• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMAHAMI SURAT DAKWAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MEMAHAMI SURAT DAKWAAN "

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

M

(3)
(4)

P

M

M

e

e

m

m

a

a

h

h

a

a

PERKUMPULAN PENG

am

m

i

i

S

S

u

u

r

r

a

a

t

t

P

P

a

a

u

u

l

l

S

S

i

i

n

n

l

l

a

a

E

E

l

l

o

o

GEMBANGAN INISIATIF (PIAR NTT)

2015

D

D

a

a

k

k

w

w

a

a

an

a

o

o

E

E

F dan ADVOKASI RAK

n

n

(5)

M

leh: Paul SinlaEloE

ditor: Ragil Supriyatn esain sampul & isi: S enyelia Aksara: Tim I etakan Pertama, Jan ang, Nusa Tenggara T 827917; E-mail: piar.n

ak Cipta pada Penulis dan gi undang-undang. Diperb n isi buku selama tidak un

dan ADVOKASI RAKYAT

nd People Advocacy

ululi, Kec. Oebobo, Timur, 85000 ntt@gmail.com

Penerbit

olehkan mengutip atau ntuk kepentingan komersia

T

(6)

da

man hukum dari pa

Terbitnya buk

materi buku

Mem

ntang arti pentin

egakan hukum su

an seluk-beluk su

sinya.

an secara khusus

ritis untuk

Comm

R NTT, yang tanp

erja advokasi di ko

dkan juga untuk m

ara pihak yang be

ku

Memahami S

dilatar belakangi

erkumpulan Peng

f dan Advokasi Ra

terhadap:

perta

urat dakwaan dan

s dalam rangka p

munity Organizer

y

(7)

surat dakwaan untuk meng-

copy

atau memperbanyak

sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun,

sepanjang itu demi kepentingan dan perjuangan tegaknya

supremasi hukum di Indonesia.

Atas terbitnya buku

Memahami Surat Dakwaan

ini, PIAR

NTT menyampaikan ucapan terimakasih dan

penghar-gaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak

ber-kenaan dengan kontribusinya, mulai dari menggagas

sampai dengan selesainya penerbitan.

Pada akhirnya, buku ini diharapkan dapat bermanfaat

bagi semua pihak yang ingin memahami tentang surat

dakwaan.

Kupang, Januari 2015

Ir. Sarah Lery Mboeik

(8)

Surat dakwaan merupakan salah satu dokumen penting

dan penentu dalam proses penegakan hukum kasus

pidana. Surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa dalam

kedudukannya sebagai Penuntut Umum adalah dasar

pemeriksaan perkara dalam persidangan di pengadilan.

Hakim (majelis hakim) dalam hal putusan berkaitan

pemidanaan suatu perkara pun harus berpijak pada surat

dakwaan.

Mengingat pentingnya surat dakwaan sebagai dokumen

penentu dalam proses beracara di pengadilan dan fakta

bahwa sampai dengan saat ini masih banyak pihak

(

terutama masyarakat adat, kaum miskin, kelompok perempuan

korban kekerasan dan kelompok marginal lainnya

) yang belum

memahami tentang surat dakwaan, maka penulis tergerak

untuk menulis buku berjudul: MEMAHAMI SURAT

DAKWAAN.

(9)

Buku Memahami Surat Dakwaan ini, disusun secara

prak-tis dan khusus untuk kepentingan penguatan kapasitas

dari

Community Organizer

yang dimiliki oleh Perkumpulan

Pengembangan Inisiatif dan Advokasi Rakyat (PIAR

NTT).

Kendati demikian, substansi dari buku ini dapat juga

dimanfaatkan oleh para pihak yang berkepentingan

dengan proses penegakan hukum suatu kasus pidana.

Karena kemanfaatan itulah penulis merasa perlu

mengkomunikasikan kepada sidang pembaca.

Akan tetapi, ketika buku ini dibaca oleh mereka yang

betul-betul memahami tentang surat dakwan dan terlibat

dalam perjuangan untuk tegaknya supremasi hukum di

Indonesia, otomatis mereka akan segera mengetahui

ke-lemahan dan kekurangan dari buku ini. Karenanya, kritik

dan saran demi penyempurnaannya sangat diharapkan.

Untuk itu sebelumnya diucapkan terima kasih.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga, penulis

sam-paikan kepada

t

eman-teman seperjuangan di PIAR NTT,

yakni: Sarah Lery Mboeik, Yuliana Ramideta, Adi Nange,

Zevan Aome, Yusak Bilaut dan Eston Sanam, yang telah

berkontribusi dalam segala hal berkaitan dengan

penyelesaian buku ini.

(10)

Indonesia Timur (JPIT), karena atas kontribusi dan

dukungan merekalah buku ini dapat diterbitkan.

Sebagai penutup, buku ini diharapkan dapat menjadi

ba-caan alternatif yang bermanfaat bagi setiap individu yang

ingin memahami tentang surat dakwaan.

Tarus Raya, Desember 2014

(11)

Pengantar – v

Prakata – vii

Daftar isi

– x

Bagian I

Pengertian Surat Dakwaan – 1

Bagian II

Syarat-syarat Surat Dakwaan – 5

Bagian III

Teknik Pembuatan Surat Dakwaan – 9

Bagian IV

Bentuk Surat Dakwaan – 21

Bagian V

Perubahan Surat Dakwaan – 31

Bagian VI

Mengkritisi Surat Dakwaan – 37

(12)

Bagian I

Pengertian Surat Dakwaan

Surat Dakwaan menempati posisi sentral, strategis dan merupakan dasar dalam pemeriksaan perkara pidana di pengadilan. Dalam proses penegakan hukum suatu tindak pidana, terdakwa hanya dapat dipidana ber-dasarkan apa yang terbukti mengenai kualifikasi tindak pidana yang dilakukan oleh seorang terdakwa menurut rumusan surat dakwaan. Jadi walaupun terdakwa ter-bukti melakukan tindak pidana dalam pemeriksaan persidangan tetapi tidak didakwakan dalam surat dak-waan, maka terdakwa tidak dapat dijatuhi hukuman dan hakim jadinya akan membebaskan terdakwa.

(13)

Surat Dakwaan bisa dipahami juga sebagai upaya pe-nataan konstruksi yuridis atas fakta-fakta perbuatan terdakwa, yang terungkap sebagai hasil dari suatu penyidikan, dengan cara merangkai perpaduan antara fakta-fakta perbuatan terdakwa dengan unsur-unsur tindak pidana sesuai ketentuan undang-undang.

Tujuan utama pembuatan surat dakwaan ialah untuk menentukan batas-batas pemeriksaan di sidang penga-dilan, yang menjadi dasar dari Penuntut Umum mela-kukan penuntutan terhadap terdakwa atau orang yang diduga sebagai pelaku kejahatan.

Ditinjau dari berbagai kepentingan para pihak yang berkepentingan dengan pemeriksaan perkara pidana, maka surat dakwaan berfungsi untuk:

1. Pengadilan/ hakim, surat dakwaan merupakan dasar dan sekaligus membatasi ruang lingkup pemerik-saan, sebagai dasar melakukan pemeriksaan di si-dang pengadilan, dan dasar pertimbangan dalam penjatuhan keputusan.

2. Penuntut Umum, surat dakwaan merupakan dasar pembuktian, dasar melakukan penuntutan, dasar pembahasan yuridis dalam requisitoir, dasar mela-kukan upaya hukum.

3. Terdakwa/ penasehat hukum, surat dakwaan meru-pakan dasar utama untuk mempersiapkan pembe-laan dalam pledoi, dasar mengajukan bukti meri-ngankan, dasar mengajukan upaya hukum.

(14)

Menurut Pasal 14 huruf d KUHAP, yang berwenang membuat surat dakwaan adalah Penuntut Umum. Pe-nuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk melakukan penuntutan dan me-laksanakan penetapan hakim. (Pasal 1 angka 1 UU No. 16 Tahun 2004, Tentang Kejaksaan Republik I ndone-sia). Pembuatan surat dakwaan dilakukan oleh Penun-tut Umum bila ia berpendapat bahwa dari hasil penyi-dikan dapat dilakukan penuntutan (Pasal 140 ayat (1) KUHAP).

Surat dakwaan yang telah dibuat oleh Penuntut Umum dilimpahkan ke pengadilan dengan segera (Pasal 143 ayat (1) KUHAP). Turunan surat pelimpahan perkara beserta surat dakwaan, harus disampaikan kepada ter-sangka atau kuasa hukumnya atau penasehat hukum-nya dan penyidik, pada saat bersamaan pehukum-nyampaian surat pelimpahan perkara ke pengadilan (Pasal 143 ayat (4) KUHAP).

Dengan posisi surat dakwaan yang sentral dan strate-gis ini, maka tidaklah mengherankan apabila dalam proses pembuatannya seringkali terjadi proses nego-siasi perkara yang berimplikasi pada terjadinya korupsi dalam proses peradilan (Judicial Corruption).

(15)

tersangka. Kedua, pola yang dipergunakan adalah melepaskan tersangka. Modus yang dipergunakan ada-lah membuat dakwaan yang kabur (Obscuur Libel)

(16)

Bagian II

Syarat-syarat Surat Dakwaan

Surat dakwaan merupakan senjata yang hanya bisa di-gunakan oleh Penuntut Umum berdasarkan atas asas oportunitas yang memberikan hak kepada Jaksa Pe-nuntut Umum sebagai wakil dari negara untuk melaku-kan penuntutan kepada terdakwa atau pelaku tindak pidana.

Penuntut Umum dalam menyusun surat dakwaan ha-rus membuatnya dengan sebaik-baiknya, sehingga su-rat dakwaan dapat tersusun secara sempurna karena telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang ter-dapat dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP, yakni:

A. Syarat Formil

Syarat formil yang harus dipenuhi atau terdapat dalam suatu surat dakwaan adalah:

1. Diberi tanggal

(17)

Se-lain itu, pencantuman tanggal dalam surat dakwaan sangat bermanfaat untuk mengantisipasi terjadinya pembuatan surat dakwaan mendahului terjadinya suatu peristiwa pidana.

2. Ditandatangani oleh penuntut umum

Surat dakwaan harus ditanda tangani oleh Penuntut Umum dalam rangka memenuhi syarat sebagai suatu akte/ surat. Alasan lain dalam kaitannya dengan surat dakwaan harus ditanda tangani oleh Penuntut Umum adalah untuk menunjukan identitas dari pihak yang bertanggung jawab atas surat dakwaan dan merupa-kan penegasan tentang pihak yang berwenang (Pasal 14 huruf d KUHAP) untuk menandatangai suatu surat dakwaan.

3. Berisi identitas terdakw a/ para terdakw a

Meliputi nama lengkap, tempat lahir, umur atau tang-gal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tingtang-gal, agama dan pekerjaan terdakwa (Pasal 143 ayat (2)

huruf a KUHAP). I dentitas tersebut dimaksudkan agar orang yang didakwa dan diperiksa di depan sidang pengadilan adalah benar-benar terdakwa yang sebe-narnya dan bukan orang lain (Error in Persona). Apabila syarat formil ini tidak seluruhnya dipenuhi maka dapat dibatalkan oleh hakim (Vernietigbaar), karena dinilai tidak jelas terhadap siapa dakwaan tersebut ditujukan.

B. Syarat Materil

(18)

tin-dak pidana dilakukan oleh tertin-dakwa. Jika syarat ma-teril ini tidak dipenuhi, maka dakwaan dinyatakan tidak dapat diterima (niet onvanklijk verklaard) dan batal demi hukum (absolut nietig).

Dalam KUHAP tidak dijelaskan tentang apa yang di-maksud dengan istilah cermat, jelas, dan lengkap. Namun oleh kebanyakan pakar hukum pidana, pe-ngertian cermat, jelas dan lengkap dimaknai sebagai berikut:

1. Uraian harus cermat

Cermat yang dimaksud di sini adalah ketelitian Jaksa Penuntut Umum dalam mempersiapkan surat dakwaan yang didasarkan undang-undang yang berlaku bagi terdakwa, serta tidak terdapat kekurangan dan atau kekeliruan yang dapat mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau tidak dapat dibuktikan. Dengan kata lain, Jaksa Penuntut Umum diharuskan untuk bersikap teliti dengan semua hal yang berhubungan dengan keberhasilan penuntutan perkara di persidangan, di antaranya: (a) apa ada pengaduan dalam hal delik khusus atau tindak pidana umum?; (b) apa penerapan hukumnya sudah tepat?; (c) apa terdakwa dapat di-minta pertanggungjawaban dalam suatu tindak pidana; (d) apakah tindak pidana tersebut belum atau sudah daluwarsa; (e) apakah tindak pidana yang didakwakan itu tidak nebis in idem, yakni terdakwa diadili lebih dari satu kali atas satu perbuatan kalau sudah ada keputu-san yang menghukum atau membebaskannya.

2. Uraian harus jelas

(19)

tindak pidana yang didakwakan, sehingga terdakwa atau penasehat hukum yang mendengar atau mem-bacanya akan mengerti dan mendapatkan gambaran tentang: (a) siapa yang melakukan tindak pidana; (b) tindak pidana apa yang dilakukan; (c) kapan dan di mana tindak pidana tersebut dilakukan; (d) apa akibat yang ditimbulkan; dan (e) mengapa terdakwa melaku-kan tindak pidana itu. Uraian komponen-komponen tersebut disusun secara sistematik dan kronologis dengan bahasa yang sederhana. Hal ini dimaksudkan untuk para pihak yang terlibat dalam berperkara dapat mengetahui secara jelas, apakah terdakwa dalam me-lakukan tindak pidana yang didakwakan tersebut da-lam kapasitas sebagai pelaku (dader) dengan peran: Orang yang Melakukan (pleger), Orang yang Menyuruh Melakukan (doenpleger), Orang yang Turut Serta Melakukan (medepleger), Orang yang Menganjurkan untuk Melakukan (uitlokker), atau hanya sebagai Pem-bantu Melakukan (medeplichting). Apakah unsur yang diuraikan tersebut sebagai tindak pidana dengan kualifikasi, misalnya penipuan atau penggelapan atau pencurian, dsb.

3. Uraian harus lengkap

(20)

Bagian III

Teknik Pembuatan Surat

Dakwaan

Surat dakwaan harus dibuat sedemikian rupa di mana semua harus diuraikan, baik unsur tindak pidana yang didakwakan, perbuatan materiil, waktu dan tempat di mana tindak pidana dilakukan sehingga tidak satu pun yang diperlukan dalam rangka usaha pembuktian di dalam sidang pengadilan yang ketinggalan atau tidak diuraikan.

Teknik pembuatan surat dakwaan berkenaan dengan pemilihan bentuk surat dakwaan dan redaksi yang dipergunakan dalam merumuskan tindak pidana yang didakwakan.

Pemilihan Bentuk Surat Dakw aan

(21)

satu tindak pidana yang menyentuh beberapa perumu-san tindak pidana dalam undang undang dan belum dapat dipastikan tentang kualifikasi dan ketentuan pi-dana yang dilanggar, dipergunakan dakwaan alternatif atau subsidair. Dalam hal terdakwa melakukan bebe-rapa tindak pidana yang masing-masing merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri, digunakan bentuk dakwaan kumulatif.

Teknis Redaksional

Hal ini berkenaan dengan cara merumuskan fakta-fakta dan perbuatan terdakwa yang dipadukan dengan unsur-unsur tindak pidana sesuai perumusan keten-tuan pidana yang dilanggar, sehingga nampak dengan jelas bahwa fakta-fakta perbuatan terdakwa memenuhi segenap unsur tindak pidana sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan pidana yang bersangkutan. Perumu-san dimaksud harus dilengkapi dengan uraian tentang waktu dan tempat tindak pidana dilakukan. Uraian ke-dua komponen tersebut dilakukan secara sistematis dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan kalimat-kalimat yang efektif.

Box 1.

Rumus Penyusunan Surat Dakw aan

S+ W+ T+ UUTP+ K+ Psl

Keterangan:

S = Subjek Hukum/Terdakwa W = Waktu/Tempus Delicti T = Tempat/ Locus Delicti

UUTP = Unsur-Unsur Tindak Pidana yang Didakwakan kepada Terdakwa

K = Keterangan mengenai keadaan yang meliputi uraian kejadian serta hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa

(22)

Logika sederhana yang dapat dipergunakan oleh Pe-nuntut Umum dalam membuat surat dakwaan yang cermat, jelas dan lengkap dapat mengikuti rumus di atas.

Dalam menyusun surat dakwaan yang cermat, jelas dan lengkap sesuai dengan syarat formil dan materiil yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a dan huruf b KUHAP, maka ada 2 (dua) hal yang wajib diper-hatikan oleh Penuntut Umum sebelum menyusun surat dakwaan, yaitu:

A. Penguasaan atas Materi Perkara

Sebelum Penuntut Umum mulai membuat surat dak-waan, terlebih dahulu haruslah dengan seksama mem-baca seluruh berkas perkara yang ada agar materi per-kara bisa dikuasai. Menguasai materi perper-kara berarti mengetahui siapa yang diduga melakukan tindak pidana, kapan tindak pidana tersebut dilakukan, di ma-na terjadinya tindak pidama-na tersebut, cara bagaimama-na tindak pidana itu dilakukan dan dengan alat apa tindak pidana dimaksud dilakukan. Selanjutnya, yang harus diketahui oleh Penuntut Umum adalah apa akibat dari tindak pidana tersebut: siapa yang menjadi korban atau siapa yang dirugikan. Semua itu harus didukung oleh bukti-bukti yang cukup sesuai ketentuan undang-undang.

(23)
(24)

Dalam praktek, penelitian berkas perkara dari penyidik dikenal dengan istilah ”tugas prapenuntutan” yang di-lakukan oleh Jaksa Penuntut dengan bentuk formulir dengan kode P-16. Uraian selengkapnya berkaitan dengan kode formulir yang digunakan dalam proses penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana, dapat dilihat dalam tabel 1.

B. Penguasaan atas Materi Ketentuan Perundang- undangan

Penguasaan materi ketentuan perundang-undangan ini berarti pembuat surat dakwaan harus mengetahui se-cara tepat dan rinci dari pasal yang direncanakan akan didakwakan, di mana unsur-unsur tersebut cocok de-ngan perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa.

Menurut Pasal 141 KUHAP, Penuntut Umum dalam penyusunan surat dakwaan dapat melakukan peng-gabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat dakwaan, apabila pada waktu yang sama atau hampir bersamaan ia menerima berkas perkara dalam hal:

a. Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh se-orang yang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabu-ngannya.

(25)

le-bih dengan maksud mendapat alat yang akan di-pergunakan untuk melakukan tindak pidana lain atau menghindarkan diri dari pemidanaan karena tindak pidana lain).

c. Beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan yang lain, akan tetapi yang satu dengan yang lain itu ada hubungannya, yang da-lam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi ke-pentingan pemeriksaan.

Substansi dari Pasal 141 KUHAP ini pada dasarnya me-ngatur tentang semenloop atau concursus, dalam ba-hasa I ndonesia diterjemahkan menjadi ‘Perbarengan’.

Berdasarkan bentuknya, Perbarengan dalam ilmu hu-kum pidana dapat dibagi menjadi:

1. Perbarengan Peraturan ( Concursus I dealis)

Perbarengan peraturan ini terjadi dalam hal se-seorang yang melakukan satu perbuatan, tetapi perbuatan yang dilakukan tersebut telah melanggar beberapa peraturan (Pasal 63 KUHP).

2. Perbarengan Perbuatan ( Concursus Realis)

Perbarengan perbuatan ini terjadi dalam hal sesorang melakukan beberapa perbuatan, yakni perbuatan-perbuatan tersebut merupakan perbuatan-perbuatan sendiri-sendiri. Dalam KUHP, Concursus Realis dibedakan menjadi perbarengan perbuatan atas kejahatan (Pasal 65 KUHP dan Pasal 66 KUHP) dan perbarengan perbuatan atas kejahatan (Pasal 70 KUHP).

3. Perbuatan Berlanjut ( Voortgezette Handeling)

(26)

masing-masing berdiri sendiri, akan tetapi perbuatan-perbua-tan tersebut ada hubungannya sedemikian rupa erat-nya yang satu dengan yang lain, sehingga beberapa perbuatan tersebut harus dianggap satu perbuatan berlanjut (Pasal 64 KUHP).

Dasar pemikiran penggabungan perkara-perkara pida-na ini ialah meringkaskan serta memudahkan pemerik-saan di dalam suatu sidang pengadilan. Penggabungan perkara-perkara ini dimaksudkan agar pemeriksaan be-berapa macam perkara dapat dilaksanakan dengan cepat dan lancar sehingga hubungan atau keberkaitan yang ada dalam beberapa perkara itu menjadi lebih mudah diketahui.

Dalam penangan perkara, Penuntut Umum diperke-nankan untuk memecah perkara (spiltsing) menjadi beberapa perkara dengan surat dakwaan tersendiri pula. Menurut Pasal 142 KUHAP, dalam hal Penuntut Umum menerima satu berkas perkara yang memuat beberapa tindak pidana yang tidak masuk dalam Pasal 141 KUHAP, Penuntut Umum dapat melakukan penun-tutan terhadap masing-masing terdakwa secara ter-pisah.

Splitsing bisanya dilakukan dengan membuat berkas perkara di mana para tersangka saling menjadi saksi. Sehingga untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan baru, baik terhadap tersangka maupun saksi.

Secara teknis, pembuat splitsing perkara adalah pe-nyidik atas petunjuk Penuntut Umum, karena masalah

(27)

Dalam hal Penuntut Umum menerima hasil penyidikan dari penyidik, harus segera diteliti dan dipelajari apa-kah perlu tidaknya di-split. Bilamana jaksa yang di-percayakan untuk meneliti berpendapat bahwa perkara tersebut perlu untuk dilakukan splitsing, maka dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada pe-nyidik untuk dilengkapi dan disempurnakan dengan di-berikan petunjuk seperlunya. Dalam waktu empatbelas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan berkas perkara yang telah

di-split itu kepada Penuntut Umum (kaitan dengan makna ketentuan materi Pasal 138 ayat (1) & (2) KUHAP).

Dengan demikian, petunjuk mengenai splitsing itu di-berikan dalam rangka prapenuntutan yang merupakan wewenang Penuntut Umum sebagaimana tersebut dalam Pasal 14 huruf b Jo. Pasal 110 Jo. Pasal 138 KUHAP.

Tabel 2

Contoh Matriks Verifikasi Surat Dakw aan

(contoh pengisian matriks terlampir)

NAMA KORBAN:

NAMA JAKSA PENUNTUT UMUM: NOMOR PERKARA:

Syarat

Formil Syarat Materiil Alat

Bukti

(28)

Mengingat pasal 143 ayat (3) KUHP yang mengama-natkan bahwa surat dakwaan terancam batal apabila tidak memenuhi Pasal 143 ayat (2) huruf a dan huruf b

KUHAP, maka matriks berikut ini dapat dipergunakan untuk mempermudah Penuntut Umum dalam menilai kembali surat dakwaannya yang sudah disusun (lihat tabel 2).

Uraian dalam rangka pengisian matriks verifikasi surat dakwaan di atas adalah:

1. I dentitas Tersangka/ Terdakw a

Dalam menyusun urutan identitas tersangka atau terdakwa disesuaikan dengan urutan yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a KUHAP.

2. Locus Delictie dan Tempus Delictie

Tempat dan waktu terjadinya delik harus dinyatakan secara jelas: pertama, tempat disebutkan kam-pung, kelurahan, kecamatan dan kabupaten; kedua, waktu harus dijelaskan jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dan juga disebutkan waktu yang lain apabila dalam undang-undang itu ditentukan.

(29)
(30)

3. Pasal Delik yang Dilanggar

Pasal dari delik ini memiliki keterkaitan erat dengan kualifikasi tindak pidana. Karenanya pasal dari delik yang didakwakan pada terdakwa harus disebutkan/ ditulis secara cermat, jelas dan lengkap.

4. Unsur Delik

Unsur delik disusun sesuai dengan bunyi undang-undangnya, unsur delik ditulis dengan terperinci dan unsur dari satu tindak pidana tidak boleh lebih dan ti-dak boleh satupun ketinggalan. Dalam menguraikan unsur delik harus juga disebutkan kualifikasi atau nama tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku atau orang yang diduga sebagai pelaku. Artinya, pengu-raian unsur delik harus dilakukan secara cermat, jelas dan lengkap.

5. Perbuatan Materiil atau Fakta

Uraian dari tiap unsur delik harus dibuat secara jelas dan wajib dibuat terpisah antar unsur delik yang satu dengan unsur delik yang lainnya.

6. Alat Bukti dan Barang Bukti

Alat bukti di sini adalah semua alat bukti yang sah menurut hukum (Pasal 184 Ayat (1) KUHAP) dan barang bukti sebagai mana diatur dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP, yang terdapat dalam berita acara dan mendukung pembuktian tindak pidana yang didakwakan.

7. Kualifikasi Tindak Pidana

(31)

ini merupakan kesimpulan sementara yang harus di-buktikan dalam persidangan.

pembuatan surat dakw aan

A. Pengertian Perbuatan (Feit)

1.Perbuatan dilihat dari sudut "Materiele Feiten" yaitu perbuatan yang dilakukan oleh manusia (Menslijke Handelingen). Perbuatan materiil ini adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang serta harus dirumuskan secara jelas dan tegas dalam dakwaan.

2.Perbuatan dilihat dari sudut unsur-unsurnya, dapat diketgorikan atas 2 unsur yakni, unsur obyektif dan unsur subyektif. Kedua unsur tersebut harus dirumuskan secara jelas dan tegas dalam surat dakwaan. Unsur obyektif adalah unsur yang berkenaan dengan bentuk, jenis, sifat tindak pidana tersebut. sedangkan unsur subyektif berkenaan dengan diri pelaku dan hal ini menyangkut pertanggung jawaban pidana.

B. Penggunaan Istilah Lapisan Dakwaan

Dalam praktek digunakan istilah-istilah ‘pertama’, ‘kedua’ dan seterusnya atau kesatu; kedua dan seterusnya; primair; subsidair dan seterusnya

C. Uraian Dalam Masing-Masing Lapisan Dakwaan

Dalam menguraikan tindak pidana yang didakwakan agar diupayakan jangan sampai terjadi: pertama, uraian yang bertentangan satu sama lain atau uraian yang kabur/samar-samar; kedua, bentuk surat dakwaan tidak sesuai dengan hasil penyidikan; ketiga, uraian dakwaan yang ha-nya menunjuk kepada uraian dakwaan terdahulu, sedang tindak pidana yang didakwakan secara prinsipil berbeda satu sama lain; keempat, menggabungkan uraian unsur-unsur tindak pidana yang satu dengan yang lain sehingga secara konkrit tindak pidana yang didakwakan tidak tergambar secara jelas, seperti menggabungkan unsur-unsur penipuan dan penggelapan dalam satu lapisan dakwaan; kelima, menggabungkan dakwaan tindak pidana yang harus diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Biasa/Acara Pemeriksaan Singkat dengan dakwaan tindak pidana yang diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Cepat, seperti menggabungkan dakwaan pasal 359 KUHP dengan dakwaan pelanggaran Lalu Lintas;

keenam, dalam hal beberapa orang terdakwa melakukan beberapa Tindak Pidana harus jelas kwalitas dari peranannya masing-masing.

D. Penggabungan dakwaan Tindak Pidana Khusus dan Tindak Pidana Umum.

(32)

Bagian IV

Bentuk Surat Dakwaan

KUHAP tidak mengatur bentuk, susunan ataupun sis-tematika dari surat dakwaan. Pada prakteknya, Pe-nuntut Umum dalam menyusun surat dakwaan selalu berpijak pada strategi dan rasa seni sesuai dengan pe-ngalaman prakteknya masing-masing. Meski demikian, Penuntut Umum dalam menyusun dakwaannya tetap harus berdasarkan pada persyaratan yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP.

Dalam praktek hukum dikenal beberapa bentuk surat dakwaan yakni:

1. Surat Dakw aan Tunggal/ Biasa

(33)

sederhana dalam perumusannya dan sederhana pula dalam pembuktian dan penerapan hukumnya.

Surat dakwaan biasanya disusun secara tunggal, jika seseorang atau lebih terdakwa melakukan hanya satu perbuatan pidana saja. Misalnya, Penuntut Umum me-rasa yakin apabila terdakwa telah melakukan perbua-tan ‘pencurian’ sebagaimana diatur dalam Pasal 362 KUHP, maka terdakwa hanya didakwa dengan Pasal 362 KUHP.

Seorang terdakwa yang melakukan perbuatan ber-lanjut (Voorgezette Handeling) atau beberapa orang terdakwa secara bersama-sama (Medeplegen) melaku-kan satu tindak pidana, dapat juga diadili dengan dak-waan tunggal/ biasa. Substansi dari dakdak-waan tunggal/ biasa adalah jika (para) terdakwa hanya melakukan

Box 3

Kerangka/ Pola Surat Dakw aan Tunggal/ Biasa

1. Identitas terdakwa/para terdakwa 2. Status tahanan (tidak harus) 3. Dakwaan

4. Jumlah dan peran masing-masing terdakwa 5. Waktu terjadinya tindak pidana

6. Tempat terjadinya tindak pidana 7. Uraian lengkap unsur delik

8. Dirangkaikan dengan fakta/keadaan yang

mendukung masing-masing unsur delik (cara tindak pidana dilakukan dan akibat yang ditimbulkan – delik materil)

(34)

satu perbuatan pidana saja dan tidak terdapat ke-mungkinan-kemungkinan alternatif, atau kemungkinan untuk merumuskan tindak pidana lain sebagai peng-gantinya, maupun kemungkinan untuk mengakumulasi atau mengkombinasikan tindak pidana dalam surat dakwaan.

2. Surat Dakw aan Alternatif

Surat dakwaan alternatif dipergunakan oleh Penuntut Umum apabila tindak pidana yang akan didakwakan pada terdakwa hanya satu tindak pidana, akan tetapi Penuntut Umum belum yakin benar tentang tindak pidana apa yang paling tepat didakwakan pada ter-dakwa.

Tentang kualifikasi atau pasal yang tepat untuk di-terapkan pada tindak pidana tersebut dan untuk mem-perkecil peluang lolosnya terdakwa dari pertanggung-jawaban pidana, maka digunakanlah bentuk dakwaan alternatif. Penggunaan dakwaan alternatif oleh Penun-tut Umum, dimaksudkan juga untuk memberikan pili-han kepada hakim dalam menerapkan hukum yang lebih tepat

Ciri dari dakwaan alternatif adalah dalam penulisannya menggunakan kata ‘atau’. Dakwaan alternatif ini diper-gunakan dalam hal antara kualifikasi tindak pidana yang satu dengan kualifikasi tindak pidana yang lain menunjukan corak/ ciri yang sama atau hampir sama. Misalnya, pencurian atau penadahan, penipuan atau penggelapan, pembunuhan atau penganiayaan yang mengakibatkan mati, dsb.

(35)

semua dakwaan harus diperiksa terlebih dahulu. Dari hasil pemeriksaan ini, Penuntut Umum dan hakim ke-mudian memilih satu dakwaan yang paling tepat dan terbukti.

Surat dakwaan yang berbentuk alternatif, rumusannya mirip dengan bentuk surat dakwaan subsidair, yaitu terdakwa secara faktual didakwakan lebih dari satu tindak pidana/ delik, tetapi sesungguhnya dakwaan yang dituju dan yang harus dibuktikan hanya satu tindak pidana.

Dalam praktek contoh dakwaan alternatif disusun sebagai berikut:

Pertama:

Bahwa ia terdakwa … dst (melanggar Pasal 362 KUHP— tentang pencurian).

Atau

Kedua:

Bahwa ia terdakwa … dst (melanggar Pasal 372 KUHP— tentang penggelapan).

Atau

Ketiga:

Bahwa ia terdakwa … dst (melanggar Pasal 378 KUHP— tentang penipuan).

3. Surat Dakw aan Subsidair/ Berlapis

(36)

per-singgungan antara ketentuan pidana yang satu dengan lainnya. Keadaan yang demikian dapat menimbulkan keraguan pada Penuntut Umum, baik mengenai kuali-fikasi tindak pidananya maupun mengenai pasal yang dilanggarnya.

Dalam dakwaan yang berbentuk subsidair/ berlapis, ter-dakwa hanya diter-dakwakan satu tindak pidana saja, di mana tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok terberat ditempatkan pada lapisan atas dan tindak pidana yang diancam pidana yang lebih ringan ditempatkan di bawahnya.

Konsekuensi pembuktian dari dipergunakannya dak-waan berbentuk subsidair/ berlapis adalah jika satu dakwaan telah terbukti, maka dakwaan selebihnya tidak perlu dibuktikan lagi.

Dalam praktek hukum, biasanya pertama-tama yang dibuktikan adalah dakwaan utama/ primair. Kalau dak-waan primair terbukti, dakdak-waan pengganti/ subsidair tidak perlu dibuktikan. Dakwaan subsidair dibuktikan, jika dakwaan primair tidak terbukti.

4. Surat Dakw aan Kumulatif

Dakwaan kumulatif dipergunakan oleh Penuntut Umum jika seorang atau lebih terdakwa melakukan lebih dari satu perbuatan pidana yang harus dianggap berdiri sendiri atau pun tindak pidana tersebut tidak mem-punyai kaitan yang satu dengan lainnya (Concursus Realis). Contohnya, terdakwa didakwakan melakukan kejahatan pemerasan dalam jabatan, membawa pula senjata api tanpa izin.

(37)

Dakw aan ke- I

Bahwa ia terdakwa…dst (melanggar Pasal 12 huruf e UU TI PI KOR—tentang pemerasan dalam jabatan).

DAN

Dakw aan ke- I I

Bahwa ia terdakwa…dst (melanggar Pasal 1 ayat (1) UU No. 12/ DRT/ 1951—tentang kepemilikan senjata api).

Dalam hal pembuktian berkaitan dengan dakwaan yang berbentuk kumulatif, setiap dakwaan harus di-buktikan secara tersendiri, namun hukumannya hanya satu saja, yakni ancaman hukuman yang terberat ditambah dengan sepertiganya sebagaimana maksud dari Pasal 63 KUHP sampai dengan Pasal 71 KUHP.

Sifat/ ciri dari dakwaan kumulatif adalah (a) terdiri dari lebih dari satu tindak pidana; (b) antara dakwaan yang satu dengan yang lain dihubungkan dengan kata peng-hubung ‘DAN’; (c) tidak boleh mengkumulasikan antara delik yang diperiksa dengan acara pemeriksaan biasa/ singkat dengan delik yang diperiksa dengan acara pe-meriksaan cepat.

5. Surat Dakw aan Kombinasi

Bentuk dakwaan kombinasi ini merupakan perkemba-ngan terbaru dalam praktek hukum. Penuntut Umum mempergunakan dakwaan berbentuk kombinasi untuk merespon pesat dan variatifnya peristiwa pidana baik dalam bentuk/ jenisnya maupun dalam modus operandi yang digunakan.

(38)

tetapi perbuatan yang dilakukan tersebut telah me-langgar beberapa peraturan (Concursus I dealis).

Surat dakwaan yang berbentuk kombinasi ini dasarnya adalah surat dakwaan kumulatif. Artinya, dalam dak-waan kombinasi salah satu atau setiap dakdak-waan kumu-latif, terdapat bentuk dakwaan alternatif atau dakwaan subsidair. Atau dengan kata lain, dalam surat dakwaan kombinasi, seorang atau lebih terdakwa didakwa de-ngan beberapa delik secara kumulatif yang terdiri dari dakwaan subsider dan dakwaan alternatif secara se-rempak/ sekaligus, yang dalam praktik disusun sebagai berikut:

Kesatu : Primair:

Bahwa ia terdakwa…dst (melanggar Pasal 340 KUHP— tentang pembunuhan berencana).

Subsidair:

Bahwa ia terdakwa...dst (melanggar Pasal 338 KUHP— tentang pembunuhan).

Kedua : Pertama:

Bahwa ia terdakwa…dst (melanggar Pasal 368 KUHP— tentang pemerasan dengan ancaman).

ATAU Kedua:

Bahwa ia terdakwa…dst (melanggar Pasal 378 KUHP— tentang penipuan).

ATAU Ketiga:

(39)

Pembuktian berkaitan dengan suatu perbuatan pidana yang terdakwanya oleh Penuntut Umum didakwa de-ngan dakwaan berbentuk gabude-ngan/ kombinasi, maka dakwaan kesatu primair lebih dahulu dibuktikan. Kalau sudah terbukti, dakwaan subsidair tidak perlu kan lagi. Kemudian dakwaan kedua juga harus dibukti-kan, dst.

Box 4

Sifat dan Ciri Dakw aan Subsidair/ berlapis

1. Tindak pidana yang satu dengan yang lain sejenis atau menimbulkan akibat yang sama. Contohnya, Pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP); Pembunuhan biasa (pasal 338 KUHP); Penganiayaan berencana mengakibatkan kematian (pasal 351 ayat (3) KUHP)

2. Terdapat titik singgung antara ketentuan pidana yang satu dengan lainnya.

3. Susunan dimulai dari ancaman pidana terberat sebagai dakwaan primair baru yang ringan sebagai dakwaan subsidair, dan seterusnya lebih subsidair. Contoh:

Primair:

Bahwa ia terdakwa...dst (melanggar pasal 340 KUHP).

Subsidair:

Bahwa ia terdakwa....dst (melanggar pasal 338 KUHP).

Lebih Subsidair:

Bahwa ia terdakwa....dst (melanggar pasal 353 ayat (3) KUHP)

Lebih-lebih Subsidair:

(40)

Bagian V

Perubahan Surat Dakwaan

Surat dakwaan adalah pijakan dasar bagi proses per-sidangan pidana. Tetapi ada kalanya surat dakwaan itu mempunyai kesalahan pada saat pembuatannya se-hingga diperlukan suatu perubahan surat dakwaan.

(41)

Dalam teknis berperkara, jika perubahan surat dakwa-an dilakukdakwa-an tidak sesuai waktu ydakwa-ang telah disebutkdakwa-an di atas, terdakwa memperoleh hak untuk menolak di-sidangkan dengan dasar dakwaan yang telah dirubah tidak sesuai Pasal 144 KUHAP. Alur perubahan surat dakwaan sebagaimana yang diamanatkan oleh KUHAP (lihat bagan).

Bagan alur perubahan surat dakwaan menjelaskan bahwa kewenangan Penuntut Umum dalam suatu per-kara pidana adalah mulai dari menerima dan meme-riksa berkas perkara penyidikan dari penyidik sampai melaksanakan penetapan hakim (Pasal 14 KUHAP).

Tetapi, apabila sebelum pembuatan surat dakwaan, Penuntut Umum berpendapat bahwa dari hasil pe-nyidikan dapat dilakukan penuntutan, maka dalam waktu secepatnya Penuntut Umum harus membuat surat dakwaan (Pasal 140 ayat (1) KUHAP).

(42)
(43)

Pada sisi yang lain, Pasal 144 KUHAP tidak membatasi ruang lingkup substansi perubahan surat dakwaan, yang dibatasi hanyalah waktu pelaksanakan peruba-han. Artinya, bisa dipahami bahwa perubahan dak-waan dalam konteks substansi dapat dilakukan. Walau-pun demikian, perubahan surat dakwaan ini tidak bo-leh mengakibatkan unsur-unsur tindak pidana semula berubah menjadi tindak pidana baru.

Dalam praktek beracara di pengadilan, perubahan su-rat dakwaan pada lingkup substansi maupun bentuk dakwaan, bisa dilakukan dalam hal:

1. Penyempurnaan Akibat Ketidakcermatan

Dalam hal kesalahan dalam mencantumkan waktu dan tempat terjadinya delik/ perbuatan pidana da-lam surat dakwaan, perubahannya masih dapat dibenarkan. Artinya, dakwaan tetap menurut per-buatan yang sama dan hanya ada perbedaan me-ngenai delik/ perbuatan pidana, maka dapat diada-kan perubahan. Contoh: dakwaan mengenai pem-bunuhan yang terjadi pada tanggal 11 November 2014 menurut redaksional pertama dirubah men-jadi tanggal 12 November 2014, maka hal ini di-perbolehkan. Akan tetapi, jika disamping waktu ter-sebut diubah pula pembunuhan (Pasal 338 KUHP) menjadi penganiayaan yang mengakibatkan kema-tian (Pasal 351 ayat (3) KUHP), maka tidak dapat dibenarkan karena kualifikasi perbuatan (feit) telah diubah dari pembunuhan menjadi penganiayaan.

2. Penyempurnaan Redaksional Surat Dakw aan

(44)

hu-kum. Artinya, perubahan kata-kata atau redaksio-nal bisa dilakukan asal tidak mengubah kualifikasi perbuatan pidananya. Contohnya, delik berkualifi-kasi pembunuhan sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP, tidak boleh dirubah menjadi delik ber-kualifikasi pembunuhan berencana yang diatur dalam Pasal 340 KUHP, dan lain-lain.

3. Penyempurnaan Bentuk Surat Dakw aan

(45)

Surat Dakw aan = Dokumen Publik

Surat dakwaan adalah dokumen publik yang bisa diakses oleh siapa saja yang berkepentingan dengan suatu surat dakwaan, setelah dibacakan dalam persidangan yang bersifat terbuka. Argumen ini

sejalan dengan perintah Pasal 16 ayat (1) huruf b

PERJA RI No. PER-032/A/JA/08/2010, tentang Pelayanan Informasi Publik di Kejaksaan, pada

intinya mengamanatkan bahwa Surat Dakwaan

(46)

Bagian VI

Mengkritisi Surat Dakwaan

Dalam mengkritisi surat dakwaan, ada dua mekanisme yang bisa ditempuh oleh para pihak yang berke-pentingan dengan penegakan hukum suatu perkara. Kepentingan pertama berkaitan dengan keberatan dari terdakwa/ penasehat hukum terhadap dokumen dak-waan dalam proses peradilan. Kepentingan kedua ter-kait dengan pengawasan/ pemantauan terhadap kinerja dan perilaku dari Jaksa/ Penuntut Umum. Mengkritisi surat dakwaan dengan kedua mekanisme ini bisa di-lakukan oleh publik maupun dilaksanakan oleh pihak internal kejaksaan. Kedua mekanisme ini dikenal de-ngan istilah Eksepsi dan Eksaminasi

Eksepsi

(47)

(1) KUHAP yang dalam praktek peradilan biasa disebut dengan ’Eksepsi’ (contoh eksepsi, terlampir).

Keberatan diajukan setelah surat dakwaan dibacakan oleh Penuntut Umum, apabila keberatan diajukan di luar kesempatan tersebut tidak akan dijadikan bahan pertimbangan dalam proses persidangan untuk kasus dimaksud (Bagan Alur Mengadili Perkara Pidana Biasa pada Pengadilan Tingkat Pertama, terlampir).

Untuk mengajukan keberatan tidak diatur bagaimana bentuk keberatan itu. Dalam undang-undang hanya di-jelaskan tentang jenis dari keberatan itu. Menurut Pa-sal 156 ayat (1) KUHAP, jenis keberatan ada 3 (tiga) dan terdakwa/ penasehat hukumnya dapat mengajukan 3 (tiga) jenis sekaligus atau memilih salah satu yang ada relevansinya dengan materi surat dakwaan.

Ketiga macam keberatan tersebut adalah:

1. Keberatan bahw a pengadilan tidak berw enang mengadili perkaranya (exeptio litispendentia)

Keberatan tentang wewenang pengadilan tersebut adalah berkenaan dengan kompetensi dari pengadilan tersebut, yaitu kompetensi absolut dan kompetensi relatif.

a. Kompetensi absolut, adalah kewenangan yang

(48)

b. Kompetensi Relatif, adalah tiap pengadilan itu mempunyai daerah hukum. Apabila suatu tindak pi-dana dilakukan setiap orang di daerah hukum Kota Kupang, maka yang memiliki kekuasaan/ kewena-ngan mengadili adalah Pengadilan Negeri Kupang. Jadi apabila terdakwa melakukan tindak pidana di Kota Kupang, akan tetapi perkara tersebut diajukan ke Pengadilan Negeri Oelamasi, maka terdakwa/ penasehat hukumnya dapat mengajukan keberatan/ eksepsi dengan alasan bahwa Pengadilan Negeri Oelamasi tidak memiliki kewenangan untuk mengadili.

2. Keberatan bahw a surat dakw aan tidak dapat diterima (exeptio rei judicatae)

Keberatan dengan alasan surat dakwaan tidak dapat diterima pada umumnya didasarkan atas kewenangan menuntut dari Penuntut Umum. Apabila wewenang Penuntut Umum dalam menuntut suatu tindak pidana sudah hapus dan tindak pidana tersebut diajukan ke Pengadilan Negeri untuk disidangkan, terdakwa/ pena-sehat hukumnya berhak mengajukan keberatan atas hak menuntut dari Penuntut Umum atas suatu perkara sudah hapus.

Hapusnya hak Penuntut Umum untuk menuntut suatu tindak pidana, apabila:

(49)

Dalam hal tersebut, terdakwa/ penasehat hukumnya dapat mengajukan keberatan bahwa surat dakwaan tidak dapat diterima dengan alasan bahwa aduan telah ditarik kembali dan menurut Pasal 75 KUHP kewenangan penuntut umum telah dihapus.

b. Kasus pidana yang diatur dalam Pasal 76 KUHP yang biasa disebut ’Nebis in I dem’.

c. Kasus pidana yang diatur dalam Pasal 78 KUHP yang biasa disebut ’daluwarsa’ (Exeptio Paremptoir).

d. Surat dakwaan yang didakwakan oleh Penuntut Umum bukan perkara pidana tetapi perkara perdata (Exeptio Error I n Juris).

3. Keberatan bahw a surat dakw aan harus di-batalkan ( exeptio obsucuri lebelli)

(50)

BOX. 5

JENI S- JENI S EKSEPSI

1. Exeptio Obsucuri Lebelli

Keberatan ditujukan terhadap surat dakwaan, dengan alasan: surat dakwaan disusun secara tidak cermat, tidak jelas, tidak leng-kap, jadi dakwaannya kabur/samar-samar (obscure libel) sehing-ga terdakwa tidak mengerti dakwaannya, ini merugikan terdakwa dalam pembelaannya. Penasihat hukum perlu melemahkan surat dakwaan tersebut (dikaitkan syarat materiil– Pasal 143 ayat (2) KUHAP), maka perlu diminta bahwa dakwaan batal demi hukum.

2. Exeptio Litispendentia

Keberatan terhadap kewenangan pengadilan. Pengadilan negeri tidak berwenang, tetapi pengadilan di lingkungan peradilan lain. Contoh, kasus korupsi yang terjadi di wilayah hukum Pengadilan Negeri Ba’a, tidak dapat diadili di Pengadilan Negeri Ba’a, tapi ha-rus diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kupang.

3. Exeptio Paremptoir

Keberatan berkaitan dengan kewenangan penuntut umum untuk menuntut perkara sudah gugur, misalnya karena daluwarsa (Pasal 78 KUHAP). Surat dakwaan agar tidak diterima.

4. Exeptio Rei Judicatae

Keberatan berdasarkan “nebis in idem” (Pasal 76 KUHAP). Surat dakwaan dimintakan untuk tidak diterima.

5. Exeptio Error In Persona

Keberatan karena bukan terdakwa yang melakukan tindak pi-dana, tetapi orang lain yang harus bertanggung jawab. Diminta-kan surat dakwaan tidak dapat diterima.

6. Exeptio Error In Juris

(51)

Eksaminasi

I stilah eksaminasi berasal dari bahasa I nggris exami-nation yang berarti ujian atau pemeriksaan. Dalam

Black’s Law Dictionary, eksaminasi diartikan sebagai an investigation; search; inspection; interrogation. Jika dihubungkan dengan konteks eksaminasi terhadap produk peradilan (dakwaan, tuntutan, putusan), maka eksaminasi dapat diartikan sebagai aktifitas untuk melakukan pengujian atau pemeriksaan terhadap surat dakwaan (jaksa), dokumen tuntutan (Jaksa) atau putusan pengadilan (Hakim).

Eksaminasi sering disebut juga dengan istilah legal annotation, yaitu pemberian catatan-catatan hukum terhadap putusan pengadilan maupun dakwaan jaksa. Pada dasarnya proses yang dilakukan hampir sama de-ngan eksaminasi. Namun pada perkembade-nganya eksa-minasi biasanya merupakan gabungan lebih dari satu

legal annotation.

Essensi dari eksaminasi adalah pengujian atau penilai-an atas sebuah putuspenilai-an (Hakim) serta tuntutpenilai-an dpenilai-an dakwaan (Jaksa). Sehingga dapat diketahui apakah pertimbangan dan penalaran hukumnya telah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum, apakah prosedur hukum acaranya telah diterapkan dengan benar, serta apakah putusan tersebut telah menyentuh rasa keadilan ma-syarakat. Disamping untuk mendorong para hakim/ jaksa agar membuat putusan/ dakwaan dengan pertim-bangan yang baik dan profesional.

(52)

1. Eksaminasi pada lingkup internal kejaksaan

Pada lingkup internal Kejaksaan, mekanisme untuk mengkritisi surat dakwaan adalah dilakukannya eksa-minasi. Eksaminasi merupakan tindakan penelitian dan pemeriksaan berkas perkara di semua tingkat pena-nganan perkara oleh setiap Jaksa/ Penuntut Umum. Jadi, eksaminasi pada lingkup kejaksaan ini bukan se-kedar untuk mengkritisi surat dakwaan saja tetapi bisa lebih dari itu.

Eksaminasi di lingkungan kejaksaan sudah dilakukan sejak tahun 1983, ketika dikeluarkannya Peraturan Jaksa Agung Nomor: PER-001/ JA/ 6/ 1983, tentang saminasi Perkara dan Petunjuk Teknis Melakukan Ek-saminasi. Sepuluh tahun kemudian aturan ini diperba-rui lagi dengan dikeluarkannya Keputusan Jaksa Agung Nomor: KEP-33/ JA/ 3/ 1993 Tentang Eksaminasi Perkara.

Sasaran dari pelaksananan eksaminasi di lingkup Ke-jaksaan adalah semua kegiatan yang berhubungan de-ngan proses penade-ngan perkara mulai dari tahap pe-nyelidikan, penyidikan hingga tahap pelaksaan putusan pengadilan yang telah mempunya kekuatan hukum tetap.

(53)

Eksaminasi yang dilakukan pada lingkup internal ke-jaksaan ini dimaksudkan untuk menemukan kemung-kinan adanya hal-hal yang kurang sempurna dalam beracara ataupun kelemahan lain yang bersifat teknis juridis, maupun yang bersifat administrasi perkara, yang menyebabkan penyelesaian perkara tidak terlak-sana sebagaimana mestinya.

Menurut Pasal 1 angka 11 PERJA RI No. PER-036/ A/ JA/ 09/ 2011, tentang SOP Penanganan Perkara Tin-dak Pidana Umum, Eksaminasi merupakan penelitianan dan pemeriksaan berkas perkara di semua tingkat pe-nanganan perkara oleh pimpinan untuk menilai keca-kapan dan kemampuan teknis Jaksa/ Penuntut Umum dalam melaksanakan tugas/ penyelesaian suatu perkara dari sudut teknis yuridis maupun administrasi perkara.

Ada 2 jenis eksaminasi yang dilakukan dalam internal kejaksaan: ( 1) Eksaminasi Umum, yaitu penelitian dan pemeriksaan terhadap berkas perkara yang telah selesai ditangani oleh Jaksa/ Penuntut Umum dan su-dah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. ( 2) Eksaminasi Khusus, yaitu tindakan penelitian dan pemeriksaan terhadap berkas perkara tertentu yang menarik perhatian masyarakat atau perkara lain yang menurut penilaian pimpinan perlu dilakukan eksami-nasi, baik terhadap perkara yang sedang ditangani maupun yang telah selesai ditangani oleh Jaksa/ Pe-nuntut Umum dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(54)

Kejak-saan Tinggi; Kepala KejakKejak-saan Tinggi kepada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum sesuai dengan kebijakan pengendalian penanganan perkara dan kepentingan eksaminasi.

Berkas perkara yang akan dieksaminasi telah diterima oleh Kejaksaan Tinggi selambat-lambatnya awal bulan September dan oleh Kejaksaan Agung paling lambat awal bulan Desember. Berkas perkara yang akan di-eksaminasi sebanyak 2 berkas perkara untuk setiap jaksa, dengan kasus yang berbeda dan belum pernah diajukan untuk dieksaminasi.

Jaksa yang mengirimkan berkas perkara yang akan dieksaminasi adalah jaksa yang tercantum dalam Surat Perintah Penunjukan Penuntut Umum. Untuk kepenti-ngan eksaminasi umum dibentuk tim eksaminator. Pe-laksanaan eksaminasi Umum dilakukan oleh sebuah tim yang ditunjuk sesuai dengan kebutuhan berdasar-kan Surat Perintah Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum atau Kepala Kejaksaan Tinggi.

Hasil pelaksanaan Eksaminasi Umum dilaporkan kepa-da Jaksa Agung, Kepala Kejaksaan Tinggi dengan tem-busan kepada Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan dan Asisten Bidang Pengawasan.

Untuk kepentingan Eksaminasi Khusus juga perlu di-bentuknya sebuah tim khusus. Tim eksaminator khu-sus sebanyak-banyaknya terdiri dari 5 Jaksa, ditunjuk berdasarkan Surat Perintah Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum atau Kepala Kejaksaan Tinggi atau Kepala Kejaksaan Negeri.

(55)

Khusus dilaporkan selambat-lambatnya 5 hari kerja kepada Jaksa Agung, Kepala Kejaksaan Tinggi dengan tembusan kepada Jaksa Agung Muda Bidang Penga-wasan dan Asisten Bidang PengaPenga-wasan.

Apa bila dalam hasil Eksaminasi Khusus diketemukan adanya indikasi terjadinya perbuatan tercela maka hasilnya diserahkan kepada Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan atau Asisten Bidang Pengawasan selam-bat-lambatnya 5 hari kerja sejak diterimanya laporan dari Tim Eksaminasi Khusus dimaksud.

Terhadap setiap hasil eksaminasi, baik yang berbentuk eksaminasi umum atau eksaminasi khusus, termasuk juga eksaminasi untuk tindak pidana khusus, para Jaksa/ Penuntut Umum, yang perkaranya telah dieksa-minasi itu, dapat mengajukan keberatan.

Mekanisme untuk eksaminasi dalam penanganan per-kara tindak pidana umum ini, tidak berbeda dengan mekanisme pelaksanaan eksaminasi untuk perkara tin-dak pidana khusus, walaupun eksaminasi untuk kasus tindak pidana khusus diatur dalam Peraturan Jaksa Agung Republik I ndonesia No. PERJA-039/ A/ JA/ 10/ 2010, tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Pe-nanganan Perkara Tindak Pidana Khusus

(56)

kece-robohan dalam berperkara akan langsung diperiksa oleh bidang pengawasan.

Karena itu hasil dari eksaminasi pada lingkup internal kejaksaan ini biasanya digunakan juga sebagai salah satu dasar penilaian akan konduite dan penentu karier seorang Jaksa/ Penuntut Umum.

2. Eksaminasi publik

Dalam konteks mengkritisi surat dakwaan, eksaminasi publik merupakan upaya untuk mendorong dan mem-berdayakan partisipasi publik agar dapat terlibat lebih jauh di dalam mempersoalkan dakwaan yang dibuat oleh Penuntut Umum yang dinilai kontroversial atau bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum dan me-lukai rasa keadilan masyarakat.

Untuk penilaian atau pengujian terhadap suatu surat dakwaan oleh publik, maka yang harus dieksaminasi adalah surat dakwaan yang telah dibacakan, dan atau berdasarkan surat dakwaan tersebut hakim telah memberikan suatu putusan (vonis).

Walaupun eksaminasi publik terhadap surat dakwaan dilakukan oleh masyarakat dan dilakukan di luar jalur formal proses penegakan hukum, bukan berarti upaya yang dilakukan oleh masyarakat ini sama sekali tidak memiliki implikasi hukum.

(57)

Dalam melakukan eksaminasi terhadap surat dakwaan, idealnya perkara tersebut minimal harus memenuhi 4 kriteria:

a. Kontroversial

Kontroversial karena terdapat kejanggalan atau cacat hukum dalam tahapan proses peradilan. Selain itu, hukum formil dan hukum materiil tidak diterapkan secara baik dan benar atau bertentangan dengan asas-asas penerapan hukum serta dianggap berten-tangan dengan rasa keadilan masyarakat.

b. Memiliki pengaruh atau dampak sosial ( social im-pact) bagi masyarakat

Disamping perkara tersebut mendapat perhatian yang luas dari masyarakat, perkara tersebut memiliki dampak yang langsung ataupun tidak langsung bagi masyarakat (baik nasional dan atau internasional).

c. Mengorbankan orang miskin.

Artinya bahwa yang menjadi korban dalam suatu kasus adalah orang miskin yang mana dalam proses penegakan hukum, hak hukum dari korban yang nota benenya adalah orang miskin ini diabaikan oleh Jaksa/ Penuntut Umum.

d. Ada indikasi mafia peradilan (judicial corruption)

Perkara yang dieksaminasi terdapat indikasi korupsi

(judicial corruption), kolusi, penyalahgunaan wewe-nang, atau bentuk pelanggaran hukum pidana lain-nya hingga menyebabkan hukum tidak diterapkan se-cara baik dan benar.

(58)

1. Membentuk tim panel

Lembaga Pengambil I nisiatif/ Pihak pelaksana (dalam hal ini bisa LSM, Kelompok Masyarakat, Perguruan Tinggi, dll) membentuk suatu tim panel yang anggo-tanya dapat terdiri dari akademisi, praktisi hukum, mantan hakim/ jaksa, dan LSM.

Tim panel bertugas untuk memilih perkara yang akan dieksaminasi dan siapa yang akan duduk sebagai anggota majelis eksaminasi. Pihak Pelaksana kemu-dian membuat resume dari perkara yang diinven-tarisir dan dikirimkan kepada angota tim panel untuk dipelajari. Resume perkara idealnya harus juga diper-kuat dengan alasan mengapa perkara-perkara terse-but layak dieksaminasi dan keterangan akan keleng-kapan bahan-bahan: apakah lengkap, masih kurang, ataukah tidak ada.

2. Melakukan diskusi tim panel

Tim panel yang telah ditunjuk berdiskusi untuk me-nentukan 1 (satu) perkara yang akan dieksaminasi. Pemilihan perkara tersebut harus memenuhi kriteria yang ditentukan dan harus diperhatikan juga kese-diaan bahan/ berkasnya. Setelah perkara terpilih, tim panel kemudian menginventarisir siapa saja yang akan menjadi anggota majelis. Pemilihan anggota majelis eksaminasi didasarkan kriteria seperti tidak ada conflict of interest dengan perkara yang akan di-eksaminasi, dipilih berdasarkan keahliannya, sedang tidak aktif dalam lembaga peradilan (bukan jaksa atau hakim aktif), dan memiliki komitmen dalam pembaharuan hukum.

(59)

yang berlawanan sehingga menimbulkan kesulitan apabila diputus dengan hakim genap, terutama apa-bila setelah diambil secara voting ternyata mempu-nyai jumlah suara sama, maka untuk mengantisipasi hal tersebut, majelis eksaminasi yang terbentuk ideal-nya ganjil dengan jumlah antara 5 sampai 11 orang.

Dalam diskusi tim panel, nama-nama yang diajukan hanyalah bersifat rekomendasi sesuai dengan keah-lian yang dimiliki berdasarkan kualifikasi perkaranya. Setelah itu lembaga pelaksana menghubungi nama-nama yang telah direkomendasikan oleh tim panel dan melengkapi bahan-bahan yang terkait dengan perkara yang akan dieksaminasi. Lembaga pelaksana juga harus mampu mencarikan anggota eksaminasi alternatif seandainya nama-nama hasil rekomendasi tersebut tidak dapat dihubungi.

3. Pembentukan majelis eksaminasi publik

Berdasarkan nama-nama yang menyatakan bersedia menjadi anggota tim eksaminasi, pihak pelaksana mempertemukan para anggota dalam rangka mem-bentuk majelis eksaminasi. Dalam pertemuan itu juga dibahas mengenai jadwal sidang eksaminasi kepada para anggota majelis dan hal-hal/ bahan-bahan apa yang harus dilengkapi oleh pihak pelaksana.

(60)

4. Melakukan sidang eksaminasi

Sidang eksaminasi dilakukan oleh seluruh anggota majelis eksaminasi. Pihak pelaksana kegiatan hanya membantu dalam kelancaran dan kelengkapan sela-ma sidang eksaminasi.

Model sidang eksaminasi adalah diskusi terbatas di mana para peserta memiliki kedudukan yang sama dalam mengemukakan pikiran atau pendapatnya. Pa-da bagian awal siPa-dang biasanya aPa-dalah perkenalan dari masing-masing anggota majelis eksaminasi. Untuk kelancaran selama proses sidang eksaminasi, maka perlu ditunjuk koordinator/ ketua sidang.

Seperti halnya majelis hakim di pengadilan, maka ke-tua akan memimpin jalannya dan mengatur semua proses persidangan eksaminasi. Masing-masing ang-gota memaparkan secara singkat hasil kajian/legal annotation yang telah dibuat terhadap perkara yang akan dieksaminasi dan merespon hasil kajian dari masing-masing anggota. Untuk memperkuat wacana atau argumen dalam melakukan eksaminasi, majelis eksaminasi dapat dibantu oleh tenaga ahli yang se-suai dengan perkara yang akan di eksaminasi. Untuk memudahkan dalam melakukan pengkajian, sidang sebaiknya dibuat dalam beberapa sesi sesuai dengan tingkatan peradilan dalam perkara tersebut.

(61)

kegiatan dan perwakilan anggota majelis eksaminasi selanjutnya membuat draft hasil eksaminasi yang sis-tematika penulisannya disesuaikan dengan kesepaka-tan anggota majelis eksaminasi.

5. Melakukan diskusi publik hasil eksaminasi

Hasil eksaminasi kemudian dipaparkan kepada ma-syarakat dalam bentuk diskusi publik. Pembicara dari diskusi ini selain dari anggota majelis eksaminasi juga adalah pihak lain yang akan menilai hasil eksaminasi. Kegiatan ini sebagai bentuk pertanggungjawaban ke-pada masyarakat dan untuk mendapatkan masukan atau tanggapan dari masyarakat terhadap hasil eksa-minasi yang telah dilakukan oleh majelis eksaeksa-minasi.

6. Merumuskan hasil eksaminasi publik

Berdasarkan hasil eksaminasi publik sementara yang telah disusun oleh majelis eksaminasi dan berdasar-kan masuberdasar-kan masyarakat dari diskusi publik, pihak pelaksana bersama majelis eksaminasi merumuskan atau menyempurnakan hasil eksaminasi sebelum di-serahkan kepada pimpinan lembaga peradilan. Khu-sus berkaitan dengan surat dakwaan, maka hasil ek-saminasi publik dapat diserahkan kepada pihak Ke-jaksaan Agung beserta jajarannya (KeKe-jaksaan Tinggi & Kejaksaan Negeri) dan atau Komisi Kejaksaan.

7. Penyampaian hasil eksaminasi publik

(62)

Pimpinan dari lembaga peradilan yang ditemui sangat tergantung dari produk peradilan yang dieksaminasi dan kepentingan yang hendak dicapai. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan dilakukan pertemuan dengan semua pimpinan lembaga tersebut. Namun apabila tidak memungkinkan untuk bertemu dengan pimpinan tertinggi dari lembaga peradilan tersebut, maka pertemuan dapat dilakukan dengan pimpinan lembaga peradilan yang ada di daerah tempat eksa-minasi diadakan (Kepala Kejaksaan Tinggi dan atau Kepala Kejaksaan Negeri).

Hasil eksaminasi diharapkan dapat ditidaklanjuti dan digunakan sebagai masukan atau dasar pertimba-ngan bagi pimpinan lembaga untuk memberikan hu-kuman yang tegas dan setimpal ataupun pujian dan promosi bagi aparat yang bersangkutan. Selain itu, hasil eksaminasi diharapkan juga dapat mendorong pembaharuan dan penegakan hukum di masa-masa yang akan datang.

(63)
(64)

Lampiran 1. Contoh Surat Eksepsi

KANTOR ADVOKAT/PENASIHAT HUKUM

FREEDOM RADJAH, SH

and

Partner’s

Jl. Sinai IV No. 8 Oesapa-Kupang, HP. 081353808881 & 081338989898, email: fridomraja@gmail.com.

EKSEPSI

(NOTA KEBERATAN TIM PENASIHAT HUKUM) Dalam Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi

No. 02/Pid.Sus/2014/PN. Kpg

pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Kupang

Identitas Terdakwa :

Nama Lengkap : DAVID BOLE HEO, S.AP.

Tempat lahir : Waikabubak, Sumba Barat

Umur/Tanggal lahir : 41 Tahun/5 Nopember 1971

Jenis Kelamin : Laki-laki

Kebangsaan/kewarganegaraan : Indonesia

Tempat tinggal :Jalan S. Parman, No. 157 A

Kalumbang, Kelurahan Wangga, Kecamatan Kambera,

Kabupaten Sumba Timur.

Agama : Kristen Protestan.

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil.

Pendidikan : S1 (Sarjana).

DIDAKWA DENGAN DAKWAAN

:

Primair:

Melanggar

Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18

Undang-undang

(65)

Indonesia, Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo.

Pasal 55

ayat (1) KUH Pidana

jo.

Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana

. Majelis Hakim Yang Mulia,

Jaksa Penuntut Umum,

Dan Sidang Pengadilan Yang Kami Hormati.

Terimakasih atas segala kesempatan yang telah diberikan kepada kami, Sebagai Team Penasihat Hukum dari Terdakwa:

DAVID BOLE HEO, S.PA, untuk menanggapi surat dakwaan Sdr. Jaksa Penuntut Umum, tertanggal 17 Januari 2014 yang telah dibacakan dalam persidangan pada hari: selasa, tanggal 28 Januari 2014.

Dengan tanpa bermaksud mengurangi Independensi Badan Peradilan sebagai Lembaga Yudikatif di Negara Republik

Indonesia yang berdasarkan hukum (

rechtstaat

), Terdakwa

DAVID BOLE HEO, S.PA, mohon kepada Mejelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menegakkan supremasi hukum sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan, dalam hal ini KUHAP sebagai landasan

Hukum Acara dalam memeriksa dan mengadili Perkara a quo.

Nota Keberatan/Eksepsi ini diajukan, karena setelah kami membaca, meneliti dan memahami surat dakwaan Jaksa Penutut Umum, ditemukan hal-hal yang prinsip/mendasar yang tidak dipenuhi dalam pembuatan suatu surat dakwaan, antara lain:

(66)

yang didakwakan, sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal 143 ayat (2) huruf (b) KUHAP;

A. TENTANG PERUBAHAN DAN PERBAIKAN

SURAT DAKWAAN

Bahwa dalam ketentuan Pasal 144 ayat (1), (2) dan (3) KUHAP secara eksplisit limitative menegaskan tentang perubahan Surat

Dakwaan, yakni: “

Suatu Surat Dakwaa dapat dilakukan

perubahan oleh Penuntut Umum sebelum Pengadilan

menetapkan hari sidang, ataupun perubahan surat

dakwaan selambat-lambatnya tujuh (7) hari sebelum

sidang, bahka disyaratkan surat dakwaan yang telah

dirubah turunanya disampaikan kepada terdakwa atau

penasihat hukum

”.

Bahwa dalam persidangan, pada tanggal 28 Januari 2014, dengan agenda persidangan pembacaan surat dakwaan, Jaksa Penuntut Umum telah membacakan Surat Dakwaan untuk dan atas nama terdakwa DAVID BOLE HEO, S.PA., dan setelah Jaksa Penuntut Umum membacakan surat dakwaan tersebut, Jaksa Penuntut Umum telah melakukan Perubahan Surat Dakwaan baik pada Dakwaan Primair maupun Dakwaan Subsidair:

Adapun perubahan yang dilakukan

didalam ruang sidang

setelah membacakan

surat dakwaan, dengan tanpa

melakukan perubahan pada berkas surat dakwaan yang berada ditangan Majelis Hakim maupun surat dakwaan yang ditangan penasihat hukum terdakwa, antara lain:

Pertama:

Pada lembaran kesatu, pada bagian Identitas terdakwa, yakni tahun lahirnya Terdakwa terketik/tertulis dalam surat dakwaan

yang dibacakan

lahir pada tahun 1962,

dirubah oleh Jaksa

Penuntut Umum dalam surat dakwaannya

menjadi lahir

(67)

Kedua:

Pada lembaran ke-empat, kalimat ke-15, Dakwaan Primair, Jaksa Penuntut Umum juga merubah kalimat jumlah uang

dengan huruf sebesar

seratus tiga puluh Sembilan tiga

ratus duapuluh lima ribu tiga ratus delapan belas rupiah’

dirubah menjadi kalimat

seratus tiga puluh Sembilan JUTA

tiga ratus duapuluh lima ribu tiga ratus delapan belas

rupiah’

;

Ketiga:

Selanjutnya pada lembaran keempat, Penuntut Umum juga telah merubah Waktu atau Tahun Hasil Audit Investigasif,

dari Nomor: LHAI-5504/PW24/5/2010

tanggal 7

Sep-tember 2009

, menjadi

Nomor: LHAI-5504/PW24/5/2010

tanggal 7 September 2010

;

Selanjutnya setelah pembacaan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum telah melakukan perubahan surat dakwaan atas nama terdakwa DAVID BOLE HEO, S.AP, antara lain:

Keempat:

Pada lembaran ke 3 mulai baris ke 10, tertulis: DAVID

BOLE HEO, SAP selaku Bendahara Pengeluaran Dinas

Pendidikan Kabupaten Sumba Timur serahkan kepada

Sudara OBED HILUNGARA selaku Sekertaris Dinas

Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Kab. Sumba Timur

dan Selaku Kuasa Pengguna Anggaran di mana

seharus-nya dana tersebut harus Terdakwa DAVID BOLE HEO,

SAP selaku Bendahara Pengeluaran Dinas Pendidikan

Kab Sumba Timur serahkan kepada Saksi YAKOBUS

LINDIMARA, STh., selaku Ketua Komite Pembangunan

USB SMPN 2 Nggaha Ori Angu sehingga dana tersebut

tidak tercatat dalam buku rekening komite

pembangu-nan USB SMPN 2 Nggaha Ori Angu.

(68)

terdakwa DAVID BOLE HEO, SAP serahkan kepada

Saksi YAKOBUS LINDIMARA, STh selaku Ketua

Komite Pembangunan USB SMPN 2 Nggaha Ori Angu

sehingga dana tersebut tidak tercatat dalam buku

reke-ning komite pembangunan USB SMPN 2 Nggaha Ori

Angu

.

Selanjutnya perubahan lain yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum dengan cara menghilangkan/menghapus kalimat kalimat, antara lain adalah sebagai berikut:

¾ Pada Lembaran 3 baris ke 17, kalimat

Pembangunan

USB SMPN 2 Nggaha Ori Angu

” dihilangkan/

dihapus;

¾ Selanjutnya pada baris ke 29 kalimat “Pembangunan

USB SMPN 2 Nggaha Ori Angu“ juga dihilangkan/ dihapus;

¾ Sedangkan pada baris ke 31 dan 34, kata “Saudara

YAKOBUS LINDIMARA” dirubah menjadi “Saksi YAKOBUS LINDIMARA”

¾ Selanjutnya Pada baris ke 34 kalimat: “selaku Ketua

Komite Pembangunan USB SMPN 2 Nggaha Ori Angu dengan ... telah dihilangkan/dihapus;

¾ Dan Pada baris ke 36, 37 dan 38, kalimat selaku

Sekretaris Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kab. Sumba Timur dan selaku Kuasa Pengguna Anggaran, juga dihilangkan/dihapus;

¾ Sedangkan Pada baris ke 42 dan 43, Kalimat selaku

Bendahara Pengeluaran Dinas Pendidikan Kab. Sumba Timur, juga dihilangkan/dihapus oleh Penuntut Umum.

Kelima:

Pada lembaran ke 4, alinea ke dua, baris ke 3, Saksi OBED

(69)

Bahwa Perubahan Dakwaan seperti terurai pada perubahan pertama, kedua dan ketiga seperti terurai diatas, terjadi dalam ruang sidang saat Pembacaan Surat Dakwaan oleh Penuntut Umum (perubahan hanya terhadap surat dakwaan penuntut umum tanpa melakukan perubahan pada surat dakwaan yang berada ditangan Majelis Hakim dan Penasihat Hukum)– Sedangkan menurut KUHAP, perubahan Surat Dakwaan disyaratkan selambat lambatnya 7 hari sebelum sidang dimulai bukannya pada hari sidang?

Bahwa Perubahan Dakwaan pada perubahan keempat dan kelima berupa penghilangan/penghapusan kalimat-kalimat uraian dakwaan seperti terurai di atas, terjadi di luar ruang sidang setelah Pembacaan Surat Dakwaan oleh Penuntut

Umum yang diserahkan kepada Sdr. FRIEDOM Y.

RADJAH, SH., salah seorang Penasihat Hukum Terdakwa

dengan alasan sudah disetujui oleh Ketua Majelis Hakim??

Melihat pada perubahan Surat Dakwaan ini apalagi perubahan terjadi sangat substansial yakni pada Identitas Terdakwa dan Kalimat Jumlah Kerugian Negara yang dicantumkan dalam Surat Dakwaan ini, kemudian perubahan riil dan sangat signifikan pada uraian surat dakwaan selanjutnya, maka jelas bahwa Surat Dakwaan ini sudah bertentangan dengan KUHAP;

Surat Dakwaan yang berubah-ubah ini memperlihatkan atau membuktikan keragu-raguan atau ketidakpastian Penuntut Umum dalam Dakwaannya;

Dengan demikian Surat Dakwaan dalam Perkara atas nama Terdakwa DAVID BOLE HEO, S.AP telah menjadi 3 (tiga) Surat Dakwaan, yakni:

1. Surat Dakwaan yang berada ditangan Jaksa Penuntut

(70)

tersebut tidak dilakukan perubahan dalam persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum.

3. Dan Surat Dakwaan yang telah dirubah di luar

per-sidangan dan diserahkan ke kuasa hukum terdakwa.

Pertanyaan hukumnya

adalah Surat Dakwaan mana yang

diterapkan dalam Perkara ini, apakah Surat Dakwaan yang berada ditangan Jaksa Penuntut Umum yang dirubah oleh Jaksa Penuntut Umum sendiri dalam persidangan, Atau Surat Dakwaan yang berada ditangan Majelis Hakim dan Penasihat Hukum, yang saat dibacakan dalam persidangan tidak dilakukan perubahan oleh Jaksa Penuntut Umum, Dan atau Surat Dakwaan yang telah dirubah diluar persidangan dan diserahkan ke kuasa hukum terdakwa.

Atau

Perubahan surat dakwaan sebagaimana diatur dalam Pasal 144 KUHAP yang akan diterapkan dalam perkara ini???

Bandingkan dengan kasus BEDU AMANG, mantan

Ketua BULOG dalam tindak pidana korupsi yang

ek-sepsi dikabulkan hanya karena Jaksa lupa mengetik

pekerjaan Terdakwa; juga dalam Kasus korupsi Bank

Mandiri dengan Terdakwa AGUS BUDI SANTOSO, di

mana Jaksa hanya salah ketik angka Pasal yang

di-dakwakan, yang kemudian berakhir dengan Jaksa

Memasukkan Dakwaan Baru???

B.SURAT DAKWAAN TIDAK DIURAIKAN SECARA

CERMAT, JELAS DAN LENGKAP MENGENAI TINDAK PIDANA YANG DIDAKWAKAN, SEBA-GAIMANA YANG DIMAKSUDKAN DALAM PASAL 143 AYAT (2)

HURUF b

KUHAP;

Gambar

Tabel 2 Contoh Matriks Verifikasi Surat Dakwaan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penulisan hukum ini adalah unutk mengetahui bagaimana pelaksanaan pemeriksaan tempat kejadian perkara dalam proses pengungkapan tindak pidana, langkah

Adapun yang menjadi ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini hanya terbatas pada pengaturan sistem pembuktian terbalik di Indonesia dalam perkara tindak pidana

Uraian secara lengkap, berarti Surat Dakwaan itu memuat semua unsur (elemen) Tindak Pidana yang didakwakan. Unsur-unsur tersebut harus terlukis didalam uraian fakta kejadian

Didalam ilmu kepolisian dan intelijen dikenal dengan nama TKP (tempat kejadian Perkara) atau tempat dimana suatu tindak pidana dilakukan/ terjadi, atau akibat yang ditimbulkanya

Ukuran yang menjadi patokan menentukan sesuatu perkara diperiksa dengan acara ringan, secara umum ditinjau dari ancaman tindak pidana yang didakwakan, paling lama 3

Bentuk bantuan ahli kedokteran kehakiman dapat diberikan pada saat terjadi tindak pidana (di tempat kejadian perkara, pemeriksaan korban yang luka, pemeriksaan

Ukuran yang menjadi patokan menentukan sesuatu perkara diperiksa dengan acara ringan, secara umum ditinjau dari ancaman tindak pidana yang didakwakan, paling lama 3

Hasil penelitian menunjukan, Ketentuan Hukum terhadap surat dakwaan dengan asas concursus realis dalam perkara lakalantas di Pengadilan Negeri Tanah grogot bahwa dalam peristiwa