BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 BIOETANOL
Alkohol (khususnya etanol) dapat dibuat dari berbagai bahan hasil pertanian. Secara umum bahan-bahan tersebut dapat dibagi dalam tiga golongan yaitu:
1. Bahan yang mengandung turunan gula (molases, gula tebu, gula bit, sari buah anggur, dan sari buah lainnya),
2. Bahan-bahan yang mengandung pati biji-bijian, kentang, dan tapioka), dan
3. Bahan yang mengandung selulosa (kayu, dan beberapa limbah pertanian lainnya).
Selain dari ketiga jenis bahan tersebut diatas etanol juga dapat dibuat dari bahan bukan dari hasil pertanian tetapi dari bahan yang merupakan hasil proses lain. Sebagai contohnya adalah etilen. Bahan-bahan yang mengandung monosakarida langsung dapat difermentasi, akan tetapi disakarida, pati maupun karbohidrat kompleks harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi komponen yang sederhana yaitu monosakarida[6].
Oleh karena itu agar tahap proses fermentasi dapat berjalan dengan optimal, maka bahan-bahan tersebut diatas harus mengalami perlakuan pendahuluan sebelum masuk kedalam proses fermentasi. Disakarida (seperti gula pasir) harus dihidrolisis menjadi glukosa dan fruktosa. Terbentuknya glukosa dan monosakarida yang lain menunjukkan bahwa proses pendahuluan telah berakhir dan bahan selanjutnya telah siap difermentasi. Secara kimiawi reaksi dalam proses fermentasi berjalan cukup panjang, karena terjadi suatu deret reaksi yang masing-masing dipengaruhi oleh enzim khusus[6].
Tabel 2.1 Sifat-Sifat Fisika Etanol [16]
Sifat-Sifat Fisika Etanol Keterangan
Berat Molekul 46,07 gr/grmol
Titik Lebur -112 oC
Titik didih 78,4oC
Densitas 0,7893 gr/ml
Indeks bias 1,36143 cP
Viskositas 20oC 1,17 cP
Panas penguapan 200,6 kal/gr
Warna Cairan tidak berwarna
Kelarutan larut dalam air dan eter
Aroma memiliki aroma yang khas
Seperti diketahui, etanol dikategorikan dalam dua kelompok utama : Etanol 95-96 % v/v, disebut “etanol hidrat” yang dibagi dalam :
1. Technical/raw spit grade, digunakan untuk bahan bakar spirtus, minuman ,
desinfektan dan pelarut
2. Industrial grade, digunakan untuk bahan baku industri pelarut
3. Potable grade, untuk minuman berkualitas tinggi.
Etanol > 99.5 % v/v, digunakan untuk bahan bakar. Jika dimurnikan lebih lanjut dapat digunakan untuk keperluan farmasi dan pelarut di laboratorium analisis. Etanol ini disebut fuel grade ethanol (FGE) atau anhydrous ethanol (etanol anhidrat) atau etanol kering, yakni etanol yang bebas air atau hanya mengandung air minimal.
Etanol sintetis, sering disebut metanol atau metil alkohol atau alkohol kayu, terbuat dari etilen, salah satu derivat minyak bumi atau batu bara. Bahan ini diperoleh dari proses sintesa kimia yang disebut hidrasi, sedangkan bioetanol direkayasa dari biomassa (tanaman) melalui proses biologi (enzimatik dan fermentasi). Bahan baku bioetanol sebagai berikut.
1. Bahan berpati, berupa singkong atau ubi kayu, ubi jalar, tepung sagu, biji jagung, biji sorgum, gandum, kentang, ganyong, garut, umbi dahlia, dan lain-lain.
2. Bahan bergula, berupa molasses (tetes tebu), nira tebu, nira kelapa, nira batang sorgum manis, nira aren (enau), nira nipah, gewang, nira lontar, dan lain-lain.
3. Bahan berselulosa, berupa limbah logging, limbah pertanian seperti jerami padi, ampas tebu, janggel (tongkol) jagung, onggok (limbah tapioka), batang pisang, serbuk gergaji (grajen), dan lain-lain[18].
Etanol atau alkohol dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, antara lain:
1. Bahan baku industri atau senyawa kimia, contoh: industri minuman beralkohol, industri asam asetat dan asetaldehid.
2. Pelarut dalam industri, contoh: industri farmasi, kosmetika dan plastik.
3. Bahan desinfektan, contoh: peralatan kedokteran, rumah tangga dan peralatan di rumah sakit.
4. Bahan baku motor.
Etanol atau etil alkohol yang di pasaran lebih dikenal sebagai alkohol merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH. Dalam kondisi kamar,
fermentasi adalah pemilihan khamir, konsentrasi gula, keasaman, ada tidaknya oksigen dan suhu dari perasan buah. Pemilihan sel khamir didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan sebagai medium untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan Saccharomyces cerevisiae. Proses fermentasi sama dengan pH optimum untuk proses pertumbuhan khamir yaitu pH 4,0-4,5. Etanol dihasilkan dari gula yang merupakan hasil aktivitas fermentasi sel khamir. Khamir yang baik digunakan untuk menghasilkan etanol adalah dari genus Saccharomyces. Kriteria pemilihan khamir untuk produksi etanol adalah mempunyai laju fermentasi dan laju pertumbuhan cepat, perolehan etanol banyak, tahan terhadap konsentrasi etanol dan glukosa tinggi, tahan terhadap konsentrasi garam tinggi, pH optimum serta fermentasi rendah, temperatur optimum fermentasi sekitar 25-30 tahan terhadap stress fisika dan kimia[2].
2.1.1 Proses Pembuatan Bioetanol
Bahan baku bioetanol bisa diperoleh dari berbagai tanaman yang menghasilkan gula dan tepung. Pada tahap persiapan, bahan baku berupa padatan harus dikonversi terlebih dahulu menjadi larutan gula sebelum akhirnya difermentasi untuk menghasilkan etanol, sedangkan bahan yang sudah berbentuk larutan gula dapat langsung difermentasi. Bahan padatan dikenai perlakuan pengecilan ukuran dan tahap pemasakan.
Tahap pemasakan bahan meliputi liquifikasi dan sakarifikasi. Pada tahap ini, tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula kompleks. Pada tahap liquifikasi dilakukan penambahan air dan enzim alfa-amilase. Proses dilakukan pada suhu 80 - 90oC berakhirnya proses liquifikasi ditandai dengan parameter cairan seperti sup. Tahap sakarifikasi dilakukan pada suhu 50 - 60oC. Enzim yang ditambahkan pada tahap ini adalah enzim glukoamilase. Pada tahap sakarifikasi akan terjadi pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana[12].
volume. Proses fermentasi membutuhkan waktu sekitar 28 - 72 jam, tetapi biasanya 44 jam untuk menghasilkan etanol dengan konsentrasi 8 – 10% dengan suhu optimum berkisar 32 – 33oC [21].
Tahap fermentasi merupakan tahap kedua dalam proses produksi bioetanol. Pada tahap ini terjadi proses pemecahan gula-gula sederhana menjadi etanol dengan melibatkan enzim dan ragi. Fermentasi dilakukan pada kisaran suhu 27 - 32oC. pada tahap ini akan dihasilkan gas CO2 sebagai produk sampingan dan sludge sebagai
limbahnya. Gas CO2 yang dihasilkan memiliki perbandingan stoikiometri yang sama
dengan etanol yang dihasilkan yaitu 1 : 1. Setelah melalui proses pemurnian, gas CO2
dapat digunakan sebagai bahan baku gas dalam pembuatan minuman berkarbonat. Tahap berikutnya adalah pemurnian etanol. Tahap ini dilakukan melalui metode destilasi. Destilasi dilakukan pada suhu diatas titik didih etanol murni, yaitu pada kisaran 78 – 100oC. Produk yang dihasilkan pada tahap ini memiliki kemurnian hingga 96 %. Akan tetapi, sebelum memasuki tahap pemurnian dilakukan pemisahan etanol dengan sludge yang diperoleh dari hasil fermentasi etanol yang dihasilkan. Salah satu pemanfaatan limbah sludge yang telah berhasil dilakukan yaitu pengolahan sludge menjadi pupuk kalium majemuk dengan kadar kalium 40 %.
Jika etanol yang dihasilkan akan digunakan sebagai bahan bakar maka etanol hasil destilasi ini harus dikeringkan terlebih dahulu. Pengeringan ini dapat dilakukan dengan metode purifikasi molecular sieve bertujuan untuk meningkatkan kemurnian etanol hingga memenuhi spesifikasi bahan bakar. Molecular sieve adalah suatu bahan yang memiliki pori-pori kecil dan digunakan sebagai absorben cairan dan gas. Bahan ini mampu menyerap air hingga 20 % dari berat bahan itu sendiri. Zeolit, lempung, karbon aktif dan porous glasses adalah beberapa bahan yang termasuk molecular sieve. Selain itu, pengeringan etanol dapat menggunakan metode lain yaitu metode
2.1.2 Parameter pengujian
1. Jumlah Bioetanol (ml)
Jumlah alkohol yang dihasilkan dapat diketahui dengan mengukur banyaknya bioetanol yang dihasilkan melalui proses penyulingan menggunakan alat destilasi menggunakan erlenmeyer dan gelas ukur.
2. Kadar Bioetanol setelah Proses Destilasi (%)
Kadar bioetanol ini merupakan indikator kandungan alkohol pada cairan yang telah mengalami proses penyulingan dengan menggunakan alat destilasi. Kadar alkohol yang terkadung dalam bioetanol dapat diukur melalui analisis GC dan menggunakan alkohol meter juga.
3. Densitas Bioetanol (gr/ml)
Densitas bioetanol yang dihasilkan dapat diketahui dengan menggunakan piknometer.
4. Spesific Grafity dan API Grafity
Spesific Grafity dan API Grafity adalah suatu pernyataan yang menyatakan densitas atau berat persatuan volume dari suatu bahan. Hubungan antara Spesific Grafity (sg) dan API Grafity (G), menurut Tjokrowisaatro (1986) adalah sebagai berikut:
Besarnya harga API grafity berkisar dari 0 – 100, sedangkan spesific grafity merupakan harga relatif dari densitas suatu bahan terhadap air. Hubungan antara densitas, spesific grafity dan API grafity kemudian digunakan untuk menghitung nilai kalor.
5. Nilai Kalor (Heating Value)
Menurut Tjokrowisastro (1986), nilai kalor dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
2.2 DURIAN 2.2.1 Sejarah Singkat
Durian (Durio zibethinus) merupakan tanaman buah berupa pohon. Sebutan durian diduga berasal dari istilah Melayu yaitu dari kata duri yang diberi akhiran -an sehingga menjadi durian. Kata ini terutama dipergunakan untuk menyebut buah yang kulitnya berduri tajam. Tanaman durian berasal dari hutan Malaysia, Sumatra, dan Kalimantan yang berupa tanaman liar. Penyebaran durian ke arah Barat adalah ke Thailand, Birma, India dan Pakistan. Buah durian sudah dikenal di Asia Tenggara sejak abad 7 M. Nama lain durian adalah duren (Jawa, Gayo), duriang (Manado), dulian (Toraja), rulen (Seram Timur) [15].
2.2.2 Jenis Tanaman
Tanaman durian termasuk famili Bombaceae sebangsa pohon kapuk-kapukan. Yang lazim disebut durian adalah tumbuhan dari marga (genus) Durio, Nesia, Lahia, Boschia dan Coelostegia. Ada puluhan durian yang diakui keunggulannya oleh Menteri Pertanian dan disebarluaskan kepada masyarakat untuk dikembangkan. Macam varietas durian tersebut adalah: durian sukun (Jawa Tengah), petruk (Jawa Tengah), sitokong (Betawi), simas (Bogor), sunan (Jepara), otong (Thailand), kani (Thailand), sidodol (Kalimantan Selatan), sijapang (Betawi) dan sihijau (Kalimantan Selatan) [15].
2.2.3 Manfaat Tanaman
Manfaat durian selain sebagai makanan buah segar dan olahan lainnya, terdapat manfaat dari bagian lainnya, yaitu:
1. Tanamannya sebagai pencegah erosi di lahan-lahan yang miring.
2. Batangnya untuk bahan bangunan/perkakas rumah tangga. Kayu durian setara dengan kayu sengon sebab kayunya cenderung lurus.
3. Bijinya yang memiliki kandungan pati cukup tinggi, berpotensi sebagai alternative pengganti makanan (dapat dibuat bubur yang dicampur daging buahnya).
2.2.4 Karakteristik Biji Durian
Tanaman durian adalah tanaman tahunan. Bila ditanam melalui biji, tanaman ini akan
mulai berbunga untuk pertama kali sepuluh tahun setelah tanam. Namun, tanaman ini akan
menghasilkan buah yang lezat dan memiliki banyak manfaat. Selain buahnya, biji durian
dapat dimanfaatkan sebagai bioetanol. Biji merupakan alat perkembangbiakan yang utama
karena di dalam biji terdapat calon tumbuhan baru. Biji durian terdiri dari beberapa bagian
yaitu kulit biji, tali biji, dan inti biji[1].
Biji durian berbentuk bulat telur dan berkeping dua. Selain itu, biji durian berwarna
putih kekuningan. Biji durian (pongge) memiliki kandungan pati yang cukup tinggi sehingga
dapat digunakan sebagai pengganti bahan makanan[1].
Apabila dipotong atau dikupas kulitnya, biji durian biasanya mengeluarkan lendir.
Lendirnya tidak berbau dan berasa serta larut dalam air dingin ataupun panas. Lendirnya
dapat membentuk suatu larutan kental yang disebut gum. Berikut adalah tabel komposisi biji
durian dalam buku Michael J. Brown (1997:157)[15].
Tabel 2.2 Komposisi Biji Durian [15]
Zat Per 100 gram biji segar
(mentah) tanpa kulitnya
Per 100 gram biji telah
dimasak tanpa kulitnya
Kadar air 51,5 gram 51,5 gram
Lemak 0,4 gram 0,2-0,23 gram
Protein 2,6 gram 1,5 gram
Karbohidrat total 47,6 gram 48,2 gram
Serat kasar - 0,7 gram-0,71 gram
Nitrogen - 0,297 gram
Abu 1,9 gram 1,0 gram
Kalsium 17 miligram 3,9-88,8 miligram
Fosfor 68 miligram 86,65-87 miligram
Besi 1,0 miligram 0,6-0,64 gram
Natrium 3 miligram -
Lanjutan…
Beta karoten 250 µgram -
Riboflavin 0,05 miligram 0,05-0,052 miligram
Thiamin - 0,03-0,032 miligram
Niacin 0,9 miligram 0,89-0,9 miligram
Dari tabel dapat dilihat bahwa kandungan karbohidrat pada biji durian sangat tinggi
yaitu 47,6 gram per 100 gram biji segar, sedangkan bila dimasak menjadi 48,2 gram.
Amilum (karbohidrat) berbentuk polisakarida yang dapat dipecah menjadi glukosa.
Kemudian, glukosa akan difermentasi menjadi etanol.
2.3 FERMENTASI
Fermentasi adalah proses yang memanfaatkan kemampuan mikroba untuk menghasilkan metabolit promer dan metabolit sekunder dalam suatu lingkungan yangdikendalikan. Proses pertumbuhan mikroba merupakan tahap awal proses fermentasi yang dikendalikan terutama dalam pengembangan inokulum agar dapat diperoleh sel yang hidup. Pengendalian dilakukan dengan pengaturan kondisi medium, komposisi medium, suplai O2, dan agitasi. Bahkan jumlah mikroba dalam
fermentor juga harus dikendalikan sehingga tidak terjadi kompetisi dalam penggunaan nutrisi. Nutrisi dan produk fermentasi juga perlu dikendalikan, sebab jika berlebih nutrisi dan produk metabolit hasil fermentasi tersebut dapat menyebabkan inhibisi dan represi. Pengendalian diperlukan karena pertumbuhan biomassa dalam suatu medium fermentasi dipengaruhi banyak faktor baik ekstraselular maupun faktor intraselular[20].
senyawa organik yang dilakukan mikroorganisme yang melibatkan enzim yang dihasilkannya [20].
Dengan kata lain,fermentasi adalah perubahan struktur kimia dari bahan-bahan organik dengan memanfaatkan agen-agen biologis terutama enzim sebagai biokatalis. Produk fermentasi dapat digolongkan menjadi 4 jenis, yaitu :
1. produk biomassa 2. produk enzim 3. produk metabolit 4. produk transformasi
Dalam bioproses fermentasi memegang peranan penting karena merupakan kunci (proses utama) bagi produksi bahan-bahan yang berbasis biologis. Bahan-bahan yang dihasilkan melalui fermentasi merupakan hasil-hasil metabolit sel mikroba,misalnya antibiotik, asam-asam organik, aldehid, alkohol, fussel oil, dan sebagainya[20].
Di samping hasil-hasil metabolit tersebut, fermentasi juga dapat diterapkan untuk menghasilkan biomassa sel mikroba seperti ragi roti (baker yeast) yang digunakan dalam pembuatan roti. Untuk menghasilkan tiap-tiap produk fermentasi di atas dibutuhkan kondisi fermentasi yang berbeda-beda dan jenis mikroba yang bervariasi juga karakteristiknya. Oleh karena itu, diperlukan keadaan lingkungan, substrat (media), serta perlakuan yang sesuai sehingga produk yang dihasilkan optimal. Pada percobaan ini digunakan ragi Saccharomyces cerevisiae yang bersifat fakulktatif anaerobik. Pada kondisi aerobik sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi bioenergetik adalah oksigen. Pemanfaatan pada keadaan ini menghasilkan penambahan biomassa sel dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
C6H12O6 CO2+ H2O + biomassa sel
Pada kondisi anaerobik, Saccharomyces cerevisiae menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi bioenergetik. Dalam hal ini yang digunakan adalah glukosa dari substrat dengan hasil akhir perombakan berupa alkohol (etanol), aldehid, asam organik, dan fussel oil. Reaksi yang berlangsung dalam keadaan anaerobik tersebut adalah sebagai berikut:
Pada percobaan ini digunakan glukosa sebagai substrat utama. Hal ini disebabkan struktur model glikosa yang sederhana sehingga mudah digunakan oleh Saccharomyces cerevisiae. Glukosa digunakan sebagai sumber energi dan sumber
karbon yang digunakan untuk membentuk material penyusun sel baru. Glukosa disebut juga reducing sugar sehingga pemanfaatannya oleh Saccharomyces cerevisiae dilakukan dengan mengoksidasi glukosa yaitu dengan cara pemutusan
ikatan rangkap pada gugus karbonil glukosa. Media yang digunakan di dalam fermentasi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Mengandung nutrisi yang dibutuhkan bagi pertumbuhan sel Saccharomyces cerevisiae
2. Mengandung nutrisi yang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi sel Saccharomyces cerevisiae
3. Tidak mengandung zat yang menghambat pertumbuhan sel
4. Tidak terdapat kontaminan yang dapat meningkatkan persaingan dalam penggunaan substrat.
Oleh karena itu, selain glukosa, ke dalam medium fermentasi juga ditambahkan zat-zat lain yang berfungsi sebagai sumber makronutrien dan mikronutrien serta growth factor. Proses pertumbuhan mikroba sangat dinamik dan kinetikanya dapat
digunakan untuk meramal produksi biomassa dalam suatu proses fermentasi [20]. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan perilaku mikroba dapat digolongkan dalam faktor intraseluler dan faktor ekstraselular. Faktor intraselular meliputi struktur, mekanisme, metabolisme, dan genetika. Sedangkan faktor ekstraselular meliputi kondisi lingkungan seperti pH, suhu, tekanan. Proses pertumbuhan mikroba merupakan proses yang memiliki batas tertentu. Pada saat tertentu, setelah melewati tahap minimum, mikroba akan mengalami fasa kematian. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan berhentinya pertumbuhan mikroba antara lain:
1. Penyusutan konsentrasi nutrisi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan mikroba karena habis terkonsumsi.
Khamir memiliki sekumpulan enzim yang diketahui sebagai zymase yang berperanan pada fermentasi senyawa gula, seperti glukosa menjadi etanol (etil alkohol) dan karbon dioksida. Proses fermentasi alkohol hanya dapat terjadi apabila terdapat sel-sel khamir. Cepat lambatnya khamir juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah formulasi media yang digunakan sebagai proses pengembangbiakan, inokulum, tahapan fermentasi dan ketersediaan substrat yang cukup [23].
Perlakuan sebelum proses fermentasi alkohol yaitu mengupayakan konsentrasi gulanya menjadi 15 % atau 20 %. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, maka ditambahkan amonium sulfat, sedangkan untuk menurunkan pH-nya digunakan asam sulfat. Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir yang umum digunakan dalam industri fermentasi etanol. Biasanya khamir yang digunakan sebanyak 5 % dari volume. Proses fermentasi membutuhkan waktu sekitar 28 - 72 jam, tetapi biasanya 44 jam untuk menghasilkan etanol dengan konsentrasi 8 – 10% dengan suhu optimum berkisar 32 – 33oC[21].
Bakteri dapat tumbuh dan berkembang biak dengan cepat bila dalam keadaan yang
menguntungkan. Pertumbuhan bakteri dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu:
1. Fase Adaptasi (Lag Phase)
Merupakan periode penyesuaian diri bakteri terhadap lingkungan dan lamanya mulai
dari satu jam hingga beberapa hari. Lama waktu ini tergantung pada macam bakteri, umur
biakan, dan nutrien yang terdapat dalam medium yang disediakan. Pada fase ini bakteri
beradaptasi dengan lingkungan, belum mampu mengadakan pembiakan, terapi metabolisme
sel bakteri meningkat dan terjadi perbesaran ukuran sel bakteri.
2. Fase Pertumbuhan (Log Phase)
Fase ini merupakan periode pembiakan yang cepat dan merupakan periode yang
didalamnya dapat teramati ciri khas sel-sel yang aktif. Selama fase ini pembiakan bakteri
berlangsung cepat, sel-sel membelah dan jumlahnya meningkat secara logaritma sesuai
dengan pertambahan waktu, beberapa bakteri pada fase ini biasanya menghasilkan senyawa
metabolit primer, seperti karbohidrat dan protein. Pada kurva, fase ini ditandai dengan
3. Fase Stasioner (Stationer Phase)
Fase ini merupakan suatu keadaan seimbang antara laju pertumbuhan dengan laju
kematian, sehingga jumlah keseluruah bakteri yang hidup akan tetap. Beberapa bakteri
biasanya menghasilkan senyawa metabolit sekunder seperti antibiotika dan polimer pada
fase ini.
4. Fase Kematian (Death Phase)
Pada fase ini, laju kematian bakteri melampaui laju pembiakan bakteri. Hal ini
disebakan karena habisnya jumlah makanan dalam medium sehingga pembiakan bakteri
terhenti dan keadaan lingkungan yang jelek karena semakin banyaknya hasil metabolit yang
tidak berguna dan mengganggu pertumbuhan bakteri.
2.4 DESTILASI
Macam-macam metode destilasi antara lain :
1. Destilasi Sederhana, prinsipnya memisahkan dua atau lebih komponen cairan berdasarkan perbedaan titik didih yang jauh berbeda.
2. Destilasi Fraksionasi (Bertingkat), sama prinsipnya dengan destilasi sederhana, hanya destilasi bertingkat ini memiliki rangkaian alat kondensor yang lebih baik, sehingga mampu memisahkan dua komponen yang memiliki perbedaan titik didih yang berdekatan.
3. Destilasi Azeotrop dilakukan untuk memisahkan campuran azeotrop (campuran dua atau lebih komponen yang sulit dipisahkan), biasanya dalam prosesnya digunakan senyawa lain yang dapat memecah ikatan azeotrop tersebut, atau dengan menggunakan tekanan tinggi.
4. Destilasi Kering dilakukan dengan memanaskan material padat untuk mendapatkan fasa uap dan cairnya. Biasanya digunakan untuk mengambil cairan bahan bakar dari kayu atau batu bata.
5. Destilasi Vakum dilakukan untuk memisahkan dua komponen yang titik didihnya sangat tinggi, metode yang digunakan adalah dengan menurunkan tekanan permukaan lebih rendah dari 1 atm, sehingga titik didihnya juga menjadi rendah[26].
2.5 POTENSI EKONOMI BIOETANOL
Tabel 2.3 Data kebutuhan import bioetanol di Indonesia
Tahun Kebutuhan Bioetanol (Kg)
2005 330
2006 3.285
2007 8.848
2008 36.833
Berdasarkan data kebutuhan import bioetanol untuk industri di Indonesia, dapat kita lihat bahwa kebutuhan bioetanol terus meningkat atau bertambah seiring dengan menipisnya bahan bakar fosil.
Ditinjau berdasarkan bahan baku biji durian yang tersedia di indonesia cukup banyak, dimana indonesia merupakan salah satu negara penghasil durian. Karena memiliki potensi yang cukup baik, perlu dilakukan kajian ekonomi terhadap hal ini. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dilakukan kajian ekonomi secara sederhana yaitu dengan menghitung selisih antara harga biaya produksi dengan harga produk yang dijual.
Berikut ini adalah biaya produksi dan harga produk :
Biaya produksi = Rp 25.000/ liter
Harga bioetanol = Rp 45.000 / kg (CV. Rudang Jaya, 2014)