• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK PENYAMAKKAN NOVELTY DAN EKSOTIK K

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TEKNIK PENYAMAKKAN NOVELTY DAN EKSOTIK K"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM

PRAKTIKUM TEKNIK PENYAMAKKAN NOVELTY DAN EKSOTIK

(KULIT ULAR PHYTON)

Laporan ini diajukan untuk memenuhi tugas praktikum matakuliah Teknik Penyamakkan Novelty dan Eksotik pada program studi Teknologi Pengolahan Kulit konsentRasi Teknologi

Penyamakkan Kulit di Politeknik ATK Yogyakarta.

DISUSUN OLEH:

ABDHANI MUAKKAD (140201001) ASMIG ULINUHA IRIANA (140201014)

ENNIETA PIRYANA (140201028)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN KULIT

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN INDUSTRI

POLITEKNIK ATK

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kulit merupakan salah satu jenis hasil ternak yang sekarang ini telah dijadikan sebagai suatu komoditi perdagangan dengan harga yang cukup tinggi. Pada umumnya kulit dimanfaatkan sebagai bahan pembuat sepatu, jaket, dompet, ikat pinggang serta masih ada beberapa produk-produk lain yang memanfaatkan kulit sebagai bahan bakunya, seperti kerupuk kulit dan gelatin untuk bahan pangan. Komoditas kulit digolongkan menjadi kulit mentah dan kulit samak, kulit mentah adalah bahan baku kulit yang baru ditanggalkan dari tubuh hewan sampai kulit yang mengalami proses-proses pengawetan atau siap samak. Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah kulit mentah menjadi kulit jadi. Proses penyamakan yang dilakukan berbeda-beda raw materialnya dari masing-masing perusahaanya.

Penyamakan kulit reptil merupakan pengolahan kulit yang dapat mengahsilkan nilai jual yang cukup tinggi. Hal ini dapat diketahui dengan permintaan yang tinggi tetapi persediaan bahan baku yang minimal.

Proses penyamakkan kulit reptil agak sedikit berbeda dengan proses penyamakan layaknya kulit kambing atau domba, penyamakkan kulit ular salah satunya. Penyamakkan kulit ular hampir sama dengan penyamakkan lainnya, yang berbeda adalah formulasi yang lebih sedikit dan proses glazing untuk menamah efek cahaya pada kulit ular.

B. Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum pada praktikum ini adalah untuk mengetahui cara penyamakkan kulit ular serta untuk menghasilkan kualitas kulit samak yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia dan diterima oleh pasar/masyarakat.

C. Manfaat Praktikum

Agar dapat melakukan proses penyamakan kulit ular dan dapat mengetahui produk – produk yang dapat dihasilkan dari penyamakan Kulit ular.

No Process % Chemical /

Generik

Product Paten

Control Keterangan

Time pH OC Other

(3)

Pukul 09.00-09.10

2 Foryl PKN Berbentuk cair,

kental, bening

3. Weighing 860 Gram Senin, 28Maret2016

4. Liming Senin,28Maret 2016

4 Na2S Berbentuk kepingan,

berwarna kuning

0,5 NaOH Berbentuk Kristal,

berwarna putih

2 ZA (1:11) Berbentuk Kristal

(4)

Tanda Kapur

2 ZA Berbentuk Kristal

seperti gula pasir,

20 NaCl Garam Berbentuk

Kristal,putih

0,5 H2SO4 Asam Sulfat 2x20’ 2,8 Berbentuk cair,

kuning, berbau menyengat 0,1 Anti Mould Preventol

ZL

15 Nacl Garam 10’ Bisa Pakai Air

Pikel. 60 Be

Berbentuk Kristal, putih

0,75 Cationik Oil Catalix GS 5’ Berbentuk cair,

kental, berwarna

0,7 MgO Berbentuk serbuk,

berwarna putih 12

.

Boiling Test Cookproof

(5)

Tanning Pukul 07.00

1 Tara Berbentuk serbuk,

coklat

2 Tanigan BN 90’ Berbentuk serbuk,

berwarna krem muda

3 Sodoil Q88 Berbentuk cair,

berwarna coklat tua

3 Sodoil SIN Berbentuk cair,

berwarna coklat tua

(6)

bening +

1 Tanigan PR 30’ Berbentuk serbuk,

berwarna krem tua

0,75 Optivix Fixing Agent Berbentuk cair,

bening

H2O Air -Amoniak berbentuk

(7)

-Berbentuk cair, berwarna bening -Mencampurkan

(8)
(9)

BAB III PEMBAHASAN

A. BHO (Beam House Operation)

Beam House pada penyamakan kulit meliputi perlakuan padakulit hide/skin dari penyimpanan kulit mentah hingga persiapan untuk penyamakan, antara lain proses soaking (perendaman) , triming (perapihan), liming (pengapuran), dehairing & scuding (buang bulu dan bolot) ,deliming dan bating (buang kapur dan bating), degreasing (buang lemak) ,bleaching (pemucatan) ,pickling(pengasaman). Dalam perkembangannya beam house opration dapat diartikan sebagai tempat untuk melaksanakan proses atau operasi yang berkaitan dengan soaking,liming, dehairing, scuding,bating, pickling.Karena keseluruhan proses tersebut sangat memerlukan air sering juga disebut dengan wet process atau dalam istilah bahasa Indonesia disebut “rumah basah” tempat untuk mengerjakan segala macam kulit mentah dalam berbagai jenis awetan ( kering,garaman, segar, pendinginan), sehingga siap untuk disamak dan diselesaikan sesuai kulit jadi yang dikehendaki.

(10)

disebabkan oleh sumber bahan baku yang tidak homogen, mengingat hewan hidup dalam lingkungan dan pola, cara pengawetan berbeda ,ditambah adanya perbedaan spesies dan jenis kelamin ,sehingga kulit mempunyai struktur yang tidak sama walaupun secara umum sama. 1. Soaking

Dari berat kulit awal kemarin diperoleh data sebesar 178,2 gram dari kulit ular, kemudian dilakukan soaking(perendaman). Tujuan utama dilakukannya soaking (perendaman) yaitu berguna untuk mengembalikan kadar air (rehidrasi) yang hilang selama masa pengawetan hingga menyamai kadar air kulit segar (60%), tujuan kedua yaitu dimaksudkan agar kulit siap menerima perlakuan secara khemis ataupun fisis dalam proses penyamakan, kulit yng direndam akan mudah bereaksi dengan bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses penyamakan. Tujuan ketiga yaitu untuk memebersihkan sisa kotoran, racun, garam, darah yang masih melekat pada kulit,sehingga proses penyamakan dapat berjalan dengan lancar dan kualitas tetap terjamin, sedangkan bahan-bahan kimia yangdigunakan pada saat soaking antara lain yaitu:

 750% H2O

 0,5% Preventol ZL

 1,5% Peramit ML

 0,2% NaOH

Bactericide (Preventol ZL) berfungsi membunuh bakteri yang mungkin tumbuh pada saat perendaman.

Foryl PKN berfungsi sebagai surfaktan yaitu bahan kimia yang mampu menurunkan tegangan permukaan air dengan benda padat, cair. Turunnya tegangan antar muka air dengan kulit akan menyebabkan penetrasi air ke dalam kulit lebih cepat. Selain itu, surfaktan juga dapat menyebabkan rusaknya hydrophobic interactions, menaikkan internal repulsive forces, melepaskan lipatan serat, kesemanya menyebabkan serat kendor dan relax. Foryl PKN juga berfungsi agar kulit dapat cepat basah, menghilangkan kotoran serta garam yang menempel pada kulit.

NaOH berfungsi sebagai pH regulator (kontrol pH) agar proses soaking berakhir pada pH10-11. pH cairan diatur dengan maksud untuk menghambat pertumbuhan bakteri, mempercepat perendamn dan membantu aksi penyabunan agar surfaktan lebih efektif bekerja.

(11)

renik yang dapat merusak protein kulit,bahan pembasah berfungsi untuk memepercepat proses pembasahan sehingga waktu pembasahan dapat dipercepat, sedangkan bahan pengatur kebasaaan cairan (NaOH) berfungsi untuk mengatur pH cairan agar mencapai 9 atau 10, kondisi cairan yang demikian dapat mencegah tumbuhnya jasad renik yang dapat merusak kulit. Semakin cepat kadar air kulit kembali mendekati normal semakin baik dan semakin kecil resiko kerusakannya sehingga diperlukan tambahan bahan-bahan pembantu untuk mempercepat proses perndaman dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme.

2. Liming

Adapun liming bertujuan untuk :

a. Menghilangkan atau merusak lapisan epidermis yang bertanggungjawab terhadap merekatnya bulu, rambut, wool pada kulit.

b. Menghilangkan semua sisik kasar, sisik halus secara sempurna pada permukaan kulit. c. Melakukan hidrolisa dan disintegrasi materi mukosa, globular protein antara fibril dan

fiber sehingga terbentuk ruang antar fiber yang lebih longgar dan tidak menyebabkan kerusakan serat kolagen kulit.

Na2S memiliki kemampuan hidrolisa rambut/ bulu sangat baik disamping itu

harganya pun tergolong murah. Tetapi bahan ini berbahaya dan menghasilkan buangan gas H2S yang berbau seperti telur busuk. Setiap kulit dari hewan berbeda susunan dan struktur bulunya sehingga konsentrasi penggunaan natrium sulfide juga beda-beda tergantung dari jenis kulit hewannya.

Bila menggunakan perhitungan berdasarkan prosentase dari berat kulit, jumlah Na2S = 0,2 % dari berat kulit baru akan merusak rambut untuk melepaskan dari akar bulu diperlukan minimal 0,5% dan dilakukan pada pH larutan <11, jika dibawah itu maka bulu akan sulit terlepas. Karena tidak adanya bahan NaHS maka kelompok kami menggunakan prosentase Na2S yang lebih besar, yaitu 4% dari berat kulit.

Ca(OH)2 yang digunakan dalam proses pengapuran adalah kapur hidrat atau slake

(12)

Ca(OH)2 akan menyebabkan alkali swelling karena efek perubahan muatan dan lyotropic.

Ikatan garam alami pada protein kolagen akan putus sehingga protein bermuatan anionik. Protein – CO2-……H2N+ - Protein = Protein-CO2- + H2N-Protein

Ketidakseimbangan muatan anionic membuat daya tolak menolak yang mengakibatkan ruang antar serat yang diisi oleh air sehingga terjadi kebengkakan atau swelling. Pada pH cairan pengapuran dan kulit 12-13 air yang terserap dalam kulit dapat mencapai 300-500% dari berat awal kulit. Selain itu Ca(OH)2 juga berfungsi membuka

pori-pori kulit sehingga bahan kimia pun dapat mudah masuk ke dalam kulit.

NaOH berfungsi sebagai pH control agar pH larutan mencapai <11, karena jika dibawah itu makan menyebabkan bulu akan sulit terlepas.

Sebelum memasuki proses liming, kulit diremas terlenih dahulu dengan larutan soaking selama 20 menit kemudian mengecek pH kulit yaitu 10. Kemudian membuang larutan soaking dan mengganti larutan dengan formulasi liming. Pertama, mencampurkan air dan Na2S ke dalam ember lalu memasukkan kulit ke dalam cairan tersebut dan

meremasnya perlahan dengan intermitten waktu 30 menit diremas dan 30 menit didiamkan. Kemudian mengencerkan Ca(OH)2 dan NaOH dan ditambahkan ke dalam

ember dan diremas dengan intermitten waktu 20 menit diremas dan 30 menit didiamkan. Pada saat proses ini, timbul efek panas akibat reaksi antara Ca(OH)2 dengan air. Selain itu,

kulit kami pada bagian yang berlubang saat bahan mentah (kering) menjadi bertambah besar lubangnya. Selanjutnya, overnight yaitu merendam kulit selam 1 malam menggunakan larutan liming.

3. Fleshing

Selanjutnya dilakukan proses fleshing secara manual, hal ini dilakukan untuk menghilangkan sisa daging yang masih melekat pada kulit dan menghilangkan lapisan subkutis (lapisan antara daging & kutis) agar tidak menghalangi masuknya zat penyamak selama proses penyamakan.

4. Deliming

(13)

bereaksi dengan bahan penyamak sehingga warnanya lebih tua dan dapat menyebabkan kulit kaku. Bahan-bahan kimia yang digunakan pada proses deliming antara lain yaitu

 500% H2O

 2% NH4SO4

 0,25% HCOOH

ZA atau (NH4)2SO4 merupakan garam asam yang berfungsi sebagai buffer. Di

Indonesia yang paling sering dipakai adalah ammonium sulfat yang mempunyai nilai pKa= -9 dengan buffer pada pH=9, dalam keseimbangan disosiasi reaksi sebagai berikut:

(NH4)2SO4 → 2NH4+ + SO4=

NH4+ + OH- → NH3+ + H2O

pKa= pH + log{[NH4+/NH3+]}

Garam lain yang bersifat buffer diantaranya adalah garam inggris (garam Epsom) magnesium sulfat MgSO4.

Apabila pH cairan deliming diatas pH8,5 , kandungan kapur dalam penampang melintang masih cukup tinggi. Kapur terikat memang tidak mudah dihilangkan karena berikatan secara ionic dengan gugus karboksilat yang merupakan rantai samping protei kolagen yang bebas, diperlukan penambahan asam format, asetat, atau asam sulfat.

HCOOH merupakan asam kuat untuk menghilangkan kapur terikat (Ca++) dengan cepat. Tetapi dalam proses deliming disarankan untuk menggunakan asam lemah seperti asam asetat, asam laktat, asam borat, asam karbonat, dll. Asam lemah tidak menimbulkan kebengkakan yang berlebih walaupun tetap bisa terjadi. Asam lemah sangat sesuai dengan metoda deliming yang free nitrogen. Asam laktat bila digunakan akan menghasilkan rajah yang halus karena terbentuknya lactase. Penggunaan asam asetat atau asam laktat memerlukan waktu yang lebih lama tetapi hasilnya lebih baik karena terjadi reaksi bertahap hingga penetrasi ke penampang lintang kulit. Secara singkat reaksi dengan asam terjadi sebagai berikut:

Ca(OH)2 + H2SO4 → Ca(SO4) + H2O

Ca(OH)2 + HCOOH → Ca(COOH) 2 + H2O

Ca(OH)2 + 2CH3(COOH) → Ca(CH3COO)2 + H2O

(14)

ammonium sebagai buffer agent proses bating. Asam formiat (HCOOH) dengan kandungan asam 85% dalam proses deliming memiliki kemampuan buang kapur sebanyak 1,930 kg.

Proses diawali dengan mengencerkan ZA dengan pengenceran 10x lalu memaukkan ke dalam ember beserta air, lalu memasukkan kulit ke dalam larutan tersebut dan meremasnya 20 menit. Lalu menambahkan HCCOH yang sudah diencerkan dengan perbandingan 1:10 ke dalam ember dan diremas selama 20 menit. Pada proses deliming ini, lubang yang ada pada kulit kami menjadi tambah besar dan kulit terasa mudah hancur. Kemudian mengecek pH menggunakan kertas pH dan kulit kelompok kami sudah mencapai pH 8. Setelah itu mengambil sampel kulit dan menetesi penampang kulitnya dengan indikator PP, kulit kami pun sudah berwarna bening, ini menandakan bahwa sudah tidak ada kandungan kapur pada kulit. Karena control proses kulit kami telah tercapai maka proses deliming dianggap cukup. Kemudian membuang larutan dan mencuci kult dengan air hingga bersih.

5. Bating ( Pengikisan Protein)

Tujuan umum dilakukannya proses bating atau pengikisan protein yaitu untuk menghilangkan sebagian dari protein kulit yang sudah tidak terpakai seperti globular protein yang terdapat diantara serat kulit dan elastin atau menyempurnakan proses liming dengan menghilangkan sebagaian elastin, keratin, interfibril, globular protein, minyak atau lemak yang tidak bermanfaat dengan menggunakan enzim sehingga membuka serat lebih longgar sehingga memudahkan bahan kimi seperti zat penyamak, pewarna minyak penetrasi dapat dengan mudah masuk kedalam kulit atau berikatan. Pengikisan protein dengan menggunakan enzim proteolitik yang mampu menguraikan protein.Dengan demikian akan banyak ruang kosong diantara serat-serat kulit ,sehingga kulit samakan akan menjadi lebih lunak dan lemas. Untuk kulit reptil seperti ular proses ini sangat penting untuk dilakukan ,akan tetapi apabila untuk kulit reptil yang tipis dan kecil proses ini tidak dilakukan apabila kulit jadinya tidak memerlukan kelemasan tinggi. Aksi enzim yang terdapat dalam batting agent pada kulit selam prose bating akan mempengaruhi karakter histology dan sifat fisik kulit, perubahan sifat fisik kulit kan berpengaruh terhadap sifat-sifat kulit jadi, seperti kuat tarik, kemuluran, ketahanan sobek oleh karena hidrolisa enzim menyebabkan terjadi pemutusan sebagian ikatan serat peptida kolagen , elastin yang sangat berpengaruh terhadap ketahanan fisik kulit , kulit jadi lebbih lemas dengan sifat kemuluran yang lebih besar dibandingkan dengan kulit yang tidak dibatting.

(15)

mempunyai rajah yang haus dan lebih lembut. Hasil bating akan menghasilkan scud dan sistem epidermal , keratin yang telah terdegradasi, ini sangat penting untuk kulit jadi yang difinishing dengan mesin glazing , sehingga membantu kulit tampak lebih bersih, bercahaya , terutama untuk warna putih dan pastel( muda). Mengingat bating adalah proses yang menggunakan enzyim dan kerja optimal enzyim selalu dipengaruhi oleh pH larutan, temperatur , konsentrasi,waktu lamanya enzyim bekerja , maka faktor-faktor yang dianggap berpengaruh merupakan faktor yang menjamin kerja enzim optimal. Bahan kimia yang digunakan pada saat bating kemarin antara lain yaitu:

 500% H2O

 2% (NH4)2SO4

 1% Feliderm Bate PB

Feliderm Bate PB merupakan bating agent yang berfungsi untuk menghilangkan komponen diantara serat fibril dan mikrifibril yang merupakan perekat yang terdiri dari komponen non kolagen.

ZA atau (NH4)2SO4 merupakan garam asam yang berfungsi sebagai buffer.

Aksi enzim yang terdapat dalam bating agent pada kulit selama proses bating akan mempengaruhi karakter histology dan sifat fisik kulit. Perubahan sifar fisik kulit akan berpengaruh terhadap sifat-sifat kulit jadi seperti kuat Tarik, kemuluran, ketahanan sobek karena:

1. Hidrolisa ensym menyababkan terjadi pemutusan sebagian ikatan serat peptide kolagen, elastin yang sangat berpengaruh terhadap ketahanan fisik kulit, kulit jadi lebih lemas, dengan sifat kemuluran yang lebuh besar dibandingkan kulit yang tidak di bating.

2. Penghilangan protein globular menyebabkan serat lebih longgar tetapi bisa mengakibatkan kulit menjadi loose, kosong tidak berisi. Sisa-sisa protein antar serat yang tertinggal setelah proses pengapuran dihilangkan dalam bating. Apabila protein bukan serat (globular) tidak berhasil dihilangkan menyababkan serat-serat merekat bersama-sama, ketika kulit kering menjadi kulit dengan pegangan keras dan mudah retak.

3. Secara histologi kulit yang di bating akan mempunyai rajah yang lebih halus dan lembut. 4. Penghilangan keratin yang terhidrolisa. Hasil bating akan menghilangkan scud dan sistem

(16)

Proses diawali dengan mengencerkan ZA dengan air di dalam ember lalu memasukkan kulit dan meremasnya selama 20 menit. Setelah itu menambahkan bating agent (Feliderm Bate PB) dan diremas selama 30 menit. Oleh karena itu, proses bating yang kami lakukan dianggap telah selesai/cukup.

6. Pengasaman (Pickling)

Proses ini dikerjakan untuk kulit samak dan krom atau kulit samak sintetis dan tidak dikerjakan untuk kulit samak nabati atau kulit samak minyak. Maksud proses pengasaman untuk mengasamkan kulit pada pH 3- 3,5 tetapi kulit kulit dalam keadaan tidak bengkak, agar kulit dapat menyesuaikan dengan pH bahan penyamak yang akan dipakai nanti.Selain itu pengasaman juga berguna untuk menghilangkan sisa kapur yang masih tertinggal ataupun untu menghilangkan noda- noda besi yang diakibatkan oleh Na2S, dalam pengapuran agar

kulit menjadi putih bersih.

(17)

terjadi ikatan ionik antara gugus karboksilat dan gugus amina. Drajat kebengkakan pada Ph alkali merupakan yang terbesar jika dibandingkan dengan kebengkakakn karena asam. Kebengkakan karena ketidakseimbangan muatan disebut sebagai osmotic swelling.

Bahan kimia yang digunakan pada saat proses pengasaman (pickel) antara lain:

 300% H2O

 20% NaCl

 1,5% HCOOH

 0,5% H2SO4

 0,1% Preventol ZL

NaCl berfungsi untuk mencegah kebengkakan karena penggunaan asam pada proses pickling.

HCOOH merupakan asam yang jauh lebih lemah dibandingkan dengan asam sulfat atau klorida. Oleh karena itu, dalam aplikasinya selalu digunakan asam format terlebih dahulu kemudian asam sulfat atau asam klorida.

H2SO4 merupakan asam kuat dan poliprotik. Asam poliprotik adalah asam yang jika

berdisosiasi dengan air, melepaskan lebih dari satu proton. Asam sulfat yang dalam air akan berionisasi dalam 2 tahap yaitu:

H2SO4 + H2O → H3O+ + HSO4

-HSO4- + H2O → H3O+ + SO4=

Untuk mencegah kebengkakan karena penggunaan asam pada proses pengasaman kulit digunakan garam sedikitnya 6% garam murni untuk setiap satu liter air atau setara dengan 6OBe ( 60 gr NaCl/ liter), tetapi hal ini menyesuaikan atau tergantung kondisi garam sehingga

digunakan berat garam secukupnya sampai pada kondisi 6OBe. Swelling penting untuk

(18)

tersebut fakta bahwa tekanan osmotik dideterminasi oleh seluruh jumlah molekul yang tidak memisah dan ion-ion. Lyotropic swelling pada protein terjadi bila dalam suasana ion-ion tertentu atau molekul kecil yang keduanya dapat masuk penetrasi atau terserap oleh struktur triple helix(pintalan tiga serat )kolagen yang menyebabkan putusnya ikatan hidrogen antar serat(interchain). Akibatnya terjadi penurunan stabilitas ketahanan panas kolagen sampai pada konsentrasi lyotropic agent tertentu kolagen mengalami denaturasi. Hubungan antara ksetabilitas hodrothermal diukur sebagai temperatur denaturasi dan konsentrasi molar berbagai lyotropic agent dan disimpulkan semakin tinggi konsentrasinya maka temperatur denaturasi akan semakin rendah. Asam sulfat merupakan asam yang paling banyak digunakan dalam industri kulit ,selain pada proses pengasaman asam sulfat digunkan juga pada proses buang kapur. Asam membebaskan panas bila diencerkan sekitar 20 kcal per mole, atau eksotermis, selain menimbukan panas juga gas ( fume) toksis saat diencerkan dan dapat menimbulkan ledakan jika dicampurkan dengan bahan tertentu. Pengenceran dilakukan dengan penuangan secara perlahan pada air yang teraduk perlahan, bila ini dilakukan terbalik akan menyebabkan terjadiny pendidihan lokal disertai percikn yang membahayakan, bentuk bahaya yang lain adalah dapat mengekstrak air dari bahan yang berontak dengannya, asam sulfat merupakan katagori asam kuat. Asam sulfat merupakan asam kuat dan poliprotik, asam kuat berarti dapat terdisosiasi dengan sempurna (mendekati sempurna) dalam air dan perhitungan pH asam kuat ditentukan oleh konsentrasi ion [ H+] dalam larutan atau kekuatan

suatu asam merupakan kemampuannya menyumbangkan atau melepaskan proton pada molekul air. Asam formiat disebut juga asam hidrogen karboksilar, asam metanoat. Asam format merupakan pereduksi kuat dan banyak digunakan dalam industri lain. Asam formiat merupakan katagori asam lemak karena didalam air tidak terdisosiasi sempurna.

B. TANNING

Setelah proses BHO selesai proses selanjutnya adalah proses tanning. Tujuan proses tanning untuk menjadikan kulit menjadi masak dan lebih tahan terhadap suhu tinggi. Pada praktikum kami setelah proses pikel (pada bho) kemudian kulit direndam dalam air pikel (pH 2,8-3,0) sehari semalam kemudian esok harinya kulit timbangan kulit sebagai berat pikel ,dari hasil penimbangan berat kulit pikel kami seberat 529 gram.

Masuk pada proses tanning kulit, kulit pikel tadi diproses bersamaan dengan air garam dengan keasaman air 6-7 Beo dan diputar dalam drum selama 10 menit. Air garam ini

(19)

membutuhkan pH asam, serta menyesuaikan pH bahan yang selanjutnya, bila suatan bahan pH nya tidak sama mengakibatkan bahan tersebut tidak terikat dalam kulit.

Kemudian setelah 10 menit menambahkan catalic GS (diencerkan terlebih dahulu 1:10 dengan air panas) kemudian di putar 5 menit. Catalix GS cair digunakan karena memiliki penetrasi yang tinggi dan seragam dengan krom. Karakteristik utama dari catalix GS ini yaitu merupakan kationik lemah, stabilitas elektrolit yang tinggi, meningkatkan pegangan dan kilau suedes. Catalix GS cair dapat emulsi dengan menambahkan air panas dengan pengadukan yang baik. Karena memiliki karakteristik stabilitas elektrolit yang tinggi Catalix GS cair dapat digunakan selama tanning krom. serta membantu pemerataan chrome pada kulit dan Mempercepat tanning, sehingga meningkatkan kelembutan dan kepenuhan kulit.

Selanjutnya menambahkan chromosal B dam MgO dimasukan dalam drum secara bersamaan dan diputar selama 8 jam, Bahan penyamak khrom yang dipakai merupakan zat penyamak krom dengan komponen krom ( chrome compound) yang memiliki bilangan oksidasi III. Bahan penyamak khrom ini bersifat asam karena mengandung sulfat dalam bahan penyamak khromnya. Sehingga dalam prosesnya diperlukan kondisi kulit dengan keasaman(pH) 2,8-3,0 yang disiapkan dalam proses pengasaman. Aplikasi teknis untuk menaikan basisitas guna mencapai kematangan kulit samak, basisitas harus dinaikan dari 33,3% ke 66,6%. Kenaikan tersebut menggunakan OH yang didapatkan dari penambahan soda kue(NaHCO3) dan soda abu (Na2CO3) atau MgO. Prinsip penyamakan krom “golden

role” awal penyamakan difusi /penetrasi tinggi fiksasi lambat. Maksudnya penyamakn diawali dengan larutan yang encer , molekul yang kecil, daya ikat kecil, penetrasi cepat serta kepekatan cairan dinaikan secara bertahap yang berarti memperbanyak jumlah zat penyamak dan daya ikat.

Setelah 8 jam proses tanning, kemudian cek pH larutannya bila sudah mencapai 3,8-4,2, dan cek penampang dengan BCG warnanya hijau bisa dilakukan boiling test untuk mengetahui kemasakan kulit dan dikatakn cook-proof. Kulit tersamak dikatakan cook-proof apabila dipanaskan dalam air mendidih hanya mengalami pengerutan maksimal 10% dari luas kulit. Kemudian bila sudah dikatakan coo-proof, kulit di Ageing. Tujuan ageing ini untuk menyempurnakan reaksi olasi pada pada proses tanning yang dilanjutkan penyempurnaan reaksi oxolasi pada ageing. Namun kulit setelah tanning tersebut, ketika cek penampang kulit setelah ditetesi BCG warnanya masih kuning, bisa ditambah putaran 30 menit lagi dan ditambah soda kue (NaHCO3).

(20)

a. Basisistas

Bahan penyamak khrom bereaksi dengan adanya basisitas. Semakin tinggi basisistas, semakin besar molekul kompleks khrom dalam larutan. Gabungan dua atau lebih atom chromium disebut olation. Basisitas berhubungan dengan pH. Reaksi antara OH dan kompleks khrom tidak boleh terjadi seketika / mendadak. Awal proses, basisistas adalah 33,3 %, akhir proses basisistas interval 55-65 %.

b. pH

pH pada cairan proses penyamakan khrom sangat penting. Awal pH 2,8-3,1, diakhiri 3,9-4,1. pH yang tinggi pada awal proses akan menyebabkan astrigensi bahkan dimungkinkan sampai ke kondisi kulit tersamak mati (case hardening). Kenaikan pH pada proses basifiying yang sangat cepat juga dapat menimbulkan case hardening dan endapan garam khrom dipermukaan dan di media.

c. Temperatur

Semakin tinggi temperatur semakin cepat reaksi terjadi. Temperatur yang tinggi diawal proses akan menyebabkan rajah kasar (drawn grain). Temperatur yang rendah 20oC, sangat baik untuk kulit smooth bila perlu tambah ice, sangat bagus untuk awal

proses. Pada akhir proses temperatur yang agak tinggi 50-60 bp. Khrom akan terfiksasi dengan baik dengan protein kulit sehingga proses olation pada khrom kompleksnya bisa berjalan sempurna.

d. Waktu

Proses penyamakan khrom dan terjadinya kompleks-kompleks baru, penaikan basisistas, olation, dan kompleks-kompleks termasking bukan merupakan reaksi yang cepat atau seketika terjadi. Perubahan dari setiap tahapan proses yang terjadi, erat hubungannya dengan kontrol Ph dan temperatur. Normative kematangan memerlukan waktu sekitar 7-8 jam.

e. Konsentrasi

Konsentrasi larutan terutama perhitungan jumlah air yang digunakan, baik air pikel maupun air garamnya. Pada konsentrasi tinggi lebih banyak ligan dalam larutan yang akan bergabung dengan senyawa khrom. Basisistas dari khrom komplek juga akan menjadi rendah. Konsentrasi dan keseimbangan larutan dalam proses penyamakan khrom harus dijaga agar tetap. Semakin tinggi konsentrasi penetrasi semakin baik dan sebaliknya. Kontrol proses

(21)

 pH 3,8 – 4.2

Air garam (NaCl) ini bertujuan untuk membuat pH kulit tetap stabil di pH asam, karena dalam proses tanning ini membutuhkan pH asam, serta menyesuaikan pH bahan yang selanjutnya, bila suatan bahan pH nya tidak sama mengakibatkan bahan tersebut tidak terikat dalam kulit.

Catalix GS cair digunakan karena memiliki penetrasi yang tinggi dan seragam dengan krom. Karakteristik utama dari catalix GS ini yaitu merupakan kationik lemah, stabilitas elektrolit yang tinggi, meningkatkan pegangan dan kilau suedes. Catalix GS cair dapat emulsi dengan menambahkan air panas dengan pengadukan yang baik. Karena memiliki karakteristik stabilitas elektrolit yang tinggi Catalix GS cair dapat digunakan selama tanning krom. serta membantu pemerataan chrome pada kulit dan Mempercepat tanning, sehingga meningkatkan kelembutan dan kepenuhan kulit.

Chromosal B merupakan zat penyamak krom dengan komponen krom ( chrome compound) yang memiliki bilangan oksidasi III. Bahan penyamak khrom ini bersifat asam karena mengandung sulfat dalam bahan penyamak khromnya. Sehingga dalam prosesnya diperlukan kondisi kulit dengan keasaman(pH) 2,8-3,0 yang disiapkan dalam proses pengasaman. Aplikasi teknis untuk menaikan basisitas guna mencapai kematangan kulit samak, basisitas harus dinaikan dari 33,3% ke 66,6%. Kenaikan tersebut menggunakan OH yang didapatkan dari penambahan soda kue(NaHCO3) dan soda abu (Na2CO3) atau MgO.

Prinsip penyamakan krom “golden role” awal penyamakan difusi /penetrasi tinggi fiksasi lambat. Maksudnya penyamakn diawali dengan larutan yang encer , molekul yang kecil, daya ikat kecil, penetrasi cepat serta kepekatan cairan dinaikan secara bertahap yang berarti memperbanyak jumlah zat penyamak dan daya ikat.

MgO berfungsi sebagai pengatur basisitas yang hanya dimasukkan satu kali diawal, karena MgO bersifat dapat mengatur kenaikan basisitas secara bertahap.

NaHCO3 berfungsi sebagai pH regulator (kontrol pH) agar proses tanning berakhir pada pH 3,8-4,2.

Proses tanning kulit diawali dengan kulit pikel tadi diproses bersamaan dengan air garam 6-7 Beo dan diputar dalam drum selama 10 menit. Pada proses ini kami menggunakan

(22)

Setelah 6 jam proses tanning, kemudian cek pH larutannya sudah mencapai 3,8-4,2, tetapi saat cek penampang dengan BCG warnanya masih ada kuningnya sehingga kelompok kami menambahkan larutan NaHCO3 sebesar 0,4% ke dalam drum dan diputar selama 20 menit, lalu kami mengecek penampang kulit menggunakan indicator BCG tetapi hasilnya juga masih ada sedikit warna kuning. Kemudian kami menambahkan larutan NaHCO3 lagi sebesar 0,1% ke dalam drum dan diputar selama 20 menit lagi, dan pada saat dicek dengan indicator BCG warnanya sudah hijau. Setelah itu, melakukan boiling test untuk mengetahui kemasakan kulit dan dikatakan cook-proof. Kulit tersamak dikatakan cook-proof apabila dipanaskan dalam air mendidih hanya mengalami pengerutan maksimal 10% dari luas kulit. Uji kemasakan dengan srinkage temperature hasilnya 84oC yang menunjukkan kulit telah

matang dan proses tanning dianggap cukup. Kemudian bila sudah dikatakan cook-proof, kulit di Ageing.

C. PASCA TANNING

Setelah proses tanning ini, masuk pada pasca tanning. Untuk penimbangan chemical masih menggunakan berat kulit pikel.

1. Ageing

Tujuan ageing ini untuk menyempurnakan reaksi olasi pada pada proses tanning yang dilanjutkan penyempurnaan reaksi oxolasi pada ageing. Namun kulit setelah tanning tersebut, ketika cek penampang kulit setelah ditetesi BCG warnanya masih kuning, bisa ditambah putaran 30 menit lagi dan ditambah soda kue (NaHCO3).

2. Retanning I

Cemichal yang digunakan pada saat proses retanning I ialah Chromosal B dan Relugan ET-50. Tujuan dari Retanning I ini yaitu untuk pengisian bagian kulit yang masih kosong ataupun hampa.

3. Neutralizing

Neutralizing kali ini menggunakan bahan kemikal NaHCO3. Dengan reaksi :

(23)

Nafo berfungsi untuk menetralisir kelebihan asam saat proses tanning. Soda kue berfungsi sebagai menetralisir kulit samak krom dan jika dalam keadaan terbuka dapat melepaskan CO2 menjadi Na2CO3.

Soda abu berfungsi untuk membuang kesadahan air, menaikkan basisitas dan sebagainya

Yang pertama dilakukan saat neutralizing yaitu menakar air dengan prosentase 250% lalu memasukkan NaHCO3 yang telah diencerkan 10 kali dengan prosentase 0,75% dengan 2 tahap pemasukan dengan waktu 20 menit setiap tahapannya. Setelah memasukkan NaHCO3 lalu melakukan pengecekan dengan indikator BCG dan cek pH. Saat melakukan pengecekan indikator BCG kulit ular kelompok ka

mi telah mencapai indikator Neutralizing yang ideal yaitu warna biru dan pH kulit mencapai 5,5.

4. Retanning II

Memiliki fungsi yaitu memperbaiki sifat kulit, menentukan karakter kulit sesuai dengan artikel yang diinginkan dan menyempurnakan proses tanning. Kemikal yang digunakan pada saat proses retanning yaitu RT 12, Tisyntan TFS, Tara, Tanigan BW.

5. Dyeing + Fatliquoring

Tujuan pewarnaan dasar/dyeing adalah memberikan warna dasar pada kulit sesuai dengan standar yang ditetapkan baik secara nasional, internasional terutama yang berhubungan dengan karakteristik uji fisik, organoleptic, kimia, termasuk persyaratan yang berhubungan dengan penggunaan dyestuffnya (Purnomo, 2010).

Tujuan fatliquoring adalah melapisi minyak pada serat kulit yang mengalami dehidrasi pada proses tanning sehingga diperoleh kelemasan dan pegangan yang sesuai. Fatliquor akan mmpengaruhi sifat fisis kulit, seperti kemuluran (ekstenbilitas), kuat Tarik, dll.

(24)

Sodoil Q88 merupakan fatliquor yang terkonsentrasi tinggi yang berasal dari lechittin. Derminol NLM dapat memberikan efek lembut pada kulit, warnanya muda, natural, dan menjadikan kulit tidak berbau.

Sod oil SN berfungsi untuk mengurangi tegangn muka pada kulit serta sebagai bahan pembasah saat proses soaking/wetting back.

Foryl PKN merupakan surfaktan anionic yang berfungsi membantu membersihkan kandungan minyak yang berada di permukaan kulit, sehingga air dapat terserap ke dalam kulit..

Acid dyestuff berfungsi untuk memberikan warna dasar pada kulit

HCOOH (asam formiat) bertujuan untuk mengikat warna agar warna benar-benar masuk sempurna terhadap kulit.

Pada praktikum ini proses yang dilakukan adalah fatliquor dahulu kemudian dilanjutkan dengan dyeing, dalam praktikum ini kelompok kami menggunakan formulasi bahan-bahan kimia 200% H2O dengan suhu 800C tujuanya untuk mengelmusikan bahan

kimia minyak yang digunakan dalam proses fatliquoring. Kemudian menggunakan minyak jenis syntetic sulphited fat sebanyak 1,5% dan natural lecithin fat 3% dari berat kulit, dengan produk patennya derminol ocs dan derminol NLM. Minyak tersebut berfungsi untuk melapisi minyak pada serat kulit yang mengalami dehidrasi pada proses tanning sehingga diperoleh kelemasan dan pegangan yang sesuai dengan standar yang diinginkan. Kemudian penambahan bahan kimia lipsol S dengan produk patenya Osipol LN sebanyak 2%.

Kemudian levelling agent dengan produk patenya tysintan TFS sebanyak 0,5%, penambahan acid dyes colour dengan warna sellase blue H sebanyak 1%. Yang terakhir ditambahkan HCOOH.

(25)

bahan selanjutnya sebanyak 0,5% tsyntan TFS dan 1% bahan pewarna yaitu sellase blue H sebagai bahan pewarna dalam proses dyeing kulit. Setelah 45 menit drum berputas hentikan putaran drum dan masukkan bahan-bahan yang sudah disiapkan tadi kedalam drum beserta kulitnya putar drum selama 30 menit, setelah 30 menit drum berputar dengan kulit lakukan kontol proses yaitu dengan melihat cairan dyestuff yang menjadi semakin bening dan tes BCG pada penampang kulit dengan warna biru kehijauan, apabila tes tersebut sudah menunjukkan cairan dyestuff menjadi semakin bening dan tes BCG penampang kulit berwarna biru kehijauan maka proses dyeing dinyatakan sudah cukup kemudian dilanjutkan dengan proses selanjutnya yaitu penambahan HCOOH (asam formiat) sebanyak 3x20 menit yang sebelumnya asam formiat tersebut sudah diencerkan sebanyak 1:10, tujuan diencerkan yaitu adalah agar ketika asam dimasukkan kedalam drum berisi kulit kulit yang mengalami proses fat dan dyeing tidak mengalami belang karena bercampur dengan asam pekat, sehingga perlu dilakukan pengenceran agar kulit tidak mengalami belang pada area tertentu.

Kemudian masukkan asam formiat yang sudah diencerkan tadi kedalam drum yang berisikan kulit tadi melalui lubang samping drum dengan selang corong dalam keadaan drum masih berputar sebanyak 3x20 menit, maksudnya lakukan penambahan asam formiat secara bertahap (sebanyak 3kali penambahan selama 20 menit) agar penambahan asam tadi dapat bercampur dengan sempurna pada kulit. Setelah penambahan asam 3x20menit hentikan putaran drum kemudian lakukan drain wash drain pada kulit dan dilanjutkan dengan proses selanjutnya yaitu proses fiksasi.

6. Fixing

Fiksasi adalah rangkaian dari proses penyamakan yang tujuanya untuk mengikat bahan-bahan kimia kedalam kulit agar pengikatanya maksimal. Optifix berfungsi untuk mengikat bahan-bahan kimia pada proses-proses sebelumnya secara maksimal kedalam kulit.

(26)

Dalam praktikum ini proses fiksasi yang dilakukan menggunakan bahan kimia H2O sebanyak 250%, fixing agent dengan produk pattenya optifix sebanyak 0,5% kemudian anti jamur dengan produk pattenya preventol CR sebanyak 0,05.

Cara kerja proses ini adalah menyiapkan air sebanyak 250% dari berat kulit kemudian masukkan dalam drum masukkan dan campurkan optifix kemudian masukkan kulit dalam drum putar selama 20 menit. Pemberian anti jamur dilakukan setelah proses fiksasi selama 20 menit selesai dengan cara mengencerkan 0,005% anti jamut (preventol CR) dengan sedikit air kemudian memasukkanya pada drum yang berisi kulit keadaan drum dalam kondisi berputae lewat lubang pinggir drum menggunakan selang corong selama 20 menit, apabila sudah 20 menit matikan drum ambil kulit, lakukan proses selanjutnya.

7. Drain wash drain

Dimana kulit diambil dari dalam drum dilakukan pencucian pada kulit dengan air bersih, kemudian bilas drum menggunakan air juga.

8. Setting out

Proses ini dilakukan setelah proses fixing selesai kulit yang sudah dikeluarkan dari drum tadi dan sudah dicuci menggunakan air bersih dilakukan proses setting out dengan cara kulit di bentangkan di atas meja beam house dengan posisi bagian flesh diatas kemudian menggunakan pisau set out untuk menset out/menyeset kulit (bagian flesh) hingga air dalam kulit berkurang sampai kondisi kulit tidak terlalu basah (kadar air dikurangi).

9. Toggling

Proses ini dilakukan setelah proses setting out dimana kulit dalam kondisi tidak terlalu basah (kadar air berkurang) tujuanya yaitu untuk mementang kulit agar kulit menjadi semakin lebar dan tidak ada bagian-bagian kulit yang memiliki lipatan. Proses ini memerlukan waktu 1 malam dalam praktikum kami.

(27)

Finishing Adalah usaha untuk meningkatkan tampilan agar menambah daya tarik, meningkatkan daya jual dengan memperbaiki cacat yang ada baik yang disebabkan cacat alami, penyimpanan (lika, bekas penyakit, serangga dll) atau terjadi selama proses berlangsung seperti warna dasar yang tidak rata luntur, tidak matching dengan contoh maka diperlukan perbaikan dan penyempurnaan walau hanya untuk menyesuaikan warna seperti contoh. Tujuan finishing yaitu :

a. Melapisi permukaan kulit atau memberikan lapisan tipis/film pada permukaan kulit untuk melindungi (protecting) permukaan kulit dari pengaruh bahan kimia, panas, gosokan, air, benturan dll.

b. Untuk memperbaiki (upgrading) cacat, defek-defek pada permukaan kulit sehingga permukaan (grain) tampak lebih natural.

c. Untuk memperindah, menghias (decorating) agar tampak lebih indah dan fashionable.

1. Buffing

Proses ini adalah proses pengamplasan dengan amplas nomor 240 pada bagian flash kulit dengan tujuan meratakan bagian flash kulit (tipis) yang masih ada serabut-serabut daging yang tertinggal atau belum bersih ketika proses flashing.

2. Clearing

Clearing bertujuan untuk membuat air dapat terserap secara merata ke dalam kulit kulit sehingga permukaan menjadi rata. Permukaan yang rata membuat bahan-bahan yang ditambahkan pada proses selanjutnya dapat merata di permukaan kulit. Dalam melalukan clearing, perlu dilakukan drop test dan hasilnya air harus terserap cepat ke dalam kulit. Apabila air terserapnya lama, ini menunjukkan permukaan kulit banyak mengandung minyak sehingga perlu ditambah surfaktan anionik.

Ammonia bertujuan untuk membentuk muatan positif pada permukaan kulit sehingga menciptakan kulit yang sedikit serapan airnya. Selain itu, berfungsi untuk mengatur keseimbangan pH larutan clearing.

Foryl PKN merupakan surfaktan anionic yang berfungsi membantu membersihkan kandungan minyak yang berada di permukaan kulit, sehingga air dapat terserap ke dalam kulit.

(28)

maka mengukur larutan yang sudah dibuat sebanyak 200ml untuk setiap kulitnya, lalu melakukan spray 1x pada kulit dan keringkan.

3. Staining

Staining bertujuan untuk menyempurnakan proses pewarnaan dan memberikan efek warna yang sesuai di inginkan.

Acid Dyesscolor berfungsi sebagai warna tambahan atau penyempurna warna pada kulit.

FA berfungsi sebagai pengikat waran yang diberikan ke serat kulit. PEG (Poli Etilin Glikol) berfungsi untuk membuat warna menjadi rata.

Langkah diawali dengan membuat larutan staining dari 200 cc air, 1 gram Acid Dyesscolor yaitu Yellow CL dan Red,1 gram FA dan 1 gram PEG semua bahan dilarutkan. Karena menggunakan perbandingan 1:5 maka mengukur larutan yang sudah dibuat sebanyak 200ml untuk setiap kulitnya, lalu melakukan spray 2x menggunakan spray gun pada kulit dan keringkan.

4. Colour coating

Lustral HN merupakan kasein yang mengandung wax yang berfungsi sebagai perekat lapisan cat dengan permukaan kulit.

PEG (Poli Etilin Glikol) berfungsi untuk membuat warna menjadi rata.

Binder SB 150 merupakan casein binder yang tergolong keras tetapi memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai perekat warna pada kulit.

Acid Dyestuff berfungsi sebagai warna tambahan atau penyempurna warna pada kulit.

Langkah diawali dengan menyiapkan 5-10 gr, 100 cc Lustral HN, PEG, dan Binder SB 150 lalu campurkan hingga homogen. Lalu melakukan spray, keringkan dan diulang sebanyak 2x.

5. Platting

Platting merupakan proses dimana kulit ditekan dengan mesin platting (semacam diseterika) dengan panas dan tekanan tertentu agar kulit menjadi rata. Pada platting kali ini menggunakan panas dengan suhu 1000C dan tekanan sebesar 80 bar selama 3 detik.

6. Top Coat

(29)

menentukan terhadap semua karakter fisik diatas adalah resin/polimer pembentuk lapisan (film forming/binder) yang berhubungan dengan susunan dan struktur kimia utamanya.

Ketentuan/aturan yang harus dipenuhi top coat adalah sebagai berikut:

a. Sifat alami, lapisan cat tutup harus memiliki sifat melekat kuat dan permanen pada permukaan kulit (grain), tidak lengket, tidak melunak kembali (cukup keras), merata, penampilan harus tampak alami.

b. Sifat fisik dan kimia, lapisan harus mudah dibersihkan dari kotoran (cleanable) walaupun tanpa mengalami proses pembersihan, debu, tidak berbekas ketika dipegang, elastic, tidak mengalami penebalan atau swelling ketika terendam air, tingkat ketahan kelunturan tinggi, tahan terhadap bahan yang terdapat dalam lem, tidak melunak, lengket, atau mengeras. Disamping itu, harus memiliki ketahan terhadap pelarut organic seperti aseton, alcohol yang sering digunakan dalam pembuatan barang jadi.

c. Durability (ketahanan pakai), lapisan cat tutup harus memiliki ketahan pakai (durability), dalam jangka panjang sehingga penampakan yang atraktif dapat dipertahankan. Warna tidak hilang, tidak mengalami perubahan warna, tampilan permukaan harus tetap shiny dan tidak menjadi buram, sebaliknya tampilan yang buram tidak menjadi mengkilap, tahan terhadap pengaruh air, cahaya, tidak mudah menglupas, pecah, tergores. Inti dari durability adalah ketahanan untuk tidak mengalami perubahan jika dipakai dalam jangka panjang.

Top binder/NC water basis merupakan binder yang bersifat kerasyang berfungsi sebagai perekat warna pada permukaan kulit serta melindungi permukaan kulit agar tahan terhadap gosokan.

Lustral HN merupakan kasein yang mengandung wax yang berfungsi sebagai perekat lapisan cat dengan permukaan kulit.

Relca wax merupakan wax yang bersifar keras yang berfungsi untuk mebuat kulit tidak lengket pada saat diplatting

Langkah diawali dengan menyiapkan Top Binder/NC water basis, Lustral HN, dan Relca wax lalu campurkan hingga homogen. Karena menggunakan perbandingan 1:5 maka mengukur larutan yang sudah dibuat sebanyak 200ml untuk setiap kulitnya, lalu melakukan spray, keringkan dan diulang sebanyak 2x.

(30)

Platting merupakan proses dimana kulit ditekan dengan mesin platting (semacam diseterika) dengan panas dan tekanan tertentu agar kulit menjadi rata. Pada platting kali ini menggunakan panas dengan suhu 1000C dan tekanan sebesar 10 bar selama 5 detik.

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari praktikum yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa proses penyamakkan kulit biawak meliputi proses BHO, Tanning, Retanning, Pasca Tanning dan Finishing. Kulit yang diolah sebanyak 3 ekor. Proses yang berpengaruh adalah saat glazing, sebab mebutuhkan ketekunan dan ketelatenan saat proses. Pada kulit kelompok satu, kulit yang dihasilkan cukup maksimal, kendala yang dihadapi adalah pada proses staining yang sulit untuk memadukan warna pada kulit ular

B. Saran

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Irfan, M. 2012. Ilmu dan Teknologi Pengolahan Kulit. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.

Purnmo,Eddy. 2016. Modul praktikum novelty leather. Yogyakarta. Polteknik ATK Yogyakarta

Purnomo, Eddy. 2011. Teknologi Finishing. Yogyakarta. Akademi Teknologi Kulit Yogyakarta

Referensi

Dokumen terkait

Setelah penyemenan selesai dilakukan rangkaian PDC 12 ¼” di masukkan untuk membor semen dari kedalaman 2.420 m sampai 2.474 m, cabut rangkaian PDC 12 ¼” kepermukaan lalu

Subyek yang berjumlah 306 murid Sekolah Tarsisius Vireta Tangerang dari kelas 3 sampai kelas 9, diambil secara acak stratifikasi dan memenuhi kriteria sebagai berikut;

Penelitian ini menghasilkan Media Pembelajaran E-COMIC Matematika untuk peserta didik SMP/MTs yang telah melalui validasi oleh para ahli, praktisi pendidikan

Kerja sama pengembangan peristilahan itu diperluas dengan masuknya Brunei Darussalam sebagai anggota sehingga nampnya menjadi Majelis Bahasa Brunei

Peserta yang ingin mengupload aplikasi pada Gelombang 2 tanpa melalui account Windows Store dapat mengirim 3 file sesuai sub-bab “ Mengupload Aplikasi Windows 8 (Tanpa Membuat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aspirin sebagai obat anti-inflamasi non-steroid dalam penghambatan aktivitas GST kelas  hati tikus secara in vitro.. Enzim GST

Data dalam penelitian ini adalah semiotik yang terdapat dalam antologi puisi “Dari Amerika ke Catatan Langit” karya Dendy Sugono dan Abdul Rozak Zaidan.. Sumber data

Berdasarkan metode di atas, maka langkah awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menganalisis unsur-unsur intrinsik dalam cerpen “al-H}ubbu as{- S{agi&gt;ru‛