• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Kepuasan Pernikahan Dengan Kecenderungan Post Power Syndrome Pada Pensiunan Pria Pegawai Negeri Sipil Anggota Persatuan Wredatama Republik Indonesia (Pwri) Kecamatan Purwareja Klampok, Banjarnegara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan Antara Kepuasan Pernikahan Dengan Kecenderungan Post Power Syndrome Pada Pensiunan Pria Pegawai Negeri Sipil Anggota Persatuan Wredatama Republik Indonesia (Pwri) Kecamatan Purwareja Klampok, Banjarnegara"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN PERNIKAHAN DENGAN

KECENDERUNGAN

POST POWER SYNDROME

PADA PENSIUNAN PRIA

PEGAWAI NEGERI SIPIL ANGGOTA PERSATUAN WREDATAMA

REPUBLIK INDONESIA (PWRI) KECAMATAN PURWAREJA

KLAMPOK, BANJARNEGARA

Errisa Hapsari1, Yeniar Indriana2 1,2

Fakultas Psikologi,Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang Semarang 50275

Email: errisa.hapsari@gmail.com

Abstrak

Pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan, dan menyebabkan hilangnya peran atau jabatan seseorang. Hal tersebut merupakan proses yang menimbulkan stres yang berkontribusi pada penurunan kesehatan fisik dan mental. Para pensiunan tidak dapat menyesuaikan diri terhadap kondisi ini maka dapat mengalami kecenderungan post power syndrome. Tingkat kepuasan pernikahan itu sendiri berhubungan dengan tingkat depresi yang dialami oleh sesesorang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepuasan pernikahan dengan kecenderungan post power syndrome pada pensiunan pria pegawai negeri sipil anggota Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI) Kecamatan Purwareja Klampok, Banjarnegara. Teknik sampling yang digunakan adalah quota sampling dan sampel berjumlah 61 pensiunan. Alat ukur yang digunakan adalah Skala Kepuasan Pernikahan (29 item valid,= 0,918) dan Skala Kecenderungan Post Power Syndrome (30 item valid, =

0,905) yang sebelumnya telah diujicobakan terhadap 40 pensiunan. Data yang diperoleh berdasarkan hasil analisis

regresi sederhana menunjukkan hasil koefisien korelasi sebesar -0,85 dengan p = 0,000 (p < 0,05), maka dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara kepuasan pernikahan dengan kecenderungan post power syndrome pada pensiunan pria Pegawai Negeri Sipil. Sumbangan efektif variabel kepuasan pernikahan terhadap kecenderungan post power syndrome sebesar 72,2%.

Kata kunci : Kecenderungan Post Power Syndrome, Kepuasan Pernikahan, Pensiunan Pegawai Negeri Sipil

Abstract

Retirement is often perceived as unpleasant truths, and cause the loss of a persons role or position. It is a stressful process that contributes to the reduction of physical and mental health. Retirees can not adapt to these conditions, it can the tendency post power syndrome. Level of marital satisfaction it self related to the level of depression experienced by someone. This research aimed to determine the relationship between marital satisfaction with the tendency of post-power syndrome in retired men civil servantsof Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI) of district Purwareja Klampok, Banjarnegara. The sampling technique used is quota sampling and the sample of this research are 61 retired man. Collecting data using the Marriage Satisfaction Scale (29 items is valid, = 0,918) and The Tendency of Post Power Syndrome Scale (30 items is valid, = 0,905) which had previously been tested against 40 retirees. Data obtained based on the results of simple regression analysis showed the correlation coefficient is -0,85, p = 0,000 (p < 0,05), it can be stated that there is a negative relationship between marriage satisfaction with the tendency of post power syndrome in men retired Civil Servants . Effective contribution to the variables of marriage satisfaction toward the tendency of post-power syndrome is 72,2%.

(2)

PENDAHULUAN

Secara umum pensiun dikenal sebagai fenomena yang dialami oleh seseorang yang usianya sudah dianggap lanjut sehingga dianggap tidak lagi produktif dan menurut aturan harus berhenti bekerja. Begitu pula dengan yang bersangkutan tidak bisa mengelak ketika peraturan yang menyebutkan pada usia tertentu harus sudah siap pensiun. Lansia menghadapi masa pensiun dengan berbagai sikap, ada yang memilih pensiun seutuhnya atau tidak memiliki pekerjaan yang dapat menghasilkan pendapatan tambahan, bekerja lagi, memiliki pekerjaan paruh waktu atau mencoba hal-hal baru sebelum lansia benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa lagi (Sigelman & Rider, 2011).

Perubahan pola hidup dan juga peran pada masa pensiun tersebut kemudian memunculkan perasaan-perasaan kecemasan, sedih, takut, rasa rendah diri, tidak berguna, putus asa, bingung, yang dapat mengganggu fungsi fisik dan psikis. Semua simptom itu akan berkembang menjadi satu kumpulan penyakit dan kerusakan kerusakan fungsional. Post power syndrome merupakan sebuah perubahan keadaan yang dialami oleh individu yang telah pensiun diikuti dengan berbagai macam gejala penyakit baik fisik maupun psikis akibat status dari bekerja menjadi tidak bekerja.

Post power syndrome biasa terjadi pada individu yang telah menjadi pensiunan, purnawirawan, ataupun individu yang telah PHK, akibat individu yang bersangkutan sudah tidak bekerja, pensiun, tidak menjabat atau tidak berkuasa lagi (Kartono, 2000).

Menurut Suardiman (2011), ketakutan akan kehilangan identitas dapat menyebabkan individu yang mengalami post power syndrome tidak bisa lagi berfikir realistis. Hal tersebut diungkapkan dalam definisi post power syndrome yaitu suatu gejala yang bersumber dari berakhirnya suatu jabatan atau kekuasaan. Penderita tidak bisa lagi berfikir realistis, tidak bisa menerima kenyataan, bahwa sekarang sudah bukan pejabat lagi, bukan karyawan lagi, dan sudah pensiun. Pensiun memutuskan seseorang dari aktivitas rutin yang telah dilakukan selama bertahun-tahun, selain itu akan memutuskan rantai sosial yang sudah terbina dengan rekan kerja, dan yang paling vital adalah menghilangnya identitas diri seseorang yang sudah melekat begitu lama.

Penyesuaian yang baik pada masa pensiun tidak lepas dari dukungan sosial terutama dari orang-orang yang penting bagi individu yang bersangkutan. Masalah penyesuaian yang paling serius dan paling umum dalam masa pensiun adalah yang berhubungan dengan anggota keluarga. Apabila perilaku keluarga tidak menyenangkan, karena masalah tersebut merupakan salah satu masalah yang perlu dikonsultasikan dengan keluarga namun keluarga mengabaikan atau kurang memperhatikannya (Hurlock, 2008). Rodin dan Salovey (dalam Smet, 1994), menjelaskan bahwa pernikahan dan keluarga merupakan sumber dukungan sosial yang penting. Semakin besar manfaat yang dirasakan terhadap pernikahan dapat mempengaruhi tingginya kepuasan pernikahan. Pernikahan yang dapat menjadi sumber dukungan sosial yang baik dan bermanfaat dalam menghadapi perubahan kondisi dan peran setelah pensiun dapat disimpulkan bahwa hal tersebut juga dipengaruhi oleh faktor kepuasan pernikahan (Baumeister dan Vohs, 2007). Kepuasan pernikahan di usia lanjut juga dipengaruhi oleh kemampuan pasangan suami istri untuk mengatasi konflik-konflik pribadi, termasuk menjadi tua, sakit bahkah kematian (Santrock, 2012).

Masa pensiun dapat dilihat dari hubungan suami istri yang baik, jika hubungan mereka baik maka akan mendatangkan kebahagiaan bagi mereka. Namun, sebaliknya jika hubungan suami istri yang kaku dan dingin, maka pertengkaran akan meningkat. Hal tersebut akan menunjukkan tentang

(3)

bagaimana dukungan sosial yang diberikan oleh istri kepada suami yang telah memasuki masa pensiun. Adanya dukungan pasangan dan bagaimana cara pemberian dukungan yang diberikan pasangan akan memberikan sumbangan yang besar bagi kesehatan mental dan fisik seseorang dalam menghadapi pensiun. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara kepuasan pernikahan dengan kecenderungan post power syndrome pada pensiunan pria Pegawai Negeri Sipil Anggota Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI) Kecamatan Purwareja Klampok, Banjarnegara.

METODE

Karakteristik populasi dari penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut : (1) Berjenis kelamin pria dan berusia minimal 60 Tahun, (2) Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan anggota PWRI Kecamatan Purwareja Klampok, Banjarnegara, (3) Memiliki istri yang masih hidup. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah metode non-probability sampling dengan tipe quota sampling, dan jumlah subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 61 orang.

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala psikologi yang terdiri dari skala kecenderungan post power syndrome (30 aitem) dan skala kepuasan pernikahan (29 aitem). Kedua skala menggunakan format respon skala Likert dengan empat pilihan respon jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Data yang diperoleh dari subjek tersebut kemudian dianalisis menggunakan teknik analisis regresi sederhana.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, peneliti melakukan uji asumsi terlebih dahulu terhadap data yang telah terkumpul. Uji asumsi terdiri dari uji normalitas dan uji linieritas. Berdasarkan uji normalitas terhadap variabel kecenderungan post power syndrome diperoleh nilai Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,679 dengan signifikansi p = 0,746 (p > 0,05). Sementara hasil uji normalitas terhadap variabel kepuasan pernikahan diperoleh nilai Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,988 dengan signifikansi p = 0,283 (p > 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebaran data kecenderungan post power syndrome dan kepuasan pernikahan memiliki distribusi atau sebaran data yang normal.

Uji linieritas hubungan antara variabel kepuasan pernikahan dengan kecenderungan post power syndrome menghasilkan nilai koefisien F = 152,994 dengan nilai signifikansi sebesar p = 0,000. Hasil tersebut menunjukkan hubungan antara kedua variabel penelitian adalah linier.

Terpenuhinya uji asumsi normalitas dan linieritas memungkinkan data untuk dianalisis menggunakan teknik regresi sederhana. Berdasarkan hasil analisis data menggunakan teknik regresi sederhana, diperoleh koefisien korelasi antara kepuasan pernikahan dengan kecenderungan post power syndrome adalah sebesar -0,850 dengan p =0,000 (p < 0,05). Koefisien korelasi yang bernilai negatif menunjukkan bahwa arah hubungan kedua variabel adalah negatif, artinya semakin tinggi kepuasan pernikahan maka semakin rendah kecenderungan

(4)

Nilai koefisien determinasi (R square) adalah sebesar 0,722. Angka tersebut menunjukkan bahwa dalam penelitian ini variabel kepuasan pernikahan memberikan sumbangan efektif sebesar 72,2% terhadap variabel kecenderungan post power syndrome.

Hasil yang diperoleh dari uji hipotesis yang dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi sederhana didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecenderungan post power syndrome pada pensiunan pria Pegawai Negeri Sipil anggota Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI) Kecamatan Purwareja Klampok, Banjarnegara. Hasil uji hipotesis tersebut ditunjukkan dengan angka koefisien korelasi sebesar -0,85 dengan p = 0,000 (p < 0,05). Koefisien korelasi tersebut menunjukkan adanya hubungan negatif antara kepuasan pernikahan dengan kecenderungan post power syndrome. Nilai negatif pada koefisien korelasi menunjukkan bahwa semakin rendah kepuasan pernikahan yang dimiliki pensiunan pria Pegawai Negeri Sipil maka semakin tinggi kecenderungan post power syndrome.

Sebaliknya, semakin tinggi kepuasan pernikahan yang dimiliki pensiunan pria Pegawai Negeri Sipil maka semakin rendah kecenderungan post power syndrome. Dengan demikian hipotesis yang diajukan peneliti, terdapat hubungan yang negatif antara kepuasan pernikahan dengan kecenderungan post power syndrome pada pensiunan pria Pegawai Negeri Sipil anggota Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI) Kecamatan Purwareja Klampok, Banjarnegara dapat diterima.

Masa pensiun dapat memberikan efek positif dan efek negatif bagi lansia. Santrock (1998), menyebutkan bahwa efek positif masa pensiun muncul karena lansia melakukan penyesuaian diri yang baik, sehingga lansia mengalami tahap integrity atau wisdom. Penelitian yang dilakukan oleh Dada dan Idowu (2004), menyatakan bahwa kecemasan individu menjelang pensiun dapat diminimalisir ketika keluarga termasuk pasangan pernikahan memberi dukungan. Dukungan yang diberikan dapat berupa bentuk sikap yang positif pasangan pernikahan dengan datangnya pensiun. Hasil penelitian pada subjek penelitian pada pensiuan pria di Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI) Kecamatan Purwareja Klampok, Banjarnegara menunjukkan bahwa kecenderungan post power syndrome sebanyak 26,22 % pensiunan berada pada katergori sangat rendah dan sebanyak 73,78 % pensiunan berada pada kategori rendah. Pada hasil penelitian, kecenderungan post power syndrome rendah, maka subjek merasa memiliki dukungan emosional dari pasangan. Berdasarkan hasil penelitian, subjek pensiuan pria di Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI) Kecamatan Purwareja Klampok, Banjarnegara berada pada kategori kecenderungan post power syndrome yang rendah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pensiuan pria di Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI) Kecamatan Purwareja Klampok, Banjarnegara memiliki perasaan subjektif yang positif terhadap dukungan emosional yang diberikan oleh pasangannya.

Bowen et al., 2000; Sampson, Morenoff, dan Earls, 1999 (dalam Minnotte et al, 2008) mengatakan bahwa hubungan dengan masyarakat dan tetangga dapat meningkatkan kepuasan pernikahan karena dapat membantu pasangan dalam beradaptasi dengan tuntutan dan tekanan hidup, seperti membantu jika ada anggota keluarga yang meninggal atau sakit. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Widiasari (2009), disimpulakan bahwa makna yang muncul dari pernikahan yang telah dilalui oleh lansia selama kurang lebih 50 tahun pernikahan adalah sebagai salah satu usaha dalam menjaga dan mempertahankan komitmen untuk mencapai tujuan utama dalam pernikahan terbentuk daari kesetiaan, penerimaan satu sama lain, dukungan dari pasangan, penyesuaian diri dan pengaruh dari lingkunagn sosial.

(5)

Penyesuaian masa pensiun merupakan salah satu tahap periode masa pensiun. Ketika individu dapat melakukan penyesuaian masa pensiun dan mampu melewati tahap-tahap pensiun, maka dapat terhindar dari stres dan mampu menlewati kesulitan pada waktu yang tak terduga ketika masa pensiun (Whitbourne, 2001). Menurut Ghufron dan Risnawati (2011), perlunya sikap serta perasaan dan pemikiran positif untuk menangkal penyebab post power syndrome. Individu yang memiliki sikap optimis adalah cara berpikir yang positif, dengan adanya optimis dalam diri individu dapat menghindari gejala-gejala post power syndrome.

Menurut Suardiman (2011), seseorang yang tetap aktif, baik secara fisik, mental, maupun sosial akan melakukan penyesuaian yang lebih baik seiring dengan bertambahnya usia. Orang yang usia lanjut dapat menjaga lebih baik self image-nya, kepuasan yang lebih besar, dukungan sosial yang lebih. Hasil dari aktivitas yang dilakukan lanjut usia tanpa membatasi diri untuk melakukan aktivitasnya dapat mencegah terjadinya post power syndrome.

Berdasarkan analisis data deskriptif, kepuasan pernikahan pensiunan pria PNS anggota PWRI Kecamatan Purwareja Klampok, Banjarnegara sebagian besar masuk dalam kategori tinggi sebanyak 37 subjek (60,65 %), disusul dengan kategori sangat tinggi sebanyak 18 subjek (29,51%), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepuasan pernikahan pensiunan pria PNS anggota PWRI Kecamatan Purwareja Klampok, Banjarnegara tinggi. Hasil penelitian mengenai hubungan antara kepuasan pernikahan dengan kecenderungan post power syndrome pada pensiunan pria PNS anggota PWRI Kecamatan Purwareja Klampok, Banjarnegara memiliki nilai koefisien determinasi (R square) sebesar 0,722. Hal tersebut memiliki arti bahwa harga diri memberikan sumbangan efektif sebesar 72,2% pada kecenderungan post power syndrome, sedangkan sisanya 27,8% ditentukan oleh faktor-faktor lain yang tidak diungkapkan dalam penelitian ini.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif antara kepuasan pernikahan dengan kecenderungan post power syndrome pada pensiunan pria Pegawai Negeri Sipil anggota Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI) Kecamatan Purwareja Klampok, Banjarnegara. Sebagaimana ditujukkan oleh koefisien korelasi sebesar -0,85 dengan p=0,000 (p<0,05). Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa semakin tinggi kecenderungan post power syndrome maka semakin rendah kepuasan pernikahan. Berlaku pula sebaliknya, semakin rendah kecenderungan post power syndrome maka semakin tinggi kepuasan pernikahan. Kepuasan pernikahan memberikan sumbangan efektif sebesar 72,2 % pada terbentuknya kecenderungan

post power syndrome pada pensiunan pria Pegawai Negeri Sipil anggota Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI) Kecamatan Purwareja Klampok, Banjarnegara.

DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, E.B. (2008). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentan kehidupan.

(6)

Santrock. (2012). Life-Span Development: Perkembangan masa hidup (edisi ketigabelas, jilid II).

Jakarta: Erlangga.

Sigelman, CK., Rider, EA. (2012). Lifespan human development 7e. Belmont: Wadsworth Cangage Learning

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan sidik ragam kecambah abnormal menunjukkan bahwa perlakuan perendaman dengan berbagai konsentrasi GA3, jenis media tanam, serta interaksi keduanya tidak

Pemungutan isotop U dan Pu yang terdapat di dalam supernatan PEB U3Si2-Al pasca iradiasi menggunakan metode kolom penukar anion dengan resin DOWEX 1x8-NO35. Isotop Pu terikat

Metode penukar kation dipilih karena berdasarkan pada hasil penelitian sebelumnya [15], telah diketahui bahwa zeolit Lampung sangat selektif terhadap isotop 137 Cs

Hasil kategorisasi pada skala motivasi berprestasi dapat diketahui bahwa subjek secara umum memiliki tingkat motivasi berprestasi yang tinggi dengan rerata empirik 93,62,

Grafik hubungan nilai riil impedansi pentanahan terhadap frekuensi tinggi Gambar 3 grafik menunjukkan bahwa pada batang elektroda kondisi tanah kering dengan diameter 20

3HUDVDQ PHPLOLNL NHOHELKDQ GLEDQGLQJ PHWRGH ODLQ VHSHUWL HNVWUDNVL \DLWX SDGD SURVHV SHPEXDWDQQ\D \DQJ OHELK VHGHUKDQD GDQ FHSDW 3HUDVDQ MXJD WLGDN PHPEXWXKNDQ SHUDODWDQ UXPLW

Kedudukan anak hasil proses bayi tabung dalam tinjauan Hukum Perdata adalah, anak yang dilahirkan dari proses bayi tabung yang menggunakan sperma suami, maka