BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit periodontal adalah penyakit yang menyebabkan kehilangan struktur kolagen pada daerah yang menyangga gigi, sebagai respon dari akumulasi bakteri di jaringan periodontal. Penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi yang menyerang gingiva dan jaringan pendukung gigi lainnya, jika tidak dilakukan perawatan yang tepat dapat mengakibatkan kehilangan gigi. Di Indonesia, penyakit periodontal menduduki urutan ke dua yaitu mencapai 96,58%. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 masalah gigi dan mulut, termasuk penyakit periodontal mencapai 23,5%.1
Periodontitis kronis adalah inflamasi jaringan periodontal yang ditandai
dengan migrasi epitel penyatu ke apikal, kehilangan perlekatan dan krista tulang alveolar yang diinisiasi oleh biofilm plak. Pada pemeriksaan klinis terdapat
peningkatan kedalaman poket, perdarahan saat probing, kemerahan, dan pembengkakan gingiva.2,3 Beberapa faktor risiko yang menyebabkan periodontitis adalah umur, jenis kelamin, status sosio ekonomi, predisposisi genetik, kolonisasi bakteri, penyakit sistemik dan kebiasaan merokok.4 Merokok merupakan suatu kebiasaan yang memiliki efek merusak cukup besar terhadap kesehatan. Menurut
World Health Organisation (WHO), lingkungan asap rokok adalah penyebab
berbagai penyakit, pada perokok aktif maupun pasif. Hubungan antara merokok dengan berbagai macam penyakit seperti kanker paru, penyakit kardiovaskuler, risiko
terjadinya neoplasma laryng, esophagus dan sebagainya, telah banyak diteliti.5
Merokok tidak hanya menimbulkan efek secara sistemik, tetapi juga dapat menyebabkan timbulnya kondisi patologis di rongga mulut. Gigi dan jaringan lunak rongga mulut, merupakan bagian yang dapat mengalami kerusakan akibat rokok. Perokok memiliki peluang lebih besar menderita penyakit periodontal seperti kehilangan tulang alveolar, peningkatan kedalaman poket gigi serta kehilangan gigi,
dibandingkan dengan yang bukan perokok. Kerusakan komponen antioksidan saliva, diikuti dengan penurunan fungsinya, ditemukan pada beberapa kelainan di rongga
mulut.5
Data yang dikumpul oleh Ritesh B dkk. mengindikasikan bahwa sekelompok
kecil bakteri penting dalam penyakit periodontal yang menunjukkan kehilangan perlekatan jaringan dan tulang alveolar. Bakteri yang paling dominan adalah spesies Gram negatif seperti Actinobacillus actinomycetemcomitans, Tannerella forsythia, Campylobacter rectus, Fusobacterium nucleatum, Prevotella, intermedia/nigrescens,
Porphyromonas gingivalis, Peptostreptococcus-micros, dan Streptococcus
intermedius.6
Polymorphonuclear leukocytes (PMN) merupakan perlindungan pertama bagi jaringan di rongga mulut terhadap mikroorganisme patogenik.7 PMN yang diaktivasi menghasilkan sejumlah besar spesies oksigen reaktif (SOR) sehingga menyebabkan destruksi jaringan periodontal melalui berbagai mekanisme seperti destruksi DNA, peroksidasi lipid, destruksi protein, oksidasi enzim, dan stimulasi pelepasan sitokin pro-inflamatori oleh monosit dan makrofag.8 Spesies oksigen reaktif (SOR) merupakan oksidan yang sangat reaktif dan mempunyai aktivitas yang berbeda. Dampak negatif senyawa tersebut timbul karena aktivitasnya, sehingga dapat merusak komponen sel yang sangat penting untuk mempertahankan integritas sel. Setiap SOR yang terbentuk dapat memulai suatu reaksi berantai yang terus berlanjut sampai SOR itu dihilangkan oleh SOR yang lain atau sistem antioksidannya.9
Saliva mengandung antioksidan enzimatik (SOD, glutation peroksidase,
peroksidase, katalase, dsb.) dan antioksidan bukan-enzimatik (asam urat, albumin – (ALB), gluthanion, vitamin A, C, dsb.) yang menetralisasi radikal bebas.
Antioksidan hadir dalam semua cairan tubuh temasuk saliva. Kelebihan medium ini adalah cara pengambilannya yang bukan invasif. Zhiqiang dkk. menyatakan bahwa terdapat penurunan konsentrasi antioksidan yang signifikan dalam saliva pasien periodontitis dibandingkan dengan individu yang sehat.7,10
Menurut penelitian Abdolsamadi dkk., aktivitas GPx (glutathione peroxidase) pada saliva lebih pada perokok dibanding bukan perokok. Zappacosta
dkk. juga mengatakan bahwa mengisap satu batang rokok menginduksi reduksi yang signifikan pada konsentrasi glutathione pada saliva. Kanehira dkk. pula mengatakan
bahwa aktivitas glutathione saliva dan POx ( peroxidase) pada bukan perokok lebih tinggi dibandingkan dengan perokok. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik
untuk meneliti perbedaan total antioksidan pada saliva pasien periodontitits kronis perokok dan bukan perokok di instalasi Periodonsia RSGM FKG USU.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan status antioksidan pada saliva pasien periodontitis kronis perokok dan bukan perokok di instalasi Periodonsia RSGM FKG USU.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui status antioksidan total pada saliva pasien periodontitis kronis bukan perokok di instalasi Periodonsia RSGM FKG USU.
2. Untuk mengetahui status antioksidan total pada saliva pasien periodontitis kronis perokok di instalasi RSGM FKG USU.
1.4 Hipotesis
Ada perbedaaan antara status antioksidan total pada saliva pasien periodontitis kronis perokok dan bukan perokok di instalasi Periodonsia RSGM FKG USU.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Memperoleh pengetahuan tentang status antioksidan total pada saliva pada pasien periodontitis kronis perokok dan bukan perokok.
2. Sebagai dasar untuk meningkatkan status antioksidan total dalam perawatan penyakit periodontal di bidang Kedokteran Gigi.