BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perairan Laut Belawan
Perairan Laut Belawan yang berada di Kecamatan Medan Belawan Provinsi
Sumatera Utara banyak digunakan oleh masyarakat setempat untuk berbagai
aktivitas. Aktivitas masyarakat disekitar Laut Belawan antara lain pertanian,
perikanan, pemukiman dan tempat rekreasi. Aktivitas lain yang mempengaruhi
faktor fisik-kimia perairan yaitu kegiatan keramba yang menghasilkan limbah
organik (pencemaran unsur nitrogen dan fosfor) akibat pemberian pakan yang
tidak efisien. Hal ini menyebabkan sisa pakan dan kotoran ikan menumpuk di
dasar perairan, sehingga berdampak terjadinya eutrofikasi yang menyebabkan
blooming fitoplankton, adanya gulma air, terbentuknya gas-gas yang dapat
menyebabkan kematian organisme perairan dan makin menebalnya lapisan
anaerobik di badan laut (Paramitha, 2014).
Laut dapat dipandang dari dimensi horizontal dan vertikal. Secara
horizontal, laut dapat dibagi menjadi dua yaitu laut pesisir (zona neritik) yang
meliputi daerah paparan benua, dan laut lepas (lautan atau zona oseanik).
Pemintakatan atau zonasi (zonation) perairan laut dapat pula dilakukan atas dasar
faktor-faktor fisik dan penyebaran komunitas biotanya. Seluruh perairan laut
terbuka disebut sebagai daerah pelagis. Organisme pelagis adalah organisme yang
hidup dilaut terbuka dan lepas dari dasar laut. Dalam hal itu, zona dasar laut
beserta organismenya disebut daerah dan organisme bentik (Dahuri, 2004).
Aktivitas budidaya ikan dalam jaring apung menerapkan pola intensif
yang mengandalkan pemberian pakan dari luar sumber pakan utama bagi ikan
yang dibudidayakan. Sisa-sisa pemberian pakan ini merupakan bahan organic
yang potensial untuk meningkatkan unsur hara dalam perairan yang dapat
memberikan dampak terhadap perairan itu sendiri. Selain itu adanya aktivitas
iklim dan cuaca yang berubah dalam waktu tertentu akan mempengaruhi
parameter fisik kimia perairan di Laut Belawan (Kamali, 2004).
Jadi, seluruh ekosistem mengalami suksesi. Laut merupakan sebuah
contoh yang nyata. Kalau kita berbicara tentang suksesi dalam sebuah ekosistem,
kita tidak hanya mengartikannya, bahwa tiap spesies tumbuhan dan hewan dalam
ekosistem itu terus-menerus mengalami perubahan genetika, untuk dapat
menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan. Tetapi juga berarti bahwa karena
perubahan yang berlalu dalam ekosistem itu, maka spesies yang tak sesuai dengan
keadaan baru telah diganti oleh spesies yang lebih menyesuaikan diri. Komposisi
spesies tumbuhan dan hewan dalam danau juga berubah-ubah, dan proses suksesi
ini menyangkut berbagai gelombang perubahan komposisi spesies (Soeriaatmadja,
1989).
2.2 Plankton
Biota yang mengapung ini mencakup sejumlah besar biota di laut, baik ditinjau
dari jumlah jenisnya maupun kepadatannya. Produsen primer (fitoplankton),
herbivor, konsumen tingkat pertama, larva dan juwana planktonik dari hewan lain,
digabung menjadi satu membentuk volume biota laut yang luar biasa besarnya.
Mereka hidup terbatas di lapisan perairan laut beberapa ratus meter dari
permukaan laut (Romimohtarto & Sri, 2001).
Plankton adalah organisme yang terapung atau melayang-layang di dalam
air yang pergerakannya relatif pasif. Berdasarkan ukurannya plankton dibagi atas:
1) ultra nanoplankton yang ukurannya <2 µ m, 2) nanoplankton yang ukurannya
berkisar antara 2-20 µ m, 3) mikroplankton berukuran 20-200 µ m, 4)
mesoplankton berukuran 200-2000 µm, dan 5) megaplankton yang ukurannya di
atas 2000 µm. Untuk mengetahui kepadatan populasi plankton di suatu perairan
perlu terlebih dahulu diketahui teknik mengoleksi plankton tersebut. Teknik
mengoleksi zooplankton dan fitoplankton relatif sama. Pada dasarnya cara untuk
mengoleksi plankton adalah mengambil semua plankton dari sebanyak volume air
maka langkah berikutnya adalah memekatkan plankton yang ada dalam contoh air
(Suin, 2002).
Kecilnya ukuran plankton tidaklah mengandung arti bahwa mereka itu
adalah organisme yang kurang penting. Anggapan yang demikian ini adalah
kurang benar, karena mereka merupakan sumber makanan bagi jenis ikan
komersial penting yang hidup di lautan. Dengan kata lain kelangsungan hidup
ikan tergantung pada banyak sedikitnya jumlah plankton yang ada. Sejak ikan
merupakan salah satu sumber makanan yang penting bagi manusia, maka dengan
tidak membesarkan arti sebenarnya, secara tidak langsung makanan kita pun
tergantung kepada mereka (Hutabarat, 1986).
2.3 Faktor Fisika-Kimia Perairan
Pada suatu perairan hidup bermacam-macam organisme, dari yang berukuran
kecil sampai besar. Kehidupan organisme air sangat tergantung pada faktor
fisik-kimia air. Faktor fisik-fisik-kimia air yang sangat berpengaruh terhadap organisme air
berbeda dengan faktor iklim dan faktor kimia tanah. Perubahan faktor
fisik-kimia air dapat menyebabkan kematian bagi organisme air. Perubahan yang
terjadi dapat disebabkan karena limbah pabrik dan industri di sekitar perairan
yang mempengaruhi faktor fisik dan kimia (Suin, 2002).
Sifat fisik-kimia perairan sangat penting dalam ekologi.
Bermacam-macam faktor fisik-kimia dapat mempengaruhi pertumbuhan kelangsungan hidup,
dan produktivitas tumbuhan tersertarial maupun perairan. Faktor-faktor yang
sangat penting bagi tumbuhan tersebut ialah cahaya, suhu dan kadar zat-zat hara.
Kisaran suhu di biosfer teresterial dapat mencapai suatu tingkat yang dapat
mempengaruhi produktivitas. Hubungan yang mempengaruhi nilai produktivitas
dengan faktor fisik-kimia yaitu seperti suhu, penetrasi cahaya dan inetensitas
cahaya matahari, pH air (derajat keasaman), DO, BOD, COD kandungan nitrat
2.3.1 Suhu
Suhu sangat berpengaruh terhadap keberadaan dan aktivitas organisme, sebab
pada umumnya organisme memiliki kisaran suhu tertentu supaya dapat
melakukan aktivitas optimalnya. Suhu tidak dapat diawetkan sehingga harus
diukur di lapangan, sampel yang dibawa ke laboratorium untuk dianalisis juga
sering kali harus diukur lagi supaya suhunya di laboratorium sebab boleh jadi ada
pengaruhnya terhadap hasil analisis. Alat pengukur suhu namanya termometer.
Berbagai macam alat telah tersedia di pasaran untuk pengukuran suhu mulai dari
yang paling sederhana, yaitu termometer alkohol sampai dengan yang
menggunakan elektroda. Ketika mengukur suhu, ketelitian yang diminta pada
umumnya sampai dengan 0,1oC. Satuan suhu yang sering digunakan adalah
Celcius lambangnya oC (Hariyanto, 2008).
Dibandingkan dengan udara, air mempunyai kapasitas panas yang lebih
tinggi. Untuk memanaskan sebanyak 1 kg air dari 15oC menjadi 16oC misalnya,
dibutuhkan energi sebesar 1 kcal. Untuk hal yang sama, udara hanya
membutuhkan energi sebesar seperempatnya. Menurut hukum Van’t Hoffs
kenaikan temperatur sebesar 10oC (hanya pada kisaran temperatur yang masih
ditolerir) akan meningkatkan laju metabolisme dari organisme sebesar 2 -3 kali
lipat. Akibat meningkatnya laju metabolisme, akan menyebabkan konsumsi
oksigen meningkat, sementara di lain pihak dengan naiknya temperatur akan
menyebabkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang. Hal ini dapat
menyebabkan organisme air akan mengalami kesulitan untuk melakukan respirasi
(Barus, 2004).
