• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Konsumen Atas Pernyataan yang Menyesatkan oleh Produsen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Konsumen Atas Pernyataan yang Menyesatkan oleh Produsen"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG TAHUN 1999

A. Sejarah Perlindungan Konsumen

Melihat realitas begitu lemahnya kedudukan konsumen berkenaan dengan

penyampain iklan yang menyesatkan, timbul pemikiran untuk melibatkan peran

serta negara guna memberikan perlindungan terhadap konsumen periklanan. Di

samping itu, merupakan kewajiban negara terhadap setiap warga negaranya, untuk

melindungi setiap warganya dari perbuatan, ancaman, maupun gangguan yang

dapat menimbulkan kerugian, termasuk dalam hal memberikan perlindungan dari

pemberian informasi yang menyesatkan konsumen.23

Campur tangan negara dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari

dampak negatif kekuatan pasar yang cendrung dapat merugikan konsumen. Di

samping itu, campur tangan pemerintah juga penting untuk melindungi hak-hak

konsumen.24

Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran

konsumen akan haknya masih rendah.25 Oleh karena itu, UUPK dimaksudkan

menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan

23

Dedi Harianto, op.cit., hal. 10.

24

Ibid., hal. 18.

25

(2)

konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen

melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.26

Konsumen perlu diberikan suatu pemberdayaan konsumen melalui

pembinaan dan pendidikan konsumen.27 Perlunya peraturan yang mengatur

perlindungan konsumen karena lemahnya posisi konsumen dibandingkan posisi

pelaku usaha, karena mengenai proses sampai hasil produksi barang atau jasa

yang telah dihasilkan tanpa campur tangan konsumen sedikitpun sehingga

kenyataan konsumen selalu berada dalam posisi yang dirugikan.

Untuk tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran merupakan tujuan dari

pembangunan nasional yang menjadi tanggung jawab bersama (seluruh komponen

bangsa) untuk mewujudkannya.28 Pelaku usaha merupakan salah satu komponen

yang turut bertanggungjawab dalam mengusahakan tercapainya kesejahteraan

rakyat itu.29 Maka di dalam berbagai peraturan perundang-undangan dibebankan

sejumlah hak dan kewajiban serta hal-hal yang menjadi tanggung jawab pelaku

usaha.30 Produsen sebagai pelaku usaha mempunyai tugas dan kewajiban untuk

ikut serta menciptakan dan menjaga iklim usaha yang sehat yang menunjang bagi

pembanguan perekonomian nasional secara keseluruhan.31 Karena itu, kepada

pelaku usaha dibebankan tanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan kewajiban

(3)

dari segi aspek pertanggungjawaban, produsen dibebani dua aspek

pertanggungjawaban dan dua jenis pertanggungjawaban.32

Oleh karena itu, baik produsen maupun penjual (penyalur) berkewajiban

menjamin kualitas produk yang mereka pasarkan sesuai dengan jaminan atau

garansi bahwa barang yang dibeli sesuai dengan standart kualitas produk

tertentu.33

Hukum perlindungan konsumen merupakan masalah yang menarik dan

menjadi perhatian Pemerintah Indonesia. Perlindungan konsumen merupakan hal

yang perlu untuk terus dilakukan karena berkaitan dengan upaya mensejahterakan

masyarakat berkaitan dengan semakin berkembangnya transaksi perdagangan

pada zaman modern ini.34 Alasan utama yang melatarbelakangi lahirnya hukum

perlindungan konsumen ini adalah karena berkembangnya industri secara cepat

dan menunjukkan kompleksitas yang tinggi.

Akibat negatif industrialisasi yang menimbulkan banyak korban karena memakai

atau mengkonsumsi produk-produk industri perlu di atasi.35

Alasan mengenai perlunya perlindungan konsumen di Indonesia dapat

dirumuskan sebagai berikut :36

1. Perlindungan kepada konsumen berarti juga perlindungan

terhadap seluruh warga negara Indonesia sebagaimana yang

diamanatkan dalam tujuan pembangunan nasional yang tercantum

dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

M. Sadar, MOH. Taufik Makarao, dan Habloel Mawadi , op.cit., hal. 1.

35

Janus Sidabalok, op.cit., hal. 28.

36

(4)

2. Pelaksanaan pembangunan nasional membutuhkan

manusia-manusia sehat dan berkualitas, yang diperoleh melalui penyediaan

kebutuhan secara baik dan cukup. Oleh karena itu, konsumen

perlu dilindungi untuk mendapatkan kebutuhan yang baik dan

cukup itu.

3. Modal dalam pelaksanaan pembangunan nasional berasal dari

masyarakat. Karena itu, masyarakat konsumen perlu didorong

untuk berkonsumsi secara rasional serta dilindungi dari

kemungkinan timbulnya kerugian harta benda sebagai akibat dari

perilaku curang pelaku usaha.

4. Perkembangan teknologi, khususnya teknologi manufaktur,

mempunyai dampak negatif berupa kemungkinan hadirnya

produk-produk yang tidak aman bagi konsumen. Dampak negatif

ini kemudian dapat meluas manakala perilaku pelaku

usaha/produsen dalam penggunaan teknologi itu tidak

bertanggung jawab. Karena itu, masyarakat konsumen perlu

dilindungi dari kemungkinan dampak negatif itu.

5. Kecenderungan untuk mencapai untung yang tinggi secara

ekonomis ditambah dengan persaingan yang ketat di dalam

berusaha dapat mendorong sebagian pelaku usaha untuk bertindak

curang dan tidak jujur, yang akhirnya merugikan kepentingan

(5)

kemungkinan timbulnya kerugian sebagai akibat dari perilaku

curang tersebut.

6. Masyarakat konsumen perlu diberdayakan melalui pendidikan

konsumen, khususnya penanaman kesadaran akan hak-hak dan

kewajibannya sebagai konsumen. Hal yang sama juga berlaku

kepada pelaku usaha, supaya pelaku usaha senantiasa

memperhatikan kepentingan konsumen dengan sungguh-sungguh

dengan melaksanakan kewajibannya dengan baik.

Kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas

gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas-batas suatu wilayah

suatu negara, sehingga barang dan/atau jasa yang ditawarkan bervariasi, baik

produksi luar negeri maupun dalam negeri.37 Kondisi dan fenomena tersebut dapat

mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang

karena konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang

sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta

penerapan perjanjian standart merugikan konsumen.38 Faktor utama yang menjadi

kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih

rendah.39 Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen,

posisi tawar yang dimiliki konsumen tergolong rendah, serta rendahnya

pengetahuan konsumen mengenai hak-haknya yang sudah diatur dalam

perundang-undangan, yaitu UUPK. 40

37

Abdul Halim Barkatulah, op.cit., hal. 11.

38

Ibid., 12.

39

Adrian Sutedi, op.cit., hal. 1.

40

(6)

Dalam sejarah perlindungan konsumen Amerika Serikat sebagai negara

yang paling banyak memberikan sumbangan terhadap perlindungan konsumen

melalui gerakan-gerakan perlindungan konsumen berhasil membentuk Liga

Konsumen pada tahun 1891 dan Liga Konsumen Nasional (The National

Consumer’s League) pada tahun 1983.41 Organisasi ini kemudian tumbuh dan

berkembang dengan pesat sehingga pada tahun 1903 Liga Konsumen Nasional

Amerika Serikat telah berkembang menjadi 64 cabang yang meliputi 20 negara

bagian.42 Bahkan pada tingkat suprastruktur politik, John F. Kennedy, pada

tanggal 5 Maret 1962 mengucapkan pidato kenegaraan di hadapan Kongres

Amerika Serikat terkait perlindungan konsumen berjudul “A Special Message of

Protction the Consumer Interest”.43 Keberadaan konsumen juga semakin

mendapat perhatian ketika IOCU (International Organization of Consumer

Union) yang merupakan organisasi internasional untuk konsumen, menetapkan

bahwa pada tahun 1995 setiap tanggal 15 Maret diperingati sebagai hari Hak

Konsumen Sedunia.44

Di Indonesia wacana perlindungan konsumen baru memperoleh perhatian

pada tahun 1970 dengan lahirnya Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) bulan Mei

1973.45 Secara historis, awalnya yayasan ini berdiri atas dasar desakan

masyarakat,dimana kegiatan promosi harus diimbangi dengan langkah-langkah

41

Endang Sri Wahyuni, Aspek Hukum Sertifikasi & keterkaitannya dengan Perlindungan Konsumen, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 80.

42

Ibid.

43

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta : Grasindo, 2006), hal. 45.

44 Imedla Martinelli, “Tiga Isu Penting Dalam Transaksi Konsumen dalam Era Hukum”

Jurnal Hukum Ekonomi, Edisi X , Nomor 11/Th3/1997, hal. 56.

45

(7)

pengawasan agar masyarakat tidak dirugikan serta kualitas dapat terjamin.46

Lembaga ini dipandang sebagai perintis advokasi konsumen di Indonesia karena

keberadaan YLKI membantu dalam upaya peningkatan kesadaran atas hak hak

konsumen dan juga sekaligus mengadakan upaya advokasi langsung melalui jalur

pengadilan.47

Semangat dan kerja keras YLKI inilah akhirnya yang menjadi pemicu

lahirnya UUPK. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh lainnya datang

dari keterkaitan Indonesia terhadap PBB, dorongan World Trade Organization

(WTO), program International Monetary Fund (IMF), dan program Bank Dunia

juga melatarbelakangi lahirnya UUPK.48 Puncak dari kegiatan ini adalah lahirnya

YLKI dengan motto “melindungi konsumen”, “menjaga martabat konsumen”, dan

“membantu pemerintah”. 49 Selanjutnya, suara-suara untuk memberdayakan

konsumen semakin gencar, baik melalui ceramah-ceramah, seminar-seminar,

maupun melalui tulisan-tulisan di media massa. Puncaknya adalah lahirnya

UUPK.50

B. Asas-Asas Hukum Perlindugan Konsumen

Sudikno Mertokusumo memberikan ulasan asas hukum sebagai berikut :

“bahwa asas hukum bukan merupakan hukum kongkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau merupakan latar belakang peraturan yang kongkrit yang terdapat dalam dan dibelakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan

Endang Sri Wahyuni, op.cit., hal. 85.

50

(8)

dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat atau ciri-ciri yang umum dalam peraturan yang kongkrit tersebut”.51

Radbruch, menyebutkan bahwa kemanfaatan, keadilan, dan kepastian

sebagai “tiga ide dasar hukum” atau “tiga nilai dasar hukum” yang berarti dapat

dipersamakan dengan asas hukum.52

Perlindungan Konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama seluruh

pihak yang terkait, yaitu : masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah berdasarkan

5 (lima) asas, Pasal 2 UUP : 53

1. Asas Manfaat

Untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan

perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi

kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. Asas ini

mengkehendaki bahwa pengaturan dan penegakan hukum perlindungan

konsumen tidak dimaksudkan untuk menempatkan salah satu pihak diatas

pihak lain atau sebaliknya, tetapi adalah untuk memberikan kepada

masing-masing pihak, produsen dan konsumen apa yang menjadi haknya.

Dengan demikian, diharapkan bahwa pengaturan dan penegakan hukum

perlindungan konsumen bermanfaat bagi seluruh lapisan masyaarakat dan

pada gilirannya bermanfaat bagi kehidupan berbangsa;

2. Asas Keadilan

51

Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum : Suatu Pengantar , (Jakarta : Liberty, 1996), hal.5.

52 Peter Mahmud Marzuki, “The Need for the Indonesian Economic Legal Framework”, Jurnal

Hukum Ekonomi, Edisi IX, Agustus, 1997, hal. 28.

53

(9)

Dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara

maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku

usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara

adil. Asas ini menghendaki bahwa melalui pengaturan dan penegakan

hukum perlindungan konsumen ini, konsumen dan produsen dapat berlaku

adil melalui perolehan hak dan penunaian kewajiban secara seimbang.

Karena itu, undang-undang ini mengatur sejumlah hak dan kewajiban

konsumen dan pelaku usaha (produsen);

3. Asas Keseimbangan

Untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku

usaha, dan pemerintah dalam arti materi dan spiritual. Asas ini

menghendaki agar konsumen, pelaku usaha (produsen), dan pemerintah

memperoleh manfaat yang seimbang dari pengaturan dan penegakan

hukum perlindungan konsumen. Kepentingan antara konsumen, produsen,

dan pemerintah diatur dan harus dan diwujudkan secara seimbang sesuai

dengan hak dan kewajibannya masing-masing dalam kehidupan berbangsa

dan bernegara. Tidak ada salah satu pihak yang mendapat perlindungan

atas kepentingannya yang lebih besar dari pihak lain sebagai komponen

bangsa dan negara;

4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen

Memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen

dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa

(10)

hukum bahwa konsumen akan memperoleh manfaat dari produk yang

dikonsumsi/dipakainya, dan sebaliknya bahwa produk itu tidak akan

mengancam ketenteraman dan keselamatan jiwa dan harta bendanya.

