• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum Adat Sebagai Pranata Hukum Penangkal Arus Globalisasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hukum Adat Sebagai Pranata Hukum Penangkal Arus Globalisasi"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM ADAT SEBAGAI PRANATA HUKUM PENANGKAL ARUS GLOBALISASI

Ana Suheri

Fakultas Hukum Universitas PGRI Palangka Raya Jl. Hiu Putih, Tjilik Riwut Km. 7

Abstract : Globalization is an age in which the increasingly border territorial, economic, political, cultural and other boundaries between a national entity in the international world. Globalization is usually followed by a modernization, modernization as a social movement is actually revolutionary, from which tradition originally became modern. In addition, modernization also has a complex, systematic nature, a global movement that will affect all human beings, through a gradual process toward hemogenisation and progressive nature. The negative impacts of globalization, and of course also modernization, will be even more obvious if we do more specific observations of the village community. However, as the economy began to improve, supported by the increase of infrastructure, the existing cultural values began to fade and adherence to the customary law began to fade, but this has not been accompanied by awareness and adherence to the high state law. It certainly becomes a negativistic transition, where the peculiarities of indigenous peoples begin to be eroded by globalization and modernity.

Keywords : The Characteristics of Indigenous Law In the Flow of Globalization

PENDAHULUAN

Globalisasi merupakan zaman dimana semakin kaburnya batas-batas territorial, ekonomi, politik, budaya dan hal lainnya antara suatu entitas nasional dalam dunia Internasional. Globalisasi biasanya diikuti oleh sebuah modernisasi, modernisasi sebagai gerakan sosial sesungguhnya bersifat revolusioner, dari yang awalnya tradisi menjadi modern. Selain itu modernisasi juga berwatak kompleks, sistematik, menjadi gerakan global yang akan mempengaruhi semua manusia, melalui proses yang bertahap untuk menuju hemogenisasi dan bersifat progresif.

Dampak negatif globalisasi, dan tentunya juga modernisasi, akan lebih jelas lagi kalau kita lakukan pengamatan yang lebih spesifik terhadap masyarakat desa, khususnya yang terjadi didesa pedalaman Kalimanatan Tengah. Pada sekitar tahun 1980-an didesa-desa pedalaman Kalimantan Tengah belum ditemukan banyaknya pesawat televisi bahkan belum adanya aliran listrik, sistem kekerabatan sangat kental dan kepatuhan terhadap nilai-nilai budaya, khususnya hukum adat sangat kuat. Namun seiring mulai membaiknya kehidupan ekonomi yang didukung meningkatnya sarana prasarana wilayah, nilai-nilai budaya yang ada mulai luntur

(2)

dan kepatuhan terhadap hokum adat mulai pudar, namun hal ini juga belum diiringi dengan kesadaran dan ketaatan terhadap hukum Negara yang tinggi. Tentu menjadi sebuah transisi yang negatif, dimana sifat kekhasan masyarakat adat mulai tergerus oleh globalisasi dan modernitas.

Disamping itu, semakin lancarnya arus transportasi dan komunikasi didaerah yang tentunya lebih membuka cakrawala penduduk setempat terhadap hal-hal baru yang ada diluar baik dengan cara bepergian atau dengan cara melihat dilayar televisi. Perubahan ini juga tentunya pempunyai dampak yang baik dalam hal ekonomi, masyarakat yang biasanya menjual hasil perkebunan keret dengan biaya yang mahal menggunakan transportasi perahu, kini sudah bisa denga cara cepat dan efektif menggunakan kendaraan darat.

Berbicara mengenai masa kekinian, tentunya berkaitan dengan fenomena globalisasi yang tengah melanda Indonesia. Globalisasi dapat dipahami sebagai perubahan-perubahan dalam bidang ekonomi dan sosial yang berkombinasi dengan pembentukan kesaling berhubungan regional dan global yang unik, yang lebih ekstensif dan intensif dibandingkan dengan periode sebelumnya, yang menantang dan membentuk kembali komunitas politik, dan secara spesifik, Negara modern. Globalisasi telah membuka lebar jalinan interaksi dan

transaksi antar individu, kelompok dan antar Negara yang membawa implikasi politik, ekonomi, sosial dan budaya beserta iptek pada tingkat dan intensitas yang berbeda. Indonesia, jelas tidak dapat terlepas dari pengaruh globalisasi yang massif, terlihat dari bagaimana kecenderungan masyarakat yang lebih memilih untuk menggunakan produk dan kebudayaan asing.

PEMBAHASAN

Hukum Adat Dalam Sudut Pandang Hukum Nasional

Peraturan perundang-undangan yang banyak membicarakan tentang keberadaan masyarakat hukum adat yaitu adalah Undang-undang No. 41 Tahun 1999 (LN Tahun 1999 No.167) tentang kehutanan. Menurut Undang-undang ini, semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (psl 4 ayat 1). Kemudian ditegaskan pula bahwa penguasaan hutan oleh Negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional (psl 4 angka 3). Berdasarkan ketentuan ini PDND GLUXPXVNDQ EDKZD ³+XNXP DGDW sebagai hukum Negara yang berada dalam

(3)

ZLOD\DK PDV\DUDNDW KXNXP DGDW´ SVO angka 6).

Berdasarkan bunyi pasal tersebut di atas maka dalam pasal 5 Undang-undang No. 41 tahun 1999 diberikan perumusan sebagai berikut :

(1) Hutan berdasarkan statusnya terdiri dari:

a. Hutan Negara b. Hutan Hak

(2) Hutan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa hutan adat.

(3) Pemerintah menetapkan status hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), dan hutan adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya.

Untuk memahami lebih jauh pengelompokan hutan seperti tersebut dalam ketentuan diatas perlu diperhatikan apa yang disebutkan dalam Penjelasan Pasal 5 Undang-Undang No. 41 tahun 1999 yang menyebutkDQ EDKZD ³+XWDQ 1HJDUD dapat berupa hutan adat, yaitu hutan Negara masyarakat hukum adat (reshtgemenschap). Hutan adat tersebut sebelumnya disebut hutan ulayat, hutan warga, hutan pertuanan atau sebutan lainnya.

Dalam rangka melaksanakan ketentuan Undang-undang No. 41 tahun 1999 dan Peraturan Menteri Negara Agraria No. 5 tahun 1999 tentang ³3HGRPDQ 3HQ\HOHVDLDQ 0DVDODK +DN

8OD\DW 0DV\DUDNDW +XNXP $GDW´

menghendaki agar supaya masing-masing daerah di Indonesia mengatur lebih lanjut pengakuan keberadaan Masyarakat Hukum Adat dengan Peraturan Daerah. Untuk itu sudah banyak daerah Kabupaten yang membuat Perda tersebut seperti Perda Kabupaten Kampar No. 12 tahun 1999 tentang Hak Tanah Ulayat, Perda Kabupaten Lebak No. 32 tahun 2001 tentang Perlindungan Atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy, Perda Kabupaten Nunukan No. 4 tahun 2004 tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Lundayeh, Perda Kabupaten Malimau No. 4 tahun 2001 tentang Pengembangan Adat Istiadat dan Lembaga adat.

Penyelesaian Sengketa Tanah Adat Pada Tahun 1998 Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah sudah menetapkan Peraturan Daerah No. 14 tahun 1998 tentang Kedamangan di Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah, akan tetapi karena Peraturan Daerah ini dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan kebutuhan daerah otonom maka pada tanggal 18 Desember 2008 Peraturan Daerah tersebut

(4)

dicabut dan digantikan dengan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengan No. 16 WDKXQ WHQWDQJ ³.HOHPEDJDDQ $GDW 'D\DN GL .DOLPDQWDQ 7HQJDK´ \DQJ mengatur tentang Kelembagaan Adat Dayak, Kedudukan, Tugas dan Fungsi Damang Kepala Adat, termasuk Kewenangan, Masa Jabatan dan Pemberhentiannya, dan Pemilihannya Hak Adat dan Hukum Adat Dayak.

Kemudian pada tanggal 25 Juni 2009 ditetapkan Peraturan Gubernur Kalimanatan Tengah No. 13 tahun 2009 WHQWDQJ ³7DQDK $GDW 'DQ +DN-Hak Adat Atas Tanah Di Provinsi Kalimantan 7HQJDK´ 'DODP 3HUDWXUDQ *XEHUQXU LQL ditentukan dalam psl 1 angka 12 yang EHUEXQ\L ³7DQDK Adat adalah tanah beserta isinya yang berada diwilayah kedamangan dan atau wilayah desa/kelurahan yang dikuasai berdasarkan Hukum Adat, baik berupa hutan maupun bukan hutan dengan luas dan batas yang jelas, baik milik perorangan maupun milik bersama yang keberadaannya diakui oleh Damang Kepala $GDW´

Ada 2 (dua) macam tanah adat yang diakui dalam Peraturan Gubernur ini yaitu:

1. Tanah Adat milik bersama, adalah tanah warisan leluhur turun temurun yang dikelola dan dimanfaatkan bersama-sama oleh para ahli waris sebagai sebuah komunitas, dalam hal

ini dapat disejajarkan maknanya dengan Hak Ulayat (psl 1 angka 13) 2. Tanah Adat milik perorangan adalah

tanah milik pribadi yang diperoleh dari pembukaan hutan atau berladang, jual beli, hibah atau warisan secara adat, dapat berupa kebun atau tanah yang ada tanaman tumbuhnya maupun tanah kosong (spl 1 angka 14).

Selanjutnya, penyelesaian sengketa tanah adat di Kalimantan tengah? Hal ini diatur dalam Peraturan Daerah No. 16 tahun 2008 BAB X tentang Penyelesaian Sengketa (psl 27-31). Dalam peraturan ini ditentukan bahwa penyelesaian secara adat adalah penyelesaian pertama dan bersifat final tetapi bilamana kita perhatikan ketentuan tersebut tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan penyelesaian secara formal atau melalui proses hukum formal yaitu melalui proses peradilan.

Pasal 27 ayat (1) menentukan bahwa ³6HQJNHWD DGDW \DQJ GLDMXNDQ NHSDGD kerapatan Mantir/Let Perdamaian Adat baik pada tingkat Desa/Kelurahan maupun pada tingkat kecamatan wajib untuk diterima, diproses dan diputuskan. Demikian pula pada Pasal 28 ayat (1) yang berbunyi ³6HJala perselisihan sengketa dan pelanggaran hukum adat yang telah didamaikan dan diberi sanksi adat melalui keputusan kerapatan Mantir/Let

(5)

Perdamaian Adat Tingkat kecamatan adalah bersifat final dan mengikat. Selanjutnya pasal 29 juga ditentukan bahwa ³.HSXWusan Adat yang telah dijatuhkan kepada pihak-pihak yang bersengketa atau yang melanggar hukum adat, dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi aparat penegak hukum dalam penyelesaian suatu SHUNDUD´ 3DVDO D\DW MXJD GLWHJDVNDQ EDKZD ³'DODP PHQ\HOHVDLNDQ perkara di peradilan, Damang Kepala Adat dapat dijadikan saksi ahli dalam perkara-perkara dimaksud, sepanjang perkara tersebut telah diputus oleh Kerapatan Mantir/Let Perdamaian Adat yang bersangkutan. Masyarakat Adat Beserta Hak-Hak Tradisionalnya

Berdasarkan uraian mengenai konsep dasar tentang hukum adat Kalimanatan Tengah dalam Kelembagaan Adat Dayak di Kalimantan Tengah yang sudah masuk dalam Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah No. 16 tahun 2008, serta Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah No. 13 tahun 2009. Jelas terlihat bahwa, Hukum Adat adalah suatu sistem hukum yang khas dan oleh karenanya berbeda dengan sistem hukum yang lain, termasuk dengan sistem hukum Negara sebagai bagian dari konsep negara hukum. Sehingga, bisa dikatakan bahwa hukum adat adalah sistem hukum yang tidak sebangun dengan konsep Negara Hukum.