2.3.2 pH
Keberadaan dan keadaan organisme di alam sangat dipengaruhi oleh faktor
nonbiotik selain faktor biotik. Faktor nonbiotik yang biasa diukur dalam studi
ekologi adalah faktor fisik dan faktor kimia. Ada kalanya kedua faktor itu
cahaya, komposisi substrat berdasar teksturnya, dan arus. Faktor kimia yang
sering diukur adalah salinitas, pH, DO, BOD, CO, kadar nutrien, fosfat, N, nitrat
dan nitrit amonia, dan kandungan logam berat. Unsur kimia lain yang diukur
adalah P, N, amonia, natrium, Si dan nitrat. Faktor lain yang biasa diukur adalah
pH. Harap diperhatikan bahwa sekalipun pH sifatnya diukur, tetapi skalanya tidak
linear dan terbatas, oleh karena itu data pH tidak dapat diuji dengan statistik biasa
(parametrik) (Hariyanto, 2008).
Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan,
didefinisikan sebagai logaritma dari resiprokal aktivitas ion hidrogen dan secara
matematis dinyatakan sebagai pH=log 1/H+, dimana H+ adalah banyaknya ion
hidrogen dalam mol per liter larutan. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan
organisme air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang
bersifat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup
organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan
respirasi. Disamping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas
berbagai senyawa logam berat terutama ion aluminium yang bersifat toksik,
semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme
air. Sedangkan pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium
dan amoniak dalam air akan terganggu. Kenaikan pH diatas netral akan
meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi
organisme (Barus, 2004).
2.3.3 Penetrasi cahaya
Kondisi optik dalam air selain dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, juga
dipengaruhi oleh berbagai substrat dan benda lain yang terdapat di dalam air,
misalnya oleh plankton dan hewan yang terlarut dalam air. Vegetasi yang ada
disepanjang aliran air juga dapat mempengaruhi intensitas cahaya yang masuk ke
dalam air, karena tumbuh-tumbuhan tersebut juga mempunyai kemampuan untuk
mengabsorbsi cahaya matahari. Efek ini terutama akan terlihat pada daerah-daerah
Dengan terbatasnya fotosintesis akan menyebabkan kandungan ok sigen
terlarut rendah. Tetapi jika kekeruhan disebabkan oleh organisme hidup (plankton
atau jenis alga tertentu) dapat dipakai sebagai indikasi produktivitas perairan
tersebut cukup tinggi. Kekeruhan dapat diukur dengan menggunakan alat yang
disebut cakram secchi. Alat ini berupa lempeng cakram putih dengan garis tengah
20 cm dengan dua bagian berwarna putih dan dua bagian berwarna hitam. pada
bagian tengah cakram diikatkan tali, dan dengan tali tersebut cakram secchi
dimasukkan ke dalam perairan yang akan diukur kekeruhannya. Dengan
mengetahui berapa jarak pandang mata sampai cakram secchi tidak terlihat
dengan mengetahui batas panjang tali. Karena setiap pengukur berbeda ketajaman
penglihatannya maka hasilnya sangat relatif. Untuk itu disarankan pengukurannya
di lapangan saat cuaca mendukung sehingga bias bisa diminimalkan (Hariyanto,
2008).
Dengan demikian kedalaman penetrasi cahaya akan berbeda pada setiap
ekosistem air yang berbeda. Pada batas akhir penetrasi cahaya disebut sebagai
titik kompensasi cahaya, yaitu titik pada lapisan air, dimana cahaya matahari
mencapai nilai minimum yang menyebabkan proses asimilasi dan respirasi berada
dalam keseimbangan. Dapat juga diartikan bahwa pada titik kompensasi cahaya
ini, konsentrasi karbondioksida dan oksigen akan berada dalam keadaan relatif
konstan (Barus, 2004).
2.3.4 Intensitas Cahaya
Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat
optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian
lagi akan dipantulkan ke luar dari permukaan air. Dengan bertambahnya
kedalaman lapisan air, intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yang
signifikan baik secara kualitatif dan kuantitatif. Cahaya gelombang pendek
merupakan yang paling kuat mengalami pembiasan yang menyebabkan kolam air
yang jernih akan terlihat berwarna biru dari permukaan. Pada lapisan dasar, warna
Faktor fisik ini berpengaruh terutama pada aktivitas hormon hewan,
tingkat fotosintesis dan distribusi vertikal harian plankton. Satuan cahaya adalah
lux dan alatnya dinamakan luxmeter. Tentunya intensitas cahaya
berhubungan/dipengaruhi oleh posisi matahari, cuaca, dan posisinya terhadap
benda atau organisme lain, yaitu dalam bayangan atau tidak (Hariyanto, 2008).
Bagi organisme air, intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang
akan mendukung kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya. Organisme air
yang mempunyai aktivitas maksimum pada siang hari disebut sebagai diurnal
yang merupakan sifat dari sebagian besar organisme air. Kelompok organisme
yang aktif pada malam hari disebut hewan nokturnal (Barus, 2004).
2.3.5 Salinitas
Salinitas pada berbagai tempat di lautan terbuka yang jauh dari daerah pantai
variasinya sempit saja, biasanya antara 34-37 o/oo, dengan rata-rata 35 o/oo.
Perbedaan salinitas terjadi karena perbedaan dalam penguapan dan presipitasi.
Salinitas lautan di daerah tropik lebih tinggi karena evaporasi lebih tinggi,
sedangkan pada lautan di daerah beriklim sedang salinitasnya rendah karena
evaporasi lebih rendah. Di daerah pantai dan laut yang tertutup sebagian, salinitas
lebih bervariasi dan mungkin mendekati 0 di mana sungai-sungai besar
mengalirkan air (Nybakken, 1998).
2.3.6 Oksigen Terlarut
Oksigen merupakan faktor yang paling penting bagi organisme air. Semua
tumbuhan dan hewan yang hidup dalam air membutuhkan oksigen yang terlarut.
Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara dan hasil fotosintesis
tumbuh-tumbuhan yang ada dalam air. Oksigen yang berasal dari hasil fotosintesis
tergantung pada kerapatan tumbuh-tumbuhan air dan lama serta intensitas cahaya
sampai ke badan air tersebut (Suin, 2002).
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam
besar organisme air. Umumnya kelarutan oksigen dalam air sangat terbatas.
Dibandingkan dengan kadar oksigen di udara yang sangat mempunyai konsentrasi
sebanyak 21% volume air hanya mampu menyerap oksigen sebanyak 1% volum
saja (Barus, 2004).
2.3.7 Kandungan Nitrat dan Fosfat
Amonium dan amoniak yang merupakan produk penguraian protein yang sudah
dibahas sebelumnya masuk kedalam badan sungai terutama melalui limbah
domestik. Mikroorganisme akan mengoksidasi amonium menjadi nitrat. Nitrat
adalah merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat tumbuh
dan berkembang, sementara nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat
mematikan organisme air. Dalam kondisi dimana konsentrasi oksigen terlarut
sangat rendah dapat terjadi proses kebalikan dari nitrifikasi yaitu proses
denitrifikasi dimana nitrat melalui nitrit akan menghasilkan nitrogen bebas yang
akhirnya akan lepas ke udara atau dapat juga kembali membentuk
amonium/amoniak melalui proses ammonifikasi nitrat (Barus, 2004).
Mikroorganisme yang masuk ke dalam perairan dapat berasal dari limbah
manusia, makanan dan dari proses hasil ternak daging atau dari limbah
kedokteran. Secara normal badan air dapat menetralisasi limbah-limbah tersebut
karena adanya bakteri heterotrofik yang dapat mendegradasi limbah organik
menjadi fosfat atau nitrat yang dapat digunakan sebagai pupuk. Melalui proses
fotosintesis karbondioksida dan air akan menjadi oksigen, dengan adanya aliran
air oksigen tetap konstan dan limbah akan bisa dieliminasi (Muslimin, 1996).
Fosfor berasal terutama dari sedimen yang selanjutnya akan terinfiltrasi ke
dalam air tanah dan akhirnya masuk ke dalam sistem perairan terbuka (sungai dan
danau). Selain itu dapat berasal dari atmosfer dan bersama dengan curah hujan
masuk ke dalam sistem perairan. Fosfor, bersama dengan nitrogen sangat berperan
dalam proses terjadinya eutrofikasi di suatu ekosistem air. Seperti diketahui
bahwa fitoplankton dan tumbuhan air lainnya membutuhkan nitrogen dan fosfor