• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPON LIMA GENOTIPE HIBRIDA CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) TERHADAP BEBERAPA DOSIS PUPUK KANDANG SAPI DI ULTISOL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RESPON LIMA GENOTIPE HIBRIDA CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) TERHADAP BEBERAPA DOSIS PUPUK KANDANG SAPI DI ULTISOL"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON LIMA GENOTIPE HIBRIDA CABAI

MERAH

(Capsicum annuum

L

.)

TERHADAP

BEBERAPA DOSIS PUPUK KANDANG SAPI

DI ULTISOL

SKRIPSI

Oleh :

Dani Widi Yanti NPM. E1J014176

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BENGKULU

(2)
(3)
(4)

RINGKASAN

RESPON LIMA GENOTIPE HIBRIDA CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

TERHADAP BEBERAPA DOSIS PUPUK KANDANG SAPI DI ULTISOL (Dani Widi Yanti, di bawah bimbingan Catur Herison dan Herry Gusmara, 2019, 33 halaman).

Cabai merah (Capsicum annum L.) merupakan salah satu sayuran yang dikonsumsi dan diusahakan secara luas di Indonesia. Upaya peningkatan produksi dilakukan dengan cara intensifikasi yaitu penggunaan genotipe hibrida dan ekstensifikasi salah satunya yaitu Ultisol. Namun memiliki kendala pH rendah serta kandungan bahan organik rendah sehingga perlu dilakukan pemupukan menggunakan pupuk kandang sapi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan interaksi pemberian pupuk kandang sapi dan genotipe hibrida cabai merah terhadap pertumbuhan dan hasil cabai merah di Ultisol, menentukan pertumbuhan dan hasil lima genotipe hibrida terbaik tanaman cabai merah di Ultisol, dan mendapatkan dosis pupuk kandang sapi optimum terhadap pertumbuhan dan hasil cabai merah di Ultisol.

Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Pematang Gubernur, Kecamatan Muara Bangkahulu, Kota Bengkulu dari bulan Desember 2017 sampai Mei 2018 dengan jenis tanah Ultisol dan ketinggian tempat 15 m dpl. Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (RPT) dengan dua faktor tiga ulangan. Faktor pertama (petak utama) adalah dosis pupuk kandang dengan perlakuan empat taraf yaitu tanpa pupuk kandang, 10 ton/ha, 20 ton/ha, dan 30 ton/ha. Faktor kedua (anak petak) adalah hibrida cabai merah yaitu H14, H17, H20, H23, dan H39. Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam (uji F) pada taraf 5%. Untuk membandingkan lima hibrida cabai merah dilakukan dengan metode

Duncan’s Multiple Range Test dan untuk mendapatkan dosis pupuk pupuk kandang sapi optimum dilakukan dengan metode Polinomial Orthogonal.

Hasil penelitian menunjukkan respon kelima genotipe cabai merah terhadap perlakuan beberapa dosis pupuk kandang sapi menunjukkan respon yang tidak berbeda. Pertumbuhan vegetatif hibrida cabai merah terbaik adalah H39 dengan tinggi tanaman 78,94 cm sedangkan hasil terbaik yaitu H23 dengan potensi hasil 4,7 ton/ha. Pemberian pupuk kandang sapi tidak berpengaruh nyata terhadap semua variabel pertumbuhan dan hasil cabai merah.

(Program Studi Agroekoteknologi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu)

(5)

SUMMARY

RESPONSES OF FIVE GENOTYPES OF CHILI PEPPER (Capsicum annuum L.)

TO SEVERAL SOME DOSES OF COW MANURE ON ULTISOL (Dani Widi Yanti, under supervision of Catur Herison dan Herry Gusmara, 2019, 33 pages).

Chili pepper (Capsicum annuum L.) is one of the most widely consumed and cultivated vegetables in Indonesia. Efforts to increase production are carried out by intensifying the use of hybrid genotypes and extensification by utilizing land as Ultisol. Ultisol has low pH constraints and low organic matter content. Efforts can be done to improve Ultisol fertility by cow manure fertilization. The objective of this study was to determine the interaction of cow manure and genotypes hybrid of chili pepper on plantgrowth and yield in Ultisol, to determine the best response to growth and yield of five genotypes hybrid of chili pepper in Ultisol, and to obtain optimum rate of cow manure on the growth and yield of chili pepperin Ultisol.

The research was conducted in Pematang Gubernur Village, Muara Bangkahulu Subdistrict, Bengkulu City from December 2017 to May 2018 with Ultisol soil types and altitude of 15 meters above sea level. This study was arraved in a Split Plot Design with two factorsthree repetition. The first factor (main plot) was four levels of cow manure, namely without manure, 10 tonsha-1, 20 tons ha-1 and 30 tons ha-1. The second factor (subplot) wasfive chili pepper hybrids, i.e. H14, H17, H20, H23, and H39. The data were analyzed by analisis of (ANOVA) α 5%. To compare five hybrid red chili genotypes, the Duncan Multiple Range Test method was used and to obtain the optimum rate of cow manure was carried out by the Polynomial Orthogonal method.

The results showed that the all chili pepper genotype is through similarly to the rate of cow manure. The best vegetative growth of chili pepper hybrid was H39 with plant height 78,94 cm while the best yield was H23 with potensial yield 4,7 ton/ha. The treatment of cow manure did not show significant effect to of growth and yield of chili pepper.

(Agroecotechnology Study Program, The Department of Crop Production, Faculty of Agriculture, University of Bengkulu)

(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Dani Widi Yanti lahir pada tanggal 24 Oktober 1995 di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Ipuh, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu dari pasangan Sarjio dan Rusmiati. Penulis bertempat tinggal di Desa Tirta Mulya, Kecamatan Ipuh, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara yaitu Andri Yanto (adik).

Penulis menamatkan Sekolah Dasar (SD) di SDN 05 Ipuh pada tahun 2008, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 02 Mukomuko kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 02 Mukomuko. Pada tahun 2014, penulis diterima di Universitas Bengkulu, program studi Agroekoteknologi, melalui jalur Seleksi Mandiri (SPMU).

Selama menjalani kuliah di Universitas Bengkulu, penulis pernah menjadi coass praktikum untuk mata kuliah Teknologi Produksi Tanaman Hortikultura (TPTH) dan Teknik Pembiakan Vegetatif (TPV). Penulis juga aktif di Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK). Penulis pernah melaksanakan kegiatan magang di Usaha Dagang Sabila Farm, Yogyakarta pada tahun 2016. Penulis menyelesaikan Kuliah Kerja Nyata (KKN) periode ke-82 di Desa Sengkuang, Kecamatan Seluma Selatan, Kabupaten Seluma pada tahun 2017.

(9)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO :

 Allah lebih mencintai orang-orang yang berilmu

 Jangan ragukan langkahmu, saat terjatuhlah kita tau cara bangkit

PERSEMBAHAN :

Dengan rasa syukur dan penuh suka-cita skripsi ini saya persembahkan kepada :

 Bapak dan Mamak yang telah berjuang demi masa depan kedua anaknya, selalu memberikan motivasi, dukungan, kasih sayang, harapan demi sebuah kesuksesan di masa mendatang serta yang selalu memelukku lewat doa setiap sujudnya.

 Adikku Andri Yanto yang telah banyak memberi motivasi dan dukungan selama ini semoga kita dapat membahagiakan kedua orang tua kita kelak dan aku bisa menjadi contoh yang baik untukmu.

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penyusunan skripsi ini, banyak hal dan tantangan maupun hambatan yang penulis alami. Untuk itu, penulis tidak dapat bekerja sendiri tanpa adanya bantuan orang-orang terdekat. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dr. Ir. Catur Herison, M.Sc. selaku dosen pembimbing utama dan dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan petunjuk, masukan, saran serta pengetahuan kepada penulis dalam membimbing penyusunan skripsi ini. 2. Ir. Herry Gusmara, M.Sc. selaku dosen pembimbing pendamping yang telah

membimbing penulis dan memberi banyak masukan dalam menyempurnakan tulisan.

3. Almarhum Dr. Ir. M. Taufik, M.S. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan masukan serta saran kepada penulis.

4. Dr. Ir. Dwi Wahyuni Ganefianti, M.S. selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan sampai penyelesaian skripsi ini.

5. Helfi Eka Saputra, SP, M.Si. selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan dan saran dalam penulisan skripsi ini.

6. Nursalim yang sama-sama berjuang menyelesaikan studi ini dan selalu memberikan motivasi, dukungan, dan selalu menemani dalam segala keadaan.

7. Tatik, Martiningsih, Resti, Dewi, Tiwi, Shinta, Uli, Tika, Wiwit, Salim, Angsori, dan Miftahul yang telah memberikan dukungan serta membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi.

Semoga Tuhan membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada saya dan menjadi berkah bagi kita semua. Amin.

Bengkulu, Januari 2019

Dani Widi Yanti NPM. E1J014176

(11)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur disampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Respon lima genotipe hibrida cabai merah (Capsicum annum L.) terhadap beberapa dosis pupuk kandang sapi di Ultisol” yang dilaksanakan pada bulan Desember 2017

hingga Mei 2018.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat utama untuk meraih gelar sarjana dari Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu. Dalam penulisan skripsi ini, penulis selalu mendapatkan bimbingan, dorongan, serta semangat dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi sehingga berjalan dengan baik.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bengkulu, Januari 2019

Dani Widi Yanti NPM. E1J014176

(12)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR……..……….………... i

DAFTAR ISI………..……….. ii

DAFTAR TABEL…………..………..……… iii

DAFTAR GAMBAR………...……….... iv DAFTAR LAMPIRAN………... v I PENDAHULUAN………... 1 1.1 Latar Belakang………... 1 1.2 Rumusan Masalah………. 2 1.3 Tujuan Penelitian………... 3 II TINJAUAN PUSTAKA……… 4

2.1 Morfologi, Syarat Tumbuh, dan Hibrida Cabai Merah………... 4

2.2 Ultisol………... 6

2.3 Pupuk Kandang Sapi………. 6

III METODE PENELITIAN………... 8

3.1 Pelaksanaan Penelitian……….. 8

IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….... 11

4.1 Gambaran Umum Penelitian………. 11

4.2 Hasil Analisis Varian………. 12

4.3 Pembahasan………... 14

V KESIMPULAN DAN SARAN………... 18

5.1 Kesimpulan……… 18

5.2 Saran……….. 18

DAFTAR PUSTAKA………... 19

(13)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil analisis varians pengaruh pupuk kandang sapi terhadap lima genotipe hibrida cabai merah di Ultisol……….. 12 2. Data rata-rata pertumbuhan lima hibrida cabai merah di Ultisol………... 13 3. Data rata-rata hasil lima hibrida cabai merah di Ultisol………... 13

(14)

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tanaman cabai merah………... 4 2. Akar cabai merah………... 4 3. Bunga cabai merah………... 5

(15)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Denah percobaan……….. 24 2. Perhitungan kebutuhan pupuk kandang sapi dan pupuk dasar per petak... 25 3. Data hasil analisis tanah awal pada lokasi penelitian……… 26 4. Data kelembaban, penyinaran matahari, curah hujan, dan suhu rata-rata di

Kelurahan Pematang Gubernur, Bengkulu………... 27 5. Data pengamatan dan analisis varians pertumbuhan dan hasil lima hibrida

cabai merah pada beberapa dosis pupuk pupuk kandang sapi di Ultisol…….. 28 6. Matrik korelasi antar peubah/variabel pertumbuhan dan hasil tanaman cabai

(16)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu sayuran penting yang dikonsumsi dan diusahakan secara luas di Indonesia. Kebutuhan konsumsi produk segar cabai terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perbaikan pendapatan per kapita. Produksi cabai merah mengalami fluktuasi dari tahun 2013 – 2016. Produksi cabai merah tahun 2013 sebesar 1.012.879 ton, 2014 sebesar 1.074.611 ton, 2015 sebesar 1.045.200 ton, dan tahun 2016 sebesar 1.045.601 ton (Badan Pusat Statistik, 2017). Produksi cabai merah sudah dapat memenuhi kebutuhan penduduk, Namun akibat fluktuasi produksi cabai merah mengakibatkan harga cabai merah mengalami fluktuasi yang dipengaruhi oleh faktor iklim dan panjangnya saluran distribusi (Farid dan Subekti, 2012). Upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan produksi cabai merah diantaranya melalui intensifikasi dan ekstensifikasi.

Peningkatan produksi cabai merah dapat dilakukan dengan perbaikan bahan tanam melalui program pemuliaan tanaman. Kegiatan pemuliaan tanaman pada tanaman cabai merah diawali dengan meningkatkan keragaman genetiknya. UNIB telah berhasil merakit cabai hibrida dengan potensi hasil tinggi diantaranya H5, H14, H17, H20, H23, dan H39 yang memliki potensi hasil 12-18 ton/ha, hibrida tersebut menunjukkan ketahanan terhadap penyakit layu fusarium dan virus mozaik. Hanya 4-5 tanaman dari 1.050 tanaman, yang terserang penyakit tersebut meskipun demikian penampilannya di Ultisol masih perlu dikaji (Herison et al., 2015).

Upaya ekstensifikasi dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan marginal yang salah satunya adalah Ultisol. Ultisol mempunyai potensi untuk pengembangan pertanian lahan kering. Kendala yang dihadapi pada Ultisol adalah kandungan bahan organik rendah, miskin kandungan hara makro terutama N, P, K, Ca, dan Mg, memiliki reaksi tanah masam hingga sangat masam, serta kejenuhan aluminium yang tinggi sehingga dapat menghambat pertumbuhan tanaman (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Syahputra et al. (2015) menyatakan bahwa Ultisol merupakan tanah yang miskin unsur hara terutama kandungan bahan organik. Ultisol bereaksi masam, nilai KTK rendah sampai sangat rendah, N-total sedang sampai sangat rendah, P-total rendah, serta kandungan Al dan H tinggi (Andalusia

et al., 2016).

Kesuburan Ultisol dapat diperbaiki dengan pemberian bahan organik berupa pupuk kandang (Roidah, 2013). Pemberian pupuk kandang pada tanaman cabai merah mampu

(17)

2 memperbaiki kondisi lingkungan bagi pertumbuhan tanaman (Prasetyo, 2014). Hasil penelitian Laila et al. (2018) menyimpulkan bahwa pemberian pupuk kandang sapi hingga 20 ton/ha mampu meningkatkan hasil tanaman cabai merah. Yuliana et al. (2015) menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara yang lebih baik dan dapat memperbaiki sifat kimia, fisik, dan biologi tanah. Pemberian pupuk kandang menyebabkan perakaran dapat berkembang dengan baik dan dapat menyerap unsur hara dan air dengan optimal untuk pertumbuhan dan produksi tanaman. Hasil penelitian Amijaya et al. (2015) menunjukkan bahwa peningkatan pH tanah tertinggi dicapai pada pemberian pupuk kandang sapi pada dosis 30 ton/ha sebesar 6,47, sedangkan pH tanpa pupuk kandang sapi sebesar 5,97.

Pupuk kandang sapi memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas tanah karena mempunyai kandungan bahan organik dan KTK yang cukup tinggi, bereaksi netral, cukup terombak dan mengandung unsur Fe, Mn, Zn, dan Cu (Indrasari dan Syukur, 2006). Ariyanto (2011) mengemukakan bahwa pupuk kandang sapi dapat meningkatkan kadar C-organik tanah dan tinggi rendahnya C-C-organik tanah dipengaruhi oleh banyaknya bahan organik yang ditambahkan. Kemampuan setiap varietas untuk merespon pemberian pupuk tergantung pada genotipe dari varietas tersebut dan lingkungan yang mempengaruhi (Hayati et al., 2012).

Mengingat bahwa pemberian pupuk kandang sapi memiliki potensi pada lahan kering dan mampu memperbaiki sifat biologi, fisik, dan kimia tanah pada lahan masam, maka perlu dilakukan penelitian dampak pemberian pupuk kandang sapi sebagai sumber bahan organik yang diharapkan dapat meningkatkan hasil tanaman cabai merah di Ultisol.

1.2 Rumusan Masalah

Cabai merah merupakan sayuran penting yang dikonsumsi dan diusahakan secara luas di Indonesia. Produksi cabai merah masih perlu ditingkatkan dengan cara intensifikasi yaitu penggunaan genotipe hibrida dan cara ekstensifikasi dengan pemanfaatan lahan Ultisol. Ultisol umumnya bersifat masam, dengan pH rendah, kandungan bahan organik serta kandungan unsur hara rendah. Usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut dengan cara perbaikan genetik yang adaptif dan pemberian pupuk kandang sapi. Dosis pupuk kandang sapi yang optimum untuk hibrida yang telah dirakit belum diketahui. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka penelitian ini perlu dilakukan agar mengetahui pemberian pupuk kandang sapi yang tepat dalam upaya meningkatkan pertumbuhan dan hasil enam genotipe hibrida cabai merah di Ultisol.

(18)

3

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1) Menentukan interaksi pemberian pupuk kandang sapi dan genotipe hibrida cabai merah terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman di Ultisol.

2) Menentukan pertumbuhan dan hasil terbaik lima genotipe hibrida tanaman cabai merah di Ultisol.

3) Mendapatkan dosis pupuk kandang sapi optimum terhadap pertumbuhan dan hasil cabai merah di Ultisol.

(19)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi, Syarat Tumbuh, dan Hibrida Cabai Merah

Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tumbuhan berupa terna atau setengah perdu dengan umur hanya semusim (Djarwaningsih, 2005). Menurut Tjahjadi (1991), tanaman cabai tegak dengan batang berkayu dan bercabang banyak. Tanaman cabai dapat tumbuh setinggi 50-150 cm, merupakan tanaman perdu yang warna batangnya hijau dan beruas-ruas yang dibatasi dengan buku-buku yang panjang tiap ruas 5-10 cm (Gambar 1).

Tanaman cabai mempunyai akar yang terdiri dari akar utama dan akar lateral (Gambar 2). Akar lateral mengeluarkan serabut dapat menembus kedalaman tanah hingga 50 cm (Wiryanta, 2002).

Bunga tanaman cabai (Gambar 3) memiliki bentuk yang sama yaitu berbentuk bintang. Bunga cabai biasanya tumbuh pada ketiak daun, dalam keadaan tunggal ataupun bergerombol dalam tandan. Diameter bunga antara 5-20 mm. Bunga cabai merupakan

Gambar 2. Akar cabai merah (Sedulurtani) Gambar 1. Tanaman cabai merah (Wikipedia)

Akar Utama Akar Lateral Batang Cabang Dikotomus Daun Buah

(20)

5 bunga sempurna yang artinya terdapat bunga jantan dan bunga betina dalam satu bunga, sehingga tanaman dapat melakukan penyerbukan sendiri. Buah cabai merupakan bagian tanaman cabai yang memiliki banyak variasi. Selain bentuk, warna buah juga bervariasi. Pada saat muda, buah cabai berwarna hiju tua, hijau, putih, atau putih kekuning-kuningan, sedangkan pada saat buah telah tua warnanya menjadi merah, kuning, orange (Warisno dan Dahana, 2010).

Keberhasilan budidaya cabai merah ditentukan oleh beberapa faktor lingkungan seperti iklim, ketinggian tempat, tanah, serangan hama dan penyakit. Menurut Harpenas dan Dermawan (2009), tanaman cabai dapat tumbuh optimum jika ditanam pada tanah dengan pH 6-7, jika pH kurang dari 5, maka akan menurunkan hasil. Tanaman cabai merah dapat tumbuh di dataran rendah hingga menengah pada ketinggian 0-800 m dpl dengan suhu berkisar 20-250C. Setiadi (2012) menyatakan bahwa ketinggian suatu daerah dari permukaan laut (dpl) menentukan jenis cabai yang akan ditanam. Ketinggian suatu daerah akan berpengaruh terhadap suhu udara di sekitarnya. Cabai merah dapat tumbuh dengan baik walaupun ketinggian tempat tersebut rata-rata 900 m dpl dengan suhu udara 19-240C. Curah hujan yang sesuai untuk cabai yaitu 600-1.250 mm per tahun, atau 50-105 mm per bulan.

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi tanaman cabai merah adalah dengan perakitan cabai hibrida. Cabai hibrida dihasilkan melalui persilangan dua induk cabai yang merupakan galur murni dan memiliki sifat-sifat unggul. Hasil persilangan menurunkan efek heterosis dan memiliki sifat-sifat unggul yang lebih unggul dibandingkan dengan kedua induknya. Pemilihan dilakukan dengan mengamati seluruh sifat fenotipe yang muncul dari tanaman, baik pada vegetatif, generatif, penampilan buah, potensi hasil, daya tahan simpan buah, tingkat kepedasan, ketahanan terhadap hama dan penyakit, maupun toleransi terhadap cekaman lingkungan dan kekeringan. Benih cabai hibrida

Gambar 3. Bunga cabai merah (Wikipedia) Putik Benang Sari

(21)

6 merupakan turunan pertama hasil persilangan varietas dengan varietas, varietas dengan galur, dan galur dengan galur (Tarigan dan Wiryanta, 2003). Kusandriani (1996) menyatakan bahwa hibrida cabai sebelum disebarkan harus dievaluasi penampilan daya hasilnya di berbagai daerah, di dataran rendah dan dataran tinggi, serta di daerah pada musim hujan dan kemarau. Selain dievaluasi penampilan dan daya hasilnya, perlu juga resisten terhadap hama penyakit dan jenis-jenis yang paling disukai masyarakat.

Penelitian yang dilakukan Herison et al. (2015), hibrida cabai merah H5, H14, H17, H20, H23, dan H39 memiliki potensi hasil yang tinggi sebesar 12-18 ton/ha selain potensi hasil tinggi hibrida tersebut menunjukkan ketahanan terhadap penyakit layu fusarium dan virus mozaik. Hanya 4-5 tanaman dari 1.050 tanaman, yang terserang penyakit tersebut meskipun demikian penampilannya di Ultisol masih perlu dikaji. Selain penggunaan hibrida cabai merah untuk peningkatan produksi, perlu dilakukan upaya lain yaitu dengan pemanfaatan lahan marginal seperti Ultisol.

2.4 Ultisol

Ultisol merupakan jenis tanah marginal yang mendominasi lahan kering dan mempunyai potensi yang tinggi untuk pengembangan pertanian. Namun, dalam pelaksanaannya masih menghadapi kendala tanah yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Kendala yang dihadapi dalam budidaya di Ultisol adalah sifat kimia tanah Ultisol bereaksi masam dengan pH 4,5-5, kejenuhan Al tinggi, kandungan hara rendah, dan bahan organik rendah (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Selain memiliki kandungan bahan organik, pH, dan P-tersedia rendah, tanaman banyak mengalami kekahatan P (Subowo, 2012). Kesuburan tanah ordo Ultisol tergolong rendah sampai sangat rendah dengan bahaya keracunan Al sangat tinggi. Bahan organik mampu memberikan sumbangan terhadap peningkatan C-organik dan N-total tanah (Alibasyah, 2016). Handayani dan Karnilawati (2018) menyatakan bahwa reaksi tanah berbanding lurus dengan kejenuhan basa yaitu sama-sama rendah yaitu kandungan C-organik, P tersedia dan N total. Sedangkan kapasitas tukar kation sedang dan Al tinggi.

Upaya pengelolaan Ultisol sudah banyak dilakukan untuk meningkatkan pH tanah dan ketersediaan hara serta pengelolaan biologis dengan memasukkan mikroba dengan meningkatkan kadar bahan organik tanah (Prihastuti, 2012). Menurut Roidah (2013) tanah-tanah miskin unsur hara sebaiknya di pupuk menggunakan pupuk organik. Pemberian bahan organik ke dalam tanah dapat memperbaiki sifat-sifat tanah dan untuk meningkatkan unsur hara dalam tanah.

(22)

7

2.5 Pupuk Kandang Sapi

Pupuk kandang sapi memiliki kandungan air lebih tinggi dibandingkan dengan jenis pupuk kandang lainnya yaitu 85% , sehingga tingkat kelembaban juga akan semakin tinggi. Kandungan air pada pupuk kandang sapi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk kandang lainnya memudahkan kandungan N yang tersedia pada pupuk kandang sapi diserap oleh tanah dan tanaman. Hal ini menyebabkan perkembangan mikroorganisme dalam tanah juga semakin baik. Dengan banyaknya serat organik tanaman yang terkandung pada kotoran sapi, menyebabkan masa dekomposisi lebih panjang dibandingkan dengan jenis pupuk kandang lainnya. Hal ini menyebabkan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dapat tersedia (Prasetyo, 2014). Hartatik dan Widowati (2006) menyatakan bahwa kandungan C/N rasio pupuk kandang sapi sebesar >40. Tingginya kadar C dalam pupuk kandang sapi menghambat penggunaan langsung ke lahan karena dapat menekan pertumbuhan tanaman.

Pemberian pupuk organik dapat meningkatkan ketersediaan hara P dan K bagi tanaman (Sumarni et al., 2013). Menurut Rochman (2015) semua jenis pupuk organik memiliki unsur hara yang mampu meningkatkan produksi tanaman. Selain kandungan unsur hara pada pupuk organik, faktor lain juga sangat berperan dalam peningkatan produksi tanaman, diantaranya dapat memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah setelah diberi pupuk organik. Sudarsono et al. (2014) menyatakan bahwa penambahan pupuk kandang dapat meningkatkan populasi mikroba tanah sebesar 170,6-490,5%, sedangkan pada tanah yang tidak diberi pupuk kandang sebesar 95,6%. Aplikasi pupuk kandang sapi nyata meningkatkan kandungan hara K daun dan serapan total hara N dan K tanaman. Penambahan 15 ton/ha pupuk kandang sapi menghasilkan kandungan hara K lebih tinggi dibandingkan tanpa pupuk. Hasil penelitian Hafizah dan Mukarramah (2017) menyatakan bahwa penggunaan pupuk kandang sapi 20 ton/ha dapat meningkatkan pertumbuhan (tinggi tanaman dan jumlah cabang produktif) dan hasil (jumlah buah per tanaman dan bobot buah pertanaman) cabai rawit.

(23)

8

III. METODE PENELITIAN

3.1 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2017 sampai Mei 2018 di Kelurahan Pematang Gubernur, Kecamatan Muara Bangkahulu, Kota Bengkulu dengan jenis tanah Ultisol. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) Petak Terbagi (RPT) dua faktor dan 3 ulangan. Faktor Pertama (petak utama) adalah perlakuan dosis pupuk kandang sapi yang terdiri dari P0 (tanpa pupuk kandang), P1 (10 ton/ha), P2 (20 ton/ha), dan P3 (30 ton/ha). Faktor Kedua (anak petak) adalah 5 hibrida cabai merah yaitu H14, H17, H20, H23, dan H39, sehingga terdapat 60 unit percobaan (Lampiran 1).

Tahapan penelitian yang dilaksanakan di lapangan meliputi : 1) Pembibitan

Benih 5 hibrida cabai merah H14, H17, H20, H23, dan H39 disemai dengan menggunakan baki (tray) pembibitan 72 lubang. Setiap tray akan ditanam 1 benih cabai merah. Sebelum dilakukan penyemaian, benih cabai merah tersebut terlebih dahulu direndam di air hangat suam – suam kuku ± 10 menit dengan tujuan mempercepat pekecambahan benih. Setelah itu, benih dikecambahkan di kertas tisu basah selama 4-5 hari sampai keluar radikula, kemudian disemai di baki pembibitan. Penyiraman pada benih cabai merah dilakukan setiap hari. Pada saat umur 3 minggu, benih cabai disemprot insektisida Samite 135 EC dengan bahan aktif piridaben 135g/l dengan dosis 1 ml/l.

2) Pengolahan Lahan

Pengolahan lahan dilakukan satu minggu sebelum tanam dengan cara lahan dibersihkan dari vegetasi ataupun sisa-sisa tanaman, kemudian dicangkul dan digemburkan menggunakan cangkul. Selanjutnya lahan dibuat bedengan dengan ukuran 1m x 4m. Setelah dibuat bedengan, pupuk kandang sapi diberikan sesuai dosis perlakuan dengan cara dicampurkan merata dengan lapisan olah tanah, selanjutnya bedengan tersebut ditutup dengan mulsa hitam perak dan diinkubasi selama 7 hari .