Ketidaksebangunan ini antara lain bisa dilihat dari beberapa perbedaan yang cukup kontras antara karakteristik Hukum Adat dengan elemen-elemen umum dalam konsep Negara Hukum. Perbedaan tersebut antara lain meliputi :

1. Bahwa dalam konsep Negara Hukum, yang menjadi supremasi adalah Hukum Negara, sedangkan Hukum Adat bukan merupakan Hukum buatan Negara, melainkan hukum yang lahir dari kebiasaan sehari-hari masyarakat.

2. Bahwa dalam konsep Negara Hukum, adanya prinsip legalitas yakni hukum haruslah bersifat jelas, pasti, dan terukur serta tidak berubah-ubah adalah prasyarat mutlak, sedangkan dalam hukum adat hukumnya bersifat tidak tertulis, jikalaupun tertulis sifatnya tetap pleksibel dan dinamis sehingga setiap permasalahan yang muncul justru diselesaikan menurut keadaan yang ada dalam kekeluargaan

3. Dalam kategorinya yang substantif , salah satu elemen dari konsep Negara Hukum yang vital adalah adanya perlindungan atas hak dan kebebasan individu. Hal ini menunjukan bahwa konsep Negara Hukum, hak-hak individu adalah hak-hak yang dipandang fundamental, sebagai

(6)

kosekuensi dari paham liberalisme dalam kultur Eropa sebagai rahim lahirnya konsep ini, dan sekaligus sebagai perwujudan tujuan Negara Hukum itu sendiri yakni untuk melindungi (keselamatan dan hak milik pribadi) tiap warga Negara dari tindakan sewenang-wenang baik oleh Negara maupun oleh sesama warga Negara. Hal ini berbeda dengan hukum adat, dimana hak yang paling utama bukanlah hak individu, melainkan hak persekutuan. Menurut hukum adat, hak individu bisa dikesampingkan jika ia bertentangan dengan hak persekutuan.

Tingkatan peradaban maupun cara penghidupan yang modern ternyata tidak mampu menghilangkan adat kebiasaan yang hidup dalam masyarakat, demikian yang terlihat dalam proses kemajuan jaman itu adalah bahwa adat tersebut menyesuaikan diri dengan keadaan dan kehendak jaman, sehingga adat itu menjadi kekal serta tetap segar, berakar dari adat inilah sehingga muncul sumber yang mengagumkan bagi Hukum Adat kita.

Prof. Dr. Supomo, SH., dalam NDUDQJDQ EHOLDX ³%HEHUDSD FDWDWDQ

PHQJHQDL NHGXGXNDQ KXNXP$GDW´

memberi pengertian bahwa hukum adat sebagai hukum yang tidak tertulis didalam peraturan-peraturan legislative (unstatutory

law) meliputi peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib, toh ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.

Dr. Sukanto, dalam bukunya yang

EHUMXGXO ³0HQLQMDX +XNXP $GDW

,QGRQHVLD´ PHQJDUWLNDQ KXNXP DGDW sebagai kompleks adat-adat yang kebanyakan tidak dikitabkan, tidak dikodifisasi dan bersifat paksaan, mempunyai sanksi, jadi mempunyai akibat hukum.

Prof. M.M. Djojodigoeno, SH., dalam EXNXQ\D ³$VDV-DVDV +XNXP $GDW´

memberi definisi bahwa Hukum Adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan-peraturan.

Maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa hukum adat itu adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan-peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian besar tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena mempunyai akibat hukum (sanksi). Hukum Adat berurat-akar pada kebudayaan tradisional, hukum adat adalah suatu hukum yanag hidup karena ia menjelmakan perasaan hukum rakyat yang nyata.

(7)

PENUTUP Kesimpulan

Untuk dapat memahami serta sadar akan hukum adat, orang harus menyelami dasar-dasar alam pikiran yang hidup di dalam masyarakat Indonesia, bahwa hukum adat itu adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan-peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian besar tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena mempunyai akibat hukum (sanksi). Hukum Adat berurat-akar pada kebudayaan tradisional, hukum adat adalah suatu hukum yanag hidup karena ia menjelmakan perasaan hukum rakyat yang nyata.

DAFTAR RUJUKAN

Abdurrahman, Kedudukan Hukum Adat Dalam Rangka Pembangunan Nasional, Penerbit Alumni, Bandung, 1978.

Abdurrahman, Hukum Adat Dayak Kalimanatan, Bulletin Yuperna Berita Ilmu-Ilmu Sosial Dan Kebudayaan No. 8 Tahun II Agustus, 1975.

Abdurrahman, Penegakan Hukum Adat atau Revitalisasi Hukum Adat, Makalah pada Pertemuan Damang Kepala Adat se-Kalimanatan Tengah di Palangka Raya 17 November 2005.

Abdurrahman, Kedudukan Hukum Adat Masyarakat Dayak Kalimantan Tengah Dalam Membangun Hukum Nasional, Makalah Pada Seminar dan Lokakarya Kebudayaan Dayak dan Hukum Adat Kalimantan Tengah, Palangka Raya, 1996.

Haar, Ter, Asas-Asas Dan Susunan Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1979.

Hadikusuma,Hilman, Pengantar Ilmu Hukum Adat , Mandar Maju, Bandung, 1992.

Koesnoe, Moh., Prinsip-Prinsip Hukum Adat Tentang Tanah, Ubhara Press, Surabaya, 2000. Riwut, Tjilik, Kalimantan Membangun

Alam dan Kebudayaan, Penerbit PT. Tiara Wacana, Yogyakarta 1993.

Riwut, Tjilik, Kalimantan Memanggil, Penerbit Endang, Jakarta 1958.

Salilah, J, Hukum Adat Kalimantan

Tengah, Lembaga Bahasa dan Seni Budaya (LBSB) Universitas

Palangka Raya, Palangka Raya 1977.

Usop, KMA, Pakat Dayak Sejarah Intergrasi dan Jati Diri Masyarakat Dayak dan Daerah Kalimantan Tengah, Yayasan Pendidikan Dan Kebudayaan, Batang Garing, Palangka Raya, 1994.

Referensi

Dokumen terkait

Kotler dan Keller (2012: 150) mendeskripsikan kepuasan pelanggan merupakan perasaan senang atau kecewa yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang

Perundang­undangan  jang  diperlukan

pendampingan IKM dan ( recovery) ekonomi Masyarakat Terdampak Covid – 19 mampu menyelesaikan permasalahan yang berkenaan dengan desain produk dan dapat memasarkan

Untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu pendidikan di SMP Negeri 4 Ungaran yang sudah baik, perlu adanya pengadaan alat-alat praktikum (khususnya seni tari) yang lebih

PENGARUH BIAYA PRODUKSI, HUTANG JANGKA PENDEK DAN HUTANG JANGKA PANJANG TERHADAP LABA BERSIH PADA PERUSAHAAN INDUSTRI BARANG KONSUMSI YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa dokumen RPIJM Kabupaten disusun sebagai justifikasi atas perencanaan program dan anggaran serta pembangunan infrastruktur

Hasil uji t memperlihatkan bahwa hasil per pohon, karakter jumlah malai per tanaman, panjang malai, jumlah biji per malai, bobot malai dan panjang tangkai malai

Hasil penelitian ini adalah terwujudnya perangkat lunak server pengisian ulang pulsa otomatis berbasiskan web yang dapat diaplikasikan sebagai server yang melayani pembelian