Karena itu, undang-undang ini membebankan sejumlah kewajiban yang

harus dipenuhi dan menetapkan sejumlah larangan yang harus dipatuhi

oleh produsen dalam memproduksi dan mengedarkan produknya;

5. Asas Kepastian Hukum

Baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh

keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara

menjamin kepastian hukum. Artinya, undang-undang ini mengharapkan

bahwa aturan-aturan tentang hak dan kewajiban yang terkandung di dalam

undang-undang ini harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari

sehingga masing-masing pihak memperoleh keadilan. Oleh karena itu,

negara bertugas dan menjamin terlaksananya undang-undang ini sesuai

dengan bunyinya.

Dengan memperhatikan substansi Pasal 2 UUPK berikut penjelasannya,

tampak bahwa perumusannya mengacu pada filosofi pembangnan nasional yaitu

pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada Falsafah

negara Republik Indonesia.54 Kelima asas yang disebutkan dalam pasal tersebut,

bila diperhatikan substansinya, dapat dibagi menjadi 3 (tiga) asas yaitu ; 55 (1)

Asas kemanfaatan yang didalamnya meliputi asas keamanan dan keselamatan

54

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Rajawali Pers, 2014), op.cit., hal. 26.

55

(11)

konsumen, (2) Asas keadilan yang didalamnya meliputi asas keseimbangan, dan

(3)Asas kepastian hukum.

C. Perkembangan Hukum Perlindungan Konsumen

Perlindungan Konsumen telah diatur dalam Resolusi PBB Nomor 39/248

tahun 1985. Dalam resolusi ini kepentingan konsumen yang harus dilindungi

meliputi : 56

a. Perlindungan Konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan

dan keamanan;

b. Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi

konsumen;

c. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk

memberikan kemampuan mereka dalam melakukan pilihan yang

tepat sesuai dengan kehendak dan kebutuhan pribadi;

d. Pendidikan Konsumen;

e. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif;

f. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen.

Sebelum lahirnya UUPK, upaya perlindungan terhadap konsumen kurang

dirasakan oleh masyarakat karena disamping tersebarnya ketentuan perlindungan

56

(12)

konsumen dalam berbagai peraturan perundang-undangan, pelaksanaan dari

peraturan perundang-undangan memang belum dirasakan oleh masyarakat sebagai

perlindungan terhadap konsumen.57 Oleh karena itu secara mendasar konsumen

juga membutuhkan perlindungan hukum yang bersifat universal. Mengingat

lemahnya kedudukan konsumen dibandingkan dengan kedudukan produsen relatif

lebih kuat.58

Perkembangan peraturan perundang-undangan dalam perlindungan

konsumen dilihat dari hasil inventarisasi peraturan perundang-undangan yang

dilakukan dalam rangka penyusunan rancangan akademik UUPK.59 Untuk

menjamin dan melindungi kepentingan konsumen atas produk barang yang dibeli,

sebelum UUPK lahir, maka peraturan perundangan-undangan yang mengaturnya

adalah sebagai berikut:60

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)61 dan Kitab

Undang-Undangan Hukum Dagang (KUHD)62 yang merupakan

produk peninggalan penjajahan bangsa Belanda, tetapi telah menjadi

pedoman dalam menyelesaikan kasus-kasus untuk melindungi

konsumen yang mengalami kerugian atas cacatnya barang yang

dbelinya. Meskipun KUHPerdata dan KUHD itu mengenal istilah

konsumen, tetapi di dalamnya dijumpai istilah “pembeli”, “penyewa”,

57

Ahmad Miru, op.cit., hal. 68

58

Abdul Hakim Barkatulah, op.cit., hal. 19.

59

Ahmad Miru, op.cit., hal. 69.

60

Adrian Sutedi, op.cit., hal. 4.

61

Indonesia (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, LN Nomor 23 Tahun 1847.

62

(13)

“tertanggung”, atau “penumpang”, yang tidak membedakan apakah

mereka sebagai konsumen akhir atau konsumen antara;

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang

Barang. Penerbitan undang-undang ini dimaksudkan untuk menguasai

dan mengatur barang-barang apapun yang diperdagangkan di

Indonesia;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1964 tentang Standar Industri.

Peraturan pemerintah ini merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1961. Salah satu tujuan dari standar industry itu

adalah meningkatkan mutu dan hasil industry;

4. Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 81/M/K/SK/2/1974 tentang

Pengesahan Standar Cara-Cara Analisis dan Syarat-Syarat Mutu Bahan

Baku dan Hasil Industri.

Sebagai perkembangan terakhir dan sangat berarti adalah dengan lahirnya

UUPK, merupakan pengikat dari berbagai ketentuan perundang-undangan di

bidang perlindungan konsumen. Dengan demikian, UUPK dapat dijadikan sebagai

payung hukum bagi perundang-undangan lain yang bertujuan untuk melindungi

konsumen.63

Dengan demikian, disetujuinya Undang-Undang tentang Perlindungan

Konsumen oleh DPR RI dan disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 20 April

63

(14)

1999 dan Undang-Undang tersebut berlaku efektif setahun kemudian, yakni 20

April 1999.64

D. Pihak-Pihak Dalam Pelaksanaan Perlindungan Konsumen

1. Hubungan Hukum Antara Pelaku Usaha dengan Konsumen

Berkaitan dengan perlindungan konsumen, khususnya dengan

tanggung jawab produk, perlu dijelaskan beberapa istilah, yaitu:65

1. Produsen Atau Pelaku Usaha

Produsen sering diartikan sebagai pengusaha yang menghasilkan barang

dan jasa. Dalam pengertian ini termasuk di dalamnya pembuat, grosir,

leveransir, dan pengecer profesional, yaitu setiap orang/badan yang ikut

serta dalam penyediaan barang dan jasa hingga sampai ke tangan

konsumen. Sifat profesional merupakan syarat mutlak dalam hal

menuntut pertanggungjawaban dari produsen.

2. Konsumen

Konsumen umumnya diartikan sebagai pemakai terakhir dari produk yang

diserahkan kepada mereka oleh pengusaha, yaitu setiap orang yang

mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau

diperjualbelikan lagi. Menurut pasal 1 atau 2 UUPK bahwa:

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

(15)

Berkaitan dengan pemakaian teknologi yang makin maju sebagaimana

disebutkan di atas dan supaya tujuan standarisasi dan sertifikasi tercapai

semaksimal mungkin, maka pemerintah perlu aktif dalam membuat,

menyesuaikan, dan mengawasi pelaksanaan peraturan yang berlaku.

Sesuai dengan prinsip pembangunan yang antara lain menyatakan bahwa

pembangunan dilaksanakan bersama oleh masyarakat dengan pemerintah

dan karena itu menjadi tanggung jawab bersama pula, maka melalui

pengaturan dan pengendalian oleh pemerintah, tujuan pembangunan

nasional dapat dicapai dengan baik.

Upaya pemerintah untuk melindungi konsumen dari produk yang

merugikan dapat dilaksanakan dengan cara mengatur, mengawasi serta

mengendalikan produksi, distribusi, dan peredaran produk sehingga

konsumen tidak dirugikan, baik kesehatannya maupun keuangannya.

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dan kebijaksanaan yang akan

dilaksanakan, maka langkah-langkah yang dapat ditempuh pemerintah

adalah: (1) Registrasi dan penilaian, (2) Pengawasan produksi, (3)

Pengawasan distribusi, (4) Pembinaan dan pengembangan usaha, (5)

Peningkatan dan pengembangan prasarana dan tenaga.

Dalam sejarah, perlindungan konsumen pernah secara prinsipil menganut

asas the privity of contract. Artinya, pelaku usaha hanya dapat dimintakan

(16)

pelaku usaha dan konsumen.66 Hubungan konsumen adalah untuk memberikan

sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu (pasal 1234 KUH Perdata) dan

hubungan konsumen ini juga dapat dilihat pada ketentuan pasal 1313 sampai pasal

1351 KUH Perdata.67 Pasal 1313 mengatur hubungan hukum diantara konsumen

dan produsen, dengan mengadakan suatu perjanjian tertentu dan menimbulkan

akibat hukum bagi para pihak, yaitu menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua

belah pihak yang harus dilaksanakan.68

Dalam hal terjadi pengalihan barang dari satu pihak ke pihak lain,

maka secara garis besar pihak pihak yang terlibat dapat dikelompokkan dalam dua

kelompok :69 Kelompok pertama : (1) Penyedia dana untuk keperluan para

penyedia barang atau jasa (investor), (2) Penghasil atau pembuat barang/jasa

(produsen), (3) Penyalur barang atau jasa dan Kelompok kedua : (1) Pemakai atau

pengguna (konsumen) barang atau jasa dengan tujuan memproduksi barang atau

jasa lain; atau mendapatkan barang dan jasa itu untuk dijual kembali, (2) Pemakai

atau pengguna (konsumen) barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan diri

sendiri, keluarga atau rumah tangga.

Dalam hal hubungan antara pelaku usaha dan konsumen dapat

dikelompokkan menjadi dua kelompok :70

66

Abdul Hakim Barkatulah, op.cit., hal 25.

67

Adrian Sutedi, op.cit., hal. 43.

(17)

1. Hubungan Langsung

Hubungan antara produsen dengan konsumen yang terikat secara langsung

dengan perjanjian. Tanpa mengabaikan jenis perjanjian-perjanjian lainnya,

pengalihan barang dari produsen kepada konsumen, pada umumnya dilakukan

dengan perjanjian jual-beli, baik yang dilakukan secara lisan maupun tertulis.

Salah satu bentuk perjanjian tertulis yang banyak dikenal adalah perjanjian baku,

yaitu bentuk perjanjian yang banyak dipergunakan jika salah satu pihak sering

berhadapan dengan pihak lain dalam jumlah yang banyak dan memiliki

kepentingan yang sama.

Berdasarkan asas kebebasan berkontrak diatur dalam pasal 1338 ayat (1)

KUH Perdata, yaitu bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, sedangkan pengertian sah

telah memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian berdasarkan pasal 1320 KUH

Perdata, sebagai berikut :71 (1) Kata sepakat mereka yang mengikat diri, (2)

Adanya kecakapan untuk mengadakan perikatan, (3) Mengenai suatu objek

tertentu, (4) Mengenai causa yang dibolehkan.

Ketentuan yang dimaksud yaitu kesempurnaan kata sepakat, karena

apabila kata sepakat diberikan dengan adanya paksaan, kehilafan atau peninjauan,

maka perjanjian tersebut tidak sempurna sehingga ada kemungkinan dibatalkan.72

2. Hubungan Tidak Langsung

Hubungan antara produsen dengan konsumen yang tidak secara langsung

terikat dengan perjanjian, karena adanya pihak di antara pihak konsumen dengan

71

Ibid.

72

(18)

produsen. Ketiadaan hubungan langsung dalam bentuk perjanjian antara pihak

produsen dengan konsumen ini tidak berarti bahwa pihak konsumen yang

dirugikan tidak berhak menuntut ganti rugi kerugian kepada produsen dengan

siapa dia tidak memiliki hubungan perjanjian, karena dalam hukum perikatan

tidak hanya perjanjian yang melahirkan perikatan, akan tetapi dikenal ada dua

sumber perikatan, yaitu perjanjian dan undang-undang.

Berdasarkan pembagian sumber perikatan diatas, maka sumber perikatan

yang terakhir, yaitu undang-undang karena perbuatan manusia yang melanggar

hukum merupakan hal yang penting dalam kaitan dengan perlindungan konsumen.

Dengan demikian, perikatan yang dimaksud dalam hal ini adalah

terjadinya hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha dalam bentuk

jual-beli yang melahirkan hak dan tanggungjawab bagi masing-masing pihak dan

apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya akan menimbulkan

permasalahan hukum dalam hubungan hukumnya.73

D. Hak dan Kewajiban Konsumen

1. Hak-Hak Konsumen

Dalam sejarahnya, pada tahun 1962 hak-hak konsumen telah dicetuskan

oleh John F. Kennedy, yang disampaikan dalam Kongres Gabungan

Negara-Negara Bagian di Amerika Serikat, dimana hak-hak konsumen meliputi :74

1. Hak untuk memperoleh keamanan;

73

Adrian Sutedi, op.cit., hal. 44

74

(19)

2. Hak memilih;

3. Hak mendapat informasi;

4. Hak untuk didengar.

Kemudian, pada tahun 1975, hak-hak konsumen yang dicetuskan oleh

John F. Kennedy, dimasukan dalam program konsumen Europan Economic

Community (EEC) yang meliputi :75

1. Hak perlindungan kepentingan dan keamanan;

2. Hak perlindungan kepentingan ekonomi;

3. Hak untuk memperoleh ganti rugi;

4. Hak atas penerangan;

5. Hak untuk didengar.

Seiring dengan keinginan untuk memberikan perlindungan terhadap

kepentingan konsumen, maka mulailah dipikirkan kepentingan-kepentingan apa

dari konsumen yang perlu mendapat perlindungan. Kepentingan-kepentingan itu

dapat dirumuskan dalam bentuk hak. Dalam pengertian hukum, umumnya yang

dimaksud dengan hak adalah kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum,

sedangkan kepentingan adalah tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi.

Kepentingan pada hakikatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan

dilindungi oleh hukum dalam melaksanakannya.76

Di Indonesia, UUPK menetapkan 9 (sembilan) hak konsumen, yaitu :77

75

Adrian Sutedi, op.cit., hal. 49.

76

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum : Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Liberty, 1986), hal. 40.

77

(20)

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

dan /atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta

jaminan yang dijanjikan;

3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa;

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau

jasa yang dingunakan;

5. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen secara

patut;

6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;

8. Hak untuk mendapatkan konpensasi ganti rugi dan/atau

penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak

sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan

perundang-undangan lainnya.

Dari sembilan butir hak konsumen diatas, hak memperoleh keamanan ,

hak memilih, hak mendapat informasi, dan hak untuk di dengar merupakan hal

yang paling pokok dan utama dalam perlindungan konsumen.78 hak memperoleh

78

(21)

keamanan , hak memilih, hak mendapat informasi, dan hak untuk di dengar

mengandung pengertian bahwa konsumen berhak mendapatkan produk yang

nyaman, aman, dan yang memberi keselamatan. Oleh karena itu, konsumen harus

dilindungi dari segala bahaya yang mengancam kesehatan, jiwa dan harta

bendanya karena memakai atau mengkonsumsi produk.79

Dengan demikian untuk menjamin bahwa suatu barang dan/atau jasa

dalam pengunaannya akan nyaman, aman maupun tidak membahayakan

konsumen penggunanya, maka konsumen memperhatikan baik dari segi

komposisi bahannya, dari segi desain dan konstruksi, maupun dari segi

kualitasnya harus diarahkan untuk mempertinggi rasa kenyaman, keamanan dan

keselamatan konsumen.80 Karena itu, produsen wajib mencantumkan label

produknya sehingga konsumen dapat mengetahui adanya unsur-unsur yang dapat

membahayakan keamanan dan keselamatan dirinya atau menerangkan secara

lengkap perihal produknya sehingga konsumen dapat memutuskan apakah produk

tersebut cocok baginya.81

2. Kewajiban-Kewajiban Konsumen

Konsumen juga mempunyai kewajiban yang tidak bisa diabaikan, yaitu :82

1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian

atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan

keselamatan;

79

Janus Sidabalok, op.cit., hal 40.

80

Abdul Halim Barkatulah, op.cit., hal. 24.

81

Janus Sidabalok, op.cit., hal 41.

82

(22)

2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau

jasa;

3. Membayar sesuai nilai tukar yang disepakati;

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum dalam sengketa perlindungan

konsumen secara patuh.

UUPK membebaskan pelaku usaha dari segala tanggung jawab,

setidaknya ada 5 (lima) hal kemungkinan terjadi maka konsumen harus

menanggunya sendiri, yaitu :83

1. Apabila barang tersebut terbukti seharusnya tidak di edarkan atau

tidak dimaksudkan untuk diedarkan. Yang dimaksudkan,

barang-barang yang masih belum resmi beredar. Misalnya seseorang

mendapatkan barang contoh yang mungkin dingunakan untuk riset

pasar dan lain sebagainya, seseorang tidak bisa menuntut produsen

jika dirugikan;

2. Cacat barang timbul dikemudian hari. Maksundya, cacat yang

timbul adalah sesudah tanggal mendapat jamian dari pelaku usaha

sebagaimana diperjanjikan, baik tertulis maupun lisan;

3. Cacat timbul akibat tidak ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi

barang. Contohnya, bahan pakaian yang menyusut;

4. Kelalaian yang diakibatkan konsumen;

5. Melebihi empat tahun sejak barang dibeli atau telah melewati masa

garansi.

83

(23)

Seandainya dirugikan dan kesalahan berada di pihak pelaku usaha, bisa

menghubungi lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau bisa

menempuh melalui jalur hukum dengan menggugat pelaku usaha melalui

pengadilan. Selain itu, juga dapat menyelesaikan masalah melalui badan

penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan, dengan cara mediasi, arbitase,

dan konsolidasi.84

Sejalan dengan pasal 5 UUPK, YLKI juga menggaris bawahi bahwa

konsumen berkewajiban untuk :85

1. Bersikap Kritis

Bertanggung jawab untuk bertindak lebih waspada terhadap harga dan

mutu suatu barang atau jasa yang dingunakan, serta akibat lain yang

mungkin di timbulkannya. Sikap kritis konsumen sangat diperlukan dalam

rangka menentukan barang/jasa yang akan di konsumsinya;

a. Kritis terhadap penawaran barang/jasa oleh produsen secara

langsung maupun tidak langsung melalui media iklan di media

cetak maupun elektronik;

b. Kritis terhadap penampilan fisik barang, takaran, ukuran dan

timbangan elektronika.

2. Berani bertindak atas kesadaran

Berani bertindak guna melindungi dirinya sendiri maupun secara

berkelompok dalam upaya menjamin perolehan perlakuan yang adil.

3. Memiliki kepedulian sosial;

84

Ibid.

85

(24)

4. Turut bertanggung jawab serta waspada terhadap segala akibat yang

ditimbulakan oleh sikap dan pola konsumsi kita bagi orang lain, terutama

golongan masyarakat bawah;

5. Tanggungjawab terhadap lingkungan hidup

Mempunyai rasa tanggung jawab dalam melestarikan lingkungan hidup.

Konsumen wajib memiliki kesadaran terhadap kebersihan, keamanan,

kesehatan sebagai akibat pola konsumsinya terhadap lingkungan, seperti

tidak membuang sampah/limbah di parit atau sungai;

6. Memiliki rasa kesetiakawanan

Mempunyai rasa tanggungjawab sosial untuk menggalang kekuatan guna

mempengaruhi dan memperjuangkan kepentingan-kepentingan konsumen.

Menurut UUPK memuat aturan-aturan hukum tentang perlindungan

kepada konsumen berupa payung bagi perundang-undangan lainnya menyangkut

kosnumen, sekaligus mengintegrasikan perundang-undangan sehingga

memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen. UUPK dengan

jelas mempunyai tujuan : (1) Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan

kemandirian untuk melindungi diri, (2) Mengangkat harkat dan martabat

konsumen, (3) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, (4)

Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian

hukum dan keterbukaan informasi, (5) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha

mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan

(25)

Dapat disimpulkan, pengaturan hukum perlindungan konsumen di

Indonesia sangat penting untuk melindungi konsumen dari berbagai hal yang

dapat mendatangkan kerugian bagi konsumen. Perlindungan konsumen dijamin

undang-undang terhadap segala perolehan kebutuhan konsumen. Kepastian

hukum itu meliputi atas segala hak-hak dan kewajiban konsumen serta segala

upaya berdasarkan hukum untuk memberdayakan konsumen menentukan pilihan

atas barang dan/atau jasa serta mempertahankan hak-haknya apabila dirugikan

oleh perilaku pelaku usaha.

Referensi

Dokumen terkait

Menilai hasil penelitian atau hasil pemikiran dosen yang diterbitkan pada Majalah llmiah Nasional dan lnternasional5. Menilai'hasil penelitian'atau hasil pemikiran berdasarkan

Sedangkan menurut Stuart Mill (1806-1873), induksi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan budi, di mana kita menyimpulkan bahwa apa yang kita ketahui benar di dalam suatu

Melalui induksi Matematika, kita dapat mengurangi langkah pembuktian yang sangat rumit untuk menemukan suatu kebenaran dari pernyataan matematis hanya dengan sejumlah

“Makalah Bahasa Indonesia Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir Semester Genap 2013”. THEODORA

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana kinerja pengelolaan keuangan dalam program pencegahan

Suatu popok sekali pakai yang mempunyai suatu arah longitudinal dan suatu arah lebar yang berpotongan dengan arah longitudinal, popok sekali pakai tersebut

Dengan matlamat yang besar ini, sememangnya telah menjadi harapan bahawa PPIS dapat menjuarai isu kebajikan wanita Islam di samping menyediakan wanita Islam yang

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia yang dilimpahkanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang