• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Mas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Mas"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM)

TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD GUGUS IV

TAMPAKSIRING TAHUN PELAJARAN 2013/2014

I Nyoman Triyana

1

, I.B. Surya Manuaba

2

, Md. Putra

3

1,2,3

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail : nyomantriyana@ymail.com

1

, Ibsm.co.id @gmail.com

2

,

putra_made@13yahoo.com

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang belajar melalui model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional kelas V SD Gugus IV Tampaksiring Tahun Pelajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah quasy eksperimen,menggunakan desain penelitian nonequipalent control group desigen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V yang berada di Gugus IV Tampaksiring tahun pelajaran 2013/2014, yang berjumlah 5 kelas. Tehnik sampel yang digunakan random sampling. Hasil sampel didapat kelas VSD No 1 Pejeng Kelod sebagai kelompok eksperimen yang berjumlah 31 siswa, dan siswa kelas V SD No 3 Pejeng Kangin sebagai kelompok kontrol yang berjumlah 32 siswa. Data hasil belajar siswa dikumpulkan melalui metode tes dengan instrumen tes objektif pilihan ganda. Data yang terkumpul dianalisis dengan uji t.Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang belajar melalui model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji t sebesar 2,47. Pada taraf signifikansi 5% ( = 0,05) atau tingkat kepercayaan 95% dengan dk 31 + 32 - 2 = 61 diperoleh ttabel 2,000. Jadi thitunglebih besar dari ttabelyakni 2,47 > 2,000. Karena thitung> ttabel maka H0 ditolak. Yang berarti ada perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang belajar melalui model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional. Nilairata-ratayang diperoleh antara siswa yang belajar melalui model pembelajaran berbasis masalah yaitu sebesar 77,48 dan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional yaitu sebesar 69,78.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran berbasis masalah terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Gugus IV Tampaksiring tahun pelajaran 2013/2014

Kata kunci : model pembelajaran berbasis masalah, hasil belajar IPA.

Abstract

(2)

learning outcomes data were collected through a test method with multiple-choice objective test instrument . The data were analyzed with t.Hasil test showed that there are significant differences between the learning outcomes of students learning science through problem -based learning model with students who learn through conventional learning . It is shown from the results of the t test of 2.47 . At the 5% significance level ( α = 0.05 ) or 95 % confidence level with a dk 31 + 32-2 = 61 obtained ttable 2,000 . So tcount larger than the ttable 2.47 >2.000 . Because of t > t table then H0 is rejected and Ha accepted . Which means there is a significant difference between the learning outcomes of students studying science through problem -based learning model with students who learn through conventional learning . The mean value obtained between students who learn through problem -based learning model that is equal to 77.48 and students who learn through conventional teaching that is equal to 69.78 . Thus it can be concluded that there are significant model of problem-based learning on learning outcomes of students grade science Cluster IV V SD Tampaksiring academic year 2013/2014

Keywords: problem-based learning model, students learn science results.

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu,perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat perlu terus–menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan. Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan dimasa mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi siswa, sehingga mampu menghadapi dan memecahakan problema kehidupan yang dihadapi. Pendidikan harus menyentuh potensi nurani maupun kompotensi siswa, hal tersebut terasa semakin penting ketika siswa harus memasuki kehidupan dimasyarakat dan dunia kerja. Siswa harus mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah untuk menghadapi problema dalam kehidupan sehari-hari maupun yang akan datang. Sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003, menyatakan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak, serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, madiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

(3)

keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya,(2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari(3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat,(4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan(5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam,(6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. (7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, terdapat perbedaan antara harapan dengan kenyataan, bahwa di SD Gugus IV Tampaksiring siswa belum sepenuhnya mencerminkan tujuan dari pendidikan IPA. Salah satu faktanya adalah, masih rendahnya hasil belajar IPA yang diperoleh siswa kelas V Sekolah Dasar Gugus IV Tampaksiring, khususnya pada mata pelajaran IPA. Yang dibuktikan dengan perolehan nilai rata-rata siswa pada mata pelajaran IPA hanya mencapai 60. Setelah melakukan pengamatan saat proses pembelajaran, teridentifikasi beberapa menyebab rendahnya hasil belajar siswa diantaranya:(1) guru kurang memanfaatkan media yang sesuai dengan materi yang diajarkan, (2) guru hanya menggunakan metode ceramah dalam peroses pembelajaran,(3) guru kurang mengawasi siswa pada saat pemberian tugas,(4) siswa kurang aktif untuk bertanya mengenai materi yang diajarkan guru,(5) siswa terlihat sulit memahami materi, dan mudah lupa terhadap pembelajaran yang telah diajarkan.

Hal tersebut menjadi permasalahan yang perlu dipecahkan untuk meningkatkan hasil belajar IPA, agar tujuan yang telah ditetapkan bisa tercapai. Untuk itu, perlu adanya perbaikan atau pembenahan terhadap proses pembelajaran, khususnya

pada mata pelajaran IPA, yang bertujuan meningkatkan hasil belajar siswa. Guru dituntut untuk dapat memilih model pembelajaran yang dapat memacu semangat setiap siswa untuk secara aktif ikut terlibat dalam pengalaman belajarnya. Salah satu alternative model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk terlibat dalam pengalaman belajar yang berpengaruh terhadap hasil belajar IPA adalah Pembelajaran Berbasis Masalah. Alasan penggunaan model pembelajaran ini yaitu: (1) Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah, siswa dapat belajar, mengingat, menerapkan, dan melanjutkan proses belajar secara mandiri,(2) Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah, siswa diperlakukan sebagai pribadi yang dewasa, dimana perlakuan ini memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengimplementasikan pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki untuk memecahkan masalah. Menurut Tan (dalam Rusman: 2011) Pembelajaran Berbasis masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran, karena kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan. Sesuai dengan alasan yang telah diungkapkan mengenai model pembelajaran berbasis masalah (PBM), dimana memiliki langkah-langkah yang berbeda serta memiliki kelebihan dan kekurangan yang akan mempengaruhi hasil belajar siswa, maka dipandang perlu diadakan penelitian lebih seksama tentang Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah. Yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh yang signifikan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) terhadap hasil belajar IPA siswa Kelas V SD Gugus IV Tampaksiring Tahun pelajaran 2013/2014.

METODE

(4)

kelas V SD gugus IV Tampaksiring tahun pelajaran 2013/2014. Dengan memanipulasi variabel bebas yaitu model pembelajaran berbasis masalah, dan variabel terikat yaitu hasil belajar IPA, yang tidak dapat dikontrol secara ketat. Sehingga jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasy eksperimen), mengingat tidak semua variabel atau gejala yang muncul dan kondisi eksperimen dapat diatur dan dikontrol secara ketat (full randomize). Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Nonequivalent Control Group Design. Desain diawali dengan pemilihan kelompok subjek atau kelas yang sudah terbentuk tanpa campur tangan peneliti. Langkah selanjutnya penelitimemberikan pelakuan eksperimental kepada salah satu kelompok subjek atau kelas (kelas eksperimen), kemudian diberikan post-test kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Pada prosedur penelitian langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahapan, baik padakelompok eksperimen maupun kelompok kontrol yaitu tahap persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian dan tahap akhir penelitian.

Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah seluruh siswa kelas V SD yang berada pada Gugus IV Tampaksiring Tahun Pelajaran 2013/2014. Untuk meyakinkan populasi benar-banar setara maka dapat dicari dengan

menggunakan rumus anava 1 jalur.“Anava

1 jalur adalah teknik statistik parametrik yang digunakan untuk menguji perbedaan antara tiga atau lebih kelompok data bersekala interval atau rasio yang berasal dari satu variabel bebas” (Winarsunu, 2010:103). Ketentuan untuk uji signifikansi adalah jika Fhitung < Ftabel maka dapat

diinterpretasikan kelima kelompok setara. Sebaliknya Fhitung> Ftabel maka dapat

diinterpretasikan terdapat perbedaan yang

signifikan antara kelima

kelompok.Pengujian dilakukan pada taraf signifikan 5% dengan menggunakan sebagai pembilang dan sebagai penyebut.

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa yang ada di kelas V SD No. 1

Pejeng kelod yang berjumlah 31 siswa sebagai kelompok eksperimen, dan kelas V SD No. 3 Pejeng kangin yang berjumlah 32 siswa sebagai kelompok kontrol. Untuk pengambilan sampel menggunakan teknik

random sampling dengan mengacak kelas. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel. Variabel bebas yang sering disebut variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab berubahnya atau timbulnya variable dependen/terikat”(Sugiyono,

2011:39). Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran berbasis masalah ( PBM ) pada kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau variabel yang menjadi akibat karena adanya variabel

bebas” (Sugiyono, 2011:39). Variabel

terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPA.

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan metode tes. Data yang ingin diketahui dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa melalui post-test setelah dilakukan treatmen

pada mata pelajaran IPA. Metode tes dilakukan dengan membagikan sejumlah tes untuk mengukur hasil belajar IPA siswa dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) kepada kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional kepada kelompok kontrol.

(5)

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Data yang dikumpulkan dalam penelitian pada kelompok eksperimen yaitu hasil belajar IPA siswa kelas V SD No 1 Pejeng Kelod yang berjumlah 31 siswa. Dimana, pada kelompok ini diberi perlakuan berupa model pembelajaran berbasis masalah ,melalui post-tes yang berjumlah 30 soal. Hasil perhitungan setelah melaksanakan penelitian pada kelompok eksperimen yaitu diperoleh nilai rata-rata post-test adalah 77,48 dengan deviasi 9,5, varian 90,86, median 80, modus 80, nilai minimum 60, nilai maksimum 96, rentangan 36, banyak kelas 6 dan panjang kelas 6 kelas. Sedangkan data yang dikumpulkan dalam penelitian pada kelompok kontrol yaitu hasil belajar IPA siswa kelas V SD No 3 Pejeng Kangin yang berjumlah 32 siswa dimana pada kelompok ini diberi perlakuan berupa pembelajaran konvensional melalui post-tes yang berjumlah 30 soal. Hasil perhitungan setelah melaksanakan penelitian yaitu diperoleh nilai rata-rata post test adalah 69,78, standar deviasi 12,46, varian 155,40, median 73, modus 66 dan 73, nilai minimum 50, nilai maksimum 90, rentang skor 40, banyak kelas 6, panjang kelas 6. Dari data tersebut menunjukkan bahwa kelompok eksperimen yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) mendapatkan nilai yang lebih tinggi, dari pada kelompok kontrol yang dibelajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

Frekuensi skor hasil belajar siswa kelas V SD No 1 Pejeng Kelod yang diberikan perlakuan berupa model pembelajaran berbasis masalah dapat digambarkan dengan histogram berikut ini:

Gambar 1. Histogram distribusi frekuensi kelompok eksperimen

Distribusi frekuensi skor hasil belajar IPA siswa kelas VSD No 3 Pejeng Kangin yang diberi perlakuan berupa pembelajaran konvensional dapat digambarkan pada histogram berikut ini:

Gambar 2. Histogram distribusi frekuensi kelompok kontrol

Untuk memenuhi uji prasyarat sebelum dinalisis dengan uji (t) maka terlebih dahulu harus memenuhi beberapa asumsi statistik yaitu Uji Normalitas dan Uji Homogenitas.

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak melalui skor akhir hasil belajarIPA dengan materi pernafasan makhluk hiduppada saat post test, dengan menggunakan rumus Chi-Kuadrat (X2) pada taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan db = k-1. Untuk hasil perhitungan Chi-Kuadrat (X2) dengan bantuan microsoft excel 2007 adalah sebesar7,5606 pada taraf signifikansi 5% dan dk = 6-1 = 5 diketahui 2tabel= 11,07, ini berarti bahwa

2

(6)

siswa kelompok ekperimen berdistribusi normal. Sedangkan chi kuadrat data hasil

post test kelompok kontrol ( 2hitung) adalah

4,5546 pada taraf signifikansi 5% dan dk = 6-1 = 5 diketahui 2tabel = 11,07, ini berarti

bahwa 2hitung< 2tabel maka data hasil post test kelompok kontrol berdistribusi normal. Berdasarkan data hasil post-test terbukti kedua kelompok berasal dari data yang berdistribusi normal maka dapat dilanjutkan dengan uji homogenitas.

Uji homogenitas dilakukan pada kelompok eksperimen dan kontrol dengan menggunakan rumus uji-F dengan kriteria data homogen jika Fhitung < Ftabel.Hasil uji-F

diperoleh Fhitung = 1,27 sedangkan Ftabel

pada taraf signifikansi 5% serta dk pembilang 32 - 1 dan dk penyebut 31 - 1 adalah 1,28.ini berarti Fhitung < Ftabel sehingga

data homogen.

Dari hasil uji prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas diperoleh bahwa data dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdistribusi normal dan homogen. Pengujian hipotesis tersebut dilakukan dengan uji t dengan ketentuan hipotesis, jika thitung> ttabel makaH0 ditolak,

dan jika thitung< ttabel maka H0 diterima.

Rangkuman hasil analisis uji t ditunjukkan pada tabel 1 berikut ini:

Dari hasil uji-t diproleh thitung = 2,47

dan didapat ttabel = 2,000 untuk dk 61 pada

signifikansi 5%. Hal ini berarti thitung> ttabel.

Berdasarkan kriteria pengujian maka H0

ditolak. Yang berbunyi terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) dengan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional.

Adapun siswa pada kelompok eksperimen yang dibelajarkan dengan model pembelajaran berbasis masalah nilai rata-rata yaitu 77,48. Sedangkan siswa pada kelompok kontrol yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional dengan

nilai rata-rata yaitu 69,78. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Gugus IV Tampaksiring Tahun Pelajaran 2013/2014

Dalam pembelajaran berbasis masalah, siswa dipandang sebagai pribadi yang utuh yang memiliki sejumlah pengetahuan sebagai bekal awal dalam pembelajaran. Berikut beberapa ahli yang menjelaskan mengenai pembelajaran berbasis masalah :

Barrows dan Kelson (dalam Rianto 2009), Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang menuntut siswa untuk berpikir kritis, memecahkan masalah, belajar secara mandiri, dan menuntut keterampilan berpartisifasi dalam tim. Proses pemecahan masalah dilakukan secara secara kolaborasi dan disesuaikan dengan kehidupan.

Siburian (dalam Trianto 2009: 174) Pembelajaran berbasis masalah artinya, siswa dihadapkan pada suatu masalah, yang kemudian melalui pemecahan masalah siswa belajar keterampilan – keterampilan yang lebih mendasar.

Ibrahim (dalam Trianto 2009: 7), Pembelajaran berbasis masalah yaitu, untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual, belajar berbagai peranan orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata dan menjadi pembelajar yang mandiri. Nurhadi (dalam Rianto 2009: 109), Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks Tabel 1. Analisis Uji-t

Kelompok Penelitian thitung ttabel

(7)

bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep dari materi pelajaran. Dewey (dalam Rianto 2009: 19) belajar berdasarkan masalah, adalah interaksi antara stimulus dengan respons, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Arends (dalam Trianto: 2009: 68), pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inquiri, dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian, dan percaya diri.

Mengacu pada berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah, suatu model pembelajaran yang dirancang dan dikembangkan untuk mengembangkan kemampuan siswa memecahkan masalah.

Trianto (2009), pembelajaran berbasis masalah memiliki kelebihan yaitu : (1) Realistik dengan kehidupan siswa, (2) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa, (3) Memupuk sifat inquiri siswa, (4) Retensi konsep jadi kuat, (5) Memupuk kemampuan problem solving.

Sedangkan yang dimaksud dengan pembelajaran konvensional, adalah pembelajaran yang biasa dilaksanakan oleh para guru. Pembelajaran konvensional (tradisional) pada umumya memiliki kekhasan tertentu, biasanya lebih mengutamakan hapalan dari pada pengertian, dan mengutamakan hasil dari pada proses, dan pengajaran berpusat pada guru. Kegiatan utama model pembelajaran konvensional adalah guru menjelaskan dan siswa mendengarkan atau mencatat apa yang disampaikan guru. Pembelajaran secara biasa (konvensional) mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) pembelajaran secara klasikal, dan (2) para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada saat itu. Memang, model pembelajaran konvensional ini tidak harus kita tinggal, dan guru mesti melakukan model konvensional pada setiap pertemuan, setidak-tidaknya pada awal proses pembelajaran dilakukan. Atau kita

memberikan kepada anak didik sebelum kita menggunakan model pembelajaran yang akan dipergunakan.

Dari uraian di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran konvensional adalah, suatu kegiatan belajar mengajar yang selama ini kebanyakan dilakukan oleh guru. Dimana guru mengajar secara klasikal yang di dalamnya aktivitas guru mendominasi kelas dengan pembelajaran konvensional. Dari hal tersebut dapat diketahui, hasil belajar yang diperoleh siswa pada kelompok eksperimen lebih signifikan dibandingkan hasil belajar yang diperoleh pada kelompok kontrol. Hal ini dibuktikan dengan hasil perolehan nilai rata-rata pada kelompok eksperimen yaitu sebesar 77,48 dan nilai rata-rata pada kelompok kontrol yaitu sebesar 69,78 melalui pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t diperoleh thitung = 2,47 sedangkan ttabel =

2,000 untuk dk 61 pada taraf signifikansi 5%. Dari hasil perhitungan tersebut pada taraf signifikansi 5% diketahui thitung > ttabel,

maka hipotesis nol (H0) ditolak. yang

berbunyi terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti model pembelajaran berbasis masalah (PBM) dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional kelas V SD Gugus IV Tampaksiring Tahun Pelajaran 2013/ 2014.

Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan bagian kehidupan manusia dari sejak manusia itu mengenal diri dan alam sekitarnya. Manusia dan lingkungan merupakan sumber, obyek dan subyek sains. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa IPA tidak bisa lepas dari pengamatan dan pemahaman manusia dalam kehidupannya. Akan tetapi, dalam kenyataannya manusia sangat sulit memahami hal-hal yang berkaitan dengan sains (IPA) yang pada dasarnya merupakan bagian dari diri siswa. Hal ini sangat mudah sekali dibuktikan dengan rendahnya kualitas tingkat pemahaman manusia khususnya siswa terhadap konsep, teori maupun praktik dari IPA itu sendiri.

(8)

Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya, (2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bemanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, (3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat, (4) Mengembangkan kterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, (5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memlihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam, (6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, (7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Pembelajaran IPA di SD yang berpedoman pada kurikulum 2013 pada hakikatnya meliputi empat unsur utama yaitu: (1) sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar. (2) proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan. (3) produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hokum. (4) aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran IPA sebaiknya menggunakan metode discovery, metode pembelajaran yang menekankan pola dasar: melakukan pengamatan, menginferensi, dan mengomunikasikan/menyajikan. Pola dasar ini dapat dirinci dengan melakukan pengamatan lanjutan (mengumpulkan data), menganalisis data, dan menarik kesimpulan. Di dalam pembelajaran IPA, siswa didorong untuk menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama di dalam

pikirannya, dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Pengetahuan yang ada di benaknya bersifat dinamis, berkembang dari sederhana menuju kompleks, dari ruang lingkup dirinya dan di sekitarnya menuju ruang lingkup yang lebih luas, dan dari yang bersifat konkrit menuju abstrak. Kegiatan pengamatan dan percobaan memegang peran penting dalam pembelajaran IPA, agar pembelajaran IPA tidak sekedar pembelajaran hafalan. Peran guru dalam pembelajaran adalah memberikan tugas menantang berupa permasalahan yang harus dipecahkan siswa. Pada saat tugas itu diberikan, siswa belum menguasai cara pemecahannya, namun dengan berdiskusi dengan temannya dan bantuan guru, tugas tersebut dapat diselesaikan. Dengan menyelesaikan tugas tersebut, kemampuan-kemampuan dasar untuk menyelesaikan tugas itu akan dikuasai siswa. Guru harus memberikan kesempatan bagi siswa untuk berdiskusi dan berbagai bentuk kerja sama lainnya untuk menyelesaikan tugas itu. Selain itu, guru memberikan sejumlah besar bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran. Guru mendorong siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan mereka menemukan konsep dan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Dengan kata lain, pembelajaran terjadi apabila siswa terlibat secara aktif dalam menggunakan proses mentalnya agar mereka memperoleh pengalaman, sehingga memungkinkan mereka untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip tersebut. Proses-proses mental itu misalnya mengamati, menanya dan merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, melaksanakan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan, serta menyajikan hasil kerjanya.

(9)

berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pada siklus I belum menunjukan hasil yang optimal dalam meningkatkan hasil belajar, maka dilakukan siklus II, yang menunjukan adanya peningkatan antara lain : Pada siklus I yang tuntas belajar sebanyak 32 siswa dengan prosentase ketuntasan klasikal 76,19% dengan nilai rata-rata kelasnya 76,36. Dan pada siklus II banyak siswa yang tuntas belajar sebanyak 35 siswa dengan prosentase ketuntasan klasikal 88,1% dengan nilai rata-rata kelasnya 81,7%. Aktivitas siswa selama pembelajaran mengalami peningkatan setiap siklusnya, dari 61,1% pada siklus I, menjadi 72,2% pada siklus II. Hipotesis tindakan dan indikator kinerja telah tercapai sehingga tidak perlu dilaksanakan siklus selanjutnya.

