BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Riset dan Teknologi
Fakultas Pertanian Universitas Suamtera Utara, Medan. Penelitian dimulai dari
bulan Desember 2016.
Bahan dan Alat Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Mikroorganisme
Lokal (MOL) “Ginta” sebagai sumber isolat, aquadest sebagai penambahan air di
mol ginta, alkohol sebagai bahan aseptis, spritus sebagai bahan bakar bunsen saat
bekerja dengan media, media agar sebagai media biakan baru bagi bakteri isolat.
Alat
Alat yang digunakan adalah autoclave sebagai alat sterilisasi alat dan
bahan, labu erlenmeyer sebagai tempat pencampuran media agar, cawan petri
sebagai alat untuk menanam media baru dari isolat, bunsen dan alkohol sebagai
alat aseptis, jarum ose untuk memindahkan isolat dari sumber isolatnya,
aluminium foil dan cling wrap sebagai penutup erlenmeyer, aqua galon besar
sebagai tempat inkubasi mol ginta.
Metode Penelitian
Penelitian disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola
searah dengan 7 (tujuh) perlakuan dengan 3 (tiga) ulangan sehingga diperoleh 21
unit percobaan. Susunan perlakuan berdasarkan lama inokulasi sebagai berikut
H0 : lama inokulasi 0 jam
H1 : lama inokulasi 24 jam
H2 : lama inokulasi 48 jam
H3 : lama inokulasi 72 jam.
H4 : lama inokulasi 96 jam
H5 : lama inokulasi 120 jam
H6 : lama inokulasi 144 jam
Fermentasi ampas sagu dengan inokulum mikroorganisme local MOL
“Ginta” dilakukan dengan pH awal 6 dan suhu 35 C dengan perlakuan lama
inokulasi 0,24, 48, 72, 96, 120 dan 144 jam. Alur fermentasi dapat dilihat pada
gambar 1.
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji orthogonal polinomial
untuk melihat trend pengaruh lama inokulasi terhadap kandungan protein kasar
dan serat kasar ampas sagu (Gaspersz, 1991). Selanjutnya data dianalisis secara
statistik dengan bantuan software SPSS Ver.13,0 untuk melihat kurva respon.
Parameter Penelitian
1. Kadar Protein Kasar (AOAC 1995)
Prinsip dari analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan protein
kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam
analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi dan titrasi.
a. Tahap destruksi
Sampel ditimbang seberat 0,05 gram, kemudian dimasukkan ke dalam
tabung reaksi dan tambahkan 1 gram selenium 2,5 ml H2SO4 dan 3 tetes H2O2.
Pengatur panas pada alat destruksi diputar dengan skala 2 hingga mencapai skala
10. Sampel yang telah di destruksi kemudian diencerkan larutan dengan
menggunakan H2
b. Tahap distilasi
O (Aquades) sebanyak 50 ml dan dikocok. Dan dimasukkan
kedalam botol kjehldahl.
Disediakan tabung kjehldahl dan erlemenyer. Pada tabung kjehldahl
dimasukkan sampel yang telah diencerkan sebanyak 10 ml dan ditambahkan
penolphtalen 3 tetes dan NaOH 50% sampai larutan menjadi merah. Pada
erlemenyer dimasukkan asam borax (H3BO3
c. Tahap titrasi
) 3% sebanyak 5 ml ditambahkan
aquadest sebanyak 25 ml serta indicator mix 2 tetes. Kedua tabung yang telah
berisi larutan tersebut dipasangkan pada alat destilasi kjehldahl kemudian di
destilasi hingga larutan pada erlemenyer bertambah menjadi 150 ml dan destilasi
dihentikan kemudian erlemenyer dikeluarkan untuk dititrasi.
Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan
erlemenyer berubah warna menjadi pink dan dihitung dengan blanko (0.05)..
Perhitungan kadar protein adalah sebagai berikut :
Volume HCl x N HCl x 14,01x 6,25 x FP
mg sampel
Keterangan : FP = Faktor Pengenceran
2. Kadar Serat Kasar (AOAC 1995)
Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan atau pertanian setelah
diperlakukan dengan asam dan alkali mendidih yang terdiri dari selulosa dengan % Protein =
sedikit lignin dan pentosa. Sampel yang akan diukur dihaluskan terlebih dahulu
sehingga dapat melalui saringan diameter 1 mm dan diaduk merata. Sebanyak
1 gram sampel di masukkan ke dalam beaker glass, kemudian ditambahkan 150
ml H2SO4 1,25% mendidih dan dididihkan selama 30 menit dan sekali-sekali
digoyang-goyang. Dipasang corong pengisap yang telah dilapisi kertas saring ke
vacump pump kemudian dituang rebusan sample dan biarkan air rebusan dihisap
habis setelah itu dicuci dengan air panas 100 ml. Diambil sampel dan dimasukkan
ampasnya kedalam beaker glass dan ditambahkan 150 ml NaOH 1.25% kemudian
direbus dengan skala tinggi sampai mendidih kemudian diturunkan skala
perebusannya dan direbus selama 30 menit. Kemudian dipasang corong pengisap
yang telah dilapisi kertas saring ke vacump pump. Dituang rebusan sampel dan
biarkan air rebusan dihisap habis setelah itu dicuci dengan air panas 100 ml,
ethanol 20 ml dan terakhir dengan diethyl ether 20 ml. Diambil residu sampel
beserta kertas saringnya dan dimasukan kedalam cawan porselen. Cawan porselen
dimasukkan ke oven 105oC selama 12 jam, kemudian dimasukkan ke desikator ± i
jam, kemudian ditimbang. Setelah itu dipijarkan kedalam tanur 600o
(B - ( A+ C))
C selama 8
jam sampai putih (menjadi abu). Kemudian dimasukkan kedalam desikator selama
1 jam, kemudian ditimbang. Kadar serat kasar dapat diperoleh sebagai berikut:
Berat Sampel
Keterangan : A = Berat kertas saring (g)
B = Berat kertas saring + berat sampel (g)
Alur Proses Fermentasi Ampas sagu dengan inokulum
Ampas Sagu 30 gr + aquades 60%
Sterilisasi dengan autoclave pada suhu 121oC tekanan 1 atm + selama 15 menit
Inokulum Mikroorganisme Lokal (MOL) “Ginta” 1 % Campuran nutrient
Inokulasi pada suhu 350C sesuai dengan perlakuan (0, 24, 48, 72, 96, 120 dan
144 jam)
Protein Kasar Serat Kasar
Gambar 1. Alur fermetasi ampas sagu dengan inokulum
Keterangan :
Campuran nutrient terdiri dari : Sukrosa 25-50 g/l, Ammonium nitrat (NH4NO3)
2,25 g/l, Kaliumhydrogen phosphate (KH2PO4) 0,3 g/l, Magnesium (MgSO4)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar
Data rataan kandungan protein kasar dan serat kasar ampas sagu
(Metroxylon sagu) yang diinokulasi dengan Mikroorganisme Lokal (MOL)
“Ginta” dapat dilihat padaTabel 1.
Tabel 1. Rataan Kandungan Protein Kasar (PK) dan Serat Kasar (SK)
Ampas Sagu (metroxylon sagu) yang Diinokulasi dengan Mikroorganisme Lokal
(MOL) “Ginta” dengan Lama yang Berbeda.
Hasil uji kandungan protein kasar dan serat kasar ampas sagu yang
diinokulasi dengan lama yang berbeda masing-masing menghasilkan kandungan
protein kasar tertinggi pada perlakuan H6U3 yaitu 5,58% dan terendah yaitu pada
perlakuan H0U2 yaitu 3,22%. Kandungan serat kasar yang tinggi diperoleh pada
perlakuan H1U1 yaitu 19,99% dan terendah pada perlakuan H6U3 yaitu 18,23%.
1. Protein Kasar
Pengaruh lama inokulasi ampas sagu (Metroxylon sagu) dengan
menggunakan Mikroorganisme Lokal (MOL) “Ginta” terhadap kandungan
protein kasar berdasarkan analisis kurva respon dapat dilihat pada gambar 2.
Berdasarkan hasil analisis kurva respon, diketahui bahwa protein kasar
memberikan respon yang sifatnya polinomial (kuadratik) terhadap lama inokulasi
ampas sagu. Besarnya hubungan korelasi lama inokulasi ampas sagu terhadap
kandungan protein kasar yaitu 68,1%.
Terjadinya peningkatan kandungan protein kasar pada ampas sagu pada
dari H6U3 yaitu inokulasi selama 144 jam disebabkan karena adanya penambahan
protein asal mikroba Mikroorganisme Lokal (MOL) “Ginta” yang dinamakan
protein sel tunggal. Hal ini didukung oleh pendapat Tompoebolon (2009), yang
menyatakan bahwa mikroorganisme lokal (MOL) “Ginta” merupakan protein sel
tunggal (kapang) yang mengandung protein tinggi, sehingga penambahan jumlah
starter dengan Mikroorganisme Lokal (MOL) “Ginta” pada ampas sagu akan
menambah pula kandungan protein kasar ampas sagu fermentasi. Ditambahkan
pula oleh Dewi, dkk (2008), menyatakan bahwa protein mikroba dikenal dengan
adalah istilah yang digunakan untuk protein kasar atau murni yang berasal dari
mikroorganisme, salah satunya adalah kapang.
Kurva Respon Ampas Sagu terhadap Protein kasar
Gambar 2. Kurva Respon Pengaruh Lama Inokulasi Ampas Sagu (Metroxylon sagu) dengan Menggunakan Mikroorganisme Lokal (MOL) “Ginta” Terhadap Kandungan Protein kasar.
Kandungan protein kasar pada ampas sagu mulai menurun pada perlakuan
H0U2 (0 jam). Hal ini dikarenakan dalam waktu 0 jam Mikroorganisme Lokal
(MOL) “Ginta” sudah tidak berkembang lagi bahkan mulai masuk pada fase
kematian. Hal ini didukung oleh pendapat Izzati dan Yusnidar (2010) bahwa pada
hari pertama dan kedua Mikroorganisme Lokal (MOL) “Ginta”berada pada fase
lag, Fase ini merupakan fase penyesuaian diri mikroba dengan lingkungan yang
baru. Selama fase ini, pembelahan sel berlangsung lambat. Hari ke-2 (24 jam)
hingga ke-3 (72 jam) pertumbuhan Mikroorganisme Lokal (MOL) “Ginta”
mengalami fase logaritmik, pada fase ini mikroba sedang aktif melakukan
0 1 2 3 4 5 6
H0 H1 H2 H3 H4 H5 H6
Protein kasar
metabolisme. Hari ke-4 (96 jam) hingga ke-6 (144 jam) Mikroorganisme Lokal
(MOL) “Ginta” memasuki fase stasioner, pada fase ini sudah tidak terjadi
perkembangan lagi. Pada fase ini sel menjadi kecil karena sel tetap membelah
walaupun ketersediaan nutrisi pada medium sudah sangat berkurang. Setelah
mengalami fase stasioner mikroba mulai memasuki fase kematian.
2.Serat Kasar
Pengaruh lama inokulasi ampas sagu (Metroxylon sagu) dengan
menggunakan Mikroorganisme Lokal (MOL) “Ginta”terhadap kandungan serat
kasar berdasarkan analisis kurva respon dapat dilihat pada gambar 3.
Serat kasar
Gambar 3. Kurva Respon Pengaruh Lama Inokulasi Ampas Sagu (Metroxylon sagu) dengan Menggunakan Mikroorganisme Lokal (MOL) “Ginta” Terhadap Kandungan Serat Kasar.
Berdasarkan hasil analisis kurva respon, diketahui bahwa serat kasar
memberikan respon yang sifatnya polinomial (linier) terhadap lama inokulasi
ampas sagu. Besarnya hubungan korelasi lama inokulasi ampas sagu dengan
0 5 10 15 20 25
H0 H1 H2 H3 H4 H5 H6
menggunakan Mikroorganisme Lokal (MOL) “Ginta”terhadap kandungan serat
kasar yaitu 92,7%.
Terjadinya penurunan kandungan serat kasar ampas sagu hasil fermentasi
dengan Mikroorganisme Lokal (MOL) “Ginta” dari hari ke-0 hingga hari ke-6
yaitu pada perlakuan H0 sampai pada perlakuan H6 menandakan bahwa
Mikroorganisme Lokal (MOL) “Ginta” berperan aktif menghasilkan enzim
selulase yang berfungsi untuk mendegradasi ampas sagu. Hal ini didukung oleh
pendapat Tampoebolon (2009) bahwa peningkatan lama waktu inkubasi
menyebabkan meningkatnya kesempatan Mikroorganisme Lokal (MOL) “Ginta”
untuk melakukan pertumbuhan dan fermentasi, sehingga semakin lama waktu
inkubasi maka kesempatan Mikroorganisme Lokal (MOL) “Ginta” untuk
mendegradasi ampas sagu semakin tinggi. Ditambahkan pula oleh Widya (2005)
menyatakan bahwa enzim selulase merupakan salah satu enzim yang dihasilkan
oleh mikroorganisme yang berfungsi untuk mendegradasi selulosa menjadi
glukosa.
Penurunan serat kasar pada hasil fermentasi ampas sagu disebabkan
karena adanya kerja dari ensim selulase yang dihasilkan oleh Mikroorganisme
Lokal (MOL) “Ginta” yang bekerja untuk merombak serat kasar. Hal ini
didukung oleh pendapat Nurhayati (2010) bahwa pertumbuhan yang baik dari
kapangMikroorganisme Lokal (MOL) “Ginta” diharapkan memprodukasi enzim
selulase dalam jumlah banyak sehingga dapat digunakan merombak dan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Ampas sagu hasil inokulasi Mikroorganisme Lokal (MOL) “Ginta”
mengandung protein kasar lebih tinggi dan serat kasar yang lebih rendah
dibandingkan yang tidak diinokulasi. Peningkatan lama inokulasi dari 0-114 jam
pada kandungan protein memberikan respon yang bersifat kuadratik dimana
puncak tertinggi kandungan protein lebih pada lama inokulasi 120 jam.
Peningkatan lama inokulasi dari 0-114 jam pada kandungan serat kasar
memberikan respon yag bersifat linear dimana kandungan serat kasar terendah
terlihat pada lama inokulasi 114 jam.
Saran
Disarankan dalam penelitian selanjutnya bahwa lamanya waktu inokulasi
sampai 248 jam untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.