• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VIII Aspek Lingkungan dan Sosial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VIII Aspek Lingkungan dan Sosial"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

BAB VIII

Aspek Lingkungan dan Sosial

Dalam penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan sosial, hal ini bertujuan untuk meminimalisir pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan.

8.1. Aspek Lingkungan

Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut :

1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup : “Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”.

2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional : “Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”.

3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 :

“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya

(2)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

dukung dan daya tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”.

4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis :

Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan. 5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.

Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.

Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu :

1. Pemerintah Pusat

a. Menetapkan kebijakan nasional.

b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.

d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL. e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan

hidup.

f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.

g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.

h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat. j. Menetapkan standar pelayanan minimal.

2. Pemerintah Provinsi

a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.

b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL. d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan,

peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota. e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

(3)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan.

g. Melaksanakan standar pelayanan minimal. 3. Pemerintah Kabupaten/Kota

a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.

b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL. d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

8.1.1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.

KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena :

1) RPIJM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur.

2) KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPIJM adalah karena RPIJM berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup.

KLHS disusun oleh Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Dinas Lingkungan Hidup, untuk Kota Mojokerto KLHS disusun Tim Satgas RPIJM Kota Mojokerto dibantu dengan Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kota Mojokerto sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Kota Mojokerto. Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya pembangunan berkelanjutan.

Tahapan Pelaksanaan KLHS

(4)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

seperti (1) perubahan iklim, (2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.

1. Iklim

Di Kota Mojokerto bahkan Indonesia hanya dikenal 2 (dua) musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Pada bulan Juni – September arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember – Maret arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan Samudera Pasifik, sehingga terjadi musim hujan. Keadaan seperti itu bergantian setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan April – Mei dan Oktober – November.

Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Kota Mojokerto merupakan suatu dataran yang mempunyai ketinggian rata-rata 22 meter di atas permukaan laut. Pada tahun 2011 temperatur udara maksimal 34,80C yang terjadi pada bulan Januari dan Nopember, dan minimum sebesar 14,80C yang terjadi pada bulan Februari. Sedangkan kelembaban udara maksimum terjadi pada bulan Januari dan Mei yaitu sebesar 98%, dan minimum sebesar 42% yang terjadi pada bulan September.

Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan orographi dan perputaran/pertemuan arus udara. Oleh karena itu jumlah curah hujan beragam menurut bulan dan letak stasiun pengamat. Rata-rata curah hujan pada bulan April merupakan tertinggi yang terjadi selama tahun 2011 yaitu mencapai 40,00 mm. Sedangkan rata-rata curah hujan terendah terjadi pada bulan Februari yaitu sebesar 9,44 mm.

2. Keanekaragaman Hayati

Dengan semakin banyaknya jumlah penduduk dan semakin luasnya cakupan wilayah pembangunan di Indonesia mengakibatkan kecenderungan pemanfaatan sumber daya hayati untuk berbagai keperluan tersebut terjadi secara tidak seimbang. Hal ini ditandai dengan semakin langkanya beberapa jenis flora dan fauna, kerusakan ekosistem, dan semakin menipisnya plasma nutfah. Kejadian ini tentunya harus dicegah, agar keanekaragaman hayati di Indonesia masih dapat

(5)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

digunakan untuk menopang kehidupan bangsa, dan hal ini juga tentunya perlu dilakukan di Kota Mojokerto.

Hilangnya keanekaragaman hayati antara lain disebabkan oleh: Hilangnya habitat asal

Salah satu faktor yang sangat menentukan keberadaan keanekaragaman hayati adalah habitat. Hutan merupakan habitat asli tempat hidup makhluk hidup. Penebangan serta perusakan hutan secara terus menerus dapat menyebabkan terganggunya ekosistem makhluk hidup yang pada akhirnya dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan keanekaragaman hayati. Degradasi habitat

Polusi merupakan salah satu penyebab terjadinya degradasi habitat, karena polusi merupakan perubahan pada lingkungan yang menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kehidupan makhluk hidup.

Adanya spesies-spesies pendatang

Kehadiran spesies pendatang dapat mengalahkan atau mendominasi spesies asli, seperti misalnya pembangunan kanal eric pada abad ke-19 yang telah menyebabkan masuknya belut laut ke danau agung.

Eksploitasi secara berlebihan

Eksploitasi sumber daya alam dikatakan berlebihan jika jumlah sumber daya alam yang diambil lebih besar dibandingkan dengan kemampuan memperbarui diri sumber daya alam yang diambil.

Tujuan dari perlindungan terhadap jenis-jenis flora dan fauna ini adalah untuk mencegah terjadinya kepunahan, dan juga agar jenis-jenis tersebut bisa tetap terjaga kemurnian dan segala sifat-sifat alami yang memang sudah menjadi ciri khasnya. Jenis flora yang banyak ditemukan di wilayah Kota Mojokerto adalah pohon mojo yang biasanya digunakan sebagai tanaman peneduh tepi jalan dan juga menjadi tanaman maskot atau ciri khas dari Kota Mojokerto. Sedangkan untuk fauna, adapun satwa liar yang sering terlihat di wilayah Kota Mojokerto adalah burung emprit. Sayangnya belum diketahui secara pasti apakah burung emprit memang merupakan fauna khas dari Kota Mojokerto ini.

3. Bencana Alam

Berdasarkan analisa fisik yang telah dilakukan, Kota Mojokerto tidak memiliki kawasan rawan bencana alam yang memerlukan perhatian khusus. Rawan bencana alam yang ada di Kota Mojokerto yaitu rawan bencana banjir.

(6)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

Jagalan, Kelurahan Sentanan, Kelurahan Mentikan, Kelurahan Kranggan, Kelurahan Miji, Kelurahan Pajuritkulon, Kelurahan Blooto, Kelurahan Surodinawan, Kelurahan Magersari, Kelurahan Wates, Kelurahan Kedundung, Kelurahan Balongsari, Kelurahan Gunung Gedangan, dan Kelurahan Meri.

Adapun arahan pengelolaan sebagai usaha untuk penanggulangan banjir yang akan datang di Kota Mojokerto adalah :

Perbaikan dan normalisasi saluran drainase untuk mengurangi genangan ; Rencana master drewing, sudetan dan resapan air ;

Penguatan tanggul untuk mencegah terjadinya banjir ;

Pembuatan sumur resapan dan kolam penampung air hujan.

Selain itu juga perlu melakukan kerjasama antara pemerintah Kota Mojokerto dengan pemerintah Kabupaten Mojokerto terkait dengan kanalisasi.

4. Udara

Berdasarkan pada hirarki pusat GKS (Gerbang Kerto Susila), Kota Mojokerto merupakan wilayah yang mempunyai fungsi sebagai perdagangan, jasa dan pemerintahan. Sebagai salah satu fungsi perdagangan dan jasa, Kota Mojokerto tidak terlepas dengan pencemaran udara seperti debu. Hal ini disebabkan karena lokasi tersebut dekat dengan jalan raya yang lalu lintasnya padat. Debu termasuk pencemar udara yang memberikan efek langsung bagi kesehatan manusia, mengganggu tidak hanya pernafasan, penglihatan, tapi juga bisa menyebabkan iritasi kulit pada paparan yang berlebihan.

Sejauh ini perhatian aparat Pemerintah Kota Mojokerto memang lebih terfokus pada kegiatan pencegahan dan penanggulangan pencemaran badan air, yang secara tidak langsung dapat memberikan celah kepada beberapa kegiatan perdagangan dan jasa untuk melakukan tindakan yang dapat menyebabkan hal yang negatif misalnya dengan pencemaran udara melalui emisi gas buang. Selain itu pola hidup masyarakat yang masih suka membakar sampah rumah tangga mereka juga dapat menimbulkan dampak yang kurang baik khususnya dalam hal pencemaran udara.

5. Air

Pada tahun 2006 sampai dengan saat ini PDAM Kota Mojokerto hanya memanfaatkan Sungai Brantas sebagai sumber air baku sistem penyediaan air minum untuk Kota Mojokerto, sebelum dikonsumsi air baku terlebih dahulu diolah di instalasi pengolahan air bersih yang terdapat di Desa Wates dengan kapasitas desain 110 lt/dt.

