BAB III
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT IZIN USAHA INDUSTRI
A.Pengertian dan Azas-azas Perizinan
Persoalan perizinan akan menjadi menarik jika dihubungkan dengan
tatanan negara pada saat ini. Pelaksanaan negara hukum yang demokratis tentu
harus dipahami oleh semua aparatur pemerintah dalam melaksanakan
kewenangannya. Perizinan yang selama ini dianggap sebagai otoritas untuk
pemerintah harusnya ditempatkan dalam dimensi negara huukum yang
demokratis. Oleh karena itu, tentu perizinan tidak dapat dipahami berdasarkan
kemauan dari aparatur pemerintah, tetapi memperlihatkan hak-hak warga negara
dalam kehidupan yang demokrasi.31
Untuk mengendalikan setiap kegiatan atau perilaku individu atau
kolektivitas yang sifatnya preventif adalah melalui izin yang memiliki kesamaan
seperti konsensi dan dispensasi.32 Perizinan sebagai salah satu kewenangan yang
ditentukan pemerintah daerah yang implementasinya tercermin dalam sikap tindak
hukum kepala daerah, baik atas dasar peraturan perundang-undangan yang
dijadikan landasan, maupun dalam kerangka menyikapi prinsip pemerintahan
yang layak sebagai bentuk tanggungjawab public.33
31
Arif Ngadino, Makalah, “Perizinan Dalam Kerangka Negara Hukum Demokratis”. Universitas Sriwijaya : Palembang, 2012. hal 4
32
Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara. PT. Ichtiar Baru : Jakarta, 1962, hal 129. Dalam Ibid hal5
33
Juniarso Ridwan, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik,
Tidaklah mudah memberikan suatu definisi mengenai izin. Vand der pot
mengatakan “sangatsukar membuat definisi untuk menyatakan pengertian izin
itu”.34
Berkaitan dengan izin, terdapat beberapa istilah lain yang sedikit
banyaknya memiliki kesejajaran dengan izin, yaitu :
1. Dispensasi
Dispensasi adalah keputusan administrasi negara yang membebaskan
suatuperbuatan dari kekuasaan peraturan yang menolah perbuatan tersebut.35
Dispensasi menurut WF. Prins adalah tindakan pemerintahan yang menyebabkan
suatu peraturan perundang-undangan menjadi tidak berlaku bagi sesuatu hal yang
istimewa (relaxation logis).36
Dispensasi ini merupakan salah satu bentuk perizinan yang bertujuan
untuk menembus rintangan yang sebetulnya secara normal tidak diizinkan,
sehingga dapat disimpulkan bahwa dispensasi berarti menyisihan pelarangan
dalam hal yang khusus
2. Lisensi
Lisensi adalah suatu izin yang memberikan hak untuk menyelenggarakan
suatu perusahaan. Lisensi digunakan untuk menyatakan suatu izin yang
memperkenankan seseorang untuk menjalankan suatu perusahaan dengan izin
khusus atau istimewa.37
34
E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, PT. Ichtiar Baru : Jakarta, 1983, hal 187
35
Ibid hal186
36
WF. Prins dan R. Kosim Adisapoetra. Pengantar Ilmu Hukum Tata Usaha Negara,
Wolters, 1953. hal 72
37
3. Konsensi
Konsesnsi merupakan suatu izin yang berhubungan dengan pekerjaan yang
besar, di mana kepentingan umum terlibat erat sekali sehingga sebenarnya
pekerjaan itu menjadi tugas dari pemerintah. Tetapi oleh pemerintah diberikan hak
penyelenggaraannya kepada konsesionaris (pemegang izin) yang bukan
berupakan pejabat pemerintah. Bentuknya dapat berupa kontraktual atau
kombinasi antara lisensi dengan pemberian status tertentu dengan hak dan
kewajiban serta syarat-syarat tertentu.38
Bentuk lisensi, konsensi, serta dispensasi merupakan bentuk izin khusus
yang diberikan oleh pejabat yang berwenang menerbitkan izin. Izin dapat
diartikan sebagai perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang
mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan dan
prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.39
Menurut Bagir Manan, izin dalam arti luas berarti suatu persetujua dari penguasa
berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan
tindakan atau perbuataun tertentu yang secara umum dilarang.40
Izin merupakan instrument yuridis yang digunakan oleh pemerintah untuk
mempengaruhi para warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkannya guna
mencapai suatu tujuan konkret. Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi selaku
ujung tombak instrument hukum sebagai pengarah masyarakat agar menciptakan
38
Ateng Syafrudin, Makalah, Perizinan Untuk Berbagai Kegiatan. hal 1
39
Sjachran Basah, Makalah, Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Hukum Administrasi,
Makalah disampaikan pada penataran Hukum Administrasi dan Lingkungan di Fakultas Hukum UNair, Surabaya, 1995. hal 12., Dalam Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta : 2011
40 Bagir Manan, Makalah, “Ketentuan
-ketentuan Mengenai Pengaturan Penyelenggaraan
suasana yang adil dan makmur.41Hal ini berarti, lewat perizinan, dapat diketahui bagaimana gambaran masyarakat adil dan makmur tersebut akan terwujud. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat dari Prajudi Atmosudirdjo yang menyatakan
“berkenaan dengan fungsi hukum, izin dapat diletakan dalam fungsi menertibkan
masyarakat”.42
Philipus M. Hadjon berpendapat, izin dapat diartikan dalam arti luas dan
dalam arti sempit. Istilah izin menurut Philipus M. Hadjon merupakan istilah izin
dalam arti luas. Sedangkan dalam arti sempit, Philipis M. Hadjon menggunakan
istilah perizinan.43
Izin merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam
hukum administrasi negara. pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis
untuk mengemudikan tingkah laku para warga. N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge
memberikan argument mengenai arti dari perizinian, sebagaimana yang disunting
oleh Philipus M. Hadjon, sebagai berikut :44
“izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerntah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan perundangan. Dengan memberian izin, penguasa memperkenankan orang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenaan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya”.
Izin dalam arti sempit menurut N.M. Spelt dalam Buku Phlipus M.
Hadjon, adalah :45
41
Sjachran Basah, Tiga Tulisan Hukum, Armico : Bandung, 1986. hal 2
42
Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghal ia Indonesia : Jakarta, 1981. hal 2
43
Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Perizinan, Yuridika : Surabaya, 1993. hal 2-3
44 Ibid 45
“Pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Tujuannya adalah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun di mana ia menginginkan dapat melakukan pengawasan sekedarnya”.
Tatiek Sri Djatmiati berpendapat bentuk izin dalam arti sempit dapat
berupa pendaftaran, rekomendasi, sertifikasi, penentuan kuota dan izin melakukan
suatu usaha.46
Sedangkan izin dalam arti luas atau istilah yang disebutkan oleh Philipis
M. Hadjon adalah perizinan, yang merupakan suatu persutujuan dari penguasa
berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah, untuk dalam keadaan
tertentu menyimpang dari ketentuan larangan peraturan perundang-undangan.47
Makna hukum yang muncul berdasarkan definisi di atas adalah bahwa adanya
perkenaan untuk melakukan sesuatu yang semestinya dilarang. Sehingga akan
dapat ditemukan berbagai wujud perizinan seperti dispensasi, konsekuensi,
rekomendasi dan lainnya.48
Hal pokok pada izin adalah bahwa suatu tindakan dilarang, terkecuali
diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan yang disangkutkan dengan
perkenaan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertemtu bagi tiap kasus. Jadi
persoalannya bukanlah untuk hanya memberi perkenaan dalam keadaan yang
sangat khusus, tetapi dengan memperbolehkan tindakan-tindakan dengan cara
tertentu. Cara-cara tertentu yang dimaksud adalah cara-cara yang telah ditentukan
oleh peraturan perundang-undangan.
46 Tatiek Sri Djatmiati, Disertasi, “Prinsip Izin Usaha Industri di Indonesia”, Universitas
Airlangga : Surabaya, 2002. Hal 16. Dalam Arif Ngadino, Op.cithal13
47
Philipus M. Hadjon. Loc.cit 48
Berpijak dari pendapat Philipus M. Hadjon yang dikutip oleh Tatiek Sri
Djatmiati mengenai perizinan, dapat disimpulkan bahwa izin usaha industri yang
merupakan salah satu kategori izin usaha, merupakan salah satu bentuk izin dalam
arti sempit yang dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon.
Izin usaha industri merupakan suatu persetujuan yang diberikan oleh
pemerintah kepada suatu badan atau organ untuk melakukan aktivitas usaha. Izin
usaha industri ini diberikan oleh pejabat yang berwenang mengeluarkan izin,
dengan tata cara yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
Pemerintah memberikan izin kepada pemohon izin, sesuai dengan amanat
dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam menghadapi globalisasi
dan tuntunan masyarakat yang semakin tinggi, diperlukan perbuahan paradigma,
budaya, cara berfikir dan metode pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
pendekatan kekuasaan yang selama ini dipergunakan dalam pelayanan tidak lagi
cocok. Demikian pula ruang lingkup peran dan fungsi pemerintah saat ini yang
seharusnya diarahkan pada fungsi pengaturan yang menjadi pedoman bagi
masyarakat dan pelaku ekonomi, seperti individu, orang perorangan, perseroan
terbatas, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Koperasi, dan lembaga lainnya.49
Pada dasaranya, kewenangan pemerintah tidak hanya sekedar menjaga
ketertiban dan keamanan. Tetapi juga mengupayakan kesejahteraan umum. Tugas
dan kewenangan pemerintah untuk menjaga ketertiban dan keamanan merupakan
tugas klasik yang sampai kini masih tetap dipertahankan. Dalam rangka
melaksanakan tugas ini, kepada pemerintah diberikan wewenang dalam bidang
49
pengaturan yang dari fungsi pengaturan ini muncul beberapa instrument yuridis
untuk menghadapi peristiwa individual dan konkret, ketetapan ini merupakan
ujung tombak dari instrument hukum dalam penyelenggaraan pemerintah atau
sebagai norma penutup dalam rangkaian norma hukum. Salah satu wujud
ketetapan ini adalah izin.50
Pembuatan dan penerbitan ketetapan izin merupakan tindakan hukum
pemerintah. Sebagai tindakan hukum, maka harus ada wewenang yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan atau harus berdasarkan pada asas legalitas.
Tanpa dasar wewenang, tindakan hukum itu menjadi tidak sah. Oleh karena itu,
dalam hal membuat dan menerbitkan izin harus didasarkan pada wewenang yang
diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Wewenang pemerintah untuk mengeluarkan izin itu ditentukan secara
tegas dalam peraturan-perundang-undangan yang menjadi dasar dari perizinan
tersebut. namun dalam penerapannya, kewenangan pemerintah dalam bidang izin
itu berupa kewenangan bebas. Artinya adalah kepada pemerintah diberikan
kewenangan untuk mempertimbangkan atas dasar inisiatif sendiri hal-hal yang
berkaitan dengan izin, misalnya pertimbangan tentang :51
1. Kondisi-kondisi apa yang memungkinkan suatu izin dapat diberikan
kepada pemohon
2. Bagaimana mempertimbangkan kondisi-kondisi tersebut
50
Ibid hal9
51 Marcus Lukman, Disertasi, “
Eksistensi Peraturan Kebijaksanaan Dalam Bidang Perencanaan dan Pelaksanaan Rencana Pembangunan di Daerah Serta Dampaknya Terhadap
3. Konsekuensi yuridis yang mungkin timbul akibat pemberian atau
penolakan izin dikaitkan dengan pembatasan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
4. Prosedur apa yang harus diikuti atau dipersiapkan pada saat dan
sesudah keputusan diberikan baik penerimaan maupun penolakan
pemberian izin.
Pemerintah dalam menerbitkan izin, harus sesuai dengan asas-asas
pemerintahan yang baik atau asas-asas pemerintahan yang layak. Karena
pemberian izin merupakan suatu tindakan pemerintah dengan memberikan
keputusan mengenai pemberian izin. Asas-asas yang harus ada dalam pemberian
izin sesuai dengan asas-asas pemerintahan yang baik atau yang layak adalah
sebagai berikut :52
1. Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum yaoti asas dalam negara hukum yang
mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan
dalam setiap kebijakan penyelenggara negara.
Pemberian izin yang merupakan tindakan pemerintah harus didasarkan
dengan peraturan perundang-undangan. Sehingga, dalam rangka kebijakan
memberikan izin, harus memiliki kepastian hukum, guna menjamin terwujudnya
tujuan pemberian izin yaitu untuk menertibkan masyarakat serta memberikan
keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat.
52
2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara
Asas tertib penyelenggaraan negara adalah asas yang menjadi landasan
keteraturan, keserasian, dan keseimbangan Dallam pengendalian penyelenggara
negara.
3. Asas Kepentingan Umum
Asas kepentingan umum ini berarti asas yang mendahulukan kesejahteraan
uumum dengan cara yang aspiratifm akomodatif dan selektif. Dalam rangka
pemberian izin, sebelum penerbitan izin pemerintah harus mempertimbangkan
kepentingan masyarakat terlebih dahulu. Sehingga tidak ada satupun kepentingan
masyarakat yang dirugikan akibat penerbitan izin tersebut.
4. Asas Keterbukaan
Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan negara dengan tetap memerhatikan perlindungan atas hak asasi
pribadi dan rahasia negara.
5. Asas Proporsionalitas
Asas ini mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban dari
penyelenggara negara.
6. Asas Profesionalitas
Asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan
7. Asas Akuntabilitas
Asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan
penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat
atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Asas-asas pemerintahan yang baik adalah sebagai berikut :53
1. Asas Persamaan
2. Asas Kepercayaan
3. Asas Kepastian Hukum
4. Asas Kecermatan
5. Asas Pemberian Alasan
6. Larangan Penyalahgunaan wewenang
7. Larangan Bertindak Sewenang-wenang.
Asas yang paling menarik dalam sistem hukum administrasi negara
Belanda adalah asas pemberian alasan. Asas pemberian alasan berarti bahwa suatu
keputusan harus dapat didukung oleh alasan-alasan yang dijadikan dasarnya.
Alasan yang dapat dijadikan dasar adalah sebagai berikut :54
1. Syarat bahwa suatu ketetapan harus diberi alasan
2. Ketetapan harus memiliki dasar fakta yang teguh
3. Pemberian alasan harus cukup dapat mendukung.
53
Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada University Press : Yogyakarta, 2008. hal 270
54
Asas pemberian alasan ini dapat menjadi salah satu alasan yang kuat bagi
pemerintah untuk memberikan izin, agar izin yang diberikan oleh pemerintah
dapat diterima secara logis oleh masyarakat luas. Tentu saja asas memberikan
alasan ini memiliki hubungan dengan asas keterbukaan.
B.Unsur-unsur Izin
Izin adalah perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan
perundang-undangan untuk diterapkan pada peristiwa konkret menurut prosedur
dan persyaratan tertentu. Dari pengertian ini ada beberapa unsur dalam perizinan,
yaitu sebagai berikut :55
1. Instrumen Yuridis
Dalam negara hukum modern tugas, kewenagan pemerintah tidak hanya
sekedar menjaga ketertiban dan keamanan (rust en orde), tetapi juga
mengupayakan kesejahteraan umum (bestuurszorg). Tugas dan kewenagan
pemerintah untuk menjaga ketertiban dan keamanan meupakan tugas klasik yang
sampai kini masih tetap dipertahankan. Dalam rangka melaksanakan tugai ini
kepada pemerintah diberikan wewenang dalam bidang pengaturan, yang dari
fungsi pengaturan ini muncul beberapa instrument yuridis untuk menghadapi
peristiwa individual dan konkret, ketetapan ini merupakan ujung tombak dari
instrument hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan.56 atau sebagai norma
penutup dalam rangkaian norma hukum.57 Salah satu wujud dari ketetapan ini
adalah izin. Berdasarkan jenis-jenis ketetapan, izin termasuk sebgai ketetapan
55
Ridwan HR, Op.cithal210-217
56 Ibid 57
yang bersifat konstitutif, yakni ketetapan yang menimbulkan hak baru yang
sebelumnya tidak dimiliki oleh seseorang yang namanya tercantum dalam
ketetapan itu.58
2. Peraturan Perundang-undangan
Salah satu prinsip dalam negara hukum adalah wetmatigeheid van bestuur
atau pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain,
setiap tindakan hukum pemerintah, baik dalam menjalankan fungsi pengaturan
maupun fungsi pelayanan, harus didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Om positief recht ten kunnen
vasstellen en handhaven is een bevoegheid noodzakelijk. Zonder bevoegheid
kunnen geen juridisch concrete besluiten genomen worden”.59
Pembuatan dan penerbitan ketetapan izin merupakan tindakan hukum
pemerintahan. Sebagai tindakan hukum, maka harus ada wewenang yang
diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau harus berdasarkan pada asas
legalitas. Tanpa dasar wewenang, tindakan hukum itu menjadi tidak sah. Oleh
karena itu, dalam hal membuat dan menerbitkan izin haruslah didasarkan pada
wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku
karena tanpa adanya dasar wewenang tersebut ketetapan izin tersebut menjadi
tidak sah.
Pada umumnya wewenang pemerintah untuk mengeluarkan izin itu
ditentukan secara tegas dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar
dari perizinan tersebut. Akan tetapi, dalam penerapannya, menurut Marcus
58
C.J.N. Versteden, Indeiding Algemeen Bestuursrecht. Samsom H.D. Tjeenk Willink, Alphen aan den Rijn, 1984, hal. 69.
Luckman, kewenangan pemerintah dalam bidang izin itu bersifat diskresionare
power atau berupa kewenangan bebas, dalam arti kepada pemerintah diberi
kewenangan untuk memertimbangkan atas dasar inisiatif sendiri hal-hal yang
berkaitan dengan izin, misalnya pertimbangan tentang :60
a. Kondisi-kondisi apa yang memungkinkan suatu izin dapat
diberikan kepada pemohon
b. Bagaimana mempertimbangkan kondisi-kondisi tersebut
c. Konsekuesi yuridis yang mungkin timbul akibat pemberian atau
penolakan izin dikaitkan dengan pembatasan peraturan
perundangundangan yang berlaku
d. Prosedur apa yang harus diikuti atau dipersiapkan pada saat dan
sesudah keputusan diberikan baik penerimaan maupun penolakan
pemberian izin.
3. Organ Pemerintah
Organ pemerintah adalah organ yang menjalankan urusan pemerintahan
baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Menurut Sjachran Basah, dari
penelusuran perbagai ketentuan penyelenggaraan pemerintahan dapat diketahui
bahwa mulai dari administrasi negara tertinggi (presiden) sampai dengan
administrasi negara terendah (lurah) berwenang memberikan izin. Ini berarti
terdapat aneka ragam administrasi negara ( termasuk instansinya) pemberian izin,
yang didasarkan pada jabatan yang dijabatnya baik di tingkat pusat maupun daerah.61
60
Marcus Lukman, "Eksistensi Peraturan Kebijaksanaan dalam Bidang Perencanaan dan Pelaksanaan Rencana Pembangunan di Daerah serta Dampaknya terhadap Pembangunan Materi Hukum Tertulis Nasional”. Disertasi, Universitas Padjadjaran : Bandung, 1996. hal 189.
61
Terlepas dari beragam organ pemerintahan atau administrasi negara yang
mengeluarkan izin, yang pasti adalah bahwa izin hanya boleh dikeluarkan oleh
organ pemerintahan. Menurut N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, keputusan yang
memberikan izin harus diambil oleh organ yang berwenang, dan hampir selalu
yang terkait adalah organ-organ pemerinthan atau administrasi negara. Dalam hal
ini organ-organ pada tingkat penguasa nasional (seorang menteri) atau tingkat
penguasa-penguasa daerah.62
Beragamnya organ pemerintahan yang berwenang memberikan izin dapat
menyebabkan tujuan dari kegiatan yang membutuhkan izin tertentu menjadi
terhambat, bahkan tidak mencapai sasaran yang hendak dicapai. Artinya campur
tangan pemerintah dalam bemtuk regulasi perizinan dapat menimbulkan
kejenuhan bagi pelaku kegiatan yang membutuhkan izin, apalagi bagi kegiatan
usaha yang menghendaki kecepatan pelayanan dan menuntu efisiensi. Menurut
Soehardjo, pada tingkat tertentu regulasi ini menimbulkan kejenuhan dan timbul
gagasan yang mendorong untuk menyederhanakan pengaturan, prosedur, dan
birokrasi. Keputusan-keputusan pejabat sering membutuhkan waktu lama,
misalnya pengeluaran izin memakan waktu berbulan-bulan, sementara dunia
usaha perlu berjalan cepat, dan terlalu banyaknya mata rantai dalam prosedur
perizinan banyak membuang waktu dan biaya.63
62
Soehardjo, Hukum Administrasi Negara Pokok-pokok Pengertian serta
Perkembangannya di Indonesia. Badan Penerbit Universitas Diponogoro : Semarang, 1991. hal 25.
4. Prosedur dan Persyaratan
Berbagai jenis izin dan instansi pemberian izin dapat saja berubah seiring
dengan perubahan kebijakan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
izin tersebut. Meskipun demikian, izin akan tetap ada dan digunakan dalam setiap
penyelenggaraan pemerintahan dan kemasyarakatan.
Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang
ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin. Disamping harus menempuh
prosedur tertentu, pemohon izin juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan
tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah atau pemberi izin.
Prosedur dan persyaratan perizinan itu berbeda-beda tergantung jenis izin, tujuan
izin, dan instansi pemberian izin. Menurut Soehino, syarat-syarat dalam izin itu
bersifat konstitutif dan kondisional. Bersifat konstitutif, karena ditentukan suatu
perbuatan atau tingkah laku tertentu yang harus (terlebih dahulu) dipenuhi, artinya
dalam hal pemberian izin itu ditentukan suatu perbuatan konkret, dan bila tidak
dipenuhi dapat dikenakan sanksi. Bersifat kondisional, karena penilaian tersebut
baru ada dan dapat dilihat serta dapat dinilai setelah perbuatan atau tingkah laku
yang disyaratkan itu terjadi.64.
Penentuan prosedur dan persyaratan perizinan ini dilakukan secara
sepihak oleh pemerintah. Meskipun demikian, pemerintah tidak boleh membuat
atau menentukan prosedur dan persyaratan menurut kehendaknya sendiri secara
arbitrer (sewenang-wenang), tetapi harus sejalan dengan peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar dari perizinan tersebut. Dengan kata lain,
pemerintah tidak boleh menentukan syarat yang melampaui batas tujuan yang
hendak dicapai oleh peraturan hukum yang menjadi dasar perizinan bersangkutan.
64
C.Peraturan Perundang-Undangan Terkait Izin Usaha Industri
Peraturan perundang-undangan merupakan salah satu instrument
pemerintah, yang merupakan sarana atau alat yang digunakan oleh pemerintah
dalam melaksanakan tugasnya, dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan.
Selain itu, pemerintah juga menggunakan peraturan perundang-undangan tersebut
untuk menjalankan kegiatan mengatur dan menjalankan urusan pemerintahan dan
kemasyarakatan, seperti perizinan.65
Untuk menemukan norma hukum dalam administrasi negara, haruslah
dicari dalam semua peraturan perundang-undangan terkait sejak tingkat yang
paling tinggi dan bersifat umum-abstrak sampai ke tingkat yang terendah dan
bersifat individual-konkret. Menurut Indroharto dalam suasana hukum tata usaha
negara itu, kita menghadapi beritngkat-tingkat norma-norma hukum yang harus
diperhatikan. Artinya peraturan hukum yang harus diterapkan tidak begitu saja
kita temukan dalam undang-undang, tetapi dalam kombinasi peraturan-peraturan
dan keputusan-keputusan tata usaha negara yang satu dengan yang lain saling
berkaitan.
Perizinan, termasuk pemberian izin usaha industri yang merupakan salah
satu bentuk kebijakan pemerintah, juga harus memiliki aturan hukum yang
mengatur. Berikut berbagai bentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai izin usaha industri :
65
1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah
Setiap tindakan yang dilakukan oleh pejabat publik, seharusnya memiliki
aturan normatif sebagai landasan utama untuk melakukan tindakan tersebut.
Pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan pemerintahan daerah harus
memiliki sebuah landasan normatif yang kuat. Pemerintah daerah dalam
menjalankan roda pemerintahan berlandaskan kepada Undang-undang
Pemerintahan Daerah Nomor 23 Tahun 2014 jo Nomor 9 Tahun 2015.
Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor
9 Tahun 2015 tersebut, mengatur sedemikian rupa bagaimana pemerintah pusat
memberikan berabagai bentuk kewenangan kepada pemerintah daerah, dengan
menggunakan asas desentralisasi.
Dalam pemerintahan daerah, menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun
2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2010, Pasal 65 menyebutkan :
(1) Kepala daerah mempunyai tugas:
a. Memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD
b. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat; c. m
c. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan
rancangan Perda tentang RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusun dan menetapkan RKPD
d. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD,
rancangan Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama
e. Mewakili Daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat
menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
f. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
a. Mengajukan rancangan Perda
b. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama
DPRD
c. Menetapkan Perkada dan keputusan kepala daerah
d. Mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat
dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat
e. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 65 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang
Nomor 9 Tahun 2015 menjadi legitimasi bagi kepala daerah untuk melakukan
tugas dan melaksanakan kewenangan dari kepala daerah. Mengenai pemberian
izin usaha industri tidak disebutkan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014
jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 65.
Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor
9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah, memberikan kategori urusan
pemerintahan yang merupakan urusan pemerintah pusat, dan juga memberikan
kategori urusan pemerintahan yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah
dengan asas desentralisasi.
Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-undang Pemerintah Daerah, Urusan
Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden
yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan penyelenggara
Pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan
menyejahterakan masyarakat.Kategori urusan pemerintahan yang dibedakan
dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang
a. Urusan Pemerintah Absolut
Pasal 9 ayat (2) Undang-undang Pemerintah Daerah menyarakan bahwa
urusan pemerintahan absolut adalah urusan pemerintahan yang sepenuhnya
menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
Adapun urusan pemerintahan yang dikategorikan sebagai urusan
pemerintahan absolut yang dijelaskan dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 23
Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 adalah sebagai berikut :
1) Politik luar negeri
2) Pertahanan
3) Keamanan
4) Yustisi
5) Moneter dan fiskal nasional
6) Agama.
b. Urusan Pemerintahan Konkuren
Pasal 9 ayat (3) Undang-undang Pemerintah Daerah menyarakan bahwa
urusan pemerintahan konkuren adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara
Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota. Urusan
pemerintahan konkuren ini, pada Pasal 11 memberikan kategori terhadap urusan
pemerintahan ini menjadi :
1) Urusan Wajib
Pasal 1 angka 14 undang Nomor 23 Tahun 2014 jo
Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 menyatakan bahwa urusan pemerintahan Wajib
adalah Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh semua Daerah.
Urusan Pemerintahan wajib, menurut Pasal 12 Undang-undang Nomor 23 Tahun
(1) Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar
meliputi :
a) Pendidikan
b) Kesehatan
c) Pekerjaan umum dan penataan ruang
d) Perumahan rakyat dan kawasan permukiman
e) Ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat;
f) Sosial
(2) Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan
Dasar meliputi :
a) Tenaga kerja
b) Pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak
c) Pangan
d) Pertanahan
e) Lingkungan hidup
f) Administrasi kependudukan dan pencatatan sipil
g) Pemberdayaan masyarakat dan desa
h) Pengendalian penduduk dan keluarga berencana
i) Perhubungan
j) Komunikasi dan informatika
k) Koperasi, usaha kecil, dan menengah
l) Penanaman modal
m) Kepemudaan dan olah raga
n) Statistik
o) Persandian
p) Kebudayaan
q) Perpustakaan
r) Kearsipan
2) Urusan Pilihan
Pasal 1 angka 15 undang Nomor 23 Tahun 2014 jo
Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan urusan
pemerintahan pilihan adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan
oleh Daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki Daerah. Urusan pilihan yang
a) Kelautan dan perikanan
b) Pariwisata
c) Pertanian
d) Kehutanan
e) Energi dan sumber daya mineral
f) Perdagangan
g) Perindustrian
h) Transmigrasi.
c. Urusan Pemerintahan Umum
Menurut Pasal 9 ayat (5), urusan pemerintahan umum adalah urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan.
Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5)
meliputi:
1) Pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional dalam
rangka memantapkan pengamalan Pancasila, pelaksanaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pelestarian
Bhinneka Tunggal Ika serta pemertahanan dan pemeliharaan
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
2) Pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa
3) Pembinaan kerukunan antarsuku dan intrasuku, umat beragama,
ras, dan golongan lainnya guna mewujudkan stabilitas kemanan
lokal, regional, dan nasional
4) Penanganan konflik sosial sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan
5) Koordinasi pelaksanaan tugas antarinstansi pemerintahan yang ada
di wilayah Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota untuk
prinsip demokrasi, hak asasi manusia, pemerataan, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan, potensi serta keanekaragaman
Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
6) Pengembangan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila
7) Pelaksanaan semua Urusan Pemerintahan yang bukan merupakan
kewenangan Daerah dan tidak dilaksanakan oleh Instansi Vertikal.
Berdasarkan uraian mengenai urusan pemerintahan di atas, dapat dilihat
bahwa pada Pasal 12 ayat (3) huruf g, salah satu urusan pemerintah yang menjadi
urusan pemerintahan daerah dengan pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat
adalah urusan tentang perindustrian. Urusan perindustrian dalam Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2014 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah, termasuk
urusan pemerintahan konkuren dengan kategori urusan pemerintahan pilihan.
Artinya, tidak semua pemerintah daerah yang memiliki kewenangan dalam bidang
perindustrian. Hanya pemerintah daerah pada daerah yang berpotensial yang
memiliki kewenangan dalam bidang perindustrian, termasuk pemberian izin usaha
industri.
2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian
Pembangunan nasional dilaksanakan dengan memanfaatkan kekuatan dan
kemampuan sumber daya yang tangguh dan didukung oleh nnilai-nilai budaya
yang luhur bangsa, guna mewujudkan kedaulatan, kemandirian dan ketahanan
bangsa untuk kepentingan nasional. Pembangunan nasional di bidang ekonomi
dilaksanakan untuk menciptakan struktur ekonomi yang mandiri, sehat dan kokoh
Globalisasi dan liberalisasi membawa dinamia perubahan yang sangat cepat dan
berdampak luas bagi perekonomian nasional. Di satu sisi, pengaruh yang paling
dirasakan adalah terjadi persaingan yang semakin ketat dan di sisi lain membuka
peluang kolaborasi. Sehingga pembangunan industri memerluukan berbagai
dukungan dalam bentuk perangkat kebijakan yang tepat, perencanaan terpadu dan
pengelolaan yang efisien dengan memperhatikan prinsip-prinsip tata kelola yang
baik.66
Undang-undang Perindustrian merupakan peraturan dasar menyangkut
perindustrian. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian ini
mengatur mengenai :
a. Penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang perindustrian
b. Rencana induk pembangunan industri nasional
c. Kebijakan industri nasional
d. Perwilayahan industri nasiona;
e. Pembangunan sumber daya industri
f. Pembangunan sarana dan prasarana industri
g. Pemberdayaan industri
h. Tindakan pengamanan dan penyelematan industri
i. Perizinan, penanaman modal bidang industri dan fasilitas
j. Komite industri nasional
k. Peranserta masyarakat
l. Pengawasan dan pengendalian
66
Dalam Nomor 23 Tahun 2014, perindustrian dilaksanakan dengan asas :
a. Kepentingan nasional
b. Demokrasi ekonomi
c. Kepastian berusaha
d. Pemerataan persebaran
e. Persaingan yang sehat
f. Keterkaitan industri,
Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Perindustrian,
Undang-undang ini memberikan kemungkinan kepada pemerintah daerah untuk
menangani urusan mengenai urusan perindustrian. Hal tersebut disebutkan dalam
Pasal 7 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Perindustrian sebagai
berikut :
“Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota secara bersama-sama atau sesuai dengan kewenanganan masing-masing menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perindustrian sebagaimana yang di atur dalam undang-undang ini”
Dalam rangka kewenangan pemerintah daerah untuk mengurus urusan
perindustrian, Gubernur sebagai kepala pemerintahan daerah harus membuat
rancangan pembangunan industri provinsi. Dimana rancantan pembangunan
industri tersebut harus disesuaikan dengan rancangan pembangunan perindustrian
nasional.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015 Tentang Izin Usaha Industri
Pembangunan Industri sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2014 tentang Perindustrian dilaksanakan dengan berdasarkan asas
persebaran, persaingan usaha yang sehat, dan keterkaitan Industri. Untuk itu,
Pemerintah berkewajiban memberikan pembinaan dan pengembangan terhadap
pertumbuhan Industri serta menciptakan iklim usaha yang sehat bagi
perkembangan dunia usaha. Di sisi lain, dunia usaha perlu memberikan respon
positif dengan mengembangkan Industri yang inovatif, efisien, ramah lingkungan
dan berkelanjutan sehingga memiliki daya saing di tingkat global. Melalui
pembinaan, pengembangan, dan pengaturan Industri yang dilakukan, Pemerintah
mengupayakan untuk menciptakan iklim usaha Industri secara sehat dan mantap.
Dengan iklim usaha Industri tersebut, diharapkan Industri dapat memberikan
umpan balik dalam menciptakan lapangan kerja yang luas, menumbuhkan
kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan dan kekuatan sendiri dalam
membangun Industri. Pencapaian pertumbuhan Industri membutuhkan kepastian
berusaha melalui pengaturan perizinan usaha Industri. Menyadari peran tersebut,
perizinan harus mampu memberikan motivasi yang dapat mendorong dan menarik
minat para investor untuk menanamkan modalnya di sektor Industri. Perizinan
merupakan salah satu kebijakan Pemerintah yang dapat menjadi alat untuk
menggerakkan perkembangan dunia usaha ke bidang yang mendukung
pembangunan Industri. Oleh karena itu, sistem perizinan dapat dimanfaatkan
antara lain untuk pemerataan persebaran Industri, pendayagunaan potensi sumber
daya Industri secara efisien dan optimal, dan pendataan Industri.67
Secara hirarki menurut Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun
2011 Tentang Peraturan Perundang-undangan, kedudukan Peraturan Pemerintah
Nomor 107 Tahun 2015 berada di bawah Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014.
Sesuai asas lex posterior derogate legi inferior, Peraturan Pemerintah Nomor 107
Tahun 2015 tidak boleh bertentangan dan harus sejalan dengan Undang-undang
Nomor 3 Tahun 2014.
Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015 Tentang Izin Usaha
Industri, merupakan peraturan pelaksana dari Undang-undang Nomor 3 Tahun
2014 Tentang Perindustrian. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015
mengatur mengenai klasifikasi izin usaha industri, kewenangan pemberian izin
usaha industri, tata cara pemberian izin usaha industri, izin perluasan, serta tata
cara pengenaan sanksi administratif.
Berdasarkan pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun
2015, Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan
baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang
yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri.
Sedangkan pada Pasal 1 angka 5 menyebutkan bahwa izin usaha industri adalah
izin yang diberikan kepada setiap orang untuk melakukan kegiatan usaha Industri.
Mengenai klasifikasi izin usaha industri, Pasal 2 ayat (2) menyebutkan
bhawa kegiatan usaha Industri merupakan kegiatan mengolah Bahan Baku
dan/atau memanfaatkan sumber daya Industri untuk:
a. Menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih
tinggi
Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015 ini juga memberikan
klasifikasi usaha industri, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 2 ayat (3)
sebagai berikut :
1. Usaha Industri Kecil
2. Usaha Industri Menengah
3. Usaha Industri Besar
Dalam melaksanakan kegiatan industri, baik usaha industri tersebut
merupakan usaha industri kecil, usaha industri menengah, maupun usaha industri
besar sekalipun, harus memiliki izin usaha industri. Berdasarkan Pasal 3 ayat (1),
klasifikasi izin usaha industri, disesuaikan dengan klasifikasi usaha industri.
Untuk usaha industri kecil, harus memiliki izin usaha industri untuk usaha industri
kecil, untuk usaha industri menengah, harus memiliki izin usaha industri untuk
usaha industri menengah, dan untuk usaha industri besar., harus memiliki izin
usaha industri untuk usaha industri besar.
Dalam izin usaha industri, Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor
107 Tahun 2015 Tentang Izin Usaha Industri, harus terdapat :
a. Identitas perusahaan
b. Nomor pokok wajib pajak
c. Jumlah tenaga kerja
d. Nilai investasi
e. Luas lahan lokasi industri
f. Kelompok industri sesuai dengan kbli
g. Kapasitas produksi terpasang untuk industri yang menghasilkan barang
Izin usaha industri diberikan kepada perusahan yang akan melaksanakan
urusan industri oleh pejabat yang berwenang. Sesuai Pasal 3 ayat (3) Peraturan
Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015, izin usaha industri diberikan oleh Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Jika di amati Pasal 3 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun
2015 yang menyatakan bahwa gubernur atau bupati/walikota juga dapat
memberikan izin usaha industri sesuai kewenangannya, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa pemerintah daerah dilegitimasikan memiliki kewenangan
untuk memberikan izin usaha industri. Apabila dikaitkan dengan Undang-undang
Pemerintah Daerah, dengan mengingat Undang-undang Pemerintah Daerah
Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 memberikan
kewenangan untuk mengurus perindustrian, maka dapat diambil sebuah konklusi
bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015 ekuivalen dengan
kewenangan pemerintah daerah dalam mengurus usaha perindustrian yang
dimasukan kedalam kategori usaha konkuren pilihan.
Perusahaan yang telah diberikan izin usaha industri, memiliki kewajiban
untuk melakukan kegiatan industri sesuai dengan izin usaha industri tersebut. dan
juga Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015 ini juga mewajibkan
perusahaan yang menerima izin usaha industri untuk menjaga keamanan dan
keselamatan alat, proses, hasil produksi, penyimpanan, serta pengangkutan.
Menteri berwenang untuk memberikan izin usaha industri terhadap usaha
industri yang disebutkan oleh Pasal 10 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 107
a. Industri strategis
b. Industri teknologi tinggi
c. Industri minuman beralkohol
d. Industri yang terkait langsung dengan pertahanan dan keamanan
e. Industri yang berdampak penting pada lingkungan
f. Industri yang merupakan penanaman modal asing dan penanam modal
yang menggunakan modal asing, yang berasal dari pemerintah negara
lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah Pusat dan
pemerintah negara lain.
Selain kewenangan yang disebutkan pada Pasal 10 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015, Gubernur dan bupati atau walikota memiliki
kewenangan untuk memberikan izin usaha industri.
Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun
2015, Gubernur memiliki kewenangan untuk memberikan izin usaha industri
besar, selain yang menadi kewenangan menteri sebagaimana yang disebutkan
dalam Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015. Selain itu,
berdasarkan Pasal 11 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015,
Gubernur dalam hal memberikan izin usaha industri, dapat mendelegasikan
kewenangan kepada kepala instansi pemerintahan provinsi dalam
Sedangkan Pasal 11 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun
2015 menyebutkan bahwa Bupati/Walikota, dapat memberikan izin usaha industri
terhadap usaha industri kecil dan menengah dan bukan merupakan kewenangan
menteri. Dan berdasarkan Pasal 11 ayat (2)Peraturan Pemerintah Nomor 107
Tahun 2015, Bupati/Walikota dapat mendelegasikan kewenangan kepada kepala
instansi pemerintahan Kabupaten/Kota, dalam menyelenggarakan pelayanan satu
pintu.
Setiap izin usaha industri baik industri kecil, menengah maupun besar,
dalam pemberian izin tersebut harus memiliki syarat dan ketentuan. Terhadap
usaha industru kecil, syarat ketentuan yang harus dipenuhi sesuai Pasal 16 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015 adalah :
a. Seluruh modal usahanya harus dimiliki oleh Warga Negara Indonesia
b. Bidang usaha Industri yang dinyatakan terbuka dan terbuka dengan
persyaratan untuk penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan/atau kebijakan penanaman modal di bidang
Industri yang ditetapkan oleh Menteri
Syarat dan ketentuan yang harus dimiliki dalam pemberian izin usaha
industri menengah dan besar sesuai Pasal Pasal 18 ayat (2) Peraturan Pemerintah
a. Industri yang memiliki keunikan dan merupakan warisan budaya
bangsa
b. Industri menengah tertentu yang dicadangkan untuk dimiliki oleh warga
negara Indonesia, seluruh modal usahanya harus dimiliki oleh Warga
Negara Indonesia.
4. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 41/M-IND/PER/6/2008 jo Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 81/M-IND/PER/10/2014 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri,, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 41/M-IND/PER/6/2008 jo
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 81/M-IND/PER/10/2014 Tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Izin Perluasan dan Tanda
Daftar Industri merupakan peraturan teknis yang didasarkan kepada
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian, dan Peraturan Pemerintah
Nomor 107 Tahun 2014.
Dalam Peratruan Menteri Perindustrian Nomor 41/M-IND/PER/6/2008
jo Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 81/M-IND/PER/10/2014 Tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Izin Perluasan dan Tanda
Daftar Industri, memiliki aturan yang sama dengan Peraturan Pemerintah Nomor
107 Tahun 2014, yang menyatakan bahwa setiap usaha industri, baik industri
kecil, menengah, maupun besar harus memiliki izin usaha industri.
Perbedaan antara Peratruan Menteri Perindustrian Nomor
41/M-IND/PER/6/2008 jo Peraturan Menteri Perindustrian Nomor
Industri, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri dan Peraturan Pemerintah
Nomor 107 Tahun 2014 adalah sifat pengaturan Peratruan Menteri Perindustrian
Nomor 41/M-IND/PER/6/2008 jo Peraturan Menteri Perindustrian Nomor
81/M-IND/PER/10/2014 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha
Industri, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri yang lebih bersifat teknis.
Dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Perindustrian Nomor
41/M-IND/PER/6/2008 jo Peraturan Menteri Perindustrian Nomor
81/M-IND/PER/10/2014 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha
Industri, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri, cara memberikan izin usaha
industri dapat dilakukan dengan persetujuan prinsip maupun tanpa persetujuan
prinsip.
Pemberian izin usaha industri dengan persetujuan prinsip menurut Pasal
4 ayat (1), diberikan kepada pelaku usaha industri yang melakukan kegiatan di
daerah Kawasan Industri atau Kawasan Berikat. Syarat yang harus dimiliki agar
dapat memiliki izin usaha industri dengan persetujuan prinsip menurut Pasal 5
ayat (2) adalah sebagai berikut :
a. Memiliki IMB
b. Memiliki Izin Lokasi
c. Izin Undang-undang Gangguan
d. Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan
Upaya Kelola Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan
(UPL)
Sedangkan menurut Pasal 21 Peraturan Menteri Perindustrian Nomor
41/M-IND/PER/6/2008 jo Peraturan Menteri Perindustrian Nomor
81/M-IND/PER/10/2014 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha
Industri, pemberian izin usaha industri dengan tanpa persetujuan prinsip,
diberikan dengan cara membuat surat pernyataan sesuai dengan surat SP-1, dan
bagi perusahaan yang berada di kawasan industri/ kawasan berikat, harus
BAB IV
PROSEDUR PEMBERIAN IZIN USAHA INDUSTRI DALAM PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA INDUSTRI, PERDAGANGAN, RUANGAN/GUDANG, DAN TANDA DAFTAR PERUSAHAAN OLEH
PEMERINTAH KOTA MEDAN
A.Jenis-jenis Izin yang Diberikan Oleh Pemerintah Daerah
Izin merupakan instrumen yuridis yang berbentuk ketetapan, yang
digunakan oleh pemerintah dalam menghadapi peristiwa konkret dan individual.
Peristiwa konkret tersebut dapat diartikan sebagai peristiwa yang terjadi pada
waktu tertentu, orang tertentu, tempat tertentu dan fakta hukum tertentu dan
bersifat beragam karena itu, sejalan dengan perkembangan masyarakat, izinpun
memiliki berbagai keragaamn tergantung cara dan prosedur tergantung pada
kewenangan pember izin, dan struktur organisasi yang mengeluarkannya.68
Contohnya adalah Dinas Pendapatan Daerah yang menerbutkan 9 macam
jenis izin, Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan yang menerbitkan 5 jenis izin,
Bagian Perekonomian menerbitkan 4 jenis izin, bagian Kesejahteraan rakyat yang
menerbitkan 4 jenis izin.69 Berbagai jenis izin dan instansi pemberi izin dapat saja
berubah seiring dengan perubahan kebijakan peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan izin tersebut.
Pada umumnya, wewenang pemerintah untuk mengeluarkan izin itu
ditentukan secara tegas dalam peraturan perundang-undangan. Karena peraturan
perundang-undangan tersebut merupakan suatu dasar yang bersifat konkrit dan
68
Ridwan HR, Op,cit. hal 216
69
tegas bagi pemerintah untuk melakukan penerbitan izin. Secara logika, tanpa
adanya kewenangan baik pemberian wewenang secara atribusi maupun dengan
pelimpahan wewenang secara delegasi maupun mandate, harus didasarkan pada
peraturan perundang-undangan.
Akan tetapi, dalam penerapannya menurut Marcus Lukman, kewenangan
pemerintah dalam bidang izin itu bersifat diskresionare power atau berupa
kewenangan bebas, dalam arti kepada pemerontah diberikan kewenangan untuk
mempertimbangkan atas dasar inisiatif yang berkaitan dengan pemberian izin.70
Pada dasarnya, apabila penerbitan izin tersebut diberikan berdasarkan
kebebasan bertindak dari pemerintah atau diskresi, memiliki keuntungan maupun
kerugian. Keuntungannya adalah apabila penerbitan izin berdasarkan asas
diskresi, maka penerbitan izin tersebut akan lebih mudah dan tidak menggunaka
prosedur yang terlalu rumit. Akan tetapi, kerugian pada saat penerbitan izin jika
didasarkan kepada diskresi akan membuka celah yang sebesar-besarnya bagi
pejabat yang berwenang menerbitkan izin untuk melakukan korupsi, terutama
dalam bentuk gratifikasi maupun penyalahgunaan jabatan dan wewenang.
Pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam melakukan berbagai
bentuk penerbitan izin, berdasarkan asas dekonsentrasi dari pemerintah pusat.
Selain itu, pemerintah daerah dalam meberikan izin, juga didasarkan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemerintah daerah dapat memberikan izin dengan dasar sebagaimana yang
disebutkan dalam BAB IV mengenai urusan pemerintahan pada Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2014 Jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang
Pemerintahan Daerah.
70
F.A.M Stroink dan J.G. Steenbeek, Inleiding in het Staats-en Administratief Recht,
Daerah otonom dalam rangka penerbitan izin, berdasarkan kondisi yang
ada pada daerah otonom tersebut. Artinya, setiap daerah tidak memiliki jenis-jenis
perizinan yang sama. Bentuk pengaturan mengenai perizinan tersebut akan di atur
lebih lanjut dengan peraturan daerah.
Selain itu, Pemerintah Kota Medan menerbitkan 25 jenis perizinan yang
didasarkan dengan Peraturan Daerah Kota Medan. Adapun Jenis Perizinan yang di
terbitkan oleh Pemerintah Kota Medan adalah sebagai berikut :71
NO usaha industri dan wajib
71
14 Izin Usaha
15 Izin Insidentil Perda
23 Izin
Jika dilihat dari contoh perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Kota
Medan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa setiap daerah memiliki
kewenangan untuk memberikan izin sebagai bentuk usaha pemerintahan daerah
Setiap kepala daerah dalam hal ini merupakan kepala pemerintahan yang
mendapatkan kewenangan berdasarkan asas dekosentrasi dari pemerintah pusat,
memiliki hak untuk menentukan bentuk-bentuk izin yang dapat diberikan oleh
pemerintah daerah. Akan tetapi, walaupun Kepala Daerah memiliki hak untuk
menerbitkan berbagai bentuk perizinan, harus sesuai dengan asas-asas perizinan
yang juga merupakan asas pemerintahan yang layak.
Pemerintah daerah dalam menerbitkan izin memiliki tujuan dan dasar
pemikiran tersendiri. Hal tersebut tidak terlepas dari usaha daerah untuk
memajukan daerahnya. Kewenangan tersbut diberikan kepada Pemerintah Daerah,
karena Pemerintah Daerah dianggap lebih mengetahui apa yang dibutuhkan oleh
daerah dalam upaya pembangunan daerah.
Selain itu, pemberian izin oleh daerah yang berbeda tersebut, juga
merupakan salah satu bentuk penerapan otonomi daerah, berdasarkan asas
otonomi daerah serta desentralisasi. Bentuk otonomi daerah ini sampai dengan
saat ini dianggap sangat efektif dalam upaya pembangunan daerah.
Selain untuk melakukan upaya pembangunan daerah, bentuk pemberian
izin daerah ini juga meupakan salah satu upaya dari pemerintah daerah untuk
menertibkan berbagai bentuk kegiatan usaha, menertibkan tata ruang kota, dan
sebagainya.
Dengan adanya peraturan daerah yang mengatur mengenai pemberian izin
atau penertiban izin, membuktikan bahwa pemerintah baik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah dalam penertiban izin harus didasarkan dengan
semata-mata hanya didasarkan dengan diskresi. Tujuan adanya peraturan daerah tersebut
adalah untuk menjamin kepastian hukum, keadilan, serta memaksimalkan
kemanfaatan bagi berbagai pihak.
B.Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Penerbitan Izin Usaha Industri
Izin merupakan instrumen yuridis yang digunakan oleh pemerintah untuk
mempengaruhi parga warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkannya guna
mencapai suatu tujuan konkret.72 Sebagai suatu instrumen yuridis, izin berfungsi
selaku ujung tombak instrument hukum sebagai pengarah, perekayasa dan
perancang masyarakat adil dan makmur itu dijelmakan.73 Selain itu, menurut
Prajudi Armosusdirdjo, tujuan dan fungsi dari pemberian izin adalah untuk
menertibkan masyarakat.74
Untuk mencapai tujuan dari penerbitan izin tersebut, perlu regulasi yang
memiliki kompetensi yang baik dalam mengatur tata cara dan prosedur pemberian
atau penerbitan izin tersebut, serta perlu regulasi yang tegas mengenai organ
pemerintahan yang dapat menerbitkan izin tersebut.
Pembuatan dan penerbitan ketetapan izin merupakan tindakan
pemerintahan. Sebagai tindakan hukum, maka harus ada wewenang yang
diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau berdasarkan pada asasa
legalitas.75 Tanpa ada dasar wewenang, tindakan hukumm tersebut menjadi tidak
sah. Oleh karena itu, dalam hal membuat dan menerbitkan izin yang merupakan
72
Soehino, Asas-asas Hukum Tata Pemerintahan, Liberty : Yogyakarta, 1984. hal 97
73
Ridwan HR, Op.cithal217
74
Prajudi Atmosudirdjo, Op.cit.hal 23
75
tindakan pemerintahan tersebut juga harus didasarkan wewenang yang diberikan
oleh peraturan perundang-undagan yang berlaku. Karena tanpa adanya wewenang
tersebut, maka izin yang diterbitkan tersebut dianggap tidak sah.
Undang-undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat 3 yang menyatakan bahwa
Indonesia adalah negara hukum, juga menjadi suatu dasar konstitusional terhadap
kewenangan tersebut. salah satu prinsip negara hukum menurut Jimly Asshiddiqie
adalah adanya asas legalitas (due process of law).76 Dalam pemikirian mengenai
due process of law oleh Jimly Asshiddiqie bahwa setiap negara hukum
dipersyaratkan berlakunya asas legalitas dalam segala bentuknya. Due process of
law adalah segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan
perundang-undangan yang sah dan tertulis. Peraturan perundang-undangan yang
tertulis harus ada dan berlaku lebih dulu atau mendahului tindakan atau perbuatan
administrasi yang dilakukan. Dengan demikian, setiap perbuatan atau tindakan
administrasi harus didasarkan atas atruran (regels). Prinsip normatif demikian
nampaknya sangat kaku dan dapat menyebabkan birokraso menjadi lamban.
Karena itu, untuk menjamin ruang gerak para pejabat administrasi negara dalam
menjalankan tugasnya, maka sebagai pengimbang diakui pula adanya prinsip
Frijsermessen yang memungkinkan para pejabat administrasi negara
mengembangkan dan menetapkan sendiri beleid-regels atau policy rules yang
berlaku internal secara bebas dan mandiri dalam rangka menjalankan tugas
jabatan yang dibebankan olleh peraturan yang sah.77
76
Jimly Asshiddiqie, Artikel, “Prinsip Pokok Negara Hukum”, www.jimly.com/pemikiran/view/11. Diakses pada tanggal 21 Mei 2016 Pada Pukul 13:50. WIB
Pendapat dari Jimly Asshiddiqie di atas, ternyata memiliki persamaan
dengan pendapat dari F.A.M. Stroink yang dikutip oleh Ridwan HR, bahwa :
“Salah satu prinsip dalam negara hukum adalah pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, setiap tindakan hukum pemerintah, baik dalam menjalankan fungsi pengaturan maupun fungsi pelayanan, harus didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh pemerintah yang berlaku. Untuk dapat melaksanakan dan menegakan ketentuan hukum positif perlu wewenang. Tanpa wewenang tidak dapat dibuat keputusan yuridis yang bersifat konkret”
Dalam penerbitan izin, seharusnya organ pemerintahan yang memiliki izin
dalam melakukan penerbitan izin haruslah merupakan organ pemerintahan
tunggal. Artinya, lebih baik tidak terdapat lebih dari satu organisasi pemerintahan
dalam menerbitkan satu jenis izin. Beragamnya organ pemerintahan yang
berwenang memberikan izin dapat meyebabkan tujuan dari kegiatan yang
membutuhkan izin tertentu menjadi terhambat. Bahkan tidak mencapai sasaran
yang akan dicapai.78
Soehardjo berpendapat pada tingkat tertentu regulasi mengenai perizinan
di Indonesia pada saat ini mengakibatkan tingginya tingkat kejenuhan dan timbul
gagasan yang mendorong untuk menyederhanakan pengaturan, prosedur dan
birokrasi. Keputusan-keputusan pejabat sering membutuhkan waktu yang lama,
misalnya pengeluaran izin yang akan memakan waktu hingga berbulan-bulan,
sementara usaha tersebut perlu berjalan cepat dan terlalu banyaknya mata rantai
dalam prosedur perizinan banyak membuang waktu dan biaya.79
78
Soehardjo, Hukum Administrasi Negara (Pokok-pokok Pengertian Serta Perkembangannya di Indonesia), Badan Penerbit Universitas Diponegoro : Semarang, 1991. hal 25
79
Dalam memberikan izin di Indonesia, organ pemerintahan yang ada di
Indonesia, harus memiliki peraturan perundang-undangan yang melegitimasi
tindakan pemerintahan tersebut. Hal tersebut merupakan implikasi Pasal 1 ayat (3)
Undang-undang Dasar yang menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara
hukum.
Wewenang Pemerintah Daerah dalam menerbitkan izin usaha, khususnya
izin usaha industri, diatur pada Pasal 7 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Perindustrian sebagai berikut :
“Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota secara bersama-sama atau sesuai dengan kewenanganan masing-masing menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perindustrian sebagaimana yang di atur dalam undang-undang ini”
Selain itu, Undang-undang Nomo 23 Tahun 2014 jo Undang-undang
Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan payung
hukum bagi pemerintah daerah dalam melakukan usaha pemerintahan, juga
memberikan kewenangan kepada Pemerintah daerah dalam memberikan izin
usaha khususnya industri, pada Pasal 12 ayat (3) huruf g Undang-undang Nomo
23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan
Daerah,bahwa salah satu yang menjadi urusan pemerintahan daerah adalah
perindustrian, termasuk penerbitan izin usaha industri.
Kewenangan Pemerintah Daerah dalam penerbitan izin yang di atur
dalam Undang-undang Tentang Perindustrian dan Undang-undang Pemerintahan
Daerah, merupakan wujud asas dekosentrasi, yang bertujuan untuk memajukan
Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015 Tentang
Perindustrian, juga menjadi dasar hukum adanya kewenangan pemerintah daerah
dalam hal kewenangan pemerintah daerah memberikan izin usaha industri.
Selanjutnya, mengenai hal-hal teknis dalam penerbitan izin oleh daerah,
harus didasarkan dengan peraturan yang bersifat teknis pula. Peratruan Menteri
Perindustrian Nomor 41/M-IND/PER/6/2008 jo Peraturan Menteri Perindustrian
Nomor 81/M-IND/PER/10/2014 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Izin Usaha Industri menjadi salah satu bentuk aturan yang bersifat teknis dalam
penerbitan atau pemberian izin oleh Menteri Perindustrian.
Terkait aturan teknis mengenai tata cara pemberian izin usaha industri
yang diterbitkan oleh pemerintah daerah, seharusnya perangkat-perangkat daerah
otonom, membuat peraturan daerah yang bersifat khusus mengenai penerbitan izin
usaha industri.
Peraturan Daerah terkait pemberian izin usaha industri, juga menjadi
legalitas bagi pemerintah daerah tersebut untuk menerbitkan atau memberikan izin
usaha industri. Tanpa peraturan Daerah tersebut, daerah otonom tidak memiliki
legalitas untuk memberikan izin usaha khususnya izin usaha industri kepada
pelaku kegiatan usaha, walaupun secara hirarki peraturan daerah menduduki
hirariki yang lebih rendah jika dibandingkan dengan undang-undang dan
peraturan menteri.
Undang-undang, Peraturan Menteri maupun Peraturan Daerah yang
memberikan izin usaha industri tersebut, harus memuat substansi yang sejalan
Karena, ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan-peraturan tersebut
tidak boleh bertentangan satu sama lainnya, sesuai dengan Pasal 7 ayat (1)
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Peraturan Perundang-undangan.
Salah satu contoh Peraturan Daerah yang melegitimasi Pemerintah Daerah
dalam memberikan izin usaha industri, adalah Peraturan Daerah Kota Medan
Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Retribusi Izin Usaha Industri, Perdagangan,
Ruangan/Gudang, dan Tanda Daftar Perusahaan.
Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Retribusi
Izin Usaha Industri, Perdagangan, Ruangan/Gudang, dan Tanda Daftar
Perusahaan menjadi salah satu dasar kewenangan bagi Pemerintah Kota Medan
dalam menerbitkan izin usaha industri.
C.Prosedur Pemberian Izin Usaha Industri Dalam Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Retribusi Izin Usaha Industri, Perdagangan, Ruangan/Gudang, dan Tanda Daftar Perusahaan
Dalam izin, dinyatakan siapa yang memberikannya, biasanya dari kepala
surat dan penandatanganan izin akan nyata organ mana yang memberikan izin.
Pada umumnya pembuat aturan akan menunjuk organ berwenang dalam sistem
perizinan. Organ yang paling berbekal mengenai materi dan tugas bersangkutan,
dan hampir selalu yang terkait adalah organ pemerintahan. Oleh karena itu, bila
dalam suatu undang-undang tidak dinyatakan dengan tegas organ dari lapisan
pemerintahan tertentu yang berwenang, tetapi misalnuua hanya dinyatakan secara
umum bahwa “haminte” yang berwenang, maka dapat diduga bahwa yang