 1990. Buku ini merupakan buku pengantar estetika yang isinya banyak mengulas aspek-aspek ilmiawi yaitu : wujud, bentuk, struktur, bobot, dan

penampilan. Buku ini sangat diperlukan sebagai tinjauan sumber mengingat dalam proses penggarapan tidak terlepas dari pengetahuan estetika.

Kamus Bahasa Bali. Rsi Reshi Anandakusuma. 1968. Dalam buku ini diuraikan tentang pengertian dari pada Lampah dan Semara. Didalamnya terdapat pengertian dari Lampah berarti perjalanan dan Semara berarti Asmara.

Aransemen Karawitan Bali. I Ketut Garwa. 2005. Buku ini merupakan buku mata kuliah komposisi karawitan I yang isinya banyak mengulas tentang penggarapan aransemen karawitan yang unsur musiknya terdiri dari : nada, melodi, tempo, ritme, dinamika dan harmoni. Buku ini sangat diperlukan sebagai tinjauan sumber dimana dalam proses penggarapan tidak terlepas dari cara mengaransemen lagu.

Prakempa sebuah lontar gamelan Bali, oleh I Made Bandem, 1986. Prakempa ini merupakan sebuah lontar metologi gamelan Bali yang diduga cukup tua umurnya. Prakempa dimaksudkan sebagai seluk beluk gamelan Bali yang pada hakekatnya berintikan tatwa (filsafat dan logika), susila (etika), lango (estetika),

(21)

11

dan gegebug (teknik). Lontar ini penata jadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengkaji garapan dari sudut estetika, logika, dan estetika.

Ubit-ubitan sebuah teknik gamelan Bali, oleh I Made Bandem, Mudra, 1993. Didalam buku ini mengemukakan empat belas jenis teknik ubit- ubutan yang dapat memberikan identitas kepada masing- masing gamelan Bali. Beberapa dari keempat belas teknik tersebut dijadikan dasar dalam mengembangkan teknik permainan yang digunakan dalam garapan ini.

Pengantar Karawitan Bali merupakan sebuah buku karya I.W.M. Aryasa tahun 1983 yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Bali. Buku ini memberikan informasi diskripsi tentang gamelan Gong Kebyar yang merupakan media ungkap yang digunakan dalam garapan ini.

2.2 Sumber Discografi

Kaset Festival Gong Kebyar tahun 2007 Duta Kabupaten Gianyar hasil rekaman Bali Record. No. B 1214. Dalam kaset ini terdapat sebuah tabuh kreasi karya I Nyoman Windha, SSKar., MA yang berjudul Maskumambang. Tabuh kreasi ini penata jadikan sebagai sumber referensi karena dalam tabuh ini penata banyak mendapatkan sumber referensi mengenai pola-pola kekotekan serta struktur tabuh.

Kaset Festival Gong Kebyar tahun 2007 Duta Kabupaten Karangasem hasil rekaman Bali Record. No. B 1219. Dalam kaset ini terdapat sebuah tabuh kreasi karya Agus Teja Santosa, S.Sn. yang berjudul Bara Dwaja. Tabuh kreasi ini penata jadikan sebagai sumber referensi karena dalam tabuh ini penata banyak mendapatkan sumber referensi mengenai pola-pola gegenderan.

(22)

Kaset rekaman gending yang berjudul Saur Manuk ( koleksi pribadi ), karya I Wayan Wiriadi. Disini penata mendapatkan sebuah inspirasi untuk menggabungkan antara permainan suling, jublag, jegog, dan juga permainan ritme.

Kaset rekaman gending “ Gelar Sanga “ (koleksi pribadi), karya I Nyoman Windha. Disini penata mendapatkan suatu inspirasi dalam pembuatan gending bapang yang akan nantinya akan dipadukan dengan teknik-teknik kotekan serta variasi pukulan reong dan juga permainan tempo.

(23)

BAB III

PROSES KREATIVITAS

Proses penggarapan merupakan hal yang menentukan keberhasilan sebuah karya seni. Dengan menyusun proses yang dialami dalam penggarapan, maka akan dapat mempermudah dalam tahapan-tahapan yang akan dilakukan guna mewujudkan suatu garapan karya seni. Dalam hal ini diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dan ketelitian di dalam pelaksanaannya. Keterampilan

menabuh, pengalaman, wawasan seni yang dimiliki serta kreativitas yang tinggi merupakan beberapa hal yang sangat menunjang dalam penggarapan, di samping faktor internal maupun eksternal. Faktor internal adalah kesiapan mental secara fisik penata, sedangkan faktor eksternal adalah kesiapan pendukung dan sarana lainnya seperti tempat dan alat sebagai media.

Setiap tahap pada proses dan hasil pekerjaan sang seniman selalu akan mengandung ciri-ciri khas yang merupakan akibat dari segala pengaruh dan pengalaman-pengalaman sang seniman baik yang disadari maupun yang tidak di sadari. Pengaruh-pengaruh tersebut berkaitan dengan lingkungan hidupnya, pendidikannya, apa yang pernah dibaca, pengalaman yang khusus dan latar belakang kebudayaannya. Ketiga tahapan tersebut akan dijadikan sebagai bahan acuan dalam penggarapan karya ini.

Dalam penggarapan karya seni, proses merupakan tahapan-tahapan penting untuk mewujudkan karya seni tersebut. Begitu juga halnya dalam penggarapan komposisi karawitan kreasi Lampah Semara ini dilakukan melalui tiga tahapan. Ketiga tahapan tersebut mengacu pada konsep Alam M Hawkins dalam buku Creating Through Dance, New York, Prentice, Hall, Inc, 1954, dan

(24)

dialih bahasakan oleh Soedarsono dalam diktat Pengantar Pengetahuan dan Komposisi Tari, disebutkan bahwa ada tiga tahapan yang ditempuh dalam proses penggarapan karya seni yaitu : penjajagan (eksplorasi), percobaan (improvisasi) dan pembentukan (forming). 4 Meskipun pendapat Alam. M Hawkins mengenai

proses penciptaan tari, namun dapat juga diadopsi dalam proses kreativitas lainnya dalam dunia seni pertunjukan, termasuk dunia musik atau karawitan.

3.1 Tahap Penjajagan ( Eksplorasi )

Tahapan ini merupakan langkah awal dalam proses penggarapan. Pada tahap ini yang pertama dilakukan adalah memikirkan ide, kemudian bagaimana bentuk serta tata penyajian garapan tersebut. Pencarian ide yang merupakan pedoman utama dalam mewujudkan karya seni, tidaklah muncul secara mudah. Ide muncul dari pengalaman hidup penata sendiri pada saat perjalanan cinta penata yang berawal dari rasa senang selanjutnya de ngan tiba-tiba ada rasa sedih dan ada juga rasa bahagia yang penata rasakan.

Penentuan ide diatas penata selalu dihantui keraguan pada apa yang penata fikirkan saat itu. Setelah merenungi dan mencoba melakukan wawancara dengan beberapa seniman yang diantaranya : I Putu Budiartana, S.Sn dari Br. Kukuh Kerambitan dan I Made Sukarda dari Br. Kedampal Kerambitan, yang

mengatakan bahwa gamelan Gong Kebyar dapat mendukung suasana dari garapan yang berjudul Lampah Semara ini. 5Akhirnya timbul inspirasi untuk menuangkan

ide tersebut ke dalam bentuk karya komposisi Tabuh Kreasi dengan gamelan

4

I Gede Panca Gangga, “Gita Kalangen” Skrip Karya Seni. Denpasar : 2008. ISI Denpasar. P.12

5

Hasi wawancara dengan I Putu Budiartana, Kukuh Keramb itan dan I Made Sukarda, Kedampal Keramb itan, pada tanggal 9 Februari 2011, pukul 15.00 W ita dan pada tanggal 10 Februari pukul 18.00 Wita

(25)

15

Gong Kebyar sebagai media ungkapnya. Penuangan materi untuk mewujudkan garapan terkadang muncul secara tiba-tiba, seperti membaca, menonton, mendengar, ataupun merenungi kembali pengalaman yang pernah dialami.

Disamping itu penata juga terinspirasi dari karya-karya komposisi karawitan yang pernah penata dukung dan penata dengarkan. Selain itu penata juga mendengarkan CD ataupun rakaman, baik audio maupun audio visua l yang diantaranya : kaset rekaman Maskumambang karya I Nyoman Windha, SSKar., MA, kaset rekaman

Bara Dwaja karya Agus Teja Santosa, S.Sn dan kaset rekaman Saur Manuk karya I Wayan Widiari. Dari mendengar CD ataupun kaset rekaman, penata dapat inspirasi baru khususnya dalam pembuatan motif pokok gending yang kemudian penata catat pada kertas dalam bentuk ding, dong. Notasi yang penata tulis masih secara acak, meski demikian penata sempurnakan dan penata kembangkan kembali serta dijadikan sebagai bahan materi dalam penuangan.

Dalam suatu proses penggarapan sebuah karya seorang penata harus dibekali dengan daya kreativitas yang tinggi dan juga bahwa sebenarnya untuk membuat suatu garapan atau membuat suatu komposisi musik kita perlu mempunyai ekspresi musik. Sebuah musik sering kali menimbulkan reaksi dan respon emosi pada saat tertentu, seperti ketika merubah tempo atau klimaks tema dikehendaki komposisinya. Tempo sebuah lagu merupakan karakteristik ekspresi emosi atau menjadi sebuah pengalaman musik bagi pendengaran seseorang, dapat dikatakan bahwa karakteristik musik seperti irama, tempo, melodi dan harmoni yang dirasakan pendengar dapat menjadi sebab untuk mengekspresikan emosi. 6

6

(26)

Proses munculnya gending sebagai media utama dalam penuangan garapan, pada tahapan ini lebih banyak terjadi secara tiba-tiba. Pada saat berkonsultasi dalam membuat gending justru terkadang sulit menghasilkan gending bahkan bisa mengalami kebingungan maupun buntu untuk berfikir.

Tetapi sebaliknya tanpa disadari secara tiba-tiba motif gending serta ide- ide dalam penyajian karya komposisi yang akan diwujudkan terkadang muncul pada saat seperti membaca, menonton, mendengar, ataupun merenungi kembali pengalaman yang pernah dialami, dengan motif gending tersebut langsung penata coba dengan gamelan Gong Kebyar yang ada di Banjar Kedampal, Kerambitan, Tabanan untuk mencari kemungkinan adanya motif baru yang dapat sebelum dituangkan kepada para pendukung yang berasal dari Banjar Kedampal, Banjar Tengah Kerambitan dan Banjar Kukuh Kerambitan, Tabanan. Akhirnya dari tahapan ini didapatkan konsep dalam penyajian serta motif- motif gending yang merupakan penentu yang terwujudnya karya seni.

3.2 Tahap Percobaan ( Improvisasi )

Tahap improvisasi (percobaan) ini merupakan tahap kedua dalam proses penggarapan. Dalam tahap ini penata mencoba mempraktekkan sendiri melodi- melodi yang telah terkumpul sebelumnya, dengan menggunakan gangsa pemade

dan terkadang menggunakan suling dalam gamelan Gong Kebyar. Adapun maksud dan tujuan proses ini adalah untuk mencoba mencari kemungkinan lebih baik dari segi melodi, teknik permainan maupun harmonisasi dari materi yang telah dikumpulkan. Melalui proses ini penata akan lebih mudah menuangkan kepada para pendukung nantinya.

(27)

17

Sebelum melanjutkan proses penggarapan, penata terlebih dahulu mengadakan upacara nuasain/nuasen (ritual untuk memulai latihan) yang

dilaksanakan pada tanggal 18 Maret 2011 di Pura Saren Gong Banjar Kedampal, Kerambitan, Tabanan. Kebiasaan umat Hindu khususnya di Bali, bahwa dalam melaksanakan suatu kegiatan terlebih dahulu diawali dengan nuasen, yaitu hari baik (dewasa ayu) untuk memulai latihan yang disertai dengan melakukan persembahyangan. Tujuannya untuk memohon keselamatan serta kelancaran dalam proses penggarapan. Setelah menentukan hari baik barulah penata mulai menuangkan ide- ide penata kedalam sarana yang akan digunakan. Dalam hal ini sebelumnya sudah pernah mencoba dengan menggunakan gamelan Gong Kebyar.

Setelah mendapatkan motif- motif gending, nantinya penata akan mencoba menuangkannya kepada para pendukung sambil mencari motif- motif kotekan dan aksen-aksen lagu yang baru, namun terkadang penata lakukan secara silih berganti dengan tahapan pembentukan. Yakni dengan pengolahan motof- motif dengan cara penambahan (addition) dimana dalam penambahan yang dimaksud adalah

penambahan aksen. Yang dimaksud penambahan aksen-aksen pukulan kendang, pukulan riong, dan ruas-ruas lagu yang kurang mendukung suasana yang penata inginkan. Pengurangan (diminution), yang dimaksud adalah pengurangan waktu yang diinginkan agar tidak melebihi batas waktu yang ditentukan, serta pelebaran

(augmentation), yang dimaksud adalah pelebaran melodi yang semula hanya 12 baris diperlebar menjadi 16 baris. Setelah itu penata menentukan jadwal latihan yang tepat, karena jadwal latihan sangat menunjang dalam keberhasilan sebuah garapan. Akhir dari tahapan percobaan ini, selain menentukan kemudahan dalam penuangan, juga menemukan motif- motif, teknik permainan serta pola-pola yang

(28)

pasti akan digunakan dalam penggarapan karya seni, khususnya komposisi karya seni Tabuh Kreasi Lampah Semara.

3.3 Tahap Pe mbentukan ( Forming )

Tahapan ini merupakan tahap akhir dari keseluruhan tahap yang dilak ukan dalam proses kreativitas, untuk mewujudkan sebuah garapan karya seni tabuh kreasi. Pada tahap ini mulai diterapkan atau dituangkan ide dan konsep yang telah disiapkan, yang disertai dengan pengaplikasian segala bentuk percobaan atau eksperimen yang telah dilakukan sebelumnya.

Cara dan hasil pekerjaan seorang seniman selalu mengandung ciri khas yang merupakan akibat dari segala macam pengaruh dan pengalaman dari seniman itu sendiri. Bakat seni adalah salah satu faktor yang mempengaruhinya, yang tidak bisa diajari atau dipelajari dan memang sudah ada dalam diri masing- masing seniman. Disamping itu, faktor keterampilan yang merupakan hasil dari bakat yang dipadukan dengan kerajinan, keuletan, kesungguhan dan ketekunan untuk melatih diri, untuk menguasai dan mengembangkan teknik yang dimiliki, sangat menentukan kemampuan untuk memilih, mengolah dan menggunakan media tertentu untuk menghasilkan penampilan atau hasil yang maksimal.

Pembentukan atau penuangan materi ini diawali dengan melakukan upacara persembahyangan, memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa / Ida Sang Hyang Widi Wasa supaya apa yang direncanakan dan dilakukan dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan harapan. Beberapa orang penabuh yang dilibatkan dalam garapan ini di antaranya berasal dari Banjar Kedampal, Banjar Tengah, dan Banjar Kukuh, Kerambitan, Tabanan. Hal ini diupayakan untuk mempercepat proses dan menekan seminim mungkin hambatan yang kiranya mungkin timbul

(29)

Tahap Kegiatan

Intensitas Waktu Kegiatan

Februari Maret April Mei

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Tahap Pejajagan

Tahap Percobaan Tahap Pembentukan

19

saat proses penuangan. Proses penuangan ini dilakukan secara sistematis bagian per bagian dan dilakukan secara rutin guna menghasilkan garapan yang semantap mungkin. Dalam setiap proses latihan yang dilakukan, para pendukung selalu diberikan pengertian atau pemahaman tentang konsep dari garapan ini, agar mereka mengerti betul apa yang menjadi isi dan dasar pemikiran penata untuk mewujudkan garapan ini.

Dalam proses ini, selalu diadakan pendekatan dengan para pendukung, untuk menentukan waktu latihan agar latihan dapat dilakukan seefektif mungkin. Disiplin dan kekompakan kehadiran pada waktu latihan diterapkan untuk

mempercepat proses, disamping menghemat waktu dan biaya produksi. Cara ini diharapkan dapat memberikan efek positif terhadap para seniman atau penabuh lainnya secara umum.

Tabel 1. Intensitas Kegiatan

Keterangan

: Persiapan untuk mewujudkan karya

: Latihan agak padat 3 x seminggu selama + 2 jam : Latihan padat setiap 5 x seminggu selama + 2 - 3 jam

(30)

No. Tanggal Kegiatan Tempat Keterangan 1. 17-1- 2011 Mengumpulkan Proposal Fakultas Seni Pertunjukan Proposal dapat terkumpulkan 2. 25-2- 2011

Ujian Proposal Kampus ISI Denpasar Ujian berlangsung dengan lancer 3. 07-2- 2011 Mencari sumber referensi

Toko Buku Menemukan buku yang dicari 4. 14-2- 2011 Mencari sumber referensi

Toko Buku Menemukan buku yang dicari 5. 15-2- 2011 Mengecek instrumen yang akan dipakai Di Banjar Kedampal Kondisi gamelan sudah memadai 6. 17-2- 2011 Mendengarkan kaset

Di rumah penata Mencari motif- motif ornamentasi 7. 18-2- 2011 Menghubungi ketua Gong Banjar Kedampal Meminta izin untuk meminjam gamelan 8. 25-2- 2011 Menghubungi para pendukung Banjar Kedampal dan Banjar Tengah Kerambitan Pendukung menerima ajakan yang diajukan penata 9. 26-2- 2011 Mendengarkan word musik

Di rumah penata Mencari motif- motif ornamentasi 10. 18-3- 2011 Nuasen sekaligus mengadakan latihan ringan penuangan awal lagu Di Banjar Kedampal Sebelum penuangan materi penata menjelaskan ide yang akan

digarap 11. 29-3-

2011

Latihan gagal Di Banjar Kedampal

Balai Banjar digunakan

rapat

(31)

12. 30-3- 2011 Penuangan materi pada bagian I Di Banjar Kedampal Materi yang dituangkan dapat dipahami 13. 31-3- 2011 Penambahan materi pada bagian I Di Banjar Kedampal Materi bagian 1 dapat dipahami 14. 01-4- 2011 Bimbingan skrip dengan Bapak Wardizal Kampus ISI Denpasar Perbaikan BAB I dan BAB II 15. 04-4- 2011

Latihan gagal Di Banjar Kedampal Balai Banjar digunakan rapat 16. 05-4- 2011 Pemantapan bagian I dan penambahan pada bagian I Di Banjar Kedampal Bagian 1 sudah dapat di tuntaskan 17. 11-4- 2011 Bimbingan skrip dengan Bapak Wardizal Kampus ISI Denpasar Perbaikan BAB II dan BAB III 18. 11-4- 2011 Memantapkan bagian I dan mencari transisi pada bagian II Di Banjar Kedampal Bagian transisi dapat dipahami 19. 13-4- 2011 Penambahan materi padaBagian II dan mengadakan rekaman Di Banjar Kedampal Hasil rekaman cukup baik 20. 14-4- 2011 Pemantapan pada bagian I dan II Di Banjar Kedampal Tidak ada materi yang dituangkan. 21. 15-4- 2011 Pemantapan pada bagian I dan II Di Banjar Kedampal Materi bagian 1 dan 2 sudah dimantapkan 22. 18-4- 2011 Bimbingan skrip dengan pak Wardizal Kampus ISI Denpasar Perbaikan BAB I, II, dan

III 21

(32)

21. 21-4- 2011 Bimbingan skrip dengan pak Wardizal Kampus ISI Denpasar Perbaikan BAB IV 22. 21-4- 2011 Penambahan pada bagian III

Di Banjar Kedampal Materi yang ditambah belum maksimal 23. 22-4- 2011 Penambahan pada bagian III

dan rekaman Di Banjar Kedampal Materi yang ditambah sudah cukup maksimal 24. 23-4- 2011 Bimbingan karya dengan pak Wardizal Kampus ISI Denpasar Bagian I dan II 25. 26-4- 2011 Bimbingan skrip dengan pak Wardizal Kampus ISI Denpasar Perbaikan BAB IV dan V 26. 26-4- 2011 Penambahan pada bagian III

Di Banjar Kedampal Pendukung sudah memahami materi yang dituangkan 27. 28-4- 2011 Memantapkan Bagian I, II, III dan penambahan pada bagian IV Di Banjar Kedampal Materi bagian 4 belum bisa dipahami 28. 29-4- 2011 Memantapkan Bagian I, II, III dan penambahan pada bagian IV dan rekaman Di Banjar Kedampal Materi yang dituangkan sudah dapat dipahami oleh pendukung 29. 30-4- 2011 Bimbingan karya dengan pak Wardizal Kampus ISI Denpasar - 30. 30-4- 2011 Memantapkan Bagian I, II, III dan penambahan pada bagian IV Di Banjar Kedampal Materi yang dituangkan sudah dapat dipahami oleh pendukung

(33)

33. 04-5- 2011

Memantapkan Bagian I, II, III,

IV dan penambahan bagian akhir Di Banjar Kedampal Pendukung sudah memahami bagian 4 31. 01-5- 2011 Memantapkan Bagian I, II, III, IV dan rekaman Di Banjar Kedampal Rekaman yang dihasilkan belum maksimal 32. 03-5- 2011 Memantapkan Bagian I, II, III,

IV dan penambahan bagian akhir Di Banjar Kedampal Bagian akhir belum dipahami pendukung 33. 04-5- 2011 Memantapkan Bagian I, II, III,

IV dan penambahan bagian akhir Di Banjar Kedampal Pendukung sudah memahami bagian akhir 34 05-5- 2011 Memantapkan Bagian I, II, III,

IV dan bagian akhir Di Banjar Kedampal Pendukung sudah memahami seluruh bagian garapan 35 07-5- 2011 Memantapkan Bagian I, II, III,

IV dan bagian akhir dan rekaman Di Banjar Kedampal Hasil rekaman sudah cukup maksimal 36 08-5- 2011 Henghaluskan bagian I dan II Di Banjar Kedampal Pendukung dapat mengerti bagian keras lirihnya lagu 37 10-5- 2011 Menghalusakn bagian III, IV dan bagian akhir

Di Banjar Kedampal Pendukung dapat mengerti bagian keras lirihnya lagu 38 11-5- 2011 Menghalusakn bagian III, IV dan bagian akhir

Di Banjar Kedampal Pendukung dapat mengerti bagian keras lirihnya lagu 39 12-5- 2011 Memantapkan seluruh bagian lagu Di Banjar Kedampal Hasil yang dicapai sudah cukup maksimal 23

(34)

40 13-5- 2011 Memantapkan seluruh bagian lagu Di Banjar Kedampal Hasil yang dicapai sudah cukup maksimal 41 16-5- 2011 Memantapkan seluruh bagian lagu Di Banjar Kedampal Hasil yang dicapai sudah cukup maksimal 42 17-5- 2011 Mengadakan Sembahyang bersama Di Banjar Kedampal Pendukung selurunya dapat melaksanakan persembahyangan 43 18-5- 2011

Gladi kotor dan bersih

Natya Mandala Hasil yang dicapai berjalan dengan lancer 44 20-5- 2011 Penambahan gerak Di Banjar Kedampal Hasil yang dicapai belum maksimal 45 23-5- 2011 Memantapkan materi I-IV dan

pemantapan gerak Di Banjar Kedampal Hasil yang dicapai sudah maksimal 46 25-5- 2011 Ujian penyajian karya

Natya Mandala Hasil yang dicapai sudah

(35)

BAB IV WUJUD GARAPAN

Komposisi Lampah Semara ini merupakan sebuah garapan musik kreasi baru yang masih berpegang pada pola-pola tradisi karawitan Bali. Pola-pola tradisi tersebut dikembangkan baik dari segi struktur lagu, teknik permainan maupun motif- motif gendingnya dengan penataan atau pengolahan unsur-unsur musikal seperti nada, melodi, irama (ritme), tempo, harmoni dan dinamika. Di samping itu juga dilakukan penataan penyajian agar musik yang disajikan tidak hanya enak didengar tetapi juga enak dilihat. Selain hal- hal tersebut di atas, sifat- sifat estetik umum seperti unity (keutuhan, kekompakan, kerapian), intensity

(kekuatan, keyakinan, kesungguhan) dan complexity (kerumitan) dijadikan acuan dalam mewujudkan karya untuk memberikan bobot seni terhadap garapan yang berkualitas. 7

4.1 Struktur Garapan

Istilah komposisi secara umum berarti susunan. Dalam konteksnya dengan karawitan Bali berarti susunan elemen-elemen musikal menjadi sebuah gending

atau lagu. 8 Begitu juga dengan musikalitas garapan komposisi Lampah Semara

ini, disusun berdasarkan komposisi / struktur garapan yang terdiri dari empat bagian yang akan disebutkan sebagai bagian pertama, kedua, ketiga dan keempat dimana masing- masing bagian memiliki karakter musikal yang berbeda. Adapun susunan-susunannya adalah sebagai berikut :

7

A.A. Md. Jelantik, 1990. Pengantar Dasar Ilmu Estetika, Jilid I. Denpasar: Seko lah Tinggi Sen i Indonesia.p.48.

8

I Gede Panca Gangga. “Gita Kalangen”Skrip Karya Seni. Denpasar : 2008. ISI Denpasar, p.19

(36)

4.1.1 Bagian Pertama

Bagian ini adalah bagian awal dari pada garapan Lampah Semara yang dimulai permainan jublag dan jegogan. Kemudian dilanjutkan dengan permainan gangsa pemade dan gangsa kantilan. Setelah permainan gangsa,

dilanjutkan kembali dengan permainan reong dan dibarengi dengan permainan

suling dan jatuh pukulan gong sebagai finalisnya. Kemudian permainan suling

bermain dengan sendirinya dengan sesekali jatuh pukulan jegogan.

Dilanjutkan kembali dengan permainan permainan melodi jublag, suling, dan

gangsa. Dengan tempo yang sedang, permainan suling kembali bermain dengan sendirinya kemudian gangsa masuk dengan mengangkat tempo menjadi lebih cepat dan kajar sebagai penentu tempo dari garapan ini yang dibarengi dengan permainan kecek . Dengan tempo yang cepat, instrument

jublag kembali bermain dengan sistem ngotek dengan dibarengi dengan permainan suling yang mengikuti dari pada melodi jublag tersebut. Setelah itu, kembali instrumen gangsa bermainan dengan sistem ngotek. Dilanjutkan kembali dengan permainan jublag, jegogan, dan suling, kemudian dilanjutkan kembali dengan permainan reong. Disela-sela permainan reong, masuk permainan jublag dan jegogan. Dilanjutkan dengan masuknya permainan

kendang dan kecek yang dibarengi dengan permainan gangsa, jublag, reong jegogan dan gong sebagai tanda finisnya bagian pertama. Kemudian masuk lagi permainan melodi jublag yang dibarengi dengan gangsa. Dengan penyalit kebagian dua, masuk instrument reong dan gangsa. Yang mana notasi dalam bagian 1 sebagai berikut :

(37)

27 Bagian 1 JB + JG :

17 .5 .4 35

.3 .7 .3 17

43 1

17 53 5

GSP + KTL :

3171 3171 3171 3171

3 1317 5 4543

SL + RG :

13 45 .4 .3

13 43 35 .3

(1)

13 45 .4 .3

41 .3 43 13

43 13 4

.1

.3 43 13 43 13

4

.3 .4 57

15 7

JB + JG + SL :

31 71 31 7

SL :

7

13 45 .4

31 76 7 .

13 13 71 .4

71 71 .7 61

.3 23 42 3

31 34 5 .

76 4

.1 7 13 4

GSP + KTL : .

45 7545 7 1757 1

(38)

SL :

.57 17 54 3

4 13 45 43 1

71

23 21 7

. 13 45 .4

.3 .5 .3 4

. 34 57 1

GSP + KTL :

1.71 3 .575 4354 3

7

5

4

3

4

3 1 7

JB + JG + SL :

71 75 74 57

13 17 17

54 54 31

31

71 3

3

4 5 7

dua kali

1 2 7 ( 1 )

JG + GSP + KTL

71 57 17 1

.1 73 17 5

71 45 71 3

.7 15 71 75

4

35 43 1

.3 45 .3 1

34 57 ( 1)

dua kali

(39)

29 JG + JB + SL :

15.1 .51 .51 7457 15.1 .51 .51 7457 1

17.5 .717 5431

13 71 31 37

SL :

557 17 15 71

13 45 71 34

.4 .3 1

JG + JB + SL :

3 5 43 .5

3 5 43 .5

3

13 71 34 5

2 1217 1754 5

5.31 345 3134 5

.3 .5 .3 4

.3 .5 .3 4

SL :

35 4 35 43

54 3 .

.

RG :

1317 13 .1 3

5754 57 .5 7

45 3 45 3

75 75 7 1754

4531 7 . .

1345 3

431 7

57 1754 57 1

.45 7545 7.45 7545 3.13 7134 5.45 7545 3

.1 .3 45 43

41 .3 45 31 7

(40)

5717 5 7545 7

71 75 43 45

GSP + KTL :

.13 43 43 13 4

GSP + KTL + JB :

4 3 1 3 4

3 1 3 4

.4 7 17 54

5 4 5 7

GSP + KTL :

4 7 4 7

4 5 7 4

5717 5 7545 7

71 75 4 57 ( 1 )

3 1 3 4

3 5 4 3

3 54 31 7

5 4 17 ( 5 )

.1 .1 ( 1 ) .

5 .7 .7 .7 ( 7 )

4.1.2 Bagian Kedua

Pada bagian kedua ini diawali dengan permainan jublag, jegogan sebagai melodi pokok begitu juga instrumen suling. Dalam permainan jublag dan

jegogan serta instrumen suling terdapat lima melodi pokok dimana melodi pertama sampai keempat berbeda dan melodi kelima dengan sistem ngubeng. Dalam permainan melodi pokok itu, permainan gangsa dan kantil juga

dimainkan ke dalam melodi pokok tersebut dengan menggunakan latihan yang berbeda. Kemudian dilanjutkan permainan gangsa dan kantilan lewat

(41)

31

permainan ubit-ubitan. Permainan bersama-sama dengan instrumen dengan silih berganti membuat suatu jalinan dengan memainkan melodi yang sama dilanjutkan dengan permainan kendang dengan diikuti permainan reong dan masuk kebyar sebagai peralihan bagian ketiga dengan pukulan gong sebagai finalisnya. Adapun notasi pada pada bagian 2 ini sebagai berikut :

Bagian 2

.7 54 57 .4

.7 54 57 .4

.7 54 31 3

.7 54 31 3

.

1

3

13

45 .3 .1 7

57 45 71 75

.1 34 31 75

Dengan sistem ngubeng

4

4

54 31 7

54 31 ( 3 )

13 45 .4 3

13 45 .4 3

13 71 34 3

delapan kali

.1 34 57 5

.7 54 57 54

3

54 31 7

.5 71 75 .7

.4 57 17 5

74 57 17 54

3

54 31 ( 3 )

Kembali ke bagian Dua

4.1.3 Bagian Ketiga

Pada bagian ini diawali dengan permainan bersamaan di antara kendang, gangsa, kentilan, jublag, jegogan, suling, dan reong. Dimana kajar sebagai tempo dalam permainan ini, permainan cengceng, teknik hentakan atau pukulan ngajet dan pukulan gong sebagai finalisnya. Permainan reong yang

(42)

permainan kendang sebagai aksen-aksen. Adapun notasi pada pada bagian 3 ini sebagai berikut :

Bagian 3 JBG + GSP + KTL :

5713

4

1

7

4

5

1

4

4

5

1

3

3

4

4

5

5

7

1

1

7

7

5

5

4

4

7

3

5

4

3

5

(4 )

7

tiga kali Brs :

5

7

7

5

4

1

1

4

5

4

3

7

7

3

4

5

5

7

3

7

4

1

5

1

5

3

4

5

3

(1)

3

( 7 )

dua kali GR + JBL :

1

1

3

4

4

3

1

1

1

1

3

4

4

3

1

1

(43)

33

7

5

1

4

7

3

5

4

7

7

4

5

5

3

7

4

Brs :

1

1

1

37 .1 .3

37 .1 .3

31 43 1

.5

.5

31

.3

.3

43

.5

.5

13

43

43

45

7

77

.7 .

JBG + GSP + KTL :

.4 31 35 43

JBG + SL :

1

11

.1 .117

17

57

45

75

72

11

.3

.1 .117

45 317

5

17

57

.7

45

13

75

43

72

1

1

dua kali 4.1.4 Bagian Keempat

Bagian ini merupakan bagian akhir dari garapan ini yang diawali dengan permainan suling dan jegogan yang diawali dengan nada ndung, dilanjutkan

(44)

dengan permainan jublag dan jegogan menjadi melodi pokok yang disele- selanya masuk permainan gangsa dengan sistem ngotek. Dilanjutkan kembali dengan permainan reong dengan permainan melodi jublag. Kemudian

dilanjutkan kembali dengan permainan melodi jublag dan suling dan kantil, yang mana kantil ini bermain dengan sistem niltil. Dilanjutkan kembali dengan permainan melodi jublag masuk permaian gangsa. Setelah permaian

gangsa kemudian dilanjutkan dengan permainan ke seluruh instrumen dimana permainan kajar sebagai tempo, dan disaat tertentu terjadi adanya jeda secara mendadak yang kemudian masuk instrumen gangsa dan kantilan dengan permainan silih berganti serta diakhiri dengan pukulan gong sebagai

finalisnya. Bagian ini merupakan klimak dari garapan ini. Adapun notasi pada pada bagian 4 ini sebagai berikut :

Bagian 4 SL Tutupan Ndang :

3

3

4

4

5

5

7

7

57

57

1

1

7

7

54

54 3

.45

7

5754 3

.45

7

5754 3

.45

7

.5

.

4

54

3

JBG + GSP + KTL :

71

71

71

74

57

53

45

43 1

(45)

35

5

3

.7

7

4

4

15

1

3

5

71

7

1

7

3

45

5

5

.7

.7

3

7

15

.3

4

1

71

.7

5

3

3

1

JBG + RG :

.13

.13

45

45

43

43

45

45

.3

.3

.5

.5

43

43

1

1

1343 1

1343 15

.3

.5

43

1

JBG + KTL :

5

5

5

5

5

7

3

3

3

3

1

4

4

4

4

7

3

3

3

3

5

1

17

1

17

3

5

57

5

57

4

7

1

7

1

.

.

.

.

.

JBG + GSP + KTL :

.5

7

17

57

.5

35

45

7

.7

.7

.5

7545

7

(46)

Kembali ke Bagian Empat

4.2 Instrumentasi

Gamelan gong kebyar merupakan alat musik tradisional Bali yang berlaras

pelog 10 nada. Dalam satu perangkat/barungan, gamelan ini terdiri dari berbagai jenis instrument yang sebagian besar merupakan instrumen berupa bilah dan

pencon dan beberapa alat perkusi.

Bentuk fisik gamelan ini terdiri dari ugal, gangsa pemade, gangsa kantilan, jublag dan jegogan. Sedangkan alat-alat berpencon terdiri dari gong, riong, kempli, kajar, klemong dan kempul. Alat-alat perkusi lainnya adalah

kendang dan cengceng.

4.3 Fungsi Instrumen

Fungsi dari masing- masing instrumen Gamelan Gong Kebyar jauh menyimpang dari fungsi sebelumnya (tradisi), hanya saja ada beberapa instrumen yang dikembangkan fungsinya, tentunya disesuaikan dengan kebutuhan musikalitas untuk mendukung ide garapan ini.

Adapun fungsi instrumen dalam garapan ini adalah sebagai berikut:

4.3.1 Riong

Dalam garapan ini fungsi riong adalah: -

- -

Memberi hiasan terhadap nada pokok berupa ubit-ubitan

Memberi angsel-angsel

Membuat jalinan motif- motif tertentu

(47)

37

Fungsi kendang dalam garapan ini adalah: -

- - -

Sebagai pemurba irama

Sebagai penghubung ruas-ruas gending

Memberi angsel-angsel

Mengendalikan tempo dan irama gending

4.3.3 Gangsa Pemade

Gangsa pemade ini merupakan bagian dari barungan Gamelan Gong Kebyar yang terdiri dari dua pasang tungguh pemade yaitu pengumbang dan

pengisep. Setiap tungguhannya terdiri dari 10 buah bilah. 9

Fungsi gangsa pamade dalam garapan ini adalah : -

- - -

Membuat jalinan melodi- melodi tertentu dengan permainan tunggal. Memberi hiasan terhadap nada pokok berupa ubit-ubitan.

Memberi angsel-angsel (ritme) Memberi jalinan motif- motif tertentu

4.3.4 Kantilan

Tungguhan kantilan ini hampir sama dengan tungguhan gangsa pemade, tetapi tungguhan kantilan nadanya lebih tinggi dibandingkan dengan gangsa pemade. Dalam garapan ini digunakan sepasang tungguhan kantilan (ngumbang- ngisep), dimana fungsinya sama dengan gangsa pemade.

4.3.5 Jublag

9

I Gede Panca Gangga. “Gita Kalangen” Skrip Karya Seni. Denpasar : 2008. ISI Denpasar, p.25

(48)

Jublag ini adalah instrumen yang berfungsi menentukan jatuhnya pukulan

jegogan. Dalam garapan ini instrumen jublag juga berfungsi menjalankan melodi- melodi pokok.

4.3.6 Jegogan

Fungsi instrumen jegogan adalah untuk memperjelas tekanan gending

pada setiap akhir lagu. Dalam garapan ini fungsi instrumen jegogan juga dikembangkan sebagai pembawa melodi. 10

4.3.7 Gong

Fungsi instrument ini adalah sebagai finalis atau semi finalis mengakhiri lagu/gending. Dalam garapan ini juga berfungsi untuk memberikan tekanan- tekanan lagu sesuai dengan tujuan lagu itu sendiri.

4.3.8 Kempur dan Klentong

Secara umum fungsi instrumen ini adalah sebagai pemegang ciri tabuh, pendorong jatuhnya pukulan gong dan pematok ruas-ruas gending. Dalam garapan ini fungsi tersebut tidak jauh menyimpang dari fungsi- fungsi tersebut di atas.

4.3.9 Kajar

Fungsi instrumen kajar dalam garapan ini masih sama seperti fungsi kajar

pada barungan gamelan lainnya yaitu sebagai pemegang irama dan menentukan tempo yang diinginkan.

4.3.10 Cengceng Gicik

Fungsi cengceng dalam garapan ini adalah: 10

I Gede Panca Gangga. “Gita Kalangen” Skrip Karya Seni. Denpasar : 2008. ISI Denpasar, p.26

(49)

39

- -

Sebagai pengisi irama

Membuat angsel-angsel, variasi- variasi tertentu bersama dengan

kendang.

4.3.11 Suling

Fungsi instrumen suling dalam garapan ini adalah: -

- - -

Memperindah bagian-bagian gending yang lirih Membuat suasana tertentu

Membuat variasi-variasi Menjalankan melodi

4.4 Teknik Permainan

Teknik permainan merupakan apartus dalam gamelan Bali dan teknik- teknik tersebut menjadi indikator pokok dalam mempelajari gaya (style) gamelan. Menurut uraian yang terdapat dalam lontar Prakempa, bahwa istilah umum yang digunakan untuk teknik menabuh dalam gamelan Bali dan erat kaitannya dengan orkestrasi, serta menurut Prakempa bahwa hampir setiap instrumen mempunyai

gegebug tersendiri. 11

Demikian pula halnya dengan teknik permainan dalam Gamelan Semara Pegulingan, yang masing- masing instrumennya memiliki teknik permainan yang berbeda-beda. Teknik-teknik tersebut menyebabkan tiap-tiap kelompok instrumen memiliki bunyi dan suara yang berbeda pula. Adapun teknik permainan yang dipergunakan dalam garapan komposisi Lampah Semara ini diuraikan sebagai berikut:

11

I Made Bandem, Prakempa, Sebuah Lontar Gamelan Bali. Denpasar: Akademi Sen i Tari Indonesia Denpasar, 1986, p. 27.

(50)

4.4.1 Riong

Riong merupakan jenis instrumen berbentuk pencon atau moncol. Dalam Gamelan Gong Kebyar terdapat setungguh riong yang masing- masing terdiri dari 12 pencon. Teknik permainan riong dalam garapan ini:

Ngubit

Norot

: pukulan yang mengisi ketukan yang kosong yaitu terjalin antara pukulan polos dan sangsih.

: pukulan tangan kanan dan tangan kiri salah satu pemain dengan memukul sambil menutup atau nekes yang dilakukan secara bergantian serta tangan kanan lebih sering.

Manjing : memukul tepi riong atau pukulan pada waktu membuat

angsel-angsel.

Nerumpuk: memukul satu pencon atau satu nada dengan tangan kanan dan kiri secara beruntutan.

Pengembangan teknik permainan riong pada garapan ini disamping adanya permainan seperti semula (tradisi), juga terdapat permainan tunggal dengan membuat jalinan melodi sendiri.

4.4.2 Kendang

Kendang adalah salah satu jenis instrumen perkusi yang bunyinya

ditimbulkan oleh membrano (kulit) yang dikencangkan. Kendang Bali berbentuk

(51)

41

membatasi muka kanan dengan muka kiri pada sebuah kendang Bali dan

berfungsi sebagai pengatur tinggi rendah bunyi kendang tersebut. Adapun teknik permainan yang dipergunakan adalah gegulet (jalinan pukulan pada bagian muka kanan antara kendang lanang dan wadon). 12

4.4.3 Gangsa Pemade dan Kantilan

Instrumen ini merupakan instrumen pukul berbentuk bilah yang masing- masing terdiri dari 10 bilah nada dengan sistem ngumbang-ngisep, 13 dengan

susunan nada-nadanya : 4 5 7 1 3 4 5 7 1 3

Ada beberapa teknik permainan yang dipakai dalam gangsa pemade dan

kantilan, antara lain: -

- - -

Neliti adalah memukul nada pokoknya saja

Ngoret adalah memukul tiga buah nada yang ditarik dari besar kecil

Ngerot adalah kebalikan dari ngoret.

Ngubit adalah pukulan yang mengisi ketukan yang kosong yaitu terjalin antara pukulan polos dan sangsih.

4.4.4 Jublag dan Jegogan

Instrumen ini merupakan instrumen pukul berbentuk bilah yang masing- masing terdiri dari 5 bilah nada dengan sistem ngumbang ngisep, dengan susunan nadanya adalah : 3 4 5 7 1. Garapan ini menggunakan sepasang tungguhan

jublag dan sepasang tungguhan jegogan. Teknik permainan dari masing- masing instrumen ini adalah:

12

I Gede Panca Gangga. “Gita Kalangen” Skrip Karya Seni. Denpasar : 2008. ISI Denpasar, p.29

13

Pande Made Sukerta, Ensiklopedi Mini Karawitan Bali : 1998. SASTRATA YA -MPSI Bandung, p.118

(52)

- Jublag pukulannya adalah neliti yaitu memukul pokok gending nya saja, dan nyelah yaitu pukulan yang memberikan suatu tekanan pada sebuah nada dalam sebuah kalimat lagu.

4.4.5 Gong

Gong merupakan instrumen bermoncol yang ukurannya paling besar dibandingkan instrumen bermoncol lainnya dalam gamelan gong kebyar.

4.4.6 Kempur dan Klentong

Penggunaan instrumen kempur khususnya dalam garapan ini secara umum dapat disebutkan bahwa kempur berfungsi sebagai pendorong jatuhnya pukulan

gong.

4.4.7 Kajar

Kajar adalah sebuah instrumen yang berfungsi sebagai pemegang ritme dan menentukan tempo yang diinginkan. Mengenai pukulannya dalam garapan ini adalah irama tetap atau ajeg, tetapi mengikuti pola lagu ataupun aksen-aksen lagu, jenis pukulannya adalah ngeremuncang rerames seperti orang mebat.

4.4.8 Cengceng

Instrumen cengceng yang dipergunakan dalam garapan ini adalah

cengceng ricik. Cengceng ricik dimainkan dengan memukulkan dua buah

cengceng yang disebut bungan cengceng pada cengceng bawah yang terdiri dari lima atau enam buah cengceng kecil. 14 Jenis-jenis pukulan yang dipakai dalam

garapan ini adalah:

14

I Gede Panca Gangga. “Gita Kalangen” Skrip Karya Seni. Denpasar : 2008. ISI Denpasar, p.31

(53)

43

- -

Ngecek Ngajet

: memainkan sambil menutup

: pukulan cengceng dalam membuat angsel-angsel tertentu

4.4.9 Suling

Suling dalam gamelan Bali biasanya terbuat dari bambu, yang dimainkan dengan jalan ditiup dan dengan sistem permainan yang sering disebut dengan

ngunjal angkihan (meniup tanpa henti- hentinya).

4.5 Sistem Notasi

Notasi karawitan atau sering disebut dengan titi laras adalah catatan cara penulisan gending-gending atau lagu dengan menggunakan lambang nada yang berupa angka, huruf, maupun gambar. Tujuannya untuk memberikan isyarat secara visual (tafsir) tentang garapan dari gending atau lagu yang dinotasikan.15

Pada karya ini yang ditulis melodi pokoknya serta beberapa melodi- melodi hiasan. Adapun sistem yang dipergunakan adalah sistem notasi yang umum dipergunakan dalam penotasian karawitan Bali. Simbol notasi ini diambil dari penganggening aksara Bali, yaitu ulu

(

3 ),

tedong ( 4 ), taleng ( 5 ), suku ( 7 ), carik

(

1 ).

Dalam sistem ini semua melodi dicatat, namun ritmenya dicatat menurut pukulan instrumen kendang. Simbol-simbol ini dibaca dengan laras pelog 10 nada yang disesuaikan dengan laras yang dimiliki oleh Gamelan Gong Kebyar, wujud dari simbol-simbol tersebut dapat dibaca seperti pada tabel di bawah ini:

15 I Gede Panca Gangga.”

Gita Kalangen” Skrip Karawitan . Denpasar : 2008. ISI Denpasar, p.32

(54)

No Instrumen Lambang Peniruan Bunyi 1 Jegogan Sesuai dengan nada

2 Kempur + Pur

3 Gong (.) Gir

4 Kendang Lanang –– Ka/pak (pukulan pada bagian pengiwa bagian muka kendang

ditutup dengan jari).

5 Kendang Wadon > Ka/pak (pukulan pada bagian pengiwa bagian muka kendang

ditutup dengan jari) 6 Kendang lanang Tut (dipukul bagian muka

dengan tangan kanan bagian

pengiwa ditutup dengan tangan kiri.

7 Kendang wadon De (dipukul bagian muka dengan tangan kanan).

No Simbol Nama Aksara Dibaca

1

3

Ulu Nding 2

4

Tedong Ndong 3

5

Taleng Ndeng 4

7

Suku Ndung 5

1

Carik Ndang

Tabel 3. Penganggening Aksara Bali Dibaca dalam Laras Pelog Lima Nada

(55)

45

Selain penggunaan simbol-simbol di atas juga dilengkapi oleh tanda-tanda yang umum dipakai dalam pencatatan / penulisan karawitan Bali seperti:

a. Tanda titik ( . )

Satu titik di atas simbol nada maknanya nada tersebut dimainkan lebih tinggi satu oktaf daripada normal. Sebaliknya satu titik di bawah simbol nada, maknanya nada tersebut lebih rendah satu oktaf dari nada normal.

b. Tanda ulang |……|

Tanda ini berupa dua garis vertikal diletakkan di depan dan di belakang kalimat lagu yang mendapat pengulangan.

c. Tanda coret pada simbol nada ( / )

Simbol nada yang mendapat tanda ini mempunyai arti bahwa dalam prakteknya nada tersebut dimainkan dengan cara memukul sambil menutup bilahnya.

d. Tanda siku-siku ( >)

Simbol nada yang mendapat tanda ini mempunyai arti bahwa nada- nada tersebut dimainkan secara bersamaan.

e. Garis melengkung ke atas

Simbul nada yang mendapat tanda ini mempunyai arti bahwa dalam praktek tanda-tanda tersebut mendapat perpanjangan suara, seperti yang terjadi pada instrumen suling dan rebab.

(56)

f. Singkatan nama-nama instrumen

Untuk memudahkan dalam penulisan notasi nama- nama instrumen yang dipergunakan singkatan sebagai berikut:

GSP KTL JB JG RG SL Kd Bsm : gangsa pemade : kantilan : jublag : jegogan : riong : suling : kendang : bersama

Demikianlah simbol-simbol yang dipergunakan dalam pendokumentasian secara deskriptif komposisi karawitan Lampah Semara ini, dan untuk jelasnya dapat dilihat pada transkripsi garapan berikut ini:

NOTASI GARAPAN LAMPAH SEMARA

Menggunakan barungan gamelan Gong Kebyar berlaras pelog lima nada, yang penotasiannya sebagai berikut :

Bagian 1 JB + JG :

17 .5 .4 35

.3 .7 .3 17

43 1

17 53 5

GSP + KTL :

3171 3171 3171 3171

(57)

47

3 1317 5 4543

SL + RG :

13 45 .4 .3

13 43 35 .3

(1)

13 45 .4 .3

41 .3 43 13

43 13 4

.1

.3 43 13 43 13

4

.3 .4 57

15 7

JB + JG + SL :

31 71 31 7

SL :

7

13 45 .4

31 76 7 .

13 13 71 .4

71 71 .7 61

.3 23 42 3

31 34 5 .

76 4

.1 7 13 4

GSP + KTL :

.45 7545 7 1757 1

SL :

.57 17 54 3

4 13 45 43 1

71

23 21 7

. 13 45 .4

.3 .5 .3 4

. 34 57 1

GSP + KTL :

1.71 3 .575 4354 3

(58)

7

5

4

3

4

3 1 7

JB + JG + SL :

71 75 74 57

13 17 17

54 54 31

31

71 3

3

4 5 7

dua kali

1 2 7 ( 1 )

JG + GSP + KTL

71 57 17 1

.1 73 17 5

71 45 71 3

.7 15 71 75

4

35 43 1

.3 45 .3 1

34 57 ( 1)

dua kali JG + JB + SL :

15.1 .51 .51 7457 15.1 .51 .51 7457 1

SL :

17.5 .717 5431

13 71 31 37

557 17 15 71

13 45 71 34

.4 .3 1

3

13 71 34 5

2 1217 1754 5

5.31 345 3134 5

(59)

49 JG + JB + SL :

3 5 43 .5

3 5 43 .5

.3 .5 .3 4

.3 .5 .3 4

SL :

35 4 35 43

54 3 .

.

RG :

1317 13 .1 3

5754 57 .5 7

45 3 45 3

75 75 7 1754

4531 7 . .

1345 3

431 7

57 1754 57 1

.45 7545 7.45 7545 3.13 7134 5.45 7545 3

.1 .3 45 43

5717 5 7545 7

71 75 43 45

41 .3 45 31 7

5717 5 7545 7

71 75 4 57 ( 1 )

(60)

GSP + KTL :

.13 43 43 13 4

GSP + KTL + JB :

4 3 1 3 4

3 1 3 4

.4 7 17 54

5 4 5 7

GSP + KTL :

4 7 4 7

4 5 7 4

Peralihan kebagian Dua RG :

3 1 3 4

3 5 4 3

3 54 31 7

5 4 17 ( 5 )

.1 .1 ( 1 ) .

5 .7 .7 .7 ( 7 )

.777 77 773 1713

1713 413 .4.1 3143 1

GSP + KTL + RG

1113 431 .543 4134 5

.574 5745 7

4143 134 .5.1 3143

(61)

51

.7 54 31 ( 3 )

Gegenderan (Bagian Dua)

.7 54 57 .4

.7 54 57 .4

.7 54 31 3

.7 54 31 3

.

1

3

13

45 .3 .1 7

57 45 71 75

.1 34 31 75

Dengan sistem ngubeng

4

4

54 31 7

54 31 ( 3 )

13 45 .4 3

13 45 .4 3

13 71 34 3

delapan kali

.1 34 57 5

.7 54 57 54

3

54 31 7

.5 71 75 .7

.4 57 17 5

74 57 17 54

Kembali ke bagian Dua

Penyalit ke Bagian Tiga :

3

54 31 ( 3 )

Brs :

(62)

75 7

45 4

75 7

54 5

75 7

45 45

34 54 31 7

57 45 7

71 57 1

GSP + KTL

.5 45 4

57

71

.5

45 74 57 1

57 15 75 ( 4 )

45 45 71 3

.4 53 45 43 1

RG :

.1

43 1341

3413

4

557 1517 5157 1517

5157 1

.57

171

313

434

557

171

313

434

5

GSP + KTL :

.

. .

.5

35

54

31

7

57 5 71 7

13

1

13

4

Bagian Tiga (Bapang) JBG + GSP + KTL :

Gambar

Tabel 1. Intensitas Kegiatan
Tabel 2. Proses Kreativitas
Tabel 3. Penganggening Aksara Bali Dibaca dalam Laras Pelog Lima Nada
FOTO PEMENTASAN

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis data FTIR dan XRD menunjukkan bahwa kalsinasi hidrotalsit Mg/Al pada temperatur kalsinasi 200 o C tidak mengakibatkan perubahan struktur senyawa hidrotalsit,

: Jika pakaian khas diperlukan bagi mengendalikan tumpahan, perhatikan apa jua maklumat dalam Seksyen 8 tentang bahan yang sesuai dan tidak sesuai.. Lihat juga maklumat dalam

”Fakultas Terkemuka dalam Riset dan Pendidikan di Bidang Sains dan Teknologi Berbasis Kesatuan Ilmu Pengetahuan untuk Kemanusiaan dan Peradaban pada Tahun 2038”.. 10 Naskah

Bila perletakan mengalami displacement geser / rotasi secara bersamaan dalam 2 arah maka perletakan bulat ( circular ) umumnya akan lebih sesuai dibanding perletakan persegi

Keunggulan lain, dari segi tema, boleh jadi ini film pertama yang mengangkat babak sejarah kelam Indonesia ini dari sudut pandang pelaku, dan berhasil membongkar

Sedangkan pada pesisir pantai terdapat hutan mangrove yang tumbuh cukup baik pada bagian utara, barat, hingga ke selatan, namun daerah timur pulau ini sudah banyak mangrove

Pada penelitian ini digunakan pelarut yang diperkirakan dapat meningkatkan kelarutan minyak dalam gliserol supaya reaksi gliserolisis bisa dilakukan pada suhu

Berdasarkan pengolahan data hasil pengujian diperoleh kesimpulan bahwa (1) pengekangan pada balok tinggi dapat meningkatkan kekakuan dan kapasitas beban ultimit yang diterima