3) Penanaman

Penanaman dilakukan ketika tanaman sudah berumur 35 hari setelah semai. Sebelum di lakukan penanaman, mulsa dilubangi dengan menggunakan kaleng yang berdiameter 10 cm yang telah diisi dengan bara arang. Setelah itu dilakukan pembuatan lubang tanam dengan jarak 50 x 40 cm, sehingga diperoleh 16 lubang tanam dengan 8 lubang per

(24)

9 baris. Sebelum dilakukan penanaman, lubang tanam diberi Furadan 8-10 butir per lubang, selanjutnya benih dari baki pembibitan dipindahkan pada lubang tanam. Selanjutnya tanah dipadatkan agar tanaman cabai merah dapat tumbuh dengan tegak .

4) Pemupukan

Pupuk dasar Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis pupuk Urea 200 kg/ha, SP-36 200 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha (Pusat penelitian dan pengembangan hortikultura, 2010). Pupuk diberikan dengan cara ditugal kira-kira 5 cm dari lubang tanam. Pupuk SP-36 dan KCl diberikan seluruhnya pada 7 hari setelah pindah tanam sedangkan pupuk Urea diberikan dengan dosis 100 kg/ha pada 7 hari setelah pindah tanam dan pada 30 hari setelah pindah tanam dengan dosis 100 kg/ha (Lampiran 2).

5) Pemeliharaan

Pemeliharaan meliputi penyulaman, pengajiran, pemangkasan, penyiangan, pemupukan, pengairan, dan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT). Penyulaman dilakukan 7 hari setelah tanam dengan cara mengganti tanaman yang tidak sehat atau tanaman mati tujuannya agar tanaman dapat tumbuh seragam. Pengajiran dilakukan pada saat tanaman berumur 2 minggu setelah tanam dengan memberi ajir bambu sepanjang 75 cm. Pengajiran dilakukan bersamaan dengan pengikatan batang utama tanaman. Pembuangan cabang dilakukan pada tunas-tunas muda yang tumbuh di ketiak daun di bawah cabang utama dengan cara dipangkas. Penyiangan dilakukan untuk menghindari persaingan tanaman dengan gulma dilakukan dengan cara menyabut gulma di sekitar tanaman serta membuang gulma di antar bedengan dengan menggunakan koret atau sabit. Pengairan dilakukan setiap pagi atau sore hari agar tanaman memperoleh air yang cukup. Pengendalian OPT dilakukan setiap 7 hari sekali secara preventif yang mana ada atau tidak ada OPT tetap dilakukan penyemprotan. Penyemprotan menggunakan akarisida Samite 135 EC dengan bahan aktif piridaben 135g/l dengan dosis 1 ml/l, insektisida Neptune 25 WP bahan aktif imidakloprid 25% dengan dosis 2g/l, dan fungisida Dithane M-45 80 WP bahan aktif mankozeb 80% dengan dosis 2g/l.

6) Panen Panen dilakukan dengan kriteria warna buah pada cabai merah telah berwarna merah sebesar 50% atau lebih. Panen dilakukan dengan interval waktu 5 hari sekali sampai seluruh bunga pada periode pembungaan pertama habis.

(25)

10 Variabel pertumbuhan dan hasil cabai yang diamati meliputi :

1) Tinggi tanaman (cm) diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh tertinggi menggunakan meteran kain. Pengukuran dilakukan pada saat fase vegetatif akhir.

2) Diameter batang (mm) diukur menggunakan jangka sorong electronic digital calliper pada ruas ketiga dari atas permukaan tanah. Pengukuran dilakukan pada saat fase vegetatif akhir.

3) Panjang buah (cm) diukur menggunakan meteran kain dari pangkal buah hingga ujung buah. Pengukuran dilakukan pada saat panen ke-1 sampai panen ke-8 (30% buah dari tanaman sampel).

4) Diameter buah (mm) diukur menggunakan jangka sorong electronic digital calliper

pada pangkal. Diameter buah yang diukur merupakan diameter pangkal buah karena bagian tersebut merupakan bagian buah dengan diameter terbesar (Ariani, 2009). Pengukuran dilakukan pada saat panen ke-1 sampai ke-8 (30% buah dari tanaman sampel).

5) Jumlah buah per tanaman dihitung dengan menjumlahkan buah per tanaman setiap panen hingga panen terakhir.

6) Bobot buah per tanaman (g) dihitung dengan menjumlah keseluruhan bobot buah yang dipanen dari tanaman sampel pada panen ke-1 hingga panen ke-8 dengan menggunakan timbangan digital LQ-3001 selama panen.

7) Bobot buah per petak (g) dihitung dengan menimbang bobot buah per sampel ditambah diluar sampel hasil panen cabai merah menggunakan timbangan LQ-3001 selama panen. 8) Bobot tajuk kering (g) dengan mencabut tanaman utuh dan dipisah pada bagian akar lalu dijemur selama 3 hari lalu dioven pada suhu 700C atau sampai berat konstan menggunakan timbangan digital LQ-3001

3.2 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analisis Varians (ANAVA) pada taraf 5%. Uji lanjut hibrida menggunakan DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) pada taraf 5%. Sedangkan untuk melihat respon pertumbuhan dan hasil 5 hibrida cabai terhadap pupuk kandang sapi dilakukan Uji Polinomial Orthogonal. Untuk melihat hubungan variabel yang diamati dilakukan uji korelasi.

(26)

11

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Penelitian

Lahan penelitian yang digunakan memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis tanah menunjukkan pH (H2O) sebesar 5,00, kandungan unsur hara N-total 0,19%,

kadar P-Bray 2,04 ppm, K-dd 0,21 m3/100 g, Al-dd 0,22 me/100 g dan H-dd 1,98 me/100 g tanah (Lampiran 3). Suhu udara rata-rata pada bulan Desember 2017, Januari, Februari, dan Maret 2018 secara berturut-turut yaitu 27, 26,2, 26,62, dan 26,76 0C. Harpenas dan Dermawan (2009) menyatakan bahwa tanaman cabai tumbuh optimum dengan suhu 20- 250C. Berdasarkan data tersebut, suhu udara lokasi penelitian tergolong optimum bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai merah. Curah hujan pada bulan Desember 2017, Januari, Februari, dan Maret 2018 secara berturut-turut yaitu 300,5, 334, 413, dan 300,5 mm (Lampiran 4). Menurut Setiadi (2012) curah hujan yang sesuai untuk cabai berkisar 600-1.250 mm per tahun, atau 50-105 mm per bulan. Berdasarkan data tersebut intensitas curah hujan di lokasi penelitian tinggi sehingga menyebabkan kelembapan tinggi, kondisi ini cocok untuk perkembangan penyakit. Rostini (2011) menyatakan bahwa curah hujan yang tinggi menyebabkan kerusakan dan penurunan produksi yang diakibatkan oleh serangan penyakit mencapai 70-100 %.

Kondisi tanaman pada umumnya dapat dikatakan baik sehingga mampu mendukung fase pertumbuhan hingga panen selesai. Pada fase pertumbuhan tinggi tanaman cabai berkisar antara 62,6-78,9 cm. Hasil tanaman cabai merah berkisar antara 143,1-243,7 g/tanaman setara 3,8-5,9 ton/ha. Hasil penelitian Nursalim (2018) dengan genotipe yang sama menunjukkan tinggi tanaman antara 75,07-95,40 cm dan hasil tanaman berkisar antara 14,5-16,9 ton/ha. Rendahnya produksi diakibatkan karena ada kendala yang dihadapi selama penelitian yaitu penyakit kriting kuning, penyakit layu, dan busuk buah.

Penyakit kriting kuning dengan ciri daun menggulung, mengecil, dan berwarna kuning yang disebabkan oleh virus. Penyebaran penyakit ini oleh kutu kebul yang menyerang tanaman sebesar 50 % dari seluruh populasi. Pengendalian kutu kebul menggunakan insektisida bahan aktif imidakloprid 25% dengan dosis 2g/l. Menurut Sebayang (2013) serangan penyakit disebabkan oleh virus pada cabai merah melalui kutu kebul serta gangguan dari penyakit kuning mengakibatkan kehilangan hasil yang cukup tinggi. Penyakit layu 10 % dari keseluruhan populasi yang disebabkan oleh jamur yang ditandai oleh daun layu dan akar busuk dengan warna kecoklatan. Pengendalian dilakukan menggunakan fungisida berbahan aktif mankozeb 80% dengan dosis 2g/l. Pada penelitian

(27)

12 ini, pengendalian hama dan penyakit tanaman cabai merah menggunakan pestisida dianggap tidak dapat mengurangi serangan terhadap hama dan penyakit. Djojosumarto (2008) menyatakan bahwa dampak dari penggunaan pestisida bagi lingkungan pertanian adalah timbul OPT resisten terhadap pestisida, meningkatnya populasi hama setelah penggunaan pestisida, timbulnya hama baru serta terbunuhnya musuh alami. Berdasarkan data curah hujan selama penelitian berlangsung, curah hujan dikatakan tinggi. Sehingga intensitas serangan penyakit meningkat karena cendawan mampu berkembang pada daerah sejuk. Pada saat tanaman sudah berbuah, buah mengalami busuk buah dengan intensitas serangan 5 buah setiap tanaman yang disebabkan oleh hama lalat buah. Menurut Herlinda

et al. (2007) lalat buah yang sering menyerang tanaman cabai adalah Bactrocera dorsalis.

