• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diantara Asap Rokok dan Aroma Kopi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Diantara Asap Rokok dan Aroma Kopi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Teori Kebudayaan

Popularitas Kopi dan Kaffeinnya Dalam Esensi

Perbincangan Malam di “Warung Kopi”

Diajukan untuk memenuhi tugas akhir semester mata kuliah Teori Kebudayaan dalam Program

Pasca Sarjana, Magister Linguistik 2016.

Oleh: Riantino Yudistira

160120201004

Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Negeri Jember

(2)

Popularitas Kopi dan Kaffeinnya Dalam Esensi

Perbincangan Malam di “Warung Kopi”

1. Pendahuluan Sejarah Kopi

(3)

2. Popularitas Kopi dan Kaffeinnya (Melawan Rasionalitas Kaum Rohaniawan Hingga Revolusi Negara)

Sejak zaman di ditemukanya oleh bangsa arab, kopi telah terbukti memikat selera peminumnya, bahkan popularitas kopi dalam sejarah telah beberapa kali tercatat menyebabkan kontroversi hingga konflik yang menganggu hegemoni penguasa pada zamannya. Tercatat pada 1600 M popularitas kopi yang dibawa oleh bangsa arab dianggap tidak sejalan dengan dogma-dogma gereja pada masa itu, sehingga Paus Clement VIII, menegaskan untuk mempertimbangkan bahwa ‘budaya ngopi’ merupakan sebuah bid’ah, ‘budaya luar’ yang dapat mengancam (infidel) dan karena itu berdosa bagi yang meminumnya. Namun beberapa waktu kemudian, ia mengizinkan jika ‘ngopi’ menjadi bagian (alternatif) dari makanan/minuman yang halal dimakan oleh seorang Kristen. Konflik lain akibat popularitas kopi yang mengganggu pihak berkuasa yaitu tercatat pada 1675 M ketika Raja Charles II kembali berkuasa setelah Richard Cromwell di gulingkan. Raja Charles II menutup seluruh kedai kopi di London, dengan tuduhan utamanya adalah kedai kopi dijadikan sebagai tempat pemufakatan makar oleh antek – antek pendukung Oliver Cromwell yang mengotaki revolusi terhadap pemerintahan Raja Charles I dan memberikan hukuman pancung kepada raja dan keluarganya.

Discussing War at a Café. Cambridge, 1649.

(4)

dibudayakan. Kopi seakan-akan menjadi sebuah minuman yang dibutuhkan. Maka tidaklah mengejutkan bila bermunculan kedai- kedai kopi yang tentunya di dirikan dengan tujuan awal yaitu manfaat ekonomi. Namun dalam perjalananya kedai kopi telah menjadi sebuah ruang publik yang populer dimana orang dapat menghabiskan waktu dengan berbincang sembari menikmati kopi. Terkait dengan kandungan utama kopi, yaitu kaffein, yang dapat membuat kerja otak menjadi optimal, membuat seorang peminum kopi menjadi terfokus dalam kurun waktu tertentu. Sebagai contoh, bila efek kaffein di hubungkan dengan konflik ketika Raja Charles II menutup seluruh kedai kopi yang berada di London, bukanya Bar yang menjual Bir dan Malt pada zaman itu. Para pembelot, menganggap kedai kopi sebagai tempat yang sempurna dalam melakukan pemufakatan makar. Alasan pertama ialah kedai kopi merupakan ruang publik dimana siapapun dapat berbaur duduk bersama dan berbicara hal-hal yang di inginkan. Sehingga kehadiran sekelompok orang yang duduk bersama dan berbincang tampak sebagai aktivitas yang biasa dilakukan dan tidak menuai perhatian massa. Alasan kedua kopi adalah minuman yang cocok untuk kegiatan perbincangan semacam ini. Dibutuhkan daya pikir terbaik dari setiap anggota untuk memberikan pemikirannya terhadap langkah yang akan di tempuh dalam proses revolusi. Jadi minuman yang tepat bukannya bir atau malt yang malah memberikan efek memabukan, tetapi yang dibutuhkan adalah kopi dengan kandungan kafeinnya yang memberikan dorongan semangat untuk lebih terfokus dan berpikir logis menemukan solusi.

Sedangkan di Indonesia, tercatat kopi pertama kali masuk yaitu pada tahun 1696 dari jenis kopi Arabika. Kopi ini masuk melalui Batavia (sekarang Jakarta) yang dibawa oleh Komandan Pasukan Belanda Adrian Van Ommen dari Malabar - India, yang kemudian ditanam dan dikembangkan di tempat yang sekarang dikenal dengan Pondok Kopi -Jakarta Timur, dengan menggunakan tanah partikelir Kedaung. Sayangnya tanaman ini kemudian mati semua oleh banjir, maka tahun 1699 didatangkan lagi bibit-bibit baru, yang kemudian berkembang di sekitar Jakarta dan Jawa Barat antara lain di Priangan, dan akhirnya menyebar ke berbagai bagian dikepulauan Indonesia seperti Sumatera, Bali, Sulawesi dan Timor.

3. Warung Kopi

(5)

pertama di Indonesia. Kedai kopi ini bernama Tek Sun Ho, didirikan tepatnya pada tahun 1878 di jalan Moolen Vliet Oost, Batavia yang sekarang bernama jalan Hayam Wuruk, Jakarta. Penamaan kedai kopi ini didasarkan pada nama pemiliknya yaitu Liaw Tek Soen. Apabila dihitung mulai berdirinya, kedai ini sudah berusia 138 tahun, sudah melintasi lima generasi keturunannya yang mempertahankannya.

Kedai kopi Tek Sun Ho, Batavia 1878.

Dewasa ini, khususnya di daerah Jawa Timur, kedai kopi lebih dikenal dengan nama warung kopi. Dalam kehidupan sehari – hari, frasa “warung kopi” tentunya sudah tidak asing lagi didengar oleh telinga masyarakat Indonesia pada umumnya. Dapat dipastikan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia pernah singgah atau pun setidaknya melihat sebuah “warung kopi” berdiri di pinggir jalan. Namun umumnya konsep bangunan warung kopi yang sekarang ‘merakyat’ berbeda dengan kedai kopi Tek Sun Ho. Warung ini didirikan dengan kriteria bangunan yang cenderung sederhana hingga seadanya, beratap genteng hingga seng, bertiang besi terpancang hingga kayu bongkar pasang, bermeja kayu hingga bambu, dan beralas aspal hingga tanah. Kadang juga hanya sekedar gerobak kaki lima yang di lengkapi atap terpal dan kursi. Warung jenis ini menyediakan menu minuman panas seperti teh, wedang jahe, susu

(6)

kemasan sachet dari berbagai merek, atau kopi yang di produksi sendiri oleh pemilik warung dari biji kopi mentah.

Untuk memesan minuman andalan di warung kopi, seringkali konsumen di warung kopi mengkodekan “pesan kopi hitam” kepada pemilik warung. Kopi hitam disini maksudnya adalah minuman kopi yang diracik dari bubuk kopi ditambah gula kemudian di aduk dengan air panas saja. Tanpa susu atau tambahan apapun. Harga jual minuman di warung ini variatif namun relatif sangat murah. Kualitas bahan minuman khususnya kopi, pun kadang dipertanyakan, namun fakta dilapangan membuktikan bahwa soal rasa minuman kopi yang di sajikan di warung-warung ini, tidak perlu diragukan lagi. Seolah-olah pemilik warung mengerti benar tentang kualitas kopi yang baik, sehingga dapat mempertahankan minat konsumen untuk menjadi pelanggan setia.

Sedangkan untuk pendamping minum, pemilik warung juga biasanya menyediakan jajanan kelas rakyat menengah ke bawah, yang juga relatif murah. Jajanan tersebut lazimnya berupa aneka gorengan, dan kerupuk yang telah di bungkus kecil. Jajanan-jajanan ini merupakan produk buatan pemilik warung itu sendiri atau pun sekedar “titip jual” dari orang lain. Tentunya warung kopi juga menjual rokok. Baik dalam bentuk perkotak maupun eceran perbatang. rokok tidak luput dari eksistensi kegiatan ngopi, karena bagi sebagian besar penikmat kopi di warung kopi, beredar asumsi : kopi adalah darah, sedangkan rokok adalah nafas.

(7)

4. Warung Kopi Sebagai Ruang Publik

Jam buka warung kopi bervariasi, ada warung kopi yang buka selama 24 jam, ada pula yang mengkhususkan diri buka jam pagi, maksudnya yaitu beroperasi antara jam 04.00 WIB hingga 09.00 WIB. Ada warung kopi yang buka sehari penuh hingga selambat lambatnya tutup pukul 18.00 WIB. Bagi warung kopi yang buka pada saat malam, umumnya dimulai pada pukul 19.00 WIB hingga menjelang pukul 03.00 WIB.

Tentunya, sebagai tempat nongkrong yang asik, sembari menikmati kopi, rokok, dan gorengannya, masyarakat kelas menengah kebawah yang menjadi konsumen dominan, menjadikan warung kopi sebagai tempat berbincang, ruang publik dimana setiap orang dapat terlibat didalam kelangsungan berkomunikasi secara bebas (Habermas, dalam Poespowardojo dan Seran. 2016:163). Perbincangan disini terjadi secara bebas, mulai dari ‘curhat’, bisnis, hingga gurauan tentang seksualitas dan sarkastik, bahkan keakraban yang terlihat dalam perbincangan hampir tanpa menunjukan rasa hormat terkait kompetensi dan norma-norma kebahasaan. Tanpa adanya perkenalan formal antar satu individu dengan individu lain, perbincangan yang terjadi menunjukkan seolah olah para penutur dan mitra tuturnya telah saling mengenal. Sambil sesekali menyeruput kopi hitam yang telah di pesan, para konsumen bercengkrama dalam berbagai tema pembicaraan, baik tentang isu yang sedang berkembang hingga gosip-gosip tentang dunia astral.

(8)

Aktivitas berkomunikasi di warung kopi tampak berlangsung secara alamiah, lancar dan tanpa paksaan. Dalam bukunya The Theory of Communicative Action Habermas (dalam Poespowardojo dan Seran. 2016:167) menjelaskan bahwa aktivitas berkomunikasi berorientasi pada klaim yang valid yang secara nyata berbeda, namun saling berkaitan dan melengkapi yaitu:

1. Klaim kebenaran (truth), yaitu klaim menyangkut dunia alamiah objektif

2. Klaim ketepatan (rightness), yaitu klaim tentang pelaksanaan norma-norma sosial. 3. Klaim autentisitas (sincerety), yaitu klaim tentang kesesuaian antara batin dan ekspresi. 4. Klaim komprehensibilitas (comprehensibility), yaitu klaim tentang kesepakatan karena

terpenuhinya tiga klaim diatas sebagai alasan yang mencukupi untuk konsensus.

Perbincangan yang berlangsung di warung kopi di pasar, emperan toko, pinggir jalan dan sebagainya ini bukanlah perbincangan yang berat, bersangkutan dengan keamanan dan stabilitas negara secara harfiah. Tetapi perbincangan yang ringan. Bila tentang politik, hanya sekedar membahas isu-isu yang sedang berkembang dan disampaikan menurut perspektif masing-masing. Bila tentang bisnis, bukanlah tentang pembelian helikopter atau likuiditas terhambat akibat bursa efek yang colapsed, tetapi hanya sebatas pada mencari informasi tentang adakah pekerjaan harian yang tersedia di pasar besok, perdagangan bebek atau ayam dalam jumlah relatif kecil, hingga perbincangan tentang seksualitas yang mana seringkali mengarah pada tema ‘janda yang tersedia untuk digoda’. Jadi, walaupun perbincangan yang terjadi seringkali sekedar basa basi, etika dan syarat berkomunikasi di warung kopi dapat dijelaskan dengan teori etika diskursus yang di jelaskan Poespowardojo dan Seran, (2016:169). Syarat tersebut antara lain

1. Setiap orang yang mampu berbicara dan bertindak di izinkan mengambil bagian dalam pembicaraan bersama

2. A. Setiap orang di izinkan untuk menyatakan pendapatnya tentang apapun dalam pembicaraan bersama.

B. Setiap orang di izinkan untuk mempertanyakan dan mempersoalkan apapun tentang yang di bicarakan

(9)

5. Kesimpulan

Perbincangan Warung Kopi Sebagai Kajian Budaya.

Sudah merupakan kesimpulan akhir bila menarik fakta bahwa: Warung kopi di kalangan masyarakat kelas menengah kebawah di Indonesia, telah menjadi ruang publik. Tempat dimana konsumennya membudayakan “ngopi” dan perbincangannya sebagai bagian dari hidup dan berkehidupan. Seperti yang telah di uraikan pada bagian sebelumnya, ngopi di warung kopi sendiri bukan hanya sekedar duduk menikmati kopi panas, gorengan dan menghisap rokok. Bagi kalangan masyarakat kelas menngah kebawah yang menjadi konsumen dominan warung jenis ini, warung kopi telah bertransformasi sebagai sebuah tempat yang fleksibel dan efisien, maksudnya selain sebagai tempat beristirahat, nongkrong dan bercangkrama, bersenda gurau secara sarkastik namun tetap dalam rasionalitas bersama individu lain, dalam beberapa kesempatan warung kopi menjadi tempat untuk menyambung hidup, mengais rejeki.

Jadi, berdasarkan sejarahnya pula, kopi dan kaffeinya dalam essensi perbincangan di warung kopi telah menjad sebuah budaya yang terbudayakan dalam tatanan kehidupan bermasyrakat di Indonesia.

Bahan Bacaan

Alfred Muerling. 1997. From the death of his father to his defeat at the Battle of Worcester. London : Cambridge University Press

Mudrig Yahmadi. M. 2007. Rangkaian Perkembangan dan Permasalahan Budidaya & Pengolahan Kopi di Indonesia. AEKI Jawa Timur : PT. Bina Ilmu Offset

Teggia G. & Hanusz M. 2003. A Cup of Java. Equinox Publishing (Asia) Pte. Ltd,

Referensi

Dokumen terkait

13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat

 Deck Arch adalah Salah satu tipe jembatan pelengkung dimana lantai kendaraan yang dilalui oleh lalu lintas transportasi berada pada bagian atas dari struktur lengkung

pembelajaran STM. Hal tersebut dapat terlihat dari nilai gain yang diperoleh dari masing-masing kelas. Karena itu, model pembelajaran PBL lebih berhasil

Usaha perkebunan kelapa sawit pada skala 6.000 hektar di Papua ini akan membutuhkan waktu yang relatif singkat (6 tahun dan 2 bulan) untuk mengembalikan

〔最高裁民訴事例研究四四二〕一

tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan peramalan permintaan produk original pizza super supreme yang berukuran reguler dengan menggunakan metode

F1 pembentukan kerajaan persekutuan F2 Yang Dipertuan Agong sebagai ketua negara F3 mengamal institusi raja berpelembagaan F4 mengamal sistem demokrasi berparlimen F5

(3) Setiap mahasiswa yang menghina dan/atau mencemarkan nama baik pimpinan universitas, fakultas, program studi, lembaga, unit, dosen, dan/ atau karyawan di dalam atau di luar