• Tidak ada hasil yang ditemukan

Materi hak kewajiban dan keutamaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Materi hak kewajiban dan keutamaan"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

HAK, KEWAJIBAN, KEUTAMAAN DAN

AKHLAK ISLAMI DALAM KAITAN NYA STATUS PRIBADI DISUSUN SEBAGAI TUGAS MATA KULIAH

Mata Kuliah : Akhlaq/Tasawuf Dosen : Fathuri, S.Sos.I.

Disusun oleh : 1. Siti Nuraisyah 2. Heni Damayanti 3. Fitri Ayu Rahmawati

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)

AL-AQIDAH AL-HASYIMIYYAH

JAKARTA

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah SWT karena atas berkat Rahmat dan Karunia-Nyalah, kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Sholawat serta salam semoga tercurah selalu kepada Junjunan kita semua Nabi akhir zaman Nabi Muhammad SAW.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan masih banyak yang harus dilengkapi dan diperbaharui, kami merasa pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak, terutama dari dosen pembimbing demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini.

Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Selain itu, kami juga berharap agar makalah yang kami buat ini dapat berguna dan bermanfaat bagi masyarakat luas.

Cileungsi, 03 November 2016 Hormat kami

Penyusun

(3)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ibnu Maskawaih mengidentikkan antara akhlak dan karekter, keduanya adalah merupakan keadaan jiwa, demikian juga Imam Ghazali mengibaratkan akhlak sebagai gerak jiwa seseorang serta gambaran batinnya. Dari kedua pengertian yang diberikan oleh kedua pakar ilmu akhlak ini bahwa akhlak sebagai suatu aktifitas yang muncul dari dorongan jiwa dan gerak batin seseorang sehingga baik dan buruk karakter, kepribadian, sikap dan tingkah laku seseorang yang telah menjadi tabiat sehari-hari yang dikerjakan dengan kesadaran dan tanpa pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu berkait erat dengan jiwa dan batin seseorang, sehingga jelaslah bahwa akhlak merupakan bagian penting didalam ajaran agama, karena itu wajar kalau justru fungsi keseluruhan Nabi (pembawa agama) adalah untuk menyempurnakan akhlak, sebagaimana peringatan beliau:

Sesungguhnya Allah mengutus saya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia dan memperbaiki perbuatan yang baik.

Karena keduanya (akhlak dan agama Islam) keduanya membahas dan mengupayakan bagaimana jiwa seseorang menjadi baik dan sempurna dengan membuahkan suatu pola pikir, sikap dan tingkah laku (shaleh), dengan keharmonisan dan keselarasan yang sempurna tanpa adanya kamuplase penipuan, kemunafikan disharmonisasinya antara batin dan jiwa, dengan prilaku, misalnya hatinya baik perilakunya jelek, atau sebaliknya perilakunya baik tetapi keluar dari jiwa dan niatan batin yang jelek, baik karena kebodohan maupun karena kejelekan jiwa. Sehingga akhlak terkait erat dengan keimanan yang sama-sama berpangkal didalam hati seseorang bahkan menurut Nabi Muhammad orang yang terbaik keimanannya adalah orang yang baik akhlaknya (ketinggian budi pekerti yang muncul dari gerakan jiwa yang suci).

Seperti pernyataan Nabi :

(4)

Dalam bahasa agama (Islam) kata yang orang menyebut budi pekerti , perilaku, karakter dll, itu didalam islam diambil dari bahasa arab :kho-la-qo

Yang kesemuanya berarti menciptakan, pencipta, ciptaan dan akhlak perilaku (untuk mencipta atau buah dari ciptaan). Sehingga dalam islalm yang disebut dengan akhlak tidak hanya mempunyai sasaran antara manusia dengan manusia, tetapi yang dimaksud akhlak mempunyai sasaran yang sangat luas, akhlak antara manusia dengan manusia, manusia dengan Al-Khaliq dan manusia dengan sesama makhluk selain manusia, termasuk binatang, tumbuhan dan lingkungannya.

B. Tujuan Penulisan

(5)

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian hak dan kewajiban

1. Pengertian hak

Dalam kamus bahasa Indonesia terdapat berbagai sinonim dari kata hak, seperti milik, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu. Sedangkan menurut istilah hukum umum, pengertian hak dalam hukum adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu karena telah ditentukan oleh undang-undang atau peraturan lain.

Dalam bahasa Arab juga terdapat banyak arti dari kata hak, seperti ketetapan yang pasti, penjelasan, kebenaran, jatah atau bagian, hakikat, dan kewajiban. Dalam Islam, hak dibagi menjadi beberapa macam. Menurut ulama fiqih macam-macam hak dapat dilihat dari berbagai segi, dari segi pemilik hak, dari segi obyek hak, dan dari segi kewenangan pengadilan (hakim) terhadap hak tersebut.

Oleh karena itu, berikut diuraikan pengertian hak dalam Islam yang didefinisikan oleh berbagai ulama fiqih. Definisi hak menurut pendapat beberapa ulama fiqih sebagai berikut :

1) Menurut sebagian ulama Mutaakhirin

"Hak adalah suatu hukum yang telah di tetapkan oleh syara’" 2) Menurut Syekh Ali Al-Khafifi (asal Mesir)

"Hak adalah kemaslahatan yang diperoleh secara syara’"

3) Menurut Ustadz Mustafa Ahmad Az-zarqa” (Ahli fiqih Yordania asal Suriah)

“Hak adalah suatu kekhususan yang padanya ditetapkan syara’ suatu kekuasaan atau taklif”.

(6)

”Hak adalah suatu sifat kekhususan (ekslusif) dimana denganya syara’ menetapkan suatu kekuasaan (otoritas) bagi pemiliknya atau kewajiban atas obyeknya”.

Definisi ini sudah mencakup semua hak yang dimaksud oleh para ahli diatas, seperti hak Allah SWT terhadap hambanya (al-haq al-diniy), hak kepemilikan (haq milkiyyah), hak perwalian (haq al-wilayah), hak mendidik (al-haq al-ta’diby), hak umum (al-(al-haq al-am), seperti hak Negara terhadap rakyat, dan hak nafkah (haq an-nafaqah). Definisi ini juga menunjukkan bahwa sumber kepemilikan terhadap hak itu berasal dari syara’, karena hak dalam pandangan Islam adalah pemberian Allah SWT.

Hak dapat diartikan wewenang atau kekuasaan yang secara etis seseorang dapat mengerjakan, memiliki, meninggalkan, mempergunakan atau menuntut sesuatu. Hak juga dapat berarti panggilan kepada kemauan orang lain dengan perantara akalnya, perlawananengan kekuasaan atau kekuatan fisik untuk mengakui wewenang yang ada pada pihak lain.

Selain itu hak juga bisa diartikan sebagai milik, kepunyaan yang tidak hanya berupa benda saja, melainkan pula berupa tindakan, pikiran dan hasil pikiran ini. Contoh dari hak adalah, jika dari seseorangmempunyai hak atas sebidang tanah maka ia berwenang, berkuasa untuk bertindak atau memamfaatkan terhadap miliknya itu. Misalnya menjual, memberikan kepada orang lain, mengolah dan sebagainya.

Pengertian hak dalam Al-quran disebut dengan kata Al-haq yang mempunyai empat pengertian, yaitu:

a) Hak yang berarti untuk menunjukkan terhadap pelaku yang mengadakan sesuatu yang mengandunng hikmah. Seperti adanya Allah disebut sebagai Al-haq karena Dialah yang mengadakan sesuatu yang mengandung hikmahnya dan nilai bagi kehidupan. Penggunaan hak yang demikian dapat kita jumpai pada ayat:

(7)

b) Kata Al-haq digunakan untuk menunjukkan kepada sesuatu yang diadakan mengandung hikmah. Misalnya Allah SWT menjadikan matahari dan bulan dengan Al-haq yakni mengandung hikmah kepada kehidupan. Penggunaan Al-haq seperti ini dapat dijumpai misalnya pada ayat:

‘’Allah tidak menciptakan yang demikian itu (matahari dan bulan) kecuali dengan haq’’ (QS: yunus :5)

c) Kata Al-haq digunakan untuk menunjukkan keyakinan seseorang terhadap sesuatu yang cocok dengan jiwanya. Seperti keyakinan seseorang terhadap adanya kebabangkitan di hari akhirat.

d) Kata Al-haq digunakan untuk menunjukkan terhadap perbuatan atau ucapan yang dilakukan menurut kadar atau porsi yang seharusnya dilakukan sesuai keadaan waktu dan tempat.

2. Pengertian kewajiban

Oleh karena hak itu merupakan wewenang bukan berwujud kekuatan, maka perlu ada penegak hukum melindungi yang lemah yaitu orang yang tidak melakukan haknya manakala berhadapan dengan orang lain yang merintangi pelaksanaan haknya.

Dengan demikian masalah kewajiban memegang peranan penting dalam pelaksanaan hak. Namun perlu ditegaskan bahwa kewajiban disinipun bukan merupakan keharusan fisik, tetapi berwajib yaitu wajib yang berdasarkan kemanusiaan, karena hak yang merupakan sebab timbulnya kewajiban itu berdasarkan kemanusiaan. Dengan demikian, yang tidak memenuhi kewajibanya berarti telah memperkosa kemanusiaannya. Sebaliknya orang yang melaksanakan kewajibannya berarti telah melaksanakan sikap kemanusiaannya.

(8)

B. Hak dan Kewajiban seorang Muslim

Dalam Shahih Bukhari dan Muslim juga disebutkan dengan lafadz, 5 kewajiban:

ِسِطاَعْلا ُتيِمْشَتَو ِةَوْعّدلا ُةَباَجِإَو ِزِئاَنَجْلا ُعاَبّتاَو ِضيِرَمْلا ُةَداَيِعَو ِم َلّسلا ّدَر ٌسْمَخ ِمِلْسُمْلا ىَلَع ِمِلْسُمْلا ّقَح “Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada lima: (1) Menjawab salam, (2) menjenguk orang sakit, (3) mengantar jenazah, (4) memenuhi undangan, dan (5) mendoakan yang bersin.” (HR. Bukhari, no. 1240, dan Muslim no. 2162)

Hak kewajiban muslim telah diatur dalam agama Islam kita ini. Karena memang Islam telah mengatur segala aspek kehidupan manusia baik itu hubungannya antara manusia (hamba) kepada Allah, dan juga hubungan muamalah manusia muslim terhadap muslim lainnya. Bagi umat Islam hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang sangat penting. Banyak dalil-dalil yang mengungkapkan tentang hak dan kewajiban seorang muslim terhadap muslim lainnya. Dengan mengetahui hak dan kewajibannya maka akan lebih memperkuat ukhuwah islamiah.

Islam adalah merupakan agama yang paling benar dan diridhai oleh Allah Ta'ala, sebagaimana tertuang dalam Al Qur’an Surah Ali Imran ayat 19 : ”innaddina indallahil islam……” Sesungguhnya Agama yang diridhai disisi Allah hanyalah Islam…. Jelas sudah tidak ada keraguan lagi untuk kita memeluk Islam. Islam adalah jalan hidup bagi yang diberi petunjuk, Islam juga sebagai solusi bagi segala aspek kehidupan.

Di antara hak-hak yang dituntut melakukannya antara seorang Muslim dengan Muslim yang lain ialah memperbanyak nasihat mengenai urusan agama, membantu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa kepada Allah Ta’ala, serta mengajak untuk berbuat ketaatan terhadap perintah-perintah Tuhan seru sekalian alam.

C. Keutamaan

Keutamaan adalah kesaggupan, kemudahan, dan kecondongan untuk melaksanakan tindakan tertentu yang pantas bagi manusia.

(9)

Islam menghapus seluruh dosa dan kesalahan bagi orang kafir yang masuk Islam. Dalilnya adalah firman Allah Azza wa Jalla :

“Katakanlah kepada orang-orang kafir itu, (Abu Sufyan dan kawan-kawannya) ‘Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang telah lalu; dan jika mereka kembali lagi (memerangi Nabi), sungguh akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah terhadap) orang-orang terdahulu (dibinasakan).” [Al-Anfaal: 38]

Shahabat ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu yang menceritakan kisahnya ketika masuk Islam, beliau Radhiyallahu anhu berkata:

… َلاَََق .ُهَََنْيِمَي َط َََسَبَف .َكْعِياَبُل ََََْف ََكَََنْيِمَي ْط ََُسْبا : ُتