• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SAN (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGELOLAAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SAN (1)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Pengelolaan Penyediaan Air Minum dan

Sanitasi Berbasi Masyarakat (PAMSIMAS)

Kabupaten Sampang

Oleh : Fauzan Andikha

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pembangunan infrastruktur sarana sanitasi merupakan salah satu elemen pembangunan yang menjadi perhatian nasional dan internasional. Pembangunan Sanitasi di Indonesia telah ditetapkan dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMPN) tahun 2005–2025 Pemerintah Indonesia. Berbagai langkah terhadap implementasi Program Nasional tersebut telah ditetapkan pada Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014 yang difokuskan pada Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP).

Sebagai wujud komitmen yang tinggi untuk pembangunan sektor sanitasi lokal dan penyediaan layanan sanitasi yang semakin baik di daerah, Pemerintah pusat telah menyiapkan bantuan teknis kepada Pemerintah Provinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota. Disamping hal tersebut, Pemerintah Pusat telah mendukung dan mendorong Pemerintah Daerah untuk menyusun perencanaan pembangunan sanitasi yang komprehensif, terkoordinasi dan terencana untuk seluruh wilayah perkotaan dengan prioritas yang terukur, tanggap kebutuhan, berdasarkan kondisi aktual dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan di daerah.

Salah satu aspek penting yang menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat adalah sanitasi, karena sanitasi berhubungan langsung dengan masalah kesehatan, kondisi lingkungan permukiman, pola hidup masyarakat dan kenyamanan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dalam pembangunan suatu daerah kabupate/kota sanitasi sangat diprioritaskan dan diperhatikan. Sampai saat ini masih bayak dijumpai aspek –aspek pembangunan sanitasi dari pengelolaan air limbah cair, pengelolaan persampahan pengelolaan drainase serta penyediaan air bersih masih berjalan sendiri-sendiri dan belum terintegrasi dengan baik.

(2)

Dalam upaya mengatasi berbagai permasalahan tersebut maka perlu gerakan yang menyeluruh dan jangka menengah salah satunya melalui agenda global Millennium Development Goals (MDGs).

Pembangunan sanitasi termasuk salah satu sasaran MDGs yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup melalui penurunan separuh proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada tahun 2015.

Penyediaan air minum dan penurunan kualitas lingkungan di Kabupaten Sampang saat ini sangat memprihatinkan. Saat ini masih banyak masyarakat Kabupaten Sampang yang masih kekurangan pelayanan air bersih ataupun air minum dikarenakan eksplorasi sumber air yang berlebihan dan kehidupan masyarakatnya yang tidak bisa memberdayakan sumber air. Sehingga kerusakan lingkungan terjadi disetiap daerah. Padahal apabila diteliti secara seksama lingkungan sangat berpengaruh terhadap kehidupan dalam masyarakat terutama masalah kesehatan. Tetapi meskipun demikian masih banyak masyarakat indonesia yang belum sadar akan pentingnya lingkungan sekitar dan selalu meremehkan masalah lingkungan. Dalam Pasal 5 Undang-Undang No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air menyatakan bahwa negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif.

2. Gambaran Umum Kabupaten Sampang

Kabupaten Sampang terletak pada 113008’ – 113039’ Bujur Timur dan 06005’– 07013’ Lintang Selatan, dengan luas wilayah 1.233,33 Km2. Batas wilayah Kabupaten Sampang adalah sebagai berikut :

• Sebelah Utara : Laut Jawa

• Sebelah Timur : Kabupaten Pamekasan

• Sebelah Selatan : Selat Madura

• Sebelah Barat : Kabupaten Bangkalan.

(3)

Kabupaten Sampang terdiri dari 14 Kecamatan, dengan 6 kelurahan dan 180 desa. Adapun kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Sampang tersebut meliputi Kecamatan Sreseh, Kecamatan Torjun, Kecamatan Omben, Kecamatan Pangarengan, Kecamatan Sampang, Kecamatan Camplong, Kecamatan Jrengik, Kecamatan Kedungdung, Kecamatan Tambelangan, Kecamatan Banyuates, Kecamatan Robatal, Kecamatan Karang Penang, Kecamatan Ketapang, Kecamatan Sokobanah.

Wilayah administrasi Kabupaten Sampang dan nama, Luas Wilayah Per Kecamatan, Jumlah Desa/Kelurahan, serta jumlah penduduk per kecamatan, dapat dilihat pada tabel 1

Tabel 1. Nama, Jumlah Penduduk Per Kecamatan, Luas Wilayah Per Kecamatan, Dan Jumlah Kelurahan/Desa

Sumber : Kabupaten Sampang dalam angka 2013 No

12. Karang penang 63.559 84,25 6,83 7

13. Ketapang 81.924 125,28 10,16 14

14. Sokobanah 67.058 108,51 8,80 12

(4)

a. Kondisi fisik

i. Topografi

Topografi atau bentang alam merupakan kawasan perencanaan, yang dapat dijelaskan tanpa melalui pengukuran lapangan, hal ini menyangkut tinggi rendahnya atau datar tidaknya suatu kawasan. Keadaan topografi dapat digambarkan melalui kelerengan beberapa wilayah. Lereng adalah gambaran perbedaan ketinggian dari dua tempat yang berbeda dan dinyatakan dalam suatu persen. Faktor kemiringan tanah merupakan unsur yang penting dalam merencanakan peruntukan penggunaan tanah, khususnya di bidang pertanian. Kelerengan wilayah Kabupaten Sampang bervariasi antara datar, bergelombang, curam dan sangat curam dimana klasifikasi kelerengan tanah tersebut adalah sebagai berikut ini :

• Kelerengan 0-2 % meliputi luas 37.785,64 Ha atau 31,40 % dari luas wilayah keseluruhan kecuali daerah genangan air, pada wilayah ini sangat baik untuk pertanian tanaman semusim

• Kelerengan 2-15 % meliputi luas 67.807,14 Ha atau 53,86 % dari luas wilayah keseluruhan, baik sekali untuk usaha pertanian dengan tetap mempertahankan usaha pengawetan tanah dan air. Selain itu pada kemiringan ini cocok juga untuk konstruksi/ permukiman

• Kelerengan 15-25 % dan 25-40 % meliputi luas 15.246,93 Ha atau 12,67 % dari luas wilayah keseluruhan. Daerah tersebut baik untuk pertanian tanaman keras/tahunan, karena daerah tersebut mudah terkena erosi dan kapasitas penahan air yang rendah. Karenanya lahan ini pun tidak cocok untuk konstruksi.

• Kelerengan > 40% meliputi luas 2.490,03 Ha atau 2,07% dari luas wilayah keseluruhan. Daerah ini termasuk kedalam kategori kemiringan yang sangat terjal (curam) dimana lahan pada kemiringan ini termasuk lahan konservasi karena sangat peka terhadap erosi, biasanya berbatu diatas permukaannya, memilikirun offyang tinggi serta kapasitas penahan air yang rendah. Karenanya lahan ini tidak cocok untuk konstruksi.Daerah ini harus merupakan daerah yang dihutankan agar dapat berfungsi sebagai perlindungan hidrologis serta menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan.

(5)

untuk diusahakan. Disamping itu ketinggian juga erat hubungannya dengan unsur kemampuan tanah yang lain, misalnya lereng dan drainase.

ii.Geologi

Berdasarkan geologinya, Kabupaten Sampang terdiri atas 5 macam batuan yaitu, alluvium, pliosen fasies sedimen, plistosen fasies sedimen, pliosen fasies batu gamping, dan mioses fasies sedimen. Jenis geologi alluvium dan mioses fasies sedimen banyak digunakan oleh masyarakat untuk tegalan dan sawah, serta sebagian kecil jenis batuan plistosen fasies sedimen yang seluruhnya untuk tegalan. iii.Jenis Tanah

Dilihat dari jenis tanah yang ada di Kabupaten Sampang bagian yang terluas adalah tanah dari jenis Komplek Mediteran Grumosol, Regosol dan Litosol yakni seluas 54.335 Ha. Diikuti oleh jenis tanah alluvial hidromorf dengan luas sekitar 10.720 Ha. Sementara untuk proporsi jenis tanah terendah adalah jenis grumosol kelabu yang hanya terdapat di Kecamatan Sampang dan Kecamatan Camplong, dengan luasan 2.125 Ha. Kedalaman efektif tanah sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Kedalaman efektif adalah tebalnya lapisan tanah dari permukaan sampai kelapisan bahan induk atau tebalnya lapisan tanah yang dapat ditembus perakaran tanaman. Makin dalam lapisan tanah, maka kualitas tanah makin baik untuk usaha pertanian. Kedalaman efektif tanah di wilayah Kabupaten Sampang dapat diklasifikasikan dalam 5 (lima) kategori, yaitu : < 30 Cm, 30 - 60 Cm, 60 - 90 Cm, 90 - 120 Cm dan > 120 Cm. Kedalaman efektif tanah di Kabupaten Sampang didominasi oleh tanah yang mempunyai kedalaman efektif tanah > 120 Cm, yakni seluas 74.796 Ha atau 60,65 %. Tanah dengan kedalaman efektif tanah terendah adalah sebanyak 986 Ha atau sekitar 0,79 % dari seluruh luas wilayah Kabupaten Sampang yang mencapai 123.330 Ha.

b. Kondisi Hidrologi

Kabupaten Sampang memiliki 34 buah Sungai yang mana dibagi menjadi dua, yaitu:

• Kabupaten Sampang Selatan terdapat 25 Sungai.

• Kabupaten Sampang Utara terdapat 9 Sungai:

Sungai yang terdapat di Kabupaten Sampang sebagian besar merupakan Sungai musiman yang ada airnya pada musim penghujan. Sungai yang mengalir sepanjang tahun antara lain. Sungai Klampis dengan Waduk Klampis yang dapat dipergunakan untuk mengairi sawah di Kecamatan Torjun, Sampang dan Jrengik.

(6)

Sungai Kamoning bersumber di Kecamatan Robatal dan melewati dan bermuara di Kota Sampang dipergunakan untuk sandaran perahu/pelabuhan.

a. Klimatologi

Sebagaimana daerah di Indonesia pada umumnya, Kabupaten Sampang mempunyai iklim tropis yang ditandai dengan adanya 2 (dua) musim, yaitu musim hujan dan kemarau. Musim hujan berlangsung mulai dari bulan Oktober s.d. dengan Maret, dan musim kemarau berlangsung mulai dari butan April s.d. dengan September.

(7)

DASAR TEORI

1. Pamsimas

Berdasarkan laporan WHO-Unicef joint monitoring 2004 kinerja sektor Air Minum & Sanitasi di Indonesia dinilai masih rendah dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara. Diperkirakan penduduk Indonesia pada tahun 2015 adalah 218 Juta jiwa, dimana 103 Juta jiwa atau 47% belum memiliki akses terhadap sanitasi dan 47 Juta jiwa atau 22% belum memiliki akses terhadap air bersih. Angka yang lebih besar terlihat pada penduduk perdesaan, dimana diperkirakan 62% atau 73 Juta jiwa yang belum memiliki akses terhadap sanitasi dan 31% atau 36 Juta Jiwa yang tidak memiliki akses terhadap air bersih. Hanya 50% dari seluruh penduduk Indonesia yang mendapatkan akses air minum(Susenas, 2002). Di area perdesaan akses mendapatkan air bersih bahkan lebih rendah yaitu hanya 41%. Pada sektor sanitasi, hanya 10 kota di Indonesia yang memiliki jaringan air limbah dengan tingkat pelayanan sekitar 1,3% dari seluruh jumlah populasi. Sedangkan di daerah perdesaan dilaporkan 52% penduduk yang memiliki akses sanitasi dasar.

Cakupan pelayanan air minum dan sanitasi yang rendah ini, berdampak pada kesehatan masyarakat, tingkat perekonomian dan kondisi lingkungan. Indonesia merupakan salah satu negara yang tingkat kejadian typhoid yang tinggi, untuk mengatasi keterbatasan akses terhadap air minum dan sanitasi perlu pendekatan bagi masyarakat perdesaan yaitu dengan menggunakan Demand Responsive Approach (DRA) sebagai upaya menjamin sustainabilitas program, selain harus berbasis masyarakat agar program ’Cost Effective’, maka pembangunan infrastruktur harus disertai upaya perubahan nilai dan perilaku hidup bersih masyarakat.

a. Landasan Hukum Pamsimas

Landasan hukum pelaksanaan Program Nasional Pelayanan Air Minum dan Sanitasi yang Berbasis Masyarakat adalah sebagai berikut:

• UU No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

• UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

• PP No. 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.

• PP N0. 72 dan 73 tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa dan Pemerintahan Kelurahan.

(8)

• Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat, tahun 2003. Financing Agreement Financing Agreement Credit No 42040 IND.

Dalam rangka untuk mencapai target Millennium Development Goals sektor Air Minum dan Sanitasi ( WSS-MDG), yaitu menurunkan separuh dari proporsi penduduk yang belum mempunyai akses air minum dan sanitasi dasar pada Tahun 2015. Sejalan dengan itu, Pemerintah Indonesia melaksanakan Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas), yaitu salah satu program nasional (Pemerintah dan Pemerintah Daerah) untuk meningkatkan akses penduduk perdesaan dan peri urban terhadap fasilitas air minum dan sanitasi yang layak dengan pendekatan berbasis masyarakat.

Program Pamsimas tersebut dimulai pada Tahun 2007 dan mulai dilasanakan pada tahun 2008 dimana dari tahun 2008 sampai dengan Tahun 2012 telah berhasil meningkatkan jumlah warga miskin perdesaan dan pinggiran kota yang dapat mengakses pelayanan air minum dan sanitasi, serta meningkatkan nilai dan perilaku hidup bersih dan sehat melalui upaya pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat ini telah meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai mitra strategis Pemerintah Daerah dan Pemerintah dalam menyediakan dan meningkatkan kualitas pelayanan air minum dan sanitasi.

Tujuan Pembangunan Millennium Indonesia menetapkan bahwa pada tahun 2015, Indonesia menyediakan akses air minum yang layak bagi 68.87% penduduk dan akses sanitasi layak bagi 62.41% penduduk. Untuk kebutuhan air minum, secara nasional sampai dengan tahun 2011 Indonesia baru mampu menyediakan akses yang layak bagi 55.04% dari total penduduk Indonesia, sedangkan untuk kebutuhan sanitasi dasar, Indonesia baru mampu menyediakan akses sanitasi layak bagi 55.53% dari total penduduk Indonesia. Di antara masyarakat yang belum terlayani, masyarakat berpenghasilan rendah di perdesaan dan pinggiran kota termasuk kelompok yang rentan mengakses air minum dan sanitasi yang layak tersebut.

(9)

Program Pamsimas II merupakan kelanjutan dari program pamsimas pertama yang mana pada tahun 2013-2016 sebagai instrument pelaksanaan dua agenda nasional untuk meningkatkan cakupan penduduk terhadap pelayanan air minum dan sanitasi yang layak dan berkelanjutan, yaitu:

a. Air Bersih untuk Rakyat,

b. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.

Program ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah warga masyarakat kurang terlayani termasuk masyarakat berpenghasilan rendah di wilayah perdesaan dan peri-urban yang dapat mengakses pelayanan air minum dan sanitasi, meningkatkan penerapan nilai dan perilaku hidup bersih dan sehat dalam rangka pencapaian target Milennium Development Goals (sektor air minum dan sanitasi) melalui pengarusutamaan dan perluasan pendekatan pembangunan berbasis masyarakat. Program Pamsimas II dilaksanakan untuk menunjang pengembangan permukiman yang berkelanjutan pada 219 kabupaten/kota yang tersebar di 32 provinsi.

Sebagai pelayanan publik yang mendasar, berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pelayanan air minum dan sanitasi telah menjadi urusan wajib pemerintah daerah, dimana penyelenggaraan urusan wajib berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang ditetapkan Pemerintah. Untuk mendukung kapasitas Pemerintah Daerah dalam menyediakan layanan air minum dan sanitasi yang memenuhi SPM tersebut, Program Pamsimas berperan dalam menyediakan dukungan finansial baik untuk investasi fisik dalam bentuk sarana dan prasarana, maupun investasi non fisik dalam bentuk manajemen, dukungan teknis, dan pengembangan kapasitas.

(10)

Ruang lingkup program Pamsimas mencakup 5 (lima) komponen program : 1. Pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kelembagaan daerah;

2. Peningkatan perilaku higienis dan pelayanan sanitasi; 3. Penyediaan sarana air minum dan sanitasi umum; 4. Insentif desa/kelurahan dan kabupaten/kota; 5. Dukungan manajemen pelaksanaan program.

2. Implikasi Kebijakan

a) Penataan Ruang

Menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan Ruang adalah “wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk

lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.”

Pada umumnya, suatu ruang tertentu dapat digunakan untuk berbagai alternatif kegiatan, seperti pemukiman, industri, pertanian dan sebagainya. Apabila suatu kegiatan tertentu telah dilakukan di suatu ruang tertentu, pada waktu yang sama tidak dapat dilakukan suatu kegiatan lain. Karena itu, dapat terjadi persaingan. Bahkan, terjadi konflik dalam pemanfaatan ruang antara berbagai macam kegiatan, yang dapat menghambat kelancaran kegiatan itu. Hak guna usaha, misalnya kegiatan pertanian, yang terdapat dalam suatu ruang dapat terjadi tumpang tindih dengan kegiatan pertambangan berdasarkan hak kuasa pertambangan.

Di samping itu, suatu kegiatan dapat mengganggu atau merugikan kegiatan lain yang berada di dekatnya, seperti pengaruh kebisingan, asap tebal dan debu pada tempat kediaman/pemukiman. Bahkan, suatu kegiatan wilayah meskipun jaraknya cukup jauh, misalnya pengaruh industri di hulu sungai terhadap pemukiman atau penggundulan hutan terhadap pemukiman di bawahnya karena erosi dan menurunnya air bawah tanah.

(11)

bungalau, restoran yang tidak cocok untuk itu. Hal ini tidak saja menimbulkan konflik-konflik dalam berbagai pemanfaatan yang berbeda, tetapi juga dapat mengancam rusaknya keindahan alam yang menjadi objek utama dari para wisatawan.

Masalah tata ruang di kota-kota besar seperti di Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan merupakan contoh yang dapat disaksikan setiap hari. Berbaurnya kegiatan primer dan kegiatan sekunder sekiat pusat kota menyebabkan campur baurnya lalu-lintas antar kota dengan lalu-lintas menimbulkan kemacetan dan berbagai gangguan kegiatan lainnya.

Oleh karena itu, kebijakan penataan urang yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah harus memperhatikan aspek lingkungan hidup, sebagaimana Mochtar Kusumaatmadja di dalam buku M. Daud Silalahi (2001)

“karena pemerintah merupakan pengemban dan penjaga kepentingan umum masyarakat, maka melalui pemerintahannya, masyarakat harus menuntut agar ongkos-ongkos sosial ini diperhitungkan dengan seksama dan ditentukan pula siapa-siapa saja yang harus membayar ongkos-ongkos sosial ini”.

Selanjutnya M. Daud Silalahi (2001) mengatakan agar hal ini dapat terintegrasi dalam suatu proses keputusan yang berwawasan lingkungan, beberpa hal perlu dipertimbangkan, antara lain, sebagai berikut:

1. Kuantitas dan kualitas sumber kekayaan alam yang diketahui dan diperlukan;

2. Akibat-akibat dari pengambilan sumber kekayaan alam, di darat maupun di laut, termasuk kekayaan hayati laut, dan habisnya deposit dan stok;

3. alternatif cara pengambilan kekayaan hayati laut dan akibatnya terhadap keadaan sumber kekayaan itu;

4. ada tidaknya teknologi pengganti;

5. kemungkinan perkembangan teknologi-teknologi pengganti termasuk biayanya masing-masing;

6. adanya lokasi lain yang sama baiknya atau lebih baik; 7. kadar pencemaran air dan udara, kalau ada;

8. adanya tempat pembuatan zat sisa dan kotoran serta pengolahannya kembali (recycling) sebagai bahan mentah; dan

(12)

Karena mengingat kenyataan bahwa di negara yang sedang berkembang sebagian besar kegiatan pembangunan berada di bawah penguasan dan bimbingan pemerintah, sudah selayaknya bahwa masalah perlindungan lingkungan ini diintegrasikan ke dalam proses perencanaan pembangunan. Salah satu alat perlindungan dan pelestarian lingkungan dalam rencana pembangunan adalah keharusan untuk melakukan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) yang merupakan konsep pengaturan hukum di bidang hukum.

Berkaitan dengan kebijakan penataan ruang Handiman Rico dalam makalahnya mengatakan :

Dalam rangka menerapkan penataan ruang untuk pada akhirnya mewujudkan pengembangan wilayah seperti yang diharapkan, maka terdapat paradigma yang harus dikembangkan sebagai berikut :

• Otonomi Daerah (UU No.22/1999)/( UU 32/2004), mengatur kewenangan Pemerintah Daerah dalam pembangunan Globalisasi

• Pembangunan wilayah tidak terlepas dari pembangunan dunia, investor akan menanamkan modalnya di daerah yang memiliki kondisi politik yang stabil dan didukung sumberdaya yang memadai

• Pemberdayaan masyarakat

• Pendekatan pemberdayaan masyarakat merupakan tuntutan yang harus dipenuhiGood Governance

• Iklim dan kinerja yang baik dalam pembangunan perlu dijalankan. Karakteristiknya adalah partisipasi masyarakat, transparasi, responsif dan akuntabilitas

b) Pola Ruang

Pengelolaan kawasan lindung di Kabupaten Sampang secara umum ditujukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya berbagai kerusakan fungsi lingkungan hidup terintegrasi antara kepentingan pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal dengan pelestariannya. Dalam konteks ini diharapkan bahwa penempatan ruang dalam rangka pengembangan wilayah diserasikan dengan kemampuan dan daya dukung wilayahnya.

(13)

Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan bawahannya di Kabupaten Sampang antara lain berupa resapan air. Adapun kebijaksanaan ruang di kawasan ini ditentukan berdasarkan tujuan pemantapannya, yaitu untuk mencegah terjadinya bencana dan menjaga kelestarian kawasan.

Upaya pemantapan fungsi lindung pada kawasan yang memberikan perlindungan pada kawasan bawahnya di Kabupaten Sampang dapat dilakukan dengan pendekatan pengembangan daerah aliran sungai (DAS), yaitu untuk melindungi atau tetap terjaganya kawasan yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area). Kawasan yang menjadi perlindungan dari kawasan ini di dalamnya memiliki berbagai kegiatan strategis yang berpengaruh luas jika tidak dilindungi.

1. Faktor Pendukung dan Penghambat

a. Faktor Pendukung

Faktor pendukung dalam program pengelolaan penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat di Kabupaten Sampang adalah :

• Adanya dukungan dari Kepala Daerah/Bupati sehingga instansi terkait dengan program tersebut bisa bekerja secara maksimal

• Adanya sumber daya alam yang memadai di tiap lokasi yang dipilih

• Minimnya fasilitasi air bersih dan sanitasi b. Faktor Penghambat

• Kurangnya peran serta masyarakat serta pihak swasta di Kabupaten Sampang terhadap kegiatan tersebut

• Kurangnya sosialisasi dan perhatian dari instansi terkait kepada masyarakat

setempat akan pentingnya sanitasi

• Keterbatasan dana yang dianggarkan dalam kegiatan sanitasi

• Belum adanya masterplan di sebagian sektor sanitasi

• Belum adanya Perda yang mengatur dan membahas tentang sanitasi secara

keseluruhan.

• Masih rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya sanitasi

• Sumber Daya Manusia yang tidak memadai dalam pengelolaan sanitasi

(14)

PEMBAHASAN

Masalah penyediaan air minum dan sanitasi di pedesaan ataupun diperkotaan Kabupaten Sampang memang sangat diperlukan. Di Kabupaten Sampang masih ada masyarakat yang masih terkendala dengan ketersediaan air bersih dan sarana prasarana sanitasi. Kendala air bersih tersebut dikarenakan tidak tersedianya mata air ataupun sumber air tanah yang ada di daerah tersebut. Sehingga pada musim kemarau daerah tersebut susah mendapatkan air sehingga masyarakatnya menggunakan air seadanya yang masih tersedia meskipun air tersebut dikatakan sudah tidak layak untuk di gunakan atau jauh dari kata bersih.

Masalah sanitasi di Kabupaten Sampang juga begitu memprihatinkan karena dilihat dari prilaku dan kehidupan masyarakatnya, masih banyak masyarakat Kabupaten Sampang membuang sampah sembarangan dan tidak jarang pula masyarakat Kabupaten Sampang membuang sampah ke sungai meskipun di Kecamatan Sampang sendiri untuk fasilitas sarana dan prasarana sampah sudah tersedia, masih banyak masyarakat buang air besar disembarang tempat contohnya di kebun dan sungai dimana kebiasaan tersebut sepertinya sudah menjadi tradisi masyarakat di Kabupaten Sampang.

Pemerintah Kabupaten Sampang pada Tahun 2014 mulai melaksanakan program Pamsimas II untuk pertama kalinya. Pemilihan lokasi program di Kabupaten Sampang untuk tahun 2014, sebagaimana juga dilakukan di Kabupaten/Kota lain di Indonesia, dilakukan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:

a) Belum pernah mendapatkan program Pamsimas

b) Cakupan akses air minum aman masih rendah, yaitu di bawah 68.87%, c) Cakupan akses sanitasi aman masih rendah, yaitu di bawah 62.41%

d) Prevalensi penyakit diare (atau penyakit yang ditularkan melalui air dan lingkungan) tergolong tinggi berdasarkan data Puskesmas

e) Memenuhi biaya per penerima manfaat yang efektif dan efisien f) Adanya pernyataan kesanggupan masyarakat untuk:

i. Menyediakan Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM) bidang Air Minum dan Peyehatan Lingkungan (selanjutnya disebut dengan Kader AMPL) minimal 3 orang ii. Menyediakan kontribusi sebesar minimal 20% dari kebutuhan biaya RKM, yang

terdiri dari 4 % in cash dan 16 % in kind

iii. Menghilangkan kebiasaan buang air besar sembarangan.

(15)

1. Strategi

Untuk mencapai tujuan dan sasaran dalam program penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat maka diterapkan strategi sebagai berikut :

1. Melalui pembangunan sistem air minum dan sanitasi berbasis masyarakat, membangun masyarakat hidup bersih dan sehat

2. Memprioritaskan pendekatan pembangunan berbasis masyarakat dalam pembangunan sistem air minum dan sanitasi

3. Melalui sharing program APBN dan APBD; dimana dana APBN membiayai BLM untuk sejumlah 80% dari kebutuhan pendanaan desa sasaran, dan APBD wajib membiayai BLM minimal 20% kebutuhan pendanaan desa sasaran.

4. Penerapan tiga pilihan pembangunan SPAM pada desa sasaran, sebagai berikut:

• optimalisasi yaitu kegiatan pemulihan SPAM yang tidak/ berfungsi sebagian untuk menambah jumlah penerima manfaat.

• pengembangan yaitu kegiatan peningkatan kapasitas SPAM pada desa /kelurahan yang telah memiliki SPAM dengan tingkat keberfungsian yang baik untuk menambah jumlah penerima manfaat.

• perluasan yaitu kegiatan pembangunan SPAM baru pada desa yang belum memiliki SPAM.

5. Penerapan pagu BLM pada tingkat kabupaten/kota; pagu BLM diterapkan di tingkat kabupaten/kota dengan jumlah sesuai dengan usulan target tambahan penerima manfaat program lingkup kabupaten/kota. Alokasi BLM pada setiap desa sasaran Pamsimas II selanjutnya diputuskan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota berdasarkan hasil evaluasi RKM desa/kelurahan.

6. Penerapan pendekatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM); pendekatan STBM diterapkan pada skala kabupaten/kota dengan pelibatan aktif dan intensif para Sanitarian, Promkes, Puskesmas, bidan desa, kader kesehatan, dan Fasilitator STBM di tingkat kabupaten/kota.

(16)

perdesaan berbasis masyarakat, memastikan keberlanjutan program, dan menfasilitasi kemitraan pembangunan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat.

8. Penguatan peran Kader AMPL di perdesaan untuk mampu berperan aktif mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pasca konstruksi di tingkat masyarakat sampai dengan tahap pemutakhiran informasi/data pengelolaan air minum dan sanitasi perdesaan berbasis masyarakat serta prioritisasi program air minum dan sanitasi perdesaan pada Musrenbang Kecamatan, Forum SKPD, dan forum pembangunan lainnya.

2. Rekomendasi Pengelolaan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi di Kabupaten Sampang

Untuk itu upaya konservasi air tanah untuk melindungi keseimbangan tata hidrologi serta melindungi sumber-sumber air merupakan upaya yang harus dilakukan terus menerus. Untuk pemanfaatan sungai sebagai sumber air bersih harus selalu diingat daya “self purification” atau kemampuan sungai untuk mengadakan pemurnian sendiri terhadap

polutan-polutan yang masuk ke badan sungai. Hal ini harus disadari mengingat yang terjadi saat ini adalah sungai selain sebagai sumber air baku, air bersih juga menjadi outlet pembuangan limbah.

Sumber air bersih pada kondisi eksisting terlayani dari:

• sumber air Banyuanyar;

• sumber air Omben;

• sumber air Pangilen

• sumber air Sumber Payung Ketapang; dan

• sumber-sumber air baku lainnya.

Masyarakat Kabupaten Sampang yang tidak terjangkau jaringan air bersih PDAM Trunojoyo lebih banyak menggunakan sumur gali dan mata air, sebagian lagi menggunakan sumur bor dengan pompa submersible bantuan dari Proyek Pengembangan Air Tanah (P2AT) Wilayah Madura, APBD Kabupaten Sampang dan APBN.

(17)

 Untuk memenuhi sasaran nasional pada Tahun 2015 (MDG’s), biaya yang dibutuhkan sangat besar, sehingga untuk merealisasi cukup berat bagi PDAM Kabupaten Sampang maupun Pemerintah Kabupaten Sampang. Oleh karena itu ada 2 (dua) kemungkinan yang bisa di tempuh, yaitu:

• Tidak harus seluruh wilayah dikembangkan sesuai sasaran/target nasional, dipilih untuk wilayah/unit yang diprioritaskan.

• Setiap wilayah/unit dilakukan pemilahan dengan menurunkan biaya investasi, disesuaikan dengan kemampuan keuangan. Namun secara teknis maupun finansial memungkinkan untuk dilaksanakan, dalam rangka pengembangan dan perbaikan pelayanan.

• Mengembangkan penyediaan air bersih non PDAM di perdesaan.

Kemungkinan tersebut di atas dapat dilakukan dengan sharing pembiayaan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Propinsi Jawa Timur.

 Dari hasil analisa, ada beberapa wilayah yang menjadi prioritas pengembangan sistem penyediaan air bersih/minum, yaitu:

• Pelayanan Wilayah Kecamatan Ketapang, Robatal dan Karangpenang dengan mengelola dan mengoptimalkan Sumber Payung di Desa Ketapang Timur.

• Untuk wilayah Sokobanah dan Banyuates, dapat dipenuhi dengan memanfaatkan sumber-sumber air di sekitar wilayah tersebut.

• Pelayanan Wilayah Terintegrasi dari Sumber/Mata Air Omben.

• Pelayanan Wilayah Kecamatan Sampang yang perkembangannya cukup baik. Pada wilayah ini direncanakan agar sistem penyediaan air bersih dapat menjangkau semua lokasi perkotaan yaitu dengan menerapkan sistem Blok.

Setelah dilakukan proses pemilihan lokasi program, terpilih 8 desa di Kabupaten Sampang yang memenuhi kriteria yang diprioritaskan sebagai desa penerima program Pamsimas 2014, 8 Desa tersebut adalah:

1. Desa Jrengik kecamatan Jrengik

(18)

7. Desa Napo daya Kecamatan Omben

8. Kelurahan Banyuanyar Kecamatan Sampang

3. Kesimpulan

A. Program Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat merupakan salah satu kebijakan yang dikelola oleh lintas kementerian dan yaitu Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Pekerjaan Umum. Sedangkan di tingkat desa program ini menganut pendekatan berbasis masyarakat dimana masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan

B. Tahap Persiapan, program Pamsimas Khususnya penyediaan air minum berbasis masyarakat yang melibatkan banyak pihak diantaranya Tim Kelompok Kerja yang berasal dari SKPD yang ada di Kabupaten Sampang bersama seluruh lapisan masyarakat dimulai dengan tahapan persiapan yaitu tahap pemilihan desa sasaran program Pamsimas. Dalam pemilihan desa sasaran program Pamsimas.

C. Tahap perencanaan Program Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat merangkum seluruh proses perencanaan dari tingkat masyarakat dalam menentukan permasalahan, pengorganisasian masyarakat sampai susunan rencana kerja dan pengumpulan kontribusi.

D. Tahap pelaksanaan program meliputi tahapan pencairan dana dan pembangunan infrastruktur akses air minum/bersih di Kabupaten Sampang dengan membuat Penangkap Mata Air. Pelaksanaan diikuti dengan operasional dan pemeliharaannya baik segi fisik maupun dari segi peningkatan PHBS.

E. Tahap Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan meliputi kegiatan pemantauan program mulai dari pemilihan desa sampai dengan terminasi. Hasil pemantauan dan evaluasi menunjukkan bahwa secara garis besar program berjalan dengan baik berdasarkan capaian indikator program dan disajikan di laporan yang dibuat tim pokja kepada pemerintah.

(19)

G. Faktor Pendukung dan Pengambat Program:

i. Faktor pendukungnya adalah profesionalisme dari tim pelaksana baik dari pihak pemerintah maupun tingkat masyarakat. Dan dengan didukung oleh jiwa gotong royong sebagai bentuk kesadaran dalam membangun desa

ii. Faktor Penghambatnya adalah banyaknya tim yang memiliki peran ganda selain itu tingkat kesadaran masyarakat penerima program yang masih belum terbentuk kesadarannya semakin mempersulit tujuan program ini. Karena masih saja ada beberapa aktifitas mandi cuci kakus yang dilakukan di sungai

4. Saran

a. Pengembangan infrastruktur perpipaan untuk pemerataan supaya manfaat dari program tersebut menjadi lebih besar.

b. Akan lebih baik apabila penanggung jawab dilimpahkan ke tingkat desa.

c. Pembangunan infrastruktur jangan berfokus pada penyediaan air bersih saja karena dalam sanitasi semua sektor sangat penting dimana semua sektor saling mendukung.

d. Perlunya evaluasi dari pihak pemerintah setiap tahun untuk mengetahui perkembangan masyarakat dalam mengelolaan penyediaan air bersih dan sanitasi dilingkungannya.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Undang - Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

M. Daud Silalahi, Hukum Lingkungan: dalam sistem penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Edisi Revisi, Alumni, Bandung, 2001.

Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pamsimas Di Tingkat Masyarakat http://new.pamsimas.org/

Gambar

Tabel 1. Nama, Jumlah Penduduk Per Kecamatan, Luas Wilayah Per Kecamatan, DanJumlah Kelurahan/Desa

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian dilakukan dengan cara non-real time yaitu menguji algoritma pada aplikasi Android menggunakan 72 citra latih yang digunakan pada proses optimasi yang

Dekan dan para Wakil Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry, Ketua Program Studi Hukum Pidana Islam (HPI), serta seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas

Warga di Lingkungan XI Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan yang terlibat dalam penelitian ini, lebih banyak mempunyai partisipasi yang tinggi dalam mencegah DBD

Beberapa persoalan tersebut dikonfirmasi kepada ulama Banjar, sehingga kajian ini pun berupaya untuk mengidentifikasi metode- metode hukum yang digunakan ulama Banjar,

Perempuan dengan segala sifat yang melekat di dalam dirinya dianggap tidak akan mampu menjadi pemimpin, baik di bidang eksekutif, legislatif maupun yudikatif (Muhammad

Sehubungan dengan hal tersebut, maka Jaksa sebagai Penuntut Umum yang mewakili kepentingan dalam penyelamatan keuangan Negara dari tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh

PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DALAM PERSPEKTIF LINGKUNGAN TERHADAP MANAJEMEN LABA (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa.. Efek

Salah satu alat untuk menganalisis return saham secara fundamental adalah dengan melakukan analisis tingkat kesehatan perbankan dengan menggunakan rasio CAMEL