• Tidak ada hasil yang ditemukan

Shakuhachi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Shakuhachi"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG SHAKUHACHI

2.1 Pengertian Shakuhachi

Musik dikenal masyarakat Jepang pada abad ke-7, dan pada masa itu

sangat antusias mempelajari musik dari benua Asia. Musik tradisional Jepang juga

sering didengar dan di mainkan oleh para samurai dengan tujuan memperkaya

hidup dan pemahaman mereka. Musik tradisional sejak dahulu juga sudah dikenal

sebagai pendamping seni teater di Jepang.

Alat musik shakuhachi pada awalnya diperkenalkan dari Cina ke Jepang

pada abad ke-8 dan mengalami perkembangan di awal Priode Edo. Shakuhachi

secara tradisional terbuat dari bambu, tapi versi sekarang ada di juga yang terbuat

dari ABS dan kayu keras. Shakuhachi digunakan oleh para biarawan dari sekolah

Fuke dari Zen Buddhisme dalam praktek suizen (meditasi meniup).

Dalam seni pertunjukan atau teater Jepang biasanya didampingi dengan

musik-musik yang berasal dari alat-alat musik tradisional Jepang. Contohnya, alat

musik koto (alat musik mirip Harpa, berdawai 13), shamisen (alat musik mirip

Harpa, berdawai 3), dan shakuhachi (seruling bambu). Alat-alat musik tradisional

ini sangat populer pada zaman Nara dan Heian. Namun, memasuki zaman Edo

alat musik shakuhachi menjadi lebih sangat populer di kalangan masyarakat

Jepang.

(2)

5

Shakuhachi dibuat dari bambu, di bagian dekat akar, dengan diameter

3.5cm – 4.0cm. Ada lima lubang, empat di bagian depan dan satu di bagian

belakang. Sisi dalam shakuhachi digosok sampai halus, bahkan belakangan ini

bagian dalamnya diolesi shu-urushi (bahan pewarna alam berwarna merah) atau

kuro-urushi (bahan pewarna alam yang berwarna hitam), agar menghasilkan suara

yang halus dan indah. sebelumnya, bagian mulut shakuhachi dipotong menyerong,

tetapi sekarang pada bagian mulut dipasangi tanduk rusa atau kerbau supaya lebih

kokoh. Shakuhachi merupakan seruling yang dapat menghasilkan warna suara

yang bervariasi dan nada suara yang paling sensitif di antara seruling tradisional

Jepang, baik seruling tiup samping (horizontal) maupun seruling tiup depan

(vertikal). Disebabkan ciri khas itu shakuhachi mempunyai posisi tersendiri di

dalam alat musik tradisional Jepang.

Dinamakan shakuhachi yang berarti 1,8 shaku, mengacu pada ukurannya.

Ini adalah bentukan dari dua kata, Shaku berarti shaku, sebuah hitungan kuno

untuk lebar 30,3 sentimeter dan dibagi dalam sepuluh sub unit. Hachi berarti

delapan, di sini delapan matahari. Jadi, “Shaku-hachi” berarti “satu Shaku delapan

matahari”, panjang standar sebuah shakuhachi sekitar 55 cm. Shakuhachi lain

panjangnya bervariasi dari sekitar 1,3 sampai 3,3 shaku. Meskipun ukuran

berbeda, semua masih disebut secara umum sebagai shakuhachi.

Model shakuhachi (seruling Jepang) yang dikenal masyarakat saat ini

disebut fukeshakuhachi, berasal dari zaman pertengahan era Kamakura. Pada

zaman tersebut seorang biksu Zen bernama Kakushin, belajar di negeri Cina dan

mempelajari lagu shakuhachi untuk menyampaikan ajaran Fuke, guru agama

Budha aliran Zen. Kakushin mempelajarinya dari seorang guru Cina yang

(3)

6

bernama Chosin, dan membawa pulang lagu dan alat musiknya ke Jepang. Sejak

itu shakuhachi digunakan sebagai alat penyebaran agama oleh biksu-biksu aliran

Hottoha Rinzaisu, salah satu bagian dari aliran Zen. Dari sejarah ini juga bisa

diketahui bahwa semua lagu klasik Shakuhachi yang disebut shakuhachi koten

honkyaku (lagu klasik khusus Shakuhachi) memuat ajaran agama Budha Zen.

Ukuran panjang fuke-shakuhachi adalah kurang lebih 54 cm atau dalam satuan

ukuran tradisional Jepang yaitu 1 shaku 8 Sun. Namun akhir-akhir ini ukuran

panjang shakuhachi bervariasi dan nada dasar ditentukan berdasarkan ukuran

panjang tersebut.

2.2 Shakuhachi di Jepang

Musik pada awalnya merupakan salah satu media dalam penyampaian

nilai religius terbukti turut berperan dalam penciptaan budaya suatu masyarakat.

Buddha Zen yang menggunakan media musik (bunyi-bunyian) dalam metode

meditasinya, terbukti telah berperan dalam menciptakan alat musik dan seni

musik Jepang, baik tradisional maupun modern. Salah satu alat musik yang

muncul dari ajaran Buddha Zen adalah shakuhachi, yang merupakan salah satu

alat musik tradisional Jepang. Shoumyou yang merupakan nyanyian mantra sutra

Buddha merupakan cikal bakal alat musik tiup Jepang, shakuhachi, yang diadopsi

dari alat musik tiup Cina, Dong Xiao (seruling bambu vertikal). Susunan nada

pada shakuhachi berpedoman pada tangga nada yang digunakan pada tangga nada

shoumyou. Dalam perkembangannya, shakuhachi mengalami beberapa bentuk,

mulai dari shakuhachi gagaku, hitoyogiri yang berukuran lebih kecil, dan

(4)

7

shakuhachi modern. Kelompok yang berperan dalam melestarikan shakuhachi

adalah kelompok komuso yang membentuk sekte Zen Fukeshuu dengan

menerapkan metode suizen yang memfokuskan pada penggunaan shakuhachi

dalam meditasi Zen sekte ini memiliki ciri khas dalam memainkan shakuhachi,

yaitu dengan menggunakan tutup kepala dari rotan yang menutupi wajah

pemainnya yang disebut tensai.

Seiring berjalannya waktu, shakuhachi mulai kehilangan nilainya sebagai

instrumen musik religius dan berkembang menjadi budaya tradisional.

Shakuhachi sebagai salah satu kebudayaan dilakukan dengan melakukan

pertunjukkan solo shakuhachi dalam suatu ruangan. Pemainnya pun tidak

menggunakan penutup kepala layaknya permainan shakuhachi sebagai sebuah

meditasi. Dalam perkembangannya, shakuhachi biasanya dimainkan bersama

instrumen lain, yaitu koto dan shamisen yang disebut sebagai pertunjukkan

sankyoku. Pada masa modern sekarang ini, shakuhachi terbuat dari logam yang

disebut shakulute dan dimainkan untuk mengiringi irama musik jazz, pop, dan

lainnya. Terlihat bahwa nilai shakuhachi lebih berubah dari instrumen musik

religius menjadi instrumen musik kebudayaan.

Meskipun telah berubah popularitasnya di Jepang, shakuhachi tetap tidak

meninggalkan nilai-nilai Zen. Nilai estetka Zen seperti fukinsei (asimetris), kanso

(kesederhanaan), shizen (alami), kokou (kekeringan karna dimakan waktu),

yuugen (makna mendalam), datsuzoku (tidak terikat), dan seijaku (keheningan)

masih sangat melekat pada permainan shakuhachi modern.

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan semiotik. Pendekatan semiotik yaitu sebuah pendekatan yang memiliki sistem sendiri, berupa

Ide dari metode NEH adalah pekerjaan dengan total waktu proses pada semua mesin lebih besar, seharusnya diberi bobot yang lebih tinggi untuk dimasukkan terlebih dahulu ke

Heijdrahman Ranupandojo dan Saud Husnan (1990:128) kompensasi adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pemberi pekerjaan kepada penerima kerja untuk suatu pekerjaan

1 Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda Dan Olah Raga 1.19 Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri 1.19.. 2 Kantor Satuan Polisi

Mata kuliah ini memberikan kemampuan agar dapat memahami konsep kebidanan secara baik, dalam kehidupan bermasyarakat khususnya di dalam dunia pelayanan kebidanan

Faktor pendukungnya SDM-nya dan guru-gurunya itu sangat mendukung kemudian kesungguhan dan kedisiplinan dari guru-gurunya, kalau tidak disiplin programnya ya tidak akan berjalan

2. Dalam kegiatan pembelajaran, guru harus banyak memberi kesempatan kepada anak untuk melakukan praktek atau percobaan, serta menemukan sesuatu melalui

Pengkategorian Notaris dan PPAT sebagai pihak pelapor ini memberikan manfaat yang besar kepada negara dan masyarakat, Selain itu manfaat yang secara nyata dirasakan