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional kelas V SD Gugus IV Tampaksiring Tahun Pelajaran 2013/2014.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional siswa kelas V SD gugus IV Tampaksiring Tahun Pelajaran 2013/ 2014. Hal tersebut dapat terlihat dari nilai rata-rata yang diperoleh kelompok eksperimen adalah 77,48 dan rata-rata yang diperoleh kelompok kontrol adalah 69,78. Demikian pula Berdasarkan hasil perhitungan dengan uji t diperoleh thitung 2,47 > ttabel 2,000. Karena thitung > ttabel

maka Ho ditolak. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional Kelas V SD Gugus IV Tampaksiring Tahun Pelajaran 2013/2014.

Bertolak dari hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:

(1) Model pembelajaran berbasis masalah sebaiknya dikembangkan dan dilaksanakan dalam pembelajaran di sekolah agar proses pembelajaran berkualitas dan hasil belajar siswa optimal. (2) Dalam pembelajaran di kelas khususnya pembelajaran IPA, hendaknya dikembangkan model pembelajaran berbasis masalah. Karena model pembelajaran berbasis masalah mempunyai keunggulan yaitu, realistik dengan kehidupan siswa, konsep sesuai dengan kebutuhan siswa, memupuk sifat inquiri siwa, retensi konsep jadi kuat, mengembangkan kemandirian, dan meningkatkan percaya diri. (3) Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam meningkatkan profesionalisme guru terkait pengembangan pembelajaran, pembekalan, dan pelatihan penerapan model pembelajaran berbasis masalah. Yang telah terbukti memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa, akan menambah wawasan guru terkait model pembelajaran inovatif. (4) Sekolah sebaiknya menyediakan fasilitas penunjang pembelajaran, yang dapat membantu terlaksananya pembelajaran yang inovatif. Sehingga mampu memberikandampak positif bagi hasil belajar siswa.

DAFTAR RUJUKAN

Ahmadi. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia

Anderson dan Krathwohl.2001. Taksonomi

For Learning Teaching, And

Assessing. Now York: Addison Wesley Longman

Jeperis.Wordpress.com/2013/11/13.

Pembelajaran IPA Pada Kurikulum 2013

Rianto,Yatim. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Rusmono. 2012. Strategi Pembelajaran Problem Based Learning. Bogor: Ghalia Indonesia

(10)

Soedojo, Peter. 2004. Sejarah Dan Filsafat

Ilmu Pengetahuan Alam.

Yogyakarta : gadjah Mada University Press.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif- Progesif. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional

Wahidmurni,dkk. 2010. Evaluasi

Pembelajaran Kompetensi dan

Praktik. Yogyakarta: Nuha Litera Winarsunu. 2010. Statistika dalam

Penelitian Psikologi dan Pendidikan.

Malang: Universitas Negeri Malang Yadnyawati. 2011. Evaluasi Pendidikan.

Gambar

Gambar 1. Histogram distribusi frekuensi kelompok eksperimen

Referensi

Dokumen terkait

SABRI SYUKUR, M.H.I.. JAJAT

Menurut PIC ESAP, seiring berjalannya waktu pada program ESAP, timbul berbagai permasalahan seperti peningkatan kemampuan dari para peserta berkemampuan lebih tinggi dan

variable, karena variabel ini tergantung dari Jenis Sekolah. Misal untuk jenis sekolah SMA, data 31 tidak dapat dimasukkan, karena data tersebut masuk pada jenis se- kolah SMK.

Pemberian layanan bimbingan kelompok tidak terjadwal (menunggu kelas kosong), tetapi biasanya pemberian layanan diberikan minimal 2 kali dalam 1 (satu) semester. Tujuan

MEDAN 2019.. Kelurahan Sudomulyo, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat : Kajian Sosiolinguistik”, Skripsi. Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan. Program Studi Bahasa dan

Perhitungan debit banjir maksimum rancangan Qp dapat dilakukan setelah semua parameter input yang diperlukan terpenuhi. Perhitungan debit banjir maksimum dirancang dengan

Gerabah atau kereweng (pecahan gerabah) sering kali ditemukan di anatara benda-benda lain pada situs arkeologi. Untuk keperluan studi arkeologi temuan ini sangat

institusi hukum dan profesi hukum, Pembangunan yang komprehensif harus memperhatikan hak-hak azasi manusia, keduanya tidak dalam posisi yang berlawanan, dan dengan