(7)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

PDAM Kota Mojokerto memiliki potensi sumber air baku yang dapat dikembangkan. Pada awalnya air baku yang digunakan PDAM Kota Mojokerto berasal dari Mata Air Jubel yang terletak di Kabupaten Mojokerto yang sekarang pengelolaannya diserahkan kepada PDAM Kabupaten Mojokerto. Sumber air yang potensial dikembangkan lainnya adalah penggunaan air tanah dalam. Terdapat 8 sumur bor yang pernah digunakan Kota Mojokerto.

Tabel 8.1. Sumur Bor Yang Pernah Digunakan PDAM Kota Mojokerto

Uraian Balongsari Gunung

Gedangan Panggreman Raung Welirang Arjuna Meri

Benteng Pancasila Pembuatan 1990 1981 1982 1993 1982 1989 1990 1993 Dimatikan 1997 1997 1997 1997 1997 1997 1997 1997 Kapasitas 15 lt/dt 20 lt/dt 10 lt/dt 10 lt/dt 10 lt/dt 10 lt/dt 10 lt/dt 10 lt/dt Kedalaman 125 m 125 m 125 m 125 m 125 m 125 m 125 m 125 m Penampungan air Menara air 250 m3 - - - - G Res. 750 m3 G Res. 750 m3 -

Bangunan lain Bak aerasi 200 m3

- - - -

Sumber : PDAM Kota Mojokerto

Pipa pembawa intake ke IPA Wates terdiri dari pipa berdiameter 500 mm sepanjang kurang lebih 100 m dari bahan steel pipa berdiameter ini dipasok oleh 7 unit pompa dimana untuk pengamanan terhadap arus balik dipasang check valve pada masing masing pipa discharge guna pengamanan.

Dari Sungai Brantas aliran air baku melalui 2 unit pipa saluran diamater 20” yang tertanam dan dilengkapi oleh 2 bak kontrol untuk pemeliharaan. Diperkirakan dengan asumsi kecepatan aliran lebih dari 0,3 m/dt dan kemiringan garis hidraulik 2 cm/10 meter atau 0,2% maka kapasitas aliran yang diperoleh sekitar 87 lt/dt sedangkan untuk garis hidraulik 0,5 dengan aliran penuh 20” dalam keadaan bersih tanpa endapan maka kapasitas yang dihasilkan mencapai 270 lt/dt.

6. Sempadan Sungai

Kawasan sempadan sungai adalah kawasan di sekitar daerah aliran sungai yang berfungsi untuk melindungi sungai dari kegiatan yang dapat mengganggu atau merusak bantaran/tanggul sungai, kualitas air sungai, dasar sungai, mengamankan aliran sungai dan mencegah terjadinya bahaya banjir. Penetapan kawasan sempadan sungai bagi perlindungan DAS, ditentukan berdasarkan

(8)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

Penyediaan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan yang menjelaskan bahwa Sempadan sungai bertanggul yang ditetapkan adalah sebagai berikut :

Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul ;

Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul ;

Dengan pertimbangan untuk peningkatan fungsinya, tanggul dapat diperkuat, diperlebar dan ditinggikan yang dapat berakibat bergesernya garis sempadan sungai ;

Kecuali lahan yang berstatus tanah negara, maka lahan yang diperlukan untuk tapak tanggul baru sebagai akibat dilaksanakannya ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir (1) harus dibebaskan.

Sempadan sungai tidak bertanggul yang ditetapkan adalah sebagai berikut :

Garis sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditetapkan sebagai berikut :

Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 10 meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan;

Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 meter sampai dengan 20 meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 15 meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan;

Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 20 meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan

Kondisi sungai Kota Mojokerto saat ini semuanya sudah merupakan sungai bertanggul, maka ke depannya ditetapkan kawasan sempadan minimal 3 meter dari sebelah luar sepanjang kaki tanggul. Untuk lebih jelasnya lihat di bawah ini.

Tabel 8.2. Sempadan Sungai Untuk Sungai-sungai di Kota Mojokerto

NO NAMA SUNGAI SEMPADAN SUNGAI

1. Sungai Brantas Minimal 3 meter

2. Sungai Brangkal Minimal 3 meter

3. Sungai Sadar Minimal 3 meter

(9)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

5. Sungai Ngrayung Minimal 3 meter

6. Sungai Watu Dakon Minimal 3 meter

7. Sungai Ngotok/Pulo Minimal 3 meter

Sumber : Hasil Analisa

Pemanfaatan daerah sempadan sungai yang diijinkan, adalah : Untuk budi daya pertanian, dengan jenis tanaman yang diijinkan ;

Untuk pemasangan papan reklame, papan penyuluhan dan peringatan serta rambu-rambu rentangan ;

Untuk pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon dan pipa air minum ; Untuk pondasi, pemancangan tiang jalan dan jembatan ;

Untuk pembangunan prasarana air.

Kawasan sempadan sungai yang ada di Kota Mojokerto terdapat di wilayah : Kelurahan Surodinawan, Kelurahan Kranggan, Kelurahan Miji, Kelurahan Prajuritkulon, Kelurahan Blooto, Kelurahan Mentikan, Kelurahan Kauman, Kelurahan Pulorejo, Kelurahan Meri, Kelurahan Gunung Gedangan, Kelurahan Kedundung, Kelurahan Balongsari, Kelurahan Magersari, dan Kelurahan Wates dengan luas sebesar 32,36 Ha atau 1,97%.

Pada kawasan sempadan sungai juga terdapat RTH. RTH kawasan sempadan sungai adalah ruang terbuka hijau yang memiliki fungsi sebagai pengaman terhadap longsornya tanah di daerah aliran sungai (DAS), dan berfungsi sebagai daerah resapan air. Rencana pengembangan RTH sempadan sungai untuk kawasan kota ditempatkan pada sepanjang kanan kiri daerah aliran sungai yang melintas di wilayah Kota Mojokerto, dikembangkan dengan arahan luasan sebesar 32,37 Ha atau sekitar 1,97%. Adapun wilayah RTH sempadan sungai ini meliputi daerah : Kelurahan Surodinawan, Kelurahan Kranggan, Kelurahan Miji, Kelurahan Prajuritkulon, Kelurahan Blooto, Kelurahan Mentikan, Kelurahan Kauman, Kleurahan Pulorejo, Kelurahan Meri, Kelurahan Gunung Gedangan, Kelurahan Kedundung, Kelurahan Balongsari, Kelurahan Magersari, dan Kelurahan Wates. Adanya pemanfaatan pada daerah sempadan sungai dapat difungsikan sebagai ruang terbuka hijau dengan pembuatan taman, jalan, dsb, sehingga kondisi sungai dapat terjaga dan terawat dengan baik.

Adapun arahan rencana pengelolaan untuk penataan kawasan sungai adalah sebagai berikut :

(10)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

Untuk menghindari berkembangnya pemanfaatan lahan terbangun di sepanjang sungai yang ada di Kota Mojokerto, perlu adanya batas fisik tentang garis sempadan sungai yang belum ada bangunan sesuai dengan ketetapan yang telah ada ;

Perlindungan sekitar sungai atau sebagai sempadan sungai dilarang mengadakan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas air sungai ;

Penegasan batas kawasan sempadan sungai oleh Pemerintah Daerah ; Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat tentang penetapan garis

sempadan sungai, fungsi dan manfaat dari garis sempadan tersebut ;

Di dalam mengeluarkan ijin bangunan perlu mengacu pada garis sempadan yang telah ditetapkan, jika terjadi pelanggaran perlu adanya sanksi hukum yang tegas ;

Perlu adanya pemantauan dan pengendalian terhadap bangunan di sepanjang sungai yang ada yang dapat dilakukan bersama-sama antara dinas dan instansi yang terkait dengan masyarakat ;

Pemanfaatan ruang terbuka hijau di sepanjang sungai dapat dimanfaatkan untuk pembuatan taman, jogging track, dan sebagainya. Sehingga kondisi di sepanjang sungai tersebut dapat lebih terawat dan memiliki estetika, salah satunya adalah Sungai Brantas. Hal ini dimaksudkan karena selain berfungsi untuk melindungi juga dapat memberikan kontribusi bagi pelestarian lingkungan kota yang lebih asri.

7. Pertanian

Kota Mojokerto mempunyai kawasan pertanian yang terdapat di Kelurahan Prajuritkulon, Blooto, Surodinawan, dan Pulorejo. Kawasan pertanian yang ada tersebut diantaranya ialah kawasan pertanian tanaman pangan, holtikultura, kawasan perkebunan, kawasan peternakan, dan kawasan perikanan. Adapun kawasan pertanian tersebut seluas 104,25 Ha atau 6,33%. Dimana kawasan tersebut juga ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) di Kota Mojokerto. Untuk kawasan peternakan lokasinya menyatu dengan perumahan.

Sedangkan kawasan perikanan yang terdapat di Kota Mojokerto ini terdiri dari waduk, perairan umum, dan kolam. Keberadaan dari waduk ini berlokasikan di Kelurahan Mentikan, Prajuritkulon, dan Pulorejo dengan luas sebesar 1,2 Ha. Pada kawasan perikanan yang terdapat di perairan umum, tepatnya terdapat di Sungai Brantas, Pulo/Ngotok, Brangkal, Sadar, Cemporat, Ngrayung, dan Watu

(11)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

Dakon. Serta untuk kawasan perikanan yang terdapat di kolam adalah seluas 6,1 Ha.

Secara umum, rencana pengembangan kawasan pertanian diarahkan sebagai berikut :

Penerapan pola disinsentif meliputi pengurusan perizinan, pembukaan akses jalan, pemasangan utilitas (listrik, telepon, air bersih, drainase, dan persampahan).

Penerapan insentif meliputi bantuan pupuk dan obat-obatan secara berkala, kemudahan pengajuan kredit tanam, suplai air irigasi yang kontinu, dan stabilisasi harga jual hasil panen

Pengembangan prasarana pengairan.

Pengendalian kegiatan lain agar tidak mengganggu lahan pertanian yang subur.

Mempertahankan fungsi kawasan pertanian sesuai dengannya

Membatasi kegiatan pembangunan disekitar kawasan pertanian potensial. Mengupayakan ekstensifikasi pertanian meliputi daya dukung tanah, daya

dukung pengairan/irigasi, dan produktivitas lahan pertanian.

Mengembangkan sentra produksi tanaman pertanian sesuai dengan jenis tanaman yang cocok dan produksi yang dominan.

8. RTH Publik

Seperti yang tertuang dalam UU No. 26 Tahun 2007 dan Permendagri No. 1 Tahun 2007 tentang Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Perkotaan, maka ruang terbuka hijau kota yang perlu dipertahankan keberadaannya untuk mendukung penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota adalah sebesar 30% dari luas wilayah Kota dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik sebesar 20% dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Privat sebesar 10%.

Kondisi eksisting ruang terbuka hijau (RTH) publik di Kota Mojokerto pada tahun 2010 sebesar 64,058 Ha dengan jenis RTH yaitu taman RT, Taman RW, taman kelurahan, taman kecamatan, taman kota, taman jalan, hutan kota dan kebun bibit, tempat pemakaman umum (TPU), sempadan sungai, sempadan rel kereta api, sempadan SUTT/SUTET. Sedangkan untuk rencana kebutuhan ruang terbuka hijau (RTH) publik yaitu sebesar 329,409 Ha atau 20,02%.

Rencana pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) publik dapat dijelaskan sebagai berikut :

(12)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

a. RTH Taman RT

Rencana pengembangan RTH taman RT untuk Kota Mojokerto sampai dengan tahun perencanaan tahun 2032 adalah seluas 2,14 Ha atau sekitar 0,13% dari luas keseluruhan. Untuk RTH taman RT ini tersebar secara merata di seluruh kelurahan yang ada di Kota Mojokerto.

b. RTH Taman RW

Rencana pengembangan RTH taman RW untuk Kota Mojokerto sampai dengan tahun perencanaan tahun 2032 adalah seluas 9,27 Ha atau sekitar 0,56% dari luas wilayah. Keberadaan dari RTH taman RW ini juga tersebar merata di seluruh wilayah kelurahan di Kota Mojokerto.

c. RTH Taman Kelurahan

Rencana pengembangan RTH taman kelurahan untuk Kota Mojokerto sampai dengan tahun perencanaan tahun 2032 adalah seluas 19,32 Ha atau sekitar 1,17%. Untuk RTH taman kelurahan ini terdapat di : Kelurahan Surodinawan, Kelurahan Kranggan, Kelurahan Prajuritkulon, Kelurahan Blooto, Kelurahan Pulorejo, Kelurahan Meri, Kelurahan Kedundung, dan Kelurahan Magersari. d. RTH Taman Kecamatan

Untuk taman lingkungan tingkat kecamatan, jenis tanaman yang direkomendasikan adalah jenis tanaman yang memiliki fungsi ekologi dan klimatologi, fungsi peneduh, dan fungsi estetika. Rencana pengembangan RTH taman kecamatan untuk Kota Mojokerto sampai dengan tahun perencanaan tahun 2032 adalah seluas 14,48 Ha atau sekitar 0,88%. Adapun RTH taman kecamatan ini terdapat di Kelurahan Surodinawan, Kelurahan Gunung Gedangan, dan Kelurahan Kedundung.

e. RTH Taman Kota

Pengembangan RTH taman kota untuk Kota Mojokerto direncanakan seluas 103,86 Ha atau sekitar 6,31 %. RTH taman kota ini memiliki fungsi sebagai keindahan kota. Adapun konsep pengembangan ruang terbuka : hijau selain sebagai taman kota yang juga sebagai taman wisata adalah : peningkatan potensi alam, sebagai wisata alam, dan sebagai penyangga air kawasan Kota Mojokerto.

Rencana pengembangan RTH taman kota di Kota Mojokerto diarahkan pada : Kelurahan Kranggan, Kelurahan Blooto, Kelurahan Kauman, Kelurahan Pulorejo, Kelurahan Meri, Kelurahan Gunung Gedangan, Kelurahan Kedundung, Kelurahan Balongsari, Kelurahan Magersari, dan Kelurahan Wates.

(13)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

Jenis tanaman yang digunakan adalah yang tidak merubah citra kawasan (mempertahankan jenis tanaman yang membentuk citra kawasan yaitu antara lain palem, beringin dll) yaitu jenis tanaman yang direkomendasikan. Selain itu bisa juga dengan penambahan jenis tanaman penutup permukaan misalnya adalah rumput-rumputan dan bunga-bungaan.

f. RTH Taman Jalan

RTH taman jalan ini meliputi : RTH jalur jalan, dan RTH taman persimpangan jalan, monumen dan gerbang kota. Secara keseluruhan luas dari RTH taman jalan ini adalah sebesar 3,67 Ha, atau kira-kira sebesar 0,22% dari luas wilayah Kota Mojokerto. Distribusi dari RTH taman jalan ini adalah sebagai berikut : Jl. Suromulang Timur, Jl. Suromulang Barat, Jl. Mojopahit, Jl.Mojopahit Selatan, Jl. Pahlawan, Jl. Jawa, Jl. Irian Jaya, Perumahan Kranggan Permai, Jl. Pahlawan,Jl. Bhayangkara, Jl. Cinde Baru 4, Perumahan DAM V Brawijaya, Jl. Komplek Balong Cangkring, Jl. Hasyim Ashari, Jl. Veteran, Jl. Watu Dakon, Jl. Gajah Mada, Jl. Benteng Pancasila, Jl. Empunala, Jl. Pemuda, Jl. Gunung Gedangan Timur, Jl. Gunung Gedangan, Jl. Residen Pamuji, Jl. Ahmad Yani, Jl. Sawunggaling, Jl. Durian, Jl. Raya Jabon, Terminal, Perumahan Permai Griya Meri, Jl. Bypass, Jl. Leci, dan Perumahan Permai Griya Ijen.

g. RTH Pemakaman Umum

Pengembangan RTH pemakaman umum di Kota Mojokerto yang diarahkan adalah dengan tetap mempertahankan lokasi yang ada yaitu di seluruh wilayah Kota Mojokerto dengan luasan sebesar 20,21 Ha atau sekitar 1,23%. RTH tempat pemakaman umum ini meliputi : Kelurahan Surodinawan, Kelurahan Kranggan, Kelurahan Miji, Kelurahan Prajuritkulon, Kelurahan Blooto, Kelurahan Mentikan, Kelurahan Pulorejo, Kelurahan Meri, Kelurahan Gunung Gedangan, Kelurahan Kedundung, Kelurahan Balongsari, dan Kelurahan Wates. Adapun jenis tanaman yang sesuai untuk ruang terbuka hijau pemakaman umum adalah jenis tanaman yang berdaun lebat untuk tanaman tinggi dan tanaman berbunga harum untuk jenis tanaman rendah. Sedangkan maksud dan tujuan adanya penataan serta jenis tanaman yang dipilih adalah diharapkan RTH pemakaman umum akan memiliki fungsi ekologi, klimatologi, penyangga air, namun tetap memiliki keindahan, sehingga diharapkan TPU tidak memiliki kesan yang angker.

(14)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

h. RTH Hutan Kota

RTH hutan kota yang terdapat di Kota Mojokerto diantaranya ialah RTH hutan kota dan RTH kebun bibit. Adapun luas dari RTH hutan kota tersebut adalah seluas 86,85 Ha atau sekitar 5,27%. Arahan rencana RTH hutan kota tersebut adalah terdapat di : Kelurahan Kranggan, Kelurahan Miji, Kelurahan Blooto, Kelurahan Mentikan, Kelurahan Pulorejo, Kelurahan Meri, Kelurahan Gunung Gedangan, Kelurahan Kedundung, Kelurahan Balongsari, Kelurahan Magersari, dan Kelurahan Wates.

RTH kebun bibit merupakan penghijauan yang memiliki fungsi sebagai penyeimbang ekologi dan klimatologi kota, sehingga diharapkan lingkungan kota masih tetap memiliki daya dukung minimal untuk kehidupan kota. RTH kebun bibit ini mempunyai fungsi sebagai tempat melakukan pembibitan tanaman-tanaman yang jika sudah tumbuh besar akan dipindahkan pada lokasi yang telah ditentukan dan dikembangkan.

i. RTH Sempadan Rel KA

RTH sempadan rel kereta api merupakan ruang terbuka hijau yang penempatannya disepanjang kanan kiri jalan kereta api yang memiliki fungsi sebagai pelindung terhadap kecelakaan dan kebisingan. Kawasan sempadan rel kereta api yang ditetapkan di Kota Mojokerto meliputi : Kelurahan Miji, Kelurahan Prajuritkulon, Kelurahan Blooto, Kelurahan Mentikan, Kelurahan Meri, Kelurahan Gunung Gedangan, Kelurahan Kedundung, Kelurahan Balongsari, Kelurahan Magersari, dan Kelurahan Wates dengan arahan luasan total 17,55 Ha atau sekitar 1,07%.

Kriteria garis sempadan jalan kereta api yang ditetapkan adalah sebagai berikut :

Garis sempadan jalan rel kereta api adalah ditetapkan dari as jalan rel terdekat apabila jalan rel kereta api itu lurus.

Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak di tanah timbunan diukur dari kaki tanggul.

Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak di dalam galian, diukur dari puncak galian tanah atau atas serongan.

Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak pada tanah datar diukur dari as jalan rel kereta api.

Garis sempadan jalan rel kereta api pada belokan adalah lebih dari 23 m diukur dari lengkung dalam sampai as jalan. Dalam peralihan jalan lurus ke jalan lengkung diluar as jalan harus ada jalur tanah yang bebas, yang

(15)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

secara berangsur–angsur melebar dari jarak lebih dari 11 sampai lebih dari 23 m. Pelebaran tersebut dimulai dalam jarak 20 m di muka lengkungan untuk selanjutnya menyempit lagi sampai jarak lebih dari 11 m.

Garis sempadan jalan rel kereta api tidak berlaku apabila jalan rel kereta api terletak di tanah galian yang dalamnya 3,5 m.

Garis sempadan jalan perlintasan sebidang antara jalan rel kereta api dengan jalan raya adalah 30 m dari as jalan rel kereta api pada titik perpotongan as jalan rel kereta api dengan as jalan raya dan secara berangsur–angsur menuju pada jarak lebih dari 11 m dari as jalan rel kereta api pada titik 600 m dari titik perpotongan as jalan kereta api dengan as jalan raya.

Upaya pengendalian kawasan sempadan rel kereta api meliputi :

Pemberian papan peringatan larangan melakukan aktifitas kegiatan pada jarak 20 m dari tengah rel lebih dari 11 m kiri kanan rel dapat dikembangkan sebagai RTH.

Membatasi perkembangan bangunan.

Untuk kawasan yang yang belum terdapat aktifitas sempadannya dapat digunakan sebagai RTH.

j. RTH SUTT

RTH sempadan SUTT merupakan jalur hijau yang penempatannya pada daerah di sekitar jalur yang dilewati SUTT, dengan fungsi sebagai sarana keamanan terhadap bahaya tegangan tinggi. Jalur hijau untuk daerah sekitar SUTT yang berdasarkan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 bahwa jarak bebas (minimum) antara penghantar SUTT 500 KV dengan bangunan tidak tahan api adalah minimal 14-15 meter. Untuk pengaman jalur tegangan tinggi dibuat buffer zone yang difungsikan sebagai RTH yang dibuat di sepanjang jalur tegangan tinggi tersebut dengan lebar minimal 14-15 meter dari kiri dan kanan jalur.

Kawasan sempadan SUTT pada Kota Mojokerto terdapat di Kelurahan Meri, Kelurahan Gunung Gedangan, dan Kelurahan Kedundung dengan arahan luasan total sebesar 19,94 Ha atau sekitar 1,21%.

Upaya pengelolaan kawasan sempadan SUTT, meliputi :

Pemberian papan peringatan larangan melakukan aktifitas kegiatan di bawah jaringan pada jarak minimal 20m dari garis tengah tiang SUTT.

(16)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

Untuk kawasan yang belum terdapat aktifitas digunakan sebagai RTH dengan vegetasi yang tidak tinggi tajuknya.

9. Lahan

Dapat diamati dari tabel luas wilayah menurut penggunaan lahan/tutupan lahan Kota Mojokerto tahun 2012 dapat dianalisa bahwa luas lahan di Kota Mojokerto adalah seluas 1.646 Ha. Untuk penggunaan lahan tidak terbangun cukup mendominasi dengan memiliki prosentase sebesar 60,29%. Penggunaan lahan tidak terbangun didominasi oleh lahan sawah seluas 440,70 Ha atau 26,79 %, kebun sebesar 192,71 Ha atau sebesar 11,70%, semak belukar seluas 101,87 Ha atau 6,19%, tanah kosong seluas 61,6 Ha atau 3,74%, hutan kota seluas 0,33 Ha atau sebesar 0,02%, taman seluas 19,49 Ha atau 1,18%, Taman Pemakaman Umum (TPU) seluas 20,38 Ha atau 1,24%, lapangan seluas 5,37 Ha atau 0,33%, kolam seluas 1,21 Ha atau 0,07%, Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPAS) seluas 2,65 Ha atau 0,16%, rawa seluas 1,87 Ha atau 0,11%, perikanan seluas 1,22 Ha atau 0,07%, jalan seluas 105,36 Ha atau 6,4% dan sungai seluas 44 Ha atau sebesar 2,67%.

Dari angka-angka tersebut dapat dilihat bahwa lahan di Kota Mojokerto termasuk lahan yang subur karena sebagian besar lahannya digunakan untuk lahan pertanian. Namun tetap harus dilakukan control ketat, karena tetap tidak menutup kemungkinan bahwa ke depannya akan ada kawasan lindung yang akan dialihfungsikan untuk kegiatan-kegiatan lain demi mendukung kelancaran pembangunan di Kota Mojokerto. Salah satu upaya mengantisipasi kemungkinan

Daerah daratan yang harus

bebas dari kegiatan budi daya Daerah daratan yang harus bebas dari kegiatan budi

daya Ruang udara yang harus bebas dari

kegiatan budi daya/transportasi

Ruang udara yang harus bebas dari kegiatan budi daya/transportasi

(17)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

dampak negatif tersebut, maka diperlukan kegiatan penghijauan di Kota Mojokerto.

10. Sanitasi dan Permukiman Kumuh

Ada 3 (tiga) pendekatan atau strategi yang dapat ditempuh untuk pembangunan perumahan dan permukiman yang melibatkan peran serta masyarakat yaitu:

Pendekatan Kesejahteraan (welfare strategy). Dalam pendekatan kesejahteraan ini pemerintah memberi bantuan penuh kepada masyarakat yang membutuhkan rumah. Masyarakat yang dibantu tergolong dalam kelompok yang rentan atau sangat miskin, seperti kelompok masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan, pengungsi akibat konflik sosial dan etnis, yang memerlukan uluran tangan dari pemerintah atau pihak luar agar dapat hidup layak.

Strategi Responsif (responsive strategy). Dalam strategi ini masyarakat yang dibantu adalah mereka yang berpenghasilan rendah dan secara ekonomi kurang aktif atau mereka yang terkena bencana alam atau musibah lainnya, seperti penggusuran, krisis ekonomi, dengan tujuan memulihkan kembali kepada kehidupan normal atau kondisi yang lebih baik.

Pendekatan Pemberdayaan (empowerment strategy). Peran masyarakat dominan. Fokus dari strategi ini adalah kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dan aktif secara ekonomi serta tidak memiliki akses kepada sumber daya perumahan.

Pendekatan yang dipilih dalam pelaksanaan kegiatan penataan permukiman kumuh di Kota Mojokerto adalah pendekatan atau strategi pembangunan perumahan dan permukiman yang ketiga, yaitu pendekatan pemberdayaan (empowerment strategy).

Tujuan dari pendekatan pemberdayaan adalah untuk memampukan masyarakat memecahkan sendiri masalah yang dihadapi dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Di bidang perumahan dan permukiman, sejak tahun 1980-an konsep pemberdayaan ini berkembang menjadi enabling strategy, sehingga peran pemerintah bergeser dari penyedia menjadi pendorong atau fasilitator. Melalui enabling strategy sumber daya yang dimiliki negara akan menjadi lebih berdayaguna karena adanya berbagi peran dan kemitraan (role sharing and resources sharing) antara pemerintah, masyarakat, dan swasta.

Masyarakat atau komunitas dapat ikut ambil bagian untuk mengisi kegiatan yang diprogramkan oleh pemerintah maupun bertindak sebagai pemeran utama bagi

(18)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

penyelenggaraan perumahan dan permukiman menjadi dinamis dan berkelanjutan, maka diperlukan terbentuknya gerakan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Dari sini timbul pola pikir untuk memberdayakan atau memampukan masyarakat dalam mengatasi permasalahan yang dihadapinya sendiri secara mandiri.

Untuk semakin dapat memberikan alternatif dalam pemenuhan kebutuhan akan perumahan dan permukiman terutama dikawasan yang padat penduduknya, perlu dirintis Konsep pembangunan rumah susun dengan pendekatan peremajaan kota. Program penyediaan rumah susun tersebut dapat diintegralkan dengan Program Perbaikan Kampung (Kampung Improvement Program), sehingga tidak hanya diperoleh permukiman yang layak huni tapi juga lingkungan pendukung yang baik. Adapun elemen yang ditata dari Konsep penyediaan perumahan dan permukiman dengan pola ini adalah perbaikan saluran air hujan, saluran air limbah, sarana mandi cuci kakus (MCK), pengadaan air bersih, serta penanganan persampahan. Bagi kawasan yang masih memiliki lahan relatif luas maka dapat dikembangkan konsep kapling siap bangun untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Kemudian konsep rumah sangat sederhana (RSS) yang dilaksanakan dengan subsidi pemerintah, usaha koperasi dalam pengadaan rumah, dan kemitraan antara pemerintah, dunia usaha, serta masyarakat.

Pada kawasan yang dinilai merupakan kawasan cepat tumbuh maka diperlukan konsep penataan kawasan terintegrasi dalam bentuk RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan). Dalam RTBL ini maka pengembangan kawasan perumahan dan permukiman yang menjadi salah satu elemen penataan dapat diperdetail sehingga dihasilkan desain tapak sebagai panduan perwujudan fisik bangunan dan lingkungan serta panduan bagi pengendalian pelaksanaan. RTBL juga berisi rencana keserasian antarbangunan dan estetika lingkungan, di samping rencana fisik bangunan.

Konsep penataan sarana prasarana sanitasi di kawasan permukiman kumuh adalah sebagai berikut :

a. Peningkatan pelayanan air bersih, baik kualitasnya maupun kapasitas pelayanannya, mengingat bahwa air bersih ini merupakan kebutuhan dasar penduduk yang sangat penting.

b. Mengingat bahwa air limbah merupakan buangan yang tidak dapat dipergunakan lagi tanpa mengalami proses pengelolaan terlebih dahulu dan penambahan kapasitas air limbah sebagai akibat dari meningkatnya jumlah penduduk, maka perlu dibuat suatu sistem jaringan riolering yang lebih baik,

(19)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

yang dapat menampung seluruh air buangan dan jika diperlukan sekali dapat dikembangkan suatu instalasi pengelolaan air limbah (sewerage treatment). c. Peningkatan sarana-prasarana sanitasi dengan membuat MCK umum bagi

masyarakat yang belum memiliki MCk serta mensosialisasikan MCK tersebut pada masyarakat yang belum mengerti manfaatnya MCK bagi kehidupannya dan kebersihan lingkungan sekitarnya.

d. Mengembangkan sistem jaringan drainase yang lebih baik dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas dimensi saluran sehingga dapat menampung seluruh debit air hujan, serta kalau perlu memisahkannya dengan saluran pembuangan air limbah, maupun jaringan irigasi. Tetapi dalam beberapa kasus atau keadaan, saluran limbah dan saluran drainase dapat disatukan.

e. Mengembangkan serta meningkatkan sistem pengelolaan sampah yang menyangkut :

Penentuan lokasi pengumpulan awal Meningkatkan cara pengangkutan Menentukan lokasi pengumpulan akhir

Pemilihan cara atau sistem pemrosesan akhir

f. Memperkuat kerjasama antar instansi pemerintah yang berkaitan dengan

permasalahan permukiman kumuh, serta mengembangkan

kerjasama/kemitraan dengan pihak masyarakat (pokmas, LSM) dan pihak swasta/dunia usaha.

(20)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

Gambar 8.1. Peranan Pemerintah, Swasta dan Masyarakat Dalam Penyelesaian Permasalahan Permukiman Kumuh

Sumber: Penanganan Kawasan Kumuh dan Permukiman Tradisional, Departemen Pekerjaan Umum, 2007.

11. Persampahan

Konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle) merupakan faktor penting untuk menuju Zero Waste (Tidak Menghasilkan Sampah). Sejumlah negara maju telah menerapkan Zero Waste ini dalam Visi Pembangunan suatu kota.

Pada prinsipnya Zero Waste dapat dipahami sebagai upaya memaksimalkan sistem daur-ulang dan meminimalisasi sampah (waste). Dalam prakteknya adalah upaya untuk mengoptimalkan produk-produk yang telah dihasilkan agar dapat didaur-ulang, diperbaiki, digunakan kembali oleh alam atau dalam pasar. Melalui Zero Waste ini paling tidak bisa diterapkan dalam suatu sistem proses manufaktur agar sumberdaya yang digunakan tidak hilang dan menjadi langka atau dengan kata lain lebih memberikan jaminan keberlangsungan manfaat sumberdaya tadi. Dengan demikian sumberdaya atau bahan-bahan yag digunakan untuk membuat suatu produk tidak hanya menjadi sampah atau sampah yang dibuang ke tempat penampungan sampah ataupun dibakar dan dimusnahkan dalam suatu alat insinerator.

Kebijakan gerakan Zero Waste ini ditujukan kepada seluruh stakeholder, mulai dari seluruh lapisan masyarakat, industri dan juga pemerintah daerah yang bersangkutan. Sebagai syarat bagi keberhasilan program ini adalah partisipasi aktif seluruh stakeholder pembangunan daerah. Adapun peran dan fungsi yang

(21)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

dijalankan oleh masing-masing stakeholder atau lapisan masyarakat di daerah adalah sebagai berikut :

Perancang industri

Harus dapat memastikan bahwa seluruh produknya dirancang untuk jangka panjang (atau tahan lama), dapat diperbaiki dan mudah didaur-ulang.

Manufaktur

Menggunakan bahan-bahan atau sumberdaya alam atau artifisial dalam proses produksi yang tidak menimbulkan polusi melalui teknik proses yang telah teruji.

Pedagang ritel

Harus ikut berpartisipasi mendidik publik tentang produk dan jasa yang bisa tahan lama, dapat diperbaiki, dan pada akhirnya masa pakai barang-barang tersebut didaur ulang.

Pemerintah Daerah

Berperan menyusun standar yang dapat mendorong dihasilkannya produk-produk yang bisa tahan lama, dapat diperbaiki, dan dapat didaur ulang. Selain itu Pemerintah Daerah juga dapat merancang suatu sistem pemulihan sumberdaya yang menjadi sampah dan program daur ulang sesuai dengan karakter daerahnya. Pemerintah daerah juga harus dapat memastikan partisipasi aktif warganya secara luas dalam membentuk komunitas Zero

Waste.

Pemerintah Pusat

Berperan menetapkan target nasional dari program Zero Waste berikut aturan-aturan operasional yang mendukung.

Individu/ warga

Berpartisipasi secara aktif dan mendukung program Zero Waste dengan kesadaran penuh akan manfaat program ini. Partisipasi ini dapat berupa, misalnya, hanya membeli barang-barang yang dapat dimanfaat kembali, didaur ulang, dan dapat diasimilasi.

12. Air Limbah

Permasalahan pengelolaan limbah rumah tangga di Kota sebenarnya harus dikembalikan lagi kepada masyarakat perkotaan. Penyelesaian permasalahan hanya dapat diatasi dengan peningkatan kesadaran masyarakat tentang pembuangan air limbah rumah tangga yang benar. Di sinilah letak peran Pemerintah Kota, dimana pemerintah berkewajiban untuk menjadi fasilitator baik

(22)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

dalam program Sanitasi berbasis Masyarakat . Proses sosialisasi tersebut dapat selalu dan senantiasa dilakukan kapan saja dan dimana saja, misalnya pada saat terdapat even-even pemerintahan, atau acara yang melibatkan masyarakat umum lainnya. Dapat juga dilakukan sosialisasi melalui baliho, spanduk, iklan dan lain sebagainya. Kemudian yang paling efektif adalah dilakukan sosialisasi langsung turun kepada masyarakat dalam hal ini dapat dilakukan hingga sampai lapisan paling bawah, misalnya pada saat acara pertemuan RT, RW, acara pengajian dan lain-lain. Sosialisasi yang dilakukan juga dimulai dari hal yang sederhana terlebih dahulu agar dapat mengena kepada masyarakat. Contoh konkret adalah sosialisasi mengenai prinsip mencuci tangan dengan sabun dan membuang sampah/air limbah rumah tangga pada tempatnya, dengan dideskriptifkan gambar-gambar atau foto-foto mengenai dampak negative yang dapat ditimbulkan apabila prinsip tersebut tidak diterapkan oleh masyarakat sejak ini.

Selain sosialisasi, Pemerintah juga berkewajiban untuk bertindak aktif dalam pembangunan MCK umum untuk wilayah yang sangat memerlukan. Secara umum, setiap MCK Umum dapat melayani melayani tidak lebih dari 6 keluarga atau 25 orang. MCK Umum bisa memadukan pengolahan terpisah atau langsung seperti septictank atau sistem baffle reaktor. MCK umum ini merupakan pilihan Sanitasi Berbasis Masyarakat yang sesuai untuk pemukiman yang kebanyakan rumah tangganya tidak memiliki WC. Untuk kenyamanan, MCK sebaiknya berlokasi dekat dengan tempat di mana masyarakat tinggal. Pengoperasian dan perawatan yang tepat merupakan penghambat utama dalam mempertahankan kelanjutan dari MCK. Ongkos pemakaian MCK harus dipungut untuk membiayai pengoperasian dan perawatan rutin MCK, yang pelaksanaannya dapat diserahkan kepada petugas tetap atau paruh-waktu yang dipekerjakan oleh kelompok-kelompok masyarakat atau penyedia jasa. Oleh karena itu selain pembangunan secara fisik perlu juga dikoordinasikan untuk permasalahan operation dan maintenance dari MCK Umum yang telah terbangun. Koordinasi tersebut dapat dilakukan oleh pihak Dinas Pekerjaan Umum Bidang Cipta Karya, Dinas Kesehatan, pihak Kelurahan dan Kelompok Kerja Masyarakat yang ada di sekitar lokasi dibangunnya MCK Umum.

Selain pembangunan MCK Umum salah satu alternative solusi untuk mengatasi pencemaran yang diakibatkan oleh limbah rumah tangga adalah dengan pembangunan IPAL berupa Septictank Komunal. Pembangunan tersebut dapat dilakukan pada kawasan dengan kepadatan penduduk tinggi serta ketersediaan lahan yang kurang. Perencanaan pembangunan septictank ini karena letaknya di

(23)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

bawah tanah, maka dapat direncanakan perletakannya di bawah jalan lingkungan (apabila sudah tidak ada lahan lagi yang memungkinkan untuk digunakan). Secara teknis, pada prinsipnya IPAL atau septictank komunal ini menampung air limbah dari beberapa rumah dalam satu kawasan dengan radius tertentu sesuai dengan kapasitas tanki yang kemudian disalurkan melalui sistem perpipaan.

Pengelolaan limbah (khususnya limbah B3) di Kota Mojokerto juga perlu perhatian dan penanganan khusus, misalnya untuk limbah industri dan sampah medis dari fasilitas kesehatan. Sesuai dengan yang diamanatkan pada Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, bahwa untuk setiap kegiatan/usaha yang memiliki limbah dari hasil kegiatan tersebut, diwajibkan memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk mengelola limbahnya sendiri.

Untuk mencegah terjadinya permasalahan tersebut, maka diperlukan upaya pemantauan yang intensif terhadap sungai-sungai yang ada untuk memastikan statusnya, khususnya dari parameter fisik, kimia dan biologi yang dilakukan secara berkala. Sejalan dengan pelimpahan kewenangan dalam bidang pengelolaan lingkungan, perlu dikembangkan upaya pemantauan yang melibatkan pemerintah dengan stake holder.

Salah satu Konsep yang dapat dikembangkan di Kota Mojokerto adalah Fitoremediasi atau Waste Water Garden (WWG). Konsep mengolah air limbah dengan menggunakan media tanaman atau lebih popular disebut fitoremediasi telah lama dikenal, bahkan dapat digunakan juga untuk mengolah limbah bahan beracun berbahaya (B3) atau untuk limbah radioaktif. Beberapa majalah dan jurnal ilmiah di beberapa negara telah pula membahas dengan detail bagaimana proses remediasi ini dapat menolong manusia untuk memecahkan problem lingkungan. Phyto berasal dari kata Yunani phyton yang berarti tumbuhan/ tanaman (plant). Remediaton berasal dari kata Latin remediare (to remedy) yaitu memperbaiki/ menyembuhkan atau membersihkan sesuatu. Jadi fitoremediasi (phytoremediation) merupakan suatu sistem dimana tanaman tertentu yang bekerja sama dengan mikro-organisme dalam media (tanah, koral, dan air) dapat mengubah zat kontaminan (pencemar/ polutan) menjadi kurang atau tidak berbahaya bahkan menjadi bahan yang berguna secara ekonomi.

Proses dalam sistem ini berlangsung secara alami dengan enam tahap proses secara berseri yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan/ pencemar yang berada di sekitarnya. Tahapan itu adalah :

(24)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

a) Phytoacumulation (phytoextraction) yaitu proses tumbuhan menarik zat kontaminan dari media sehingga berakumulasi di sekitar akar tumbuhan. Proses ini disebut juga hyperacumulation

b) Rhizofiltration (rhizo = akar) adalah proses adopsi atau pengendapan zat kontaminan oleh akar untuk menempel pada akar. Proses ini telah dibuktikan dengan percobaan menanam bunga matahari pada kolam yang mengandung zat radioaktif di Chernobyl, Ukraina

c) Phytostabilization yaitu penempelan zat-zat kontaminan tertentu pada akar yang tidak mungkin terserap ke dalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel erat (stabil) pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air dalam media.

d) Rhizodegradation di sebut juga enhanced rhezosphere biodegradation, atau

planted-assisted bioremediation degradation, yaitu penguraian zat-zat

kontaminan oleh aktivitas mikroba yang berada disekitar akar tumbuhan. Misalnya ragi, fungi, dan bakteri.

e) Phytodegradation (phitotransformation) yaitu proses yang dilakukan tumbuhan untuk menguraikan zat kontaminan yang mempunyai rantai molekul yang komplek menjadi bahan yang tidak berbahaya dengan susunan molekul yang lebih sederhana yang dapat berguna bagi pertumbuhan tanaman itu sendiri. Proses ini dapat berlangsung pada daun, batang, akar, atau di luar sekitar akar dengan bantuan enzim yang dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri. Beberapa tumbuhan mengeluarkan enzim berupa bahan kimia yang mempercepat proses degradasi

f) Phytotovolatization yaitu proses menarik dan transpirasi zat kontaminan oleh

tumbuhan dalam bentuk yang telah menjadi larutan terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya lagi untuk selanjutnya diuapkan ke atmosfir. Beberapa tumbuhan dapat menguapkan air 200 sampai dengan 1.000 liter perhari untuk setiap batang.

Jenis-jenis tanaman yang sering digunakan pada proses fitoremediasi antara lain anturium merah/ kuning, alamanda kuning/ ungu, akar wangi, bamboo air, cana presiden merah/ kuning/ putih, dahlia, dracenia merah/ hijau, heleconia kuning/ merah, jaka, keladi loreng/ sente/ hitam, kenyeri merah/ putih, lotus kuning/ merah, onje merah, pacing merah/ putih, padi-padian, papyrus, pisang mas, ponaderia, sempol merah/ putih, spider lili.

Beberapa manfaat dari penerapan fitoremediasi di lapangan yang cukup berhasil di antaranya :

(25)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

Menghilangkan logam berat yang mencemari tanah dan air tanah, seperti yang dilakukan di Selandia Baru, lokasi : Opotiki, Bay of Plenty. Membersihkan tanah yang tercemar cadmium (Cd) oleh penggunaan pestisida dengan menanam pohon poplar.

Membersihkan tanah dan air tanah yang mengandung bahan peledak (TNT, RDX, dan amunisi militer) di Tennese, USA, dengan menggunakan metode wetland yaitu kolam yang diberi media koral yang ditanami tumbuhan air dan kemudian dialirkan air yang tercemar bahan peledak tersebut. Tumbuhan yang digunakan seperti sagopond (potomegeton pectinatus), water stargas (hetrathera), elodea (elodea Canadensis).

Pemeliharaan sistem ini sangat ringan. Umumnya hanya menyiangi daun-daun tumbuhan yang layu/ kering dengan ongkos pemeliharaan yang rendah. Pada dasarnya proses yang terjadi sangat alami artinya mikroorganisme dan tanaman membentuk ekosistem sendiri untuk berhadapan dengan jenis polutan yang masuk. Jadi tingkat adaptasi/ akomodasi terhadap zat dan kadar pencemaran sangat baik. Berbeda misalnya dengan fakultatif pond proses akan rusak (invalid) jika ada B3 yang masuk atau jika beban pencemaran meningkat lebih dari 20% akan membentuk algae bottom. Namun penerapan yang digunakan umumnya terbatas pada skala kecil yaitu perkantoran, sekolah, dan komunal skala RW. Hal ini terjadi karena luas lahan yang dibutuhkan per kapitanya lebih tinggi disbanding sistem konvensional umumnya.

Dari hasil analisa di atas dapat ditarik beberapa point positif tentang fitoremediasi, antara lain:

a. Fitoremediasi cukup efektif dan murah untuk menangani pencemaran terhadap lingkungan oleh logam berat dan B3 sehingga dapat digunakan untuk remediasi TPA dengan menanam tumbuhan pada lapisan penutup terakhir TPA dan menggunakan sistem wetland bagi kolam leachit ;

b. Sistem pengolahan limbah dengan wetland disarankan hanya untuk skala lingkungan maksimum 2.000 orang dan perkantoran atau gedung-gedung sekolah karena kebutuhan lahannya cukup luas antan 1,25 – 2,5 m2 per kapita dibanding fakultatif pond hanya 0,2 – 0,5 m2 per kapita atau hanya 1/5 dari kebutuhan wetland ;

c. Biaya investasi sangat relatif terhadap ketersediaan lahan, dengan demikian untuk skala kecil sangat ekonomis bila lahan dapat disediakan ;

(26)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

e. Untuk skala rumah tangga sistem ini dapat dianggap pengganti bidang resapan.

13. Drainase

Sistem drainase perkotaan melayani pembuangan kelebihan air dari suatu kawasan kota dengan cara mengalirkannya ke pembuangan akhir, seperti sungai, danau, atau laut baik melalui permukaan tanah (surface drainage) maupun bawah permukaan tanah (sub surface drainage) untuk menghindari terjadinya genangan air. Kelebihan air tersebut berasal tidak hanya dari buangan air hujan, tetapi juga dari air limbah domestik dan industri. Namun yang paling dominan adalah air hujan.

Sistem drainase yang tidak baik dapat mengganggu kelancaran aliran air kelebihan tersebut, sehingga dapat mengakibatkan genangan banjir. Genangan banjir di kawasan perkotaan tidak hanya menyebabkan kerugian langsung pada penduduk dan aset-asetnya, tetapi juga menyebabkan kerugian tidak langsung berupa penundaan aktivitas sehari-hari. Genangan banjir juga menyebabkan lingkungan menjadi kotor, jorok, becek, mengganggu estetika, dan menjadi sumber berbagai penyakit.

14. Rekomendasi

Terdapat beberapa rekomendasi kepada pihak-pihak terkait agar kelestarian dan kelangsungan hidup lingkungan Kota Mojokerto dapat senantiasa terjaga, yaitu:

Perlu pengendalian dan control terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan terbangun, khususnya kawasan irigasi teknis dan lahan sawah abadi yang tidak diperbolehkan untuk terjadinya perubahan fungsi lahan ;

Perlu pengendalian dan control terhadap pembangunan perumahan, kavling, ruko dan fasilitas lainnya yang tidak sesuai dengan fungsi lahan sesuai arahan RTRW. Perlu juga diadakan penertiban bangunan yang tidak memiliki IMB ;

Perlu pengendalian dan control terhadap kawasan lindung, khususnya di sekitar kawasan sempadan sungai. Khususnya untuk kawasan Kelurahan Surodinawan, Kelurahan Kranggan, Kelurahan Miji, Kelurahan Prajuritkulon, Kelurahan Blooto, Kelurahan Mentikan, Kelurahan Kauman, Kelurahan Pulorejo, Kelurahan Meri, Kelurahan Gunung Gedangan, Kelurahan Kedundung, Kelurahan Balongsari, Kelurahan Magersari, dan Kelurahan Wates diperlukan penertiban terhadap bangunan yang berada di wilayah sempadan sungai.

(27)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

KLHS merupakan instrumen lingkungan yang diterapkan pada tataran rencana program. Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan, instrumen yang lebih tepat diterapkan adalah Amdal, UKL-UPL. Dan SPPLH. Tabel berikut menjelaskan beberapa perbedaan antara KLHS dan Amdal.

(28)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

Tabel 8.3. Perbedaan Instrumen KLHS dan AMDAL

Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

a) Rujukan Peraturan Perundangan 1) UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

2) Permen LH 09/2011 tentang Pedoman Umum KLHS

1) UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

2) Permen PU 10/PRT/M/2008 tentang jenis kegiatan bidang PU wajib UKL UPL

3) Permen LH 5/2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan wajib AMDAL

b) Pengertian Umum Rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.

Kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap lingkungan.

c) Kewajiban Pelaksanaan Pemerintah dan Pemerintah Daerah Pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan yang

masuk kriteria sebagai wajib AMDAL

(Pemerintah/swasta) d) Keterkaitan studi lingkungan

dengan :

1) Penyusunan atau evaluasi RTRW, RPJP dan RPIM 2) Kebijakan, rencana dan/atau program yang

berpotensi menimbulkan dampak dan/atau resiko lingkungan

Tahap perencanaan suatu usaha dan atau kegiatan

e) Mekanisme Pelaksanaan 1) Pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah ;

1) Pemrakarsa dibantu oleh pihak lain yang berkompeten sebagai penyusun AMDAL

(29)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

2) Perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program ; dan

3) Rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan, rencana, dan/atau program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.

yang dibentuk oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya dan dibantu oleh Tim Teknis.

3) Komisi penilai AMDAL menyampaikan rekomendasi berupa kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan kepada Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

4) Menteri, gubernur, dan bupati/walikota berdasarkan rekomendasi komisi penilai AMDAL menerbitkan Keputusan Kelayakan atau Ketidaklayakan lingkungan

f) Muatan Studi Lingkungan 1) Isu Strategis terkait Pembangunan Berkelanjutan 2) Kajian pengaruh rencana/program dengan isu-isu

strategis terkait pembangunan berkelanjutan 3) Alternatif rekomendasi untuk rencana/program

1) Kerangka acuan ; 2) Andal ; dan 3) RKL - RPL.

Kerangka acuan menjadi dasar penyusunan Andal dan RKL - RPL. Kerangka acuan wajib sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasan.

g) Output Dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau program

pembangunan dalam suatu wilayah.

Keputusan Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota sesuai kewenangan tentang kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan.

h) Outcome 1) Rekomendasi KLHS digunakan sebagai alat untuk

melakukan perbaikan kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan yang melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan.

1) Dasar pertimbangan penetapan kelayakan atau ketidak layakan lingkungan

2) Jumlah dan jenis izin perlindungan hidup yang diwajibkan

(30)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

2) Segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sesuai hasil KLHS tidak diperbolehkan lagi.

3) Persyaratan dan kewajiban pemrakarsa sesuai yang tercantum dalam RKL RPL.

i) Pendanaan APBD Kabupaten/Kota 1) Kegiatan penyusunan AMDAL (KA, ANDAL,

RKL-RPL) didanai oleh pemrakarsa ;

2) Kegiatan Komisi Penilai AMDAL, Tim Teknis dan sekretariat Penilai AMDAL dibebankan pada APBN/APBD ;

3) Jasa penilaian KA, ANDAL dan RKL-RPL oleh komisi AMDAL dan tim teknis dibiayai oleh pemrakarsa ;

4) Dana pembinaan dan pengawasan dibebankan pada anggaran instansi lingkungan hidup pusat, provinsi dan kabupaten/kota.

j) Partisipasi Masyarakat adalah salah satu komponen dalam

kabupaten/kota yang dapat mengakses dokumen pelaksanaan KLHS

Masyarakat yang dilibatkan adalah: 1) Yang terkena dampak ;

2) Pemerhati lingkungan hidup ; dan/atau

3) Yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL

k) Atribut Lainnya : Posisi

Hulu siklus pengambilan keputusan Akhir sklus pengambilan keputusan

Pendekatan Cenderung pro aktif Cenderung bersifat reaktif

Fokus analisis Evaluasi implikasi lingkungan dan pembangunan

berkelanjutan

(31)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

Dampak kumulatif Peringatan dini atas adanya dampak komulatif Amat terbatas

Titik berat telaahan Memelihara keseimbangan alam, pembangunan

berkelanjutan

Mengendalikan dan meminimalkan dampak negative

Alternatif Banyak alternatif Alternatif terbatas jumlahnya

Kedalaman Luas dan tidak rinci sebagai landasan untuk

mengarahkan visi dan kerangka umum

Sempit, dalam dan rinci

Deskripsi proses Proses multi pihak, tumpang tindih komponen, KRP merupakan proses iteratif dan kontinu

Proses dideskripsikan dengan jelas, mempunyai awal dan akhir

Fokus pengendalian dampak Fokus pada agenda pembangunan berkelanjutan Menangani gejala kerusakan lingkungan Institusi Penilai Tidak diperlukan institusi yang berwenang memberikan

penilaian dan persetujuan KLHS

Diperlukan institusi yang berwenang memberikan penilaian dan persetujuan AMDAL

Sumber : - hasil analisa

(32)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

8.1.2. Amdal, UKL-UPL, dan SPPLH

Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu:

a. Proyek wajib AMDAL

b. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL c. Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH

Jenis kegiatan bidang Cipta Karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen AMDAL adalah sebagai berikut :

Tabel 8.4. Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL

No Jenis Kegiatan Skala/Besaran

A. Persampahan :

a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dengan Sistem

Control landfill/sanitary landfill :

- Luas kawasan TPA, atau - Kapasitas Total

≥ 10 ha

≥ 100.000 ton b. TPA di daerah pasang surut :

- Luas landfill, atau - Kapasitas Total

Semua

Kapasitas/Besaran c. Pembangunan transfer station:

- Kapasitas 500 ton/hari

d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah terpadu :

- Kapasitas ≥ 500 ton/hari

e. Pengelolaan dengan Insinerator :

- Kapasitas Semua kapasitas

f. Composting Plant :

- Kapasitas 500 ton/hari

g. Transportasi Sampah dengan kereta api :

- Kapasitas 500 ton/hari

B. Pembangunan Perumahan/Permukiman

a. Kota Metropolitan, luas 25 ha

b. Kota Besar, luas 50 ha

c. Kota Sedang dan Kecil, luas 100 ha

d. Keperluan settlement transmigrasi 2.000 ha

C. Air Limbah Domestik

(33)

Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kota Mojokerto Tahun 2014-2018

No Jenis Kegiatan Skala/Besaran

- Luas, atau 2 ha

- Kapasitasnya 11 m3/hari

b. Pembangunan IPAL Limbah Domestik, termasuk fasilitas penunjangnya :

- Luas, atau 3 ha

- Kapasitasnya 2,4 ton/hari

c. Pembangunan Sistem Perpipaan Air Limbah :

- Luas Layanan, atau 500 ha

- Debit air limbah ≥ 16.000 m3/hari

D. Pembangunan Saluran Drainase (Primer dan/atau Sekunder) di Permukiman

a. Kota Besar/Metropolitan, panjang : 5 km

b. Kota Sedang, panjang 10 km

E. Jaringan Air Bersih di Kota Besar/Metropolitan

a. Pembangunan jaringan distribusi

- Luas Layanan 500 ha

b. Pembangunan Jaringan Transmisi

- Panjang 10 km

Sumber : Permen LH 5/2012

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi dokumen AMDAL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL. Jenis kegiatan bidang Cipta karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tercermin dalam tabel berikut.

Tabel 8.5. Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL

Sektor Teknis Cipta Karya Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya

a. Persampahan 1. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan

sistem controlled landfill atau sanitary landfill termasuk instansi penunjang :

Luas kawasan, atau < 10 Ha Kapasitas total < 10.000 ton 2. TPA daerah pasang surut

Luas landfill, atau < 5 Ha Kapasitas total < 5.000 ton 3. Pembangunan Transfer Station

Kapasitas < 1.000 ton/hari

4. Pembangunan Instalasi/Pengolahan Sampah Terpadu

Gambar

Tabel 8.1. Sumur Bor Yang Pernah Digunakan PDAM Kota Mojokerto  Uraian  Balongsari  Gunung
Tabel 8.2. Sempadan Sungai Untuk Sungai-sungai di Kota Mojokerto
Gambar 8.1. Peranan Pemerintah, Swasta dan Masyarakat Dalam Penyelesaian  Permasalahan Permukiman Kumuh
Tabel 8.3. Perbedaan Instrumen KLHS dan AMDAL
+3

Referensi

Dokumen terkait

bertahan lebih dari tiga hari. Oleh karena itu kebutuhan akan air mutlak didapatkan oleh survivor. Untuk mendapatkan air, survivor harus pandai dalam menganalisis medan

Stupanj saturacije (engl. wetness) je opisana kao odnos mase vode i mase krutih čestica. Uz poznavanje fizičkih svojstava stijene, važno je poznavanje mehaničkih

Dengan mengunakan vqadmin sangat mudah sekali bisa dilihat disamping ini anda tinggal memasukan saja domain apa yang akan anda masukan, password untuk admin biasanya

Pada proses pengerukan masalah yang dihadapi dalam pembuatan dinding penahan tanah adalah bagaimana caranya agar fungsi dinding penahan tersebut dapat optimal dan

Hasil studi strategi pemasaran akan dapat meningkatkan penjualan dari strategi pemasaran yang didapat, sehingga dapat diketahui strategi pemasaran yang cocok

(1) BAZ melalui UPZ mengumpulkan dana zakat, infaq dan shadaqah dari Muzakki, Munfiq dan Mutashadiq baik perorangan maupun badan yang berada di wilayah hukum Kota Banjar

iaya obat per kun!ungan kasus penyakit per kun!ungan kasus penyakit besaran dana yg tersedia.. besaran dana yg tersedia utk setiap kun!ungan kasus utk setiap kun!ungan

0,004 ml Albendazole diencerkan dengan menggunakan aquadest sebanyak 0,096 ml, maka dosis pemberian menjadi sebanyak 0,1 ml/ekor... Kombinasi habbatussauda dengan madu diberikan