4.2 Hasil Analisis Varian

Berdasarkan hasil analisis varians pada taraf 5% menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara hibrida cabai merah dan pupuk kandang sapi. Hibrida cabai merah berpengaruh nyata terhadap beberapa variabel pengamatan yaitu tinggi tanaman, panjang buah, diameter buah, bobot buah per tanaman, bobot buah per petak, dan bobot tajuk kering. Dosis pupuk kandang sapi tidak berpengaruh nyata terhadap semua variabel yang diamati. Nilai koefisien keragaman berkisar antara 5,24-24,36 % (Tabel 1). Koefisien keragaman (KK) merupakan suatu koefisien yang menunjukkan ketepatan kesimpulan/hasil yang diperoleh dari suatu percobaan. Koefisien keragaman semakin kecil berarti derajat ketepatan makin tinggi dan makin tinggi pula kebenaran kesimpulan yang diperoleh dari percobaan tersebut. Nilai KK untuk bidang pertanian untuk percobaan di lapangan yaitu 10-20% (Hanafiah, 2005)

Tabel 1. Hasil analisis varians pengaruh pupuk kandang sapi terhadap lima genotipe hibrida cabai merah di Ultisol

Variabel pengamatan Interaksi Hibrida Pupuk Kandang Sapi KK (%) Tinggi tanaman 0,45 ns 5,99 * 1,95 ns 12,93 Diameter batang 0,50 ns 2,27 ns 0,15 ns 20,46 Panjang buah 0,53 ns 5,42 * 0,25 ns 7,14 Diameter buah 1,64 ns 20,13 * 0,16 ns 5,24 Jumlah buah per tanaman# 1,76 ns 0,92 ns 1,45 ns 17,76 Bobot buah per tanaman# 1,27 ns 2,89 * 1,01 ns 19,13 Bobor buah per petak# 1,00 ns 3,74 * 1,66 ns 17,60 Bobot tajuk kering# 1,32 ns 4,51 * 4,01 ns 24,36 Keterangan *=berpengaruh nyata, ns= tidak berpengaruh nyata, #=data hasil transformasi

(28)

13

4.2.1 Pengaruh Interaksi Dosis Pupuk Kandang Sapi dan Genotipe Cabai Merah terhadap Pertumbuhan dan Hasil Cabai Merah di Ultisol

Hasil analisis varians menunjukkan bahwa tidak ada interaksi nyata antara pemberian dosis pupuk kandang sapi terhadap hibrida cabai merah di Ultisol pada variabel pertumbuhan dan hasil tanaman. Setiap peningkatan pemberian dosis pupuk kandang sapi berpengaruh tidak nyata terhadap setiap genotipe sehingga tidak menimbulkan perbedaan respon untuk kelima genotipe.

4.2.2 Pertumbuhan dan Hasil Lima Hibrida Cabai Merah di Ultisol

Berdasarkan data hasil rata-rata DMRT 5% tanaman yang memiliki pertumbuhan vegetatif terbaik yaitu hibrida H39 dibandingkan dengan genotipe lainnya (Tabel 2).

Tabel 2. Data rata-rata pertumbuhan lima hibrida cabai merah di Ultisol

Hibrida Tinggi Tanaman (cm) Diameter Batang (mm) Bobot Tajuk Kering (g) H14 64,63 b 13,60 ab 10,62 b

H17 62,69 b 12,30 b 9,07 b H20 70,41 b 12,59 b 9,63 b H23 70,69 b 12,16 b 8,97 b H39 78,94 a 14,99 a 11,66 a

Ket : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada DMRT 5%

Hasil lima hibrida cabai merah berdasarkan DMRT 5% hibrida yang memiliki hasil terbaik adalah H23 dapat dilihat pada variabel bobot buah per petak dan didukung oleh variabel panjang buah, diameter buah, jumlah buah per tanaman, dan bobot buah per tanaman diikuti dengan H14 dan tidak berbeda nyata dengan H20 namun berbeda nyata dengan H17 dan H39 (Tabel 3).

Tabel 3. Data rata-rata komponen hasil lima hibrida cabai merah di Ultisol Hibrida Panjang Buah (cm) Diameter Buah (mm) Jumlah Buah per Tanaman

Bobot Buah per Tanaman (g)

Bobot Buah per Petak (g)* H14 10,06 ab 11,06 b 38,75 a 189,17 ab 885,59 a H17 9,62 b 10,57 b 35,41 a 143,15 b 624,71 b H20 10,64 a 10,80 b 42,22 a 184,92 ab 820,68 ab H23 10,64 a 11,53 a 46,04 a 243,77 a 946,94 a H39 9,72 b 9,57 c 45,30 a 156,88 b 623,91 b

Ket : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada DMRT 5%

(29)

14

4.2.3 Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Sapi terhadap Pertumbuhan dan Hasil Hibrida Cabai Merah di Ultisol

Hasil analisis varians menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk kandang sapi memberikan pengaruh tidak nyata terhadap hibrida cabai merah pada variabel pertumbuhan dan hasil. Hal ini berarti dosis pupuk kandang sapi yang diberikan tidak mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman. Hal ini diduga kandungan bahan organik tanah tinggi sehingga pupuk kandang sapi tidak memberikan pengaruh yang nyata pada pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah.

4.3 Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi nyata antara pemberian dosis pupuk kandang sapi terhadap hibrida cabai merah di Ultisol pada variabel pertumbuhan dan hasil. Hal ini berarti respon kelima genotipe cabai merah terhadap perlakuan pupuk kandang sapi menunjukkan pengaruh yang sama. Hal ini sesuai dengan penelitian Hayati et al., (2012) yang menyatakan bahwa terdapat interaksi yang tidak nyata antara jenis pupuk organik dan varietas cabai karena kemampuan setiap varietas merespon perlakuan yang diberikan tergantung pada genotipe dan lingkungan yang mempengaruhi.

Hibrida cabai merah berpengaruh nyata terhadap variabel tinggi tanaman, panjang buah, diameter buah, bobot buah per tanaman, bobot buah per petak, dan bobot tajuk kering namun, tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang dan jumlah buah per tanaman.

Genotipe hibrida H39 merupakan genotipe tertinggi yang berbeda nyata dengan genotipe lainnya. Hal ini di duga karena genotipe tersebut memiliki daya adaptasi terhadap lingkungan dengan cepat serta memiliki respon yang baik terhadap pertumbuhan, walaupun secara genotipe memiliki kemampuan tumbuh yang sama. Tinggi tanaman merupakan ukuran pertumbuhan yang mudah dilihat dan diamati, sehingga sering dijadikan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan. Menurut Marliah et al. (2011) bahwa masing-masing varietas mempunyai perbedaan genetik yang mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman. Sepwanti et al. (2016) menyatakan bahwa jenis varietas yang sesuai dengan keadaan lingkungan diharapkan tumbuh dengan baik dan memiliki potensi hasil yang tinggi. Murwito et al. (2010) mengemukakan bahwa peningkatan kandungan unsur hara di dalam tanah, berpengaruh terhadap pertumbuhan serta hasil tanaman.

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai yang baik berpengaruh terhadap berangkasan basah dan berangkasan kering tanaman. Berat berangkasan secara langsung

(30)

15 dipengaruhi oleh pertumbuhan tanaman seperti yang tersaji pada tabel korelasi (Lampiran 6) bahwa tinggi tanaman dan diameter batang berkorelasi positif dan nyata dengan nilai r 0,37 dan 0,64 pada bobot tajuk kering. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tanaman dan semakin besar diameter batang maka bobot tajuk kering semakin tinggi pula. Hibrida H39 merupakan hibrida dengan bobot tajuk kering tertinggi. Prasetyo dan Kusberyunadi (2015) menyatakan bahwa perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap bobot tajuk kering. Pujisiswanto dan Pangaribuan (2008) menyatakan bahwa bahan kering tanaman merupakan gambaran translokasi fotosintat keseluruh bagian tanaman. Perbedaan bobot tajuk kering lima genotipe yang diuji di lahan Ultisol menunjukan kemampuan adaptasi yang berbeda dari masing-masing genotipe yang diuji.

Hibrida cabai merah menunjukkan pengaruh tidak nyata pada variabel diameter batang dan jumlah buah per tanaman. Hal ini karena perbedaan diameter batang dan jumlah buah per tanaman pada genotipe cabai merah yang diuji tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Wibowo et al. (2016) menyatakan bahwa respon pertumbuhan genotipe cabai yang berbeda dipengaruhi oleh sifat genetik yang diturunkan oleh tetuanya untuk tiap genotipe terhadap kondisi lingkungan dan pemupukan. Lima hibrida cabai merah yang diuji memiliki sifat genetik yang berbeda. Hal ini di tunjukkan pada karakter pertumbuhan dan hasil yang berbeda.

Genotipe H39 menunjukkan genotipe dengan pertumbuhan terbaik diantara genotipe H14, H17, H20, dan H23. Meskipun demikian, genotipe H39 bukan genotipe dengan hasil terbaik. Pada variabel pertumbuhan tanaman, tinggi tanaman berkorelasi tidak nyata dengan nilai r 0,006 dan 0,22 pada variabel diameter buah dan bobot buah per tanaman. Variabel diameter batang dengan variabel panjang buah, jumlah buah per tanaman, bobot buah per tanaman, dan bobot buah per petak menunjukkan pengaruh tidak nyata dengan nilai r berturut-turut adalah -0,002, 0,04, 0,05, dan – 0,04. Variabel bobot tajuk kering menunjukan korelasi tidak nyata pada variabel panjang buah, jumlah buah per tanaman, bobot buah per tanaman, dan bobot buah per petak dengan nilai r berturut-turut adalah -0,01, 0,25, 0,13 dan 0,12. Berdasarkan analisis korelasi yang dilakukan menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman yang baik tidak diiringi dengan hasil tanaman yang baik pula. Hal ini sejalan dengan penelitian Nursalim (2018) dan Herison et al. (2015) dengan genotipe yang sama menunjukkan bahwa genotipe H39 merupakan genotipe dengan pertumbuhan terbaik namun tidak diikuti dengan hasil yang baik.

Genotipe H23 dan H20 merupakan genotipe dengan nilai panjang buah tertinggi. Sutjahjo et al. (2016) menyatakan bahwa karakter tanaman secara terus menerus akan

(31)

16 memberikan tanggapan terhadap lingkungannya, sehingga terdapat perbedaan terhadap genotipe satu dan lainnya. Purnomo et al. (2007) menyatakan bahwa panjang buah setiap genotipe dipengaruhi oleh masing-masing genotipe dan kondisi tanah. Genotipe H23 merupakan genotipe yang memiliki diameter buah tertinggi. Panjang buah berkorelasi positif dan nyata dengan diameter buah. Hal ini berarti bahwa semakin panjang buah maka diameter buah semakin besar. Sebaliknya semakin besar diameter buah maka panjang buah semakin panjang. Diameter buah yang diukur merupakan diameter pangkal buah, bagian tersebut merupakan bagian buah dengan diameter buah terlebar. Karakter diameter buah dan panjang buah merupakan karakter penting dalam budidaya cabai yang mengacu pada mutu cabai merah segar di pasaran (Ariani, 2009). Karakter panjang buah, diameter buah, dan tebal daging buah cabai mempunyai pengaruh yang besar pada karakter hasil tanaman cabai (Ritonga et al., 2016). Pemuliaan tanaman cabai selain untuk mendapat varietas yang tahan juga untuk memperoleh varietas unggul yang memiliki kualitas buah yang sesuai dengan selera konsumen (Sari et al., 2014).

Bobot buah per tanaman dan bobot buah per petak merupakan variabel penting dalam menentukan hasil tanaman cabai merah yang diusahakan. Genotipe H23 merupakan genotipe yang menunjukan komponen hasil yang terbaik diantara genotipe lainnya. Analisis korelasi menunjukan bahwa koefisien korelasi antara bobot buah per petak dengan panjang buah, diameter buah, dan bobot buah per tanaman bernilai positif dan nyata dengan nilai r secara berturut-turut yaitu 0,67, 0,55, dan 0,91. Hal ini berarti genotipe dengan bobot buah per petak yang tinggi memiliki panjang buah yang panjang, diameter buah yang besar, dan bobot buah per tanaman yang tinggi. Menurut Ramadhani et al. (2013) genotipe-genotipe yang tahan dapat dijadikan sebagai sumber genetik dalam program perbaikan varietas cabai merah yang didukung keunggulan karakter agronomi seperti jumlah buah pertanaman dan bobot buah per tamanan. Setiawan et al. (2012) menyatakan bahwa bobot buah per petak atau bobot buah per hektar berkaitan dengan produktivitas cabai merah yang diukur dari seberapa banyak buah cabai merah yang dihasilkan tiap satuan luas. Bobot buah terbentuk merupakan kontribusi pengaruh langsung dan tidak langsung beberapa karakter fisilogi dan agronomi yang terjadi secara terus menerus (Paiman et al., 2014). Hasil cabai hibrida dipengaruhi oleh lokasi, genotipe, musim serta interaksi antara genotipe dan lokasi (Syukur et al.,2010). Namun, hasil hibrida pada penelitian ini tergolong rendah. Hal ini diduga karena serangan penyakit yang cukup tinggi.

(32)

17 Pupuk kandang sapi menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap hibrida cabai merah pada variabel pertumbuhan dan hasil. Hasil penelitian Edy et al. (2017) menunjukkan bahwa perlakuan pupuk kandang sapi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah varietas Arimbi. Elisabeth et al. (2013) menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang sapi tidak berpengaruh nyata pada semua variabel pertumbuhan. Neltriana (2015) menyatakan bahwa kandungan hara yang terdapat pada pupuk kandang sapi belum cukup tersedia, sehingga hara yang terdapat pada pupuk kandang belum dapat dimanfaatkan secara sempurna untuk mendorong pertumbuhan tanaman. Firmansyah (2011) menyatakan bahwa kandungan unsur hara yang terdapat pada pupuk organik tergolong rendah, sehingga perlu diberikan dalam jumlah besar (40 ton/ha). Komposisi fisik, kimia, dan biologi pupuk organik bervariasi sehingga memerlukan waktu yang relatif lama. Menurut Kresnatita et al. (2012) kandungan hara pupuk organik lebih rendah dibandingkan pupuk anorganik, ditambah lagi sifat pupuk organik yang lambat tersedia menyebabkan unsur hara yang terdapat pada pupuk kandang sapi belum dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh tanaman, sehingga pertumbuhan dan produksi tanaman terhambat. Hal ini sejalan dengan Nurahmi et al. (2011) bahwa unsur hara yang terkandung dalam pupuk tidak tersedia dalam jumlah yang cukup, sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

(33)

18

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1) Respon kelima genotipe cabai merah terhadap perlakuan beberapa dosis pupuk kandang sapi menunjukkan respon yang tidak berbeda.

2) Pertumbuhan vegetatif terbaik dicapai oleh H39, sedangkan hasil terbaik dicapai oleh H23 dengan potensi hasil 4,7 ton/ha.

3) Perlakuan pupuk kandang sapi menunjukan tidak berpengaruh nyata pada semua variabel pertumbuhan dan hasil cabai merah yang diuji.

5.2 Saran

Pada penelitian selanjutnya disarankan melakukan penelitian dengan mempertimbangkan cuaca dan iklim.

(34)

19

DAFTAR PUSTAKA

Alibasyah, M.R. 2016. Perubahan beberapa sifat fisika dan kimia Ultisol akibat pemberian pupuk kompos dan kapur dolomit pada lahan berteras. J. Floratek 11(1): 75–87. Amijaya, M., Y. Pata’dunga, dan A.R. Thaha. 2015. Pengaruh pupuk kandang sapi

terhadap serapan posfor dan hasil tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.) varietas lembah palu di Entisol Sidera. J.Agrotekbis 3(2): 187–197.

Andalusia, B., Zainabun, dan T. Arabia. 2016. Karakteristik tanah ordo ultisol di perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. J. Kawista Agroteknologi 1(1): 45–49.

Ariani, D.A. 2009. Pendugaan parameter genetik dan evaluasi daya hasil enam genotipe cabai half diallel pada intensitas cahaya rendah. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ariyanto, S.E. 2011. Perbaikan kualitas pupuk kandang sapi dan aplikasinya pada tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt). J. Sains dan Teknol. 4(2): 164–176. Badan Pusat Statistik. 2016. Produksi tanaman hortikultura. Nasional.

http://www.bps.go.id. (diakses 5 Maret 2017).

Balittanah. 2005. Analisis kimia tanah, tanaman, air dan pupuk. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian Bogor Indonesia 1: 44–45.

Djarwaningsih, T. 2005. Capsicum spp.(Cabai): Asal. Persebaran dan Nilai Ekonomi. Biodiversitas 6(4): 292–296.

Djojosumarto, P. 2008. Panduan Lengkap Pestisida dan Aplikasinya. PT. AgroMedia Pustaka. Jakarta

Edy, J., N. Jannah, dan H. Syahfari. 2017. Pengaruh pupuk NPK DGW dan pupuk kandang sapi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah besar (Capsicum annuum L.) varietas arimbi. J. Agrifor 16(1): 59–64.

Elisabeth, D., M. Santoso, dan N. Herlina. 2013. Pengaruh pemberian berbagai komposisi bahan organik pada pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.). J. Produksi Tanaman 1(3): 21-29.

Farid, M. dan N.A. Subekti. 2012. Tinjauan terhadap produksi, konsumsi, distribusi dan dinamika harga cabe di Indonesia. Bul. Ilm. Litbang Perdagangan. 6(2): 211–234. Firmansyah, M.A. 2011. Peraturan tentang pupuk, klasifikasi pupuk alternatif dan peranan

pupuk organik dalam peningkatan produksi pertanian. Makalah pengembangan pupuk organik disampaikan pada apresiasi pengembangan pupuk organik. Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Kalimantan Tengah, Palangkaraya: 2–4 Oktober 2011.

Hafizah, N. dan R. Mukarramah. 2017. Aplikasi pupuk kandang kotoran sapi pada pertumbuhan dan hasil tanaman cabai rawit (Capsicum frustescens L.) di lahan rawa lebak. Ziraaah Majalah Ilmu Pertanian 42(1): 1–7.

Hanafiah, K.2005. Rancangan Percobaan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Handayani, S. dan Karnilawati. 2018. Karakteristik dan klasifikasi tanah Ultisol di Kecamatan Indrajaya Kabupaten Pidie. J. Ilmu Pertanian 14(2): 52–59.

(35)

20 Harpenas, A. dan R. Dermawan. 2009. Budi Daya Cabai Unggul. PT Niaga Swadaya.

Jakarta

Hartatik, W. dan L.R. Widowati. 2006. Pupuk kandang. Pupuk organik dan pupuk hayati. Balai besar litbang sumberdaya lahan dan pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Hayati, E., T. Mahmud, dan R. Fazil. 2012. Pengaruh jenis pupuk organik dan varietas terhadap pertubumbuhan dan hasil tanaman cabai (Capsicum annum L.). J. Floratek 7(2): 173–181.

Herison, C., Fahrurozi, Rustikawati, M. Handayaningsih, dan A. Purnama. Pertumbuhan dan hasil enam hibrida cabai merah yang baru dikembangkan pada dataran sedang di musim hujan. Seminar Internasional sumber daya lokal untuk makanan dan kesehatan, Bengkulu. 12-13 Oktober 2017.

Herlinda, S., R. Mayasari, T. Adam, Y. Pujiastuti, dan Y. Windusari. 2007. Populasi dan serangan lalat buah Bactrocera dorsalis (hendel) (diptera: tephritidae) serta potensi parasitoidnya pada pertanaman cabai (Capsicum annuum L.). Kongres Ilmu Pengetahuan Wilayah Indonesia Bagian Barat. Universitas Sriwijaya dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 3-5 Juni 2007.

Indrasari, A., dan A. Syukur. 2006. Pengaruh pemberian pupuk kandang dan unsur hara mikro terhadap pertumbuhan jagung pada ultisol yang dikapur. J. Ilmu Tanah dan Lingkungan 6(2): 116–123.

Kresnatita, S., K. Koesriharti, dan M. Santoso. 2012. Pengaruh rabuk organik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis. J. Indonesia Green Technology 1(3): 8–17.

Kusandriani, Y. 1996. Pembentukan hibrida cabai. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, Bandung.

Laila, N., H. Satriawan, dan Marlina. 2018. Pengaruh dosis pupuk kandang dan mulsa arang sekam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.). J. Agrotropika Hayati 5(1): 10-19.

Marliah, A., M. Nasution, dan Armi. 2011. Pertumbuhan dan hasil beberapa varietas cabai merah pada media tumbuh yang berbeda. J. Floratek 6(1): 84–91.

Murwito., Sakhidin, dan P. Hidayat. 2010. Pengaruh dosis pemupukan terhadap hasil tiga kultivar cabai merah. J. Pembangunan Pedesaan 10(1): 47-52.

Neltriana, N. 2015. Pengaruh dosis pupuk kandang kotoran sapi terhadap pertumbuhan dan hasil ubi jalar (ipomea batatas L.). Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Andalas, Padang. (tidak dipublikasikan)

Nurahmi, E., T. Mahmud, dan S. Rosiana. 2011. Efektivitas pupuk organik terhadap pertumbuhan dan hasil cabai merah. J. Floratek 6(1): 158-164.

Nursalim, M. 2018. Aplikasi fertigasi pupuk N, P, dan K terhadap pertumbuhan dan hasil empat genotipe hibrida cabai merah (Capsicum annuum L.) di Ultisol. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Bengkulu. Bengkulu. (tidak dipublikasikan).

Paiman, P. Yudono, B.H. Sunarminto, dan D. Indradewa. 2014. Pengaruh karakter agronomis dan fisiologis terhadap hasil pada cabai merah (Capsicum annuum L.). J. Agro UPY 6(1): 1-13.

(36)

21 Prasetyo, R. 2014. Pemanfaatan berbagai sumber pupuk kandang sebagai sumber N dalam

budidaya cabai merah (Capsicum annuum L.) di tanah berpasir. J Agrosains.2(2): 125–132.

Prasetyo, N. dan M. Kusberyunadi. 2015. Respon beberapa varietas cabai merah (Capsicum annuum L.) pada berbagai jenis pupuk kandang. Universitas PGRI Yogyakarta . http://repository.upy.ac.id/126/ (diakses 5 Juni 2018).

Prasetyo, B.H. dan D.A. Suriadikarta. 2006. Karakteristik, potensi, dan teknologi pengelolaan tanah Ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. J. Litbang Pertanian 25(2): 39–46.

Prihastuti. 2012. Upaya pengelolaan biologis lahan kering masam Ultisol. Majalah el–Hayah 2(2): 104-111.

Pujisiswanto, H. dan D. Pangaribuan. 2008. Pengaruh dosis kompos pupuk kandang sapi terhadap pertumbuhan dan produksi buah tomat. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II. p. 17–18. Lampung

Purnomo, D.W., B.. Purwoko, S. Yahya, S. Sujiprihati, dan I. Mansur. 2007. Evaluasi pertumbuhan dan hasil beberapa genotipe cabai (Capsicum annuum L.) untuk toleransi terhadap cekaman Aluminium. J. Agron Indonesia 35(3): 183-190.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. 2010. Pupuk dan Pemupukan pada Budidaya Cabai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian.

Ramadhani, R., Damanhuri, dan S. Purnamaningsih. 2013. Penampilan sepuluh genotipe cabai merah (Capsicum annuum L.). J. Produksi Tanaman. 1(2): 33-41.

Ritonga, A.W., M. Syukur, S. Sujiprihati, dan D. Anggoro. 2016. Evaluasi pertumbuhan dan daya hasil 9 cabai hibrida. J. Floratek 11(2): 108–116.

Rochman, B.N. 2015. Pengaruh pemberian beberapa jenis pupuk organik padat terhadap pertumbuhan dan hasil cabai merah, bawang merah, dan bawang daun. J. Gontor Agrotech Sci 1(2): 53–70.

Roidah, I.S. 2013. Manfaat penggunaan pupuk organik untuk kesuburan tanah. J. Universitas Tulungagung Bonorowo 1(1): 30–43.

Rostini, N. 2011. 6 Jurus Bertanam Cabai Bebas Hama dan Penyakit. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta

Sari, W., Damanhuri, dan Respatijarti. 2014. Keragaman dan heritabilitas 10 genotip pada cabai besar (Capsicum annuum L.). J. Produksi Tanaman 2(4): 301-307.

Sebayang, L. 2013. Teknik pengendalian penyakit kuning pada tanaman cabai. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara, Medan.

Sepwanti, C., M. Rahmawati, dan E. Kesumawati. 2016. Pengaruh varietas dan dosis kompos yang diperkaya Trichoderma harzianum terhadap pertumbuhan dan hasi tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.). J. Kawista Agroteknologi 1(1): 68– 74.

Setiadi. 2012. Bertanam Cabai di Lahan dan Pot. Penebar Swadaya Grup. Depok.

Setiawan, A., S. Purwanti, dan Toekidjo. 2012. Pertumbuhan dan hasil benih lima varietas cabai merah (Capsicum annuum L.) di dataran menengah. J. Vegetalika 1(3): 1–11.

(37)

22 Subowo, G. 2012. Pemberdayaan sumberdaya hayati tanah untuk rehabilitasi tanah ultisol

terdegradasi. J. Sumberdaya Lahan 6(2): 79-88.

Sudarsono, W., M. Melati, dan S. Aziz. 2014. Pertumbuhan, serapan hara dan hasil kedelai organik melalui aplikasi pupuk kandang sapi. J. Agronomi Indonesia 41(3): 202-208.

Sumarni, N., R. Rosliani, dan A.S. Duriat. 2013. Pengelolaan fisik, kimia, dan biologi tanah untuk meningkatkan kesuburan lahan dan hasil cabai merah. J. Hortikultura 20(2): 130-137.

Sutjahjo, S., C. Herison, I. Sulastrini, dan S. Marwiyah. 2016. Pendugaan keragaman genetik beberapa karakter pertumbuhan dan hasil pada 30 genotipe tomat lokal. J. Hortikultura 25(4): 304–310.

Syahputra, E., Fauzi, dan Razali. 2015. Karakteristik sifat kimia sub grup tanah Ultisol di beberapa wilayah Sumatera Utara. J. Agroekoteknologi 4(1): 1796-1803.

Syukur, M., S. Sujiprihati, R. Yunianti, dan D.. Kusumah. 2010. Evaluasi daya hasil cabai hibrida dan daya adaptasinya di empat lokasi dalam dua tahun. J. Agronomi Indonesia 38(1): 43-51.

Tarigan, S. dan W. Wiryanta. 2003. Bertanam cabai hibrida secara intensif. Agromedia. Jakarta

Tjahjadi, N. 1991. Bertanam Cabai. Kanisius, Yogyakarta.

Warisno, dan K. Dahana. 2010. Peluang Usaha dan Budidaya Cabai. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Wibowo, A., Armaini, dan Wardati. 2016. Uji tiga genotipe cabai merah (Capsicum Annuum L.) pada formulasi pupuk di lahan Gambut. J. Online Mhs. Fak. Pertan. Univ. Riau 3(2): 1–13.

Wiryanta, B.T.W. 2002. Bertanam Cabai pada Musim Hujan. Agromedia. Jakarta.

Yuliana, E. Rahmadani, dan I. Permanasari. 2015. AplikasiI pupuk kandang sapi dan ayam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) di media Gambut. J. Agroteknologi 5(2): 37–42.

(38)

23

LAMPIRAN

(39)
(40)

25 Lampiran 1.Perhitungan kebutuhan pupuk kandang sapi dan pupuk dasar per petak

Luas petakan : 1 m x 4 m = 4 m2

Jarak tanam : 0,5 m x 0,4 m

1. Kebutuhan pupuk kandang sapi per petak a. 10 ton/ha = x 10.000 kg = 4 kg/petak b. 20 ton/ha = x 20.000 kg = 8 kg/petak c. 30 ton/ha = x 30.000 kg = 12 kg/petak

2. Kebutuhan pupuk dasar per petak a. Urea = = 80 g/petak b. SP36 = = 80 g/petak c. KCl = x = 40 g/petak

(41)

26 Lampiran 2. Data hasil analisis tanah awal pada lokasi penelitian

Keterangan: Dianalisis di Laboratorium Tanah BPTP Bengkulu

*Balittanah. 2005 Petunjuk Teknik Analisa Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Parameter Metode Nilai Kriteria * pH (H2O) Elektrometris 5,00 Masam

N (%) Kejdhal 0,19 Rendah P (ppm) P-Bray 2,04 Sangat rendah K-dd (me/100 g) Destilasi 0,21 Rendah Al3+ (me/100 g) Destilasi 0,22 Sangat rendah H+ (me/100 g) Destilasi 1,98 Sangat rendah

(42)

27 Lampiran 3. Data kelembaban, penyinaran matahari, curah hujan, dan suhu rata-rata di

Kota Bengkulu Bulan Kelembaban (%) Penyinaran Matahari (%) Curah Hujan (mm) Suhu (0C) Desember 2017 85,32 57,16 300,50 27,00 Januari 2018 80,41 51,10 334,00 26,20 Februari 2018 82,46 74,32 413,00 26,62 Maret 2018 83,61 65,39 285,00 26,76 Sumber : BMKG(2018) Stasiun Klimatologi Klas I Pulau Baai Bengkulu

(43)

28 Lampiran 4. Data pengamatan dan analisis varians pertumbuhan dan hasil lima hibrida

cabai merah pada beberapa dosis pupuk kandang sapi di Ultisol

1) Data pengamatan rata-rata pertumbuhan dan hasil lima hibrida cabai merah pada beberapa dosis pupuk kandang sapi di Ultisol

P TT (cm) DB (cm) PB (cm) DBH (cm) JBT BBT (g) BBP (g) BTK (g) H1P0 60,88 1,137 10,22 1,056 45,4 223,532 1183,211 30,034 H1P1 61,56 1,370 9,74 1,107 36,0 161,450 753,883 37,099 H1P2 64,56 1,485 9,86 1,089 32,3 156,577 706,852 33,211 H1P3 71,56 1,447 10,43 1,172 41,2 215,135 898,452 34,474 H2P0 61,67 1,276 9,45 1,045 42,7 157,778 747,164 41,500 H2P1 63,00 1,219 9,25 1,040 41,7 173,754 699,437 25,681 H2P2 64,78 1,133 9,84 1,074 28,5 122,566 561,800 25,342 H2P3 61,33 1,292 9,95 1,072 28,5 118,534 490,471 24,064 H3P0 69,33 1,370 11,07 1,078 62,6 272,911 1257,193 57,905 H3P1 66,89 1,297 10,35 1,091 30,5 135,213 630,443 27,086 H3P2 72,11 1,197 10,87 1,111 48,4 208,845 878,918 22,803 H3P3 73,33 1,172 10,26 1,038 27,2 122,700 516,187 27,552 H4P0 75,11 1,251 11,01 1,178 53,6 285,322 1288,062 34,285 H4P1 60,56 1,093 10,58 1,111 64,3 311,881 936,763 24,417 H4P2 72,78 1,239 10,73 1,232 43,5 252,677 946,958 34,303 H4P3 74,33 1,306 10,23 1,092 22,5 125,222 616,015 55,032 H5P0 81,89 1,565 9,95 0,937 46,7 168,372 692,762 88,199 H5P1 75,33 1,422 9,68 0,982 38,1 144,862 543,665 28,744 H5P2 77,22 1,560 9,42 0,963 41,8 144,100 549,815 52,756 H5P3 81,33 1,449 9,83 0,947 54,4 170,200 709,409 76,856 Keterangan :

TT : Tinggi Tanaman, DB: Diameter Batang, PB: Panjang Buah, DBH: Diameter Buah, JBT: Jumlah Buah/Tanaman, BBT: Bobot Buah/Tanaman, BBP: Bobob Buah/Petak, BTK: Bobot Tajuk Kering

2) Analisis varians taraf 5% tinggi tanaman

Ket: *= berpengaruh nyata, ns= tidak berpengaruh nyata

SK DB JK KT F hit F tab Notasi Petak Utama Ulangan 2 238,95 119,47 1,84 5,14 ns Dosis 3 378,70 126,23 1,95 4,75 ns Galat (a) 6 387,52 64,58 Hibrida 4 1936,89 484,22 5,99 2,66 * Interaksi 12 443,37 36,94 0,45 2,06 ns Galat (b) 32 2585,06 80,78 Total 59 5970,52

(44)

29 3) Analisis varians taraf 5% diameter batang

SK DB JK KT F hit F tab Notasi Petak Utama Ulangan 2 41,01 20,50 3,90 5,14 ns Dosis 3 2,43 0,81 0,15 4,75 ns Galat (a) 6 31,49 5,24 Hibrida 4 65,80 16,45 2,27 2,66 ns Interaksi 12 44,19 3,68 0,50 2,06 ns Galat (b) 32 231,57 7,23 Total 59 416,51

Ket: *= berpengaruh nyata, ns= tidak berpengaruh nyata

4) Analisis varians taraf 5 % panjang buah

SK DB JK KT F hit F tab Notasi Petak Utama Ulangan 2 8,91 4,45 2,61 5,14 ns Dosis 3 1,32 0,44 0,25 4,75 ns Galat (a) 6 10,20 1,70 Hibrida 4 11,39 2,84 5,42 2,66 * Interaksi 12 3,37 0,28 0,53 2,06 ns Galat (b) 32 16,80 0,52 Total 59 52,01

Ket: *= berpengaruh nyata, ns= tidak berpengaruh nyata

5) Hasil analisis varians taraf 5 % diameter buah

SK DB JK KT F hit F tab Notasi Petak Utama Ulangan 2 15,47 7,73 3,44 5,14 ns Dosis 3 1,12 0,37 0,16 4,75 ns Galat (a) 6 13,46 2,24 Hibrida 4 25,41 6,35 20,13 2,66 * Interaksi 12 6,22 0,51 1,64 2,06 ns Galat (b) 32 10,09 0,31 Total 59 71,80

(45)

30 6) Analisis varians taraf 5% jumlah buah per tanaman

SK DB JK KT F hit F tab Notasi Petak Utama Ulangan 2 67,70 33,85 16,05 5,14 * Dosis 3 9,22 3,07 1,45 4,75 ns Galat (a) 6 12,65 2,10 Hibrida 4 4,53 1,13 0,92 2,66 ns Interaksi 12 25,99 2,16 1,76 2,06 ns Galat (b) 32 39,25 1,22 Total 59 159,36

Ket: *= berpengaruh nyata, ns= tidak berpengaruh nyata

7) Analisis varians taraf 5 % bobot buah per tanaman

SK DB JK KT F hit F tab Notasi Petak Utama Ulangan 2 405,19 202,59 15,08 5,14 * Dosis 3 41,09 13,69 1,01 4,75 ns Galat (a) 6 80,60 13,43 Hibrida 4 71,66 17,91 2,89 2,66 * Interaksi 12 94,41 7,86 1,27 2,06 ns Galat (b) 32 197,79 6,18 Total 59 890,77

Ket: *= berpengaruh nyata, ns= tidak berpengaruh nyata 8) Analisis varians taraf 5% bobot buah per petak

SK DB JK KT F hit F tab Notasi Petak Utama Ulangan 2 1282,32 641,16 9,63 5,14 * Dosis 3 333,16 111,05 1,66 4,75 ns Galat (a) 6 399,24 66,54 Hibrida 4 336,97 84,24 3,74 2,66 * Interaksi 12 269,74 22,47 1,00 2,06 ns Galat (b) 32 718,91 22,46 Total 59 3340,36

(46)

31 9) Analisis varians taraf 5 % bobot tajuk kering

SK DB JK KT F hit F tab Notasi Petak Utama Ulangan 2 1,10 0,55 0,30 5,14 ns Dosis 3 21,70 7,23 4,00 4,75 ns Galat (a) 6 10,83 1,80 Hibrida 4 38,67 9,66 4,51 2,66 * Interaksi 12 34,16 2,84 1,32 2,06 ns Galat (b) 32 68,57 3,14 Total 59 175,05

(47)

32 Lampiran 5. Matrik korelasi antar peubah/variabel pertumbuhan dan hasil tanaman cabai

merah TT DB PB DBH JBT BBT BBP BTK TT DB 0,27* PB 0,27* -0,002ns DBH 0,006ns -0,32* 0,47* JBT 0,28* 0,04ns 0,45* 0,35* BBT 0,22ns -0,05ns 0,62* 0,56* 0,93* BBP 0,29* -0,04ns 0,67* 0,55* 0,83* 0,91* BTK 0,37* 0,64* -0,01ns -0,25* 0,25ns 0,13ns 0,12ns Keterangan :

TT : Tinggi Tanaman, DB: Diameter Batang, PB: Panjang Buah, DBH: Diameter Buah, JBT: Jumlah Buah/Tanaman, BBT: Bobot Buah/Tanaman, BBP: Bobob Buah/Petak, BTK: Bobot Tajuk Kering

(48)

Gambar

Gambar 2. Akar cabai merah   (Sedulurtani) Gambar 1. Tanaman cabai merah  (Wikipedia)
Gambar 3. Bunga cabai merah   (Wikipedia)  Putik  Benang Sari
Tabel  1.  Hasil  analisis  varians  pengaruh  pupuk  kandang  sapi  terhadap  lima  genotipe  hibrida cabai merah di Ultisol
Tabel 3. Data rata-rata komponen hasil lima hibrida cabai merah di Ultisol Hibrida  Panjang  Buah (cm)  Diameter  Buah (mm)  Jumlah Buah per Tanaman

Referensi

Dokumen terkait

et vivent dans des régions où la tuberculose est fortement endémique. Le suivi à long terme de ces enfants après vaccination est souhaitable. Les nourrissons VIH positifs

Dari hasil wawancara yang telah peneliti lakukan dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan metode pembelajaran tahfidh ul Qur’an di pondok tahfidh putri anak-anak Yanaabii'ul

Skripsi Perlindungan Hukum bagi Pramuniaga yang Bekerja Shift Malam pada Indomaret 24 Jam di Kota Semarang ini mencakup berbagai hal yang berkaitan dengan Hukum

[r]

Adanya hubungan antara ukuran panjang utama dan sistem katir, antara panjang kapal dan bahateng, panjang kapal dan pengapung dan panjang kapal dengan tinggi tiang

Berdasarkan gambar di atas menunjukkan bahwa jawaban responden terbanyak adalah memilih obat saat pertama kali nyeri kepala berlangsung dengan hasil 63%. 5.3.5.6 Pengalaman

Hasil tersebut membuktikan bahwa penggunaan catheter mouth pada kelompok perlakuan lebih efektif dilakukan pada saat suction untuk mengurangi risiko terjadinya

[r]