7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepatuhan
1. Pengertian Kepatuhan
Kepatuhan adalah Kata dasar dari patuh. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan
kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin.
2. Kunjungan Imunisasi Dasar
Kunjungan Adalah kata dasarnya kunjung yang artinya perihal (perbuatan,
proses, hasil) mengunjungi atau berkunjung (KBBI)
Pemberian imunisasi pada anak yang mempunyai tujuan agar tubuh kebal
terhadap penyakit tertentu, kekebalan tubuh juga dapat dipengaruhi oleh bebrapa
faktor diantaranya terdapat tingginyakadar antibodi pada saat dilakukan imunisasi,
potensi antigen yang disuntikkan, waktu antara pemberian imunisasi, mengingat
efektif dan tidaknya imunisasi tersebut akan tergandung dari faktor yang
mempengaruhinya sehingga kekebalan tubuh dapat diharapkan pada diri anak
(Hidayat, 2005).
B. Imunisasi
1. Defenisi Imunisasi
Selama dalam proses tumbuh-kembang, anak memerlukan asupan gizi
yang adekuat, penanaman nilai agama dan budaya, pembiasaan disiplin yang
penyakit, yaitu melalui pemberian imunisasi. Pemahaman tentang imunisasi
diperlukan sebagai dasar dalam memberikan asuhan keperawatan terutama pada
anak sehat dan implikasi konsep imunisasi pada saat merawat anak sakit,
khususnya pada kasus tuberkolosis, difteri, pertusis, tetanus, polio, campak, dan
hepatitis ( PD3I)
Imunisasi merupakan bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif
dalam menurunkan angka kematian bayi. Hal itu sebenarnya tidak perlu terjadi
karena penyait-penyakit tersebut bisa dicegah dengan imunisasi. Oleh karena itu,
untuk mencegah balita menderita beberapa penyakit yang berbahaya, imunisasi
pada bayi dan balita harus lengkap serta diberikan sesuai jadwal (Dewi, 2010).
Imunisasi adalah sediaan organisme yang mati atau dilemahkan. Ketika
imunisasi memasuki sistem anak, ini menghasilkan imunitas terhadap penyakit
spesifik dengan menyebabkan tubuh membangun antibodi dan pertahanan
terhadap organisme. Antibodi ini memberikan perlindungan terhadap penyakit
yang kelak terpajan pada anak. Selain itu, bayi dapat menjalani uji
tuberkolosis-diberikan ebagai injeksi kulit-jika terdapat risiko pemajanan terhadap penyakit ini.
( kelly,2010).
Kata imun berasal dari bahasa Latin (immunitas) yang berarti pembebasan
(kekebalan) yang diberikan kepada para senator Romawi selama masa jabatan
mereka terhadap kewajiban sebagai warga negara biasa dan terhadap dakwaan.
Dalam sejarah, istilah ini kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah
menjadi perlindungan terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap
Imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang,
dan menghilangkan penyakit tertentu pda sekelompok masyarakat atau populasi
atau menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti imunisasi cacar (Vasra,
2013)
Pemberian imunisasi pada anak yang mempunyai tujuan agar tubuh kebal
terhadap penyakit tertentu, kekebalan tubuh juga dapat dipengaruhi oleh bebrapa
faktor diantaranya terdapat tingginya kadar antibodi pada saat dilakukan
imunisasi, potensi antigen yang disuntikkan, waktu antara pemberian imunisasi,
mengingat efektif dan tidaknya imunisasi tersebut akan tergandung dari faktor
yang mempengaruhinya sehingga kekebalan tubuh dapat diharapkan pada diri
anak (Hidayat, 2005).
Perlu diketahui bahwa istilah imunisasi dan vaksinasi sering diartikan
sama, meskipun arti yang sebenarnya adalah berbeda. Imunisasi adalah suatu
pemindahan atau transfer antibodi secara pasif, sedangkan vaksinasi adalah
pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang pembentukan imunitas
(antibodi) dari sistem imun dalam tubuh (Muslihatun, 2010).
Istilah kekebalan biasanya dihubungkan dengan perlindungan terhadap
suatu penyakit tertentu. Imunitas atau kekebalan terdiri atas imunitas pasif, yaitu
tubuh tidak membentuk imunitas, tetapi menerima imunitas, sedangkan imunitas
aktif tubuh membentuk kekebalan sendiri. Pentingnya pemberian imunisasi
didasarkan pada latar belakang bahwa pada awal kehidupan, anak belum
mempunyai kekebalan sendiri ( humoral), hanya imunoglobulin G yang
2. Jenis Vaksin dan Sifatnya
Vaksin adalah suatu bahan yang terbuat dari kuman, komponen kuman,
atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan yang dipakai untuk
merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui
suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Campak, dan melalui mulut seperti Vaksin
polio (Hidayat, 2006)
Vaksinasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan
memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar terbentuk zat anti untuk mencegah
terhadap penyakit tertentu (mubarak,2011)
Vaksin life attenuated diproduksi di laboratorium dengan memodifikasi
virus atau bakteri penyebab penyakit. Vaksin mikroorganisme yang dihasilkan
masih memiliki kemampuan bereplikasi dan menimbulkan kekebalan tetapi tidak
menyebabkan penyakit. Vaksin ini berkembang biak dalam tubuh resepien,
supaya dapat menimbulkan respon imun (Muslihatun, 2010).
Sifat vaksin dapat digolongkan berdasarkan kepekaan / sensifitasya
terhadap suhu yaitu :
1. Vaksin yang sensitif terhadap beku yaitu golongan vaksin yang
akan rusak bila terpapar / terkena dengan suhu dingin atau suhu
pembekuan. Jenis vaksin yang sensitif beku adalah hepatitis B, DPT-HB,
DPT, DT, dan TT
2. Vaksin yang sensitif terhadap panas yaitu golongan vaksin yang
akan rusak bila terpapar / terkena suhu panas yang berlebihan. Jenis vaksin
3. Jenis Imunisasi Dasar
Imunisasi dasar pada bayi di Indonesia diwajibkan terhadap tujuh macam
penyakit yaitu TBC, Difteria, tetanus, batuk rejan (pertusis), polio, campak
(measles, morbili) dan hepatitis B. Sedangkan imunisasi terhadap penyakit lain
seperti gondongan (mumps), campak jerman (rubella), tifus, radang selaput otak
(meningitis) Hib (Haemophilus influenczae tipe B), hepatitis A, cacar air (chicken
pox, varicella) dan rabies tidak diwajibkan, tetapi dianjurkan.
Berikut ini penjelasan mengenai beberapa vaksin yang diwajibkan diberikan pada
anak :
1. Vaksin Bacillus Clamete-Guerin (BCG)
Imunisasi BCG adalah tindakan memasukkan vaksin BCG yang bertujuan
untuk memberi kekebalan tubuh terhadap kuman Mycobacterium tuberculosis
dengan cara menghambat penyebaran kuman. Respons imunitas seluler terjadi
beberapa minggu (2-12 minggu) setelah terinfeksi oleh Mycobacterium
tuberculosis yang dapat ditunjukkan dengan uji tuberkulin.
Bacille Calmette-Guerin adalah vaksi hidup yang dibuat dari
Mycobacterium bovis yang dibiakkan berulang selama 1-3 tahun, sehingga
didapat basil yang yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas.
Vaksin BCG menimbulkan sensivitas terhadap tuberkulin yang kaitannya dengan
Kemasan vaksin BCG terdiri dari kemasan dalam ampul, beku kering, 1 box
berisi 10 ampul vaksin ; dan setiap ampul vaksin dengan 4 ml pelarut.
Kontraindikasi yang terjadi pada vaksin BCG yaitu :
a. Adanya penyakit kulit yang berat atau menahun seperti :eksim,
furunkulosis, dan sebagainya
b. Mereka sedang menderita TBC
Penyuntikan BCG secara intradermal yang benar akan menimbulkan ulkus
lokal suferfisial di 3 minggu setelah penyuntikan. Ulkus yang biasanya tertutup
krusta akan sembuh dalam 2-3 bulan dan meninggalkan parut bulat dengan
diameter 4-8 mm. Apabila dosis terlalu tinggi, maka ulkus yang timbul semakin
besar, namun apabila penyuntikan terlalu dalam, maka parut akan tertarik kedalam
(retracted.)
Vaksin BCG diberikan secara intradermal/intrakutan 0,10 ml untuk anak dan
0,05 ml untuk bayi baru lahir. Penyuntikan imunisasi BCG ini sebaiknya
diberikan pada deltoid kanan(lengan kanan atas), sehingga bila terjadi
limfadenitis( pada aksila ) akan lebih mudah terdeteksi . Vaksin BCG tidak boleh
terkena sinar matahari, tidak bole beku, dan harus disimpan pada suhu 2- 8 ̊ C.
2.Vaksin DPT (diptheria, pertusis, tetanus)
Pemberian imuniasi ini yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit
difteri, pertusis, dan tetanus. Vaksin DPT ini merupakan vaksin yang mengandung
racun kuman difteri yang telah dihilangkan sifat racunnya, namun masih dapat
merangsang pembentukan zat anti (toksoid). Pemberian pertama zat anti terbentuk
organ-organ tubuh membuat zat anti. Pada pemberian kedua dan ketiga terbentuk zat
anti yang cukup. Imunisasi DPT diberikan melauli intramuskular. Pemberian DPT
dapat berefek saming ringan ataupun berat. Efek ringan misalnya terjadi
pembengkakan, nyeri pada tempat penyuntikan dan demam. Efek berat misalnya
terjadi menangis hebat, kesakitan kurang lebih empat jam, kesadaran menurun,
terjadi kejang, ensofalopati, dan syok. Upaya pencegahan penyakit difteri,
pertusis, dan tetanus perlu dilakukan sejak dini melalui imunisasi karena penyakit
tersebut sangat cepat serta dapat meningkatkan kematian bayi dan balita.
Hasil penelitian Muchlastriningsih (2005) menunjukkan bahwa jumlah
kasus difteri rawat jalan di Indonesia selama 3 tahun paling banyak dari golongan
usia 15-44 tahun (37,42%). Pasien pertusis yang dirawat inap paling banyak dari
kalangan bayi dan anak-anak (60,28% dari seluruh pasien rawat inap). Hal ini
mendukung pendapat bahwa bayi dan anak-anak merupakan golongan usia yang
rentan terhadap penyakit pertusis. Pasien tetanus yang dirawat inap paling banyak
dari golongan usia diatas 45 tahun (44,16%) .
Ini adalah vaksin kombinasi untuk mengatasi penyakit difteria, batuk rejak/
pertusis dan tetanus-tiga penyakit yang cukup perlu dipertimbangkan karena
akibat yang ditimbulkannya- menyebabkan kesehatan dan kematian anak-anak
dinegara berkembang.
Pemberian vaksinasi DPT dilakukan bersamaan dengan pemberian dengan
vaksin polio. Pada umur di atas 5 tahun, komponen pertusis pada vaksin itu
epilepsi dan selam demam. Diare ringan atau hidung ingusan bukanlah
kontraindikasi pemberian vaksin ini.
3.Vaksin polio
Imunisasi polio merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak.
Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan imunisasi polio diberikan
melalui oral. Di indonesia, program eradikasi polio dilaksanakan sesuai
kesepakatan pada WHO ke-41 (1988) yang sebenarnya mengharapkan eradikasi
polio didunia sebelum tahun 2000. Ada empat strategi untuk pencapaian tujuan
tersebut yaitu imunisasi rutin OPV (oral polio virus) dengah cakupan tinggi,
imunisasi tambahan, surveilans AFP dan investigasi laboratorium, serta mop-up
untuk memutus rantai penularan terakhir.
Pada umumnya, pusat-pusat kesehatan memberikan 3 dosis pda interval 4
sampai 6 minggu. Mengenai dosis vaksinasi kedua ini diberikan pada umur 12
sampai 18 bulan setelah dosis terakhir suatu vaksi selesai diberikan. Merupakan
suatu keuntungan bila menerima dosis vaksinasi kedua lainnya pada umur 5
tahun.
Satu hal penting lainnya: seorang anak yang sebelumnya pernah mengalami
poliomyelitis juga merupakan kandidat untuk menerima imunisasi penuh vaksin
4.Vaksin campak (morbili)
Imunisasi campak merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit campak pada anak karena termasuk penyakit menular.
Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan.imuniasi campak diberikan
melalui subkutan. Imunisasi ini memiliki efek samping seperti terjadinya ruam
pada tempat suntikan dan panas. Angka kejadian campak juga sangat tinggi dalam
memengaruhi angka kesakitan dan kematian anak.
Penyakit ini biasanya disertai sekresi saluran pernafasan, malaise, dan
demam. Pada hari ke empat, mulai timbul bercak makolopapular merah yang
dimulai dari belakang telinga dan menyebar kebatang tubuh: manifestasi klinis
yang lebih jarang misalnya kejang demam dan epistaktis. Bercak koplik
merupakan bercak keputihan berukuran kecil (seukuran jarum pentul) pada
mukosa bagian dalam pipi dan bibir bawah.
Komplikasi yang umum terjadi adalah otitis media dan brokonpnemonia :
ensepalitis jarang terjadi namun berbahaya. Tanpa komplikasi,antibiotika tidak
diindikasikan.
5. Vaksin hepatitis B
Imunisasi hepatitis B merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit hepatitis. Kandungan vaksin ini adalah HbsAg dalam bentuk
cair. Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis sebnayak 3 kali dan penguatnya
dapat diberikan pada usia 6 tahun. Imunisasi hepatitis ini diberikan melalui
intramuskular. Angka kejadian hepatitis B pada anak balita juga sangat tinggi
Hasil penelitian Muchlastriningsih (2005) menunjukkkan bahwa jumlah
pasien hepatitis yang dirawat jalan dan rawat inap paling banyak dari golongan
usia 15-44 tahun (50,54%).
4.Jadwal Imunisasi di Indonesia
Dalam menggunakan bagan jadwal imunisasi IDAI edisi 2000 untuk
keperluan praktik sehari-hari diperlukan penjelasan sebagai berikut. Penyusunan
jadwal imunisasi edisi 2000 dibuat dengan memperhatikan range (tenggang)
waktu imunisasi yang dianjurkan, dengan maksud agar teman sejawat dapat
menetapkan waktu yang lebih tepat dan leluasa kepada pasien, tentang kapan
imunisasi sebaiknya diberikan sesuai dengan kedatangan / kebutuhan anak.
Jadwal imunisasi Program Pengembangan Imunisasi (PPI) Depkes tetap
dapat gunakan bersamaan dengan jadwal imunisasi IDAI. Jadwal imunisasi IDAI
setiap tahun akan dievaluasi untuk penyempurnaan berdasarkan perubaha pola
penyakit, kebijakan Depkes / WHO, dan pengadaan vaksin di Indonesia.
(Rochmah, 2012).
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Imunisasi
1. Status imun pejamu
Terjadinya antibodi spesifik pejamu terhadap vaksin yang diberikan akan
mempengaruhi keberhasilan imunisasi. Pada bayi semasa fetus mendapat antibodi
maternal spesifik terhadap virus campak. Apabila vaksinansi campak diberikan
pada saat kadar antibodi spesifik campak masih tinggi, maka akan memberikan
efek kurang memuaskan. Demikian pula ASI yang mengandung IgA sektoris
yang diberikan secara oral. Meskipun demikian, umumnya kadar sIgA terhadap
virus polio pada ASI sudah rendah pada waktu bayi berumur beberpa bulan.
Berdasarkan penelitian Sub Bagian Alergi-Imunologi Bagian IKA FKUI / RSCM
Jakarta, kadar sIgA polio sudah tidak ditemukan lagi pada ASI setelah bayi
berusia 5 tahun. Kadar sIgA yang tinggi terdapat pada kolostrum. Oleh karena itu
bila vaksinasi polio oral diberikan pada masa pemberian kolostrum (usia 0-3 hari),
hendaknya ASI (kolostrum) jangan diberikan dahulu 2 jam sebelum dan sesudah
vaksinasi.
Keberhasilan vaksinasi memerlukan maturitas imunologik. Fungsi makrofag
pada neonatus masih kurang, terutama fungsi mempresentasikan antigen.
Pembetukan antibodi pesifik terhadap antigen tertentu masih kurang, sehingga
imunisasi yang diberikan sebelum bayi berumur 2 tahun jangan lupa memberikan
imunisasi ulangan.
2. Faktor Genetik Penjamu
Interaksi sel-sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas genetik. Secara
genetik, respon imun manusia terbagi menjadi respon baik, cukup dan rendah
terhadap antigen tertentu. Seorang individu dapat memberikan respon rendah
terhadap antigen tertentu, tetapi terhadap antigen lain dapat sangat tinggi respo
imunnya. Oleh karena itu sering ditemukan keberhasilan vaksinasi tidak
sampai 100%.
3. Kualitas dan Kuantitas Vaksin
Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respon imun, misalnya vaksin
parenteral hanya memberikan imunitas sistemik saja. Dosis vaksin yang tidak
tepat juga mempengaruhi respon imun. Dosis terlalu tinggi menghambat respon
imun yang diharapkan, sedangkan dosis terlalu rendah tidak dapat merangsang
sel-sel imunokompeten. Dosis yang tepat dapat diketahui dari haji uji klinis,
karena itu dosis vaksin harus sesuai dengan dosis yang direkomendasikan.
Frekuensi dan jarak pemberian juga mempengaruhi respon imun. Bila
pemberian vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar antibodi spesifik masih
tinggi, maka natigen yang masuk akan segera dinetralkan, sehingga tidak sempat
merangsang sel imunokompeten, bahkan dapat terjadi reaksi arthus, yaitu
bengkak kemerahan di daerah suntikan antigen akibat pembentukan kompleks
antigen antibodi lokal. Pemberian vaksin ulang (booster) sebaiknya mengikuti
anjuran sesuai hasil uji klinis.
4. Pelaksanaan Pelayanan Imunisasi
Di dalam pelaksanaan kegiatan imunisasi, perlu dilakukan hal-hal sebagai
berikut :
1. penyuluhan sebelum dan sesudah pelayanan imunisasi
penyuluhan yang diberikan berisikan tentang penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi dan akibatnya, serta manfaat imunisasi, kejadian ikut pasca
imunisasi (KIPI), dan cara penanggulangannya serta kapan dan dimana pelayanan
2. Skrining dan pemeriksaan sasaran
a. Skrining
Setiap petugas yang melaksanakan imunisasi, harus melaksanakan skrining
pada setiap sasaran untuk melihat apakah ada kontraindikasi dan precaution
sebelum pemberin tiap dosis vaksin.
b. Pemeriksaan sasaran
Setiap sasaran yang mengunjungi tempat pelayanan imunisasi, mereka
sebaiknya diperiksa dan diberi semua vaksin yang layak untuk diterima. Tentukan
usia dan status imunisasi terdahulu sebelum diputuskan vaksin maa yang akan
diberikan.
Pemeriksaan bayi dilakukan dengan cara :
1) Menentukan usia bayi, dengan melihat kartu imunisasi bayi untuk
menentukan usia bayi, atau menanyakan kepada ibu berapa usia bayinya.
2) Menentukan vaksin-vaksin mna yang telah diterima oleh bayi
3) Menentukan semua vaksin yang cocok untuk bayi
4) Kontraindikasi bayi terhadap imunisasi
c. Pengisian buku register
Pencatatan buku register membantu para pelaksana imunisasi memantau
3. Memberikan vaksin yang tepat secara aman
a. Mencampur vaksin dengan pelarut
b. Menggunakan alat suntik auto-disable (AD)
Alat suntik auto disable adalah alat suntik yang sekali pakai, setelah digunakan
sekali secara otomatis menjadi rusak dan tidak dapat lagi digunakan.
c. Memberikan vaksin kepada bayi
Pemberian vaksin kepada bayi sesuai dengan jenis vaksin yang diberikan dan
cara penyuntikan serta dosis vaksin misalnya vaksin BCG tempat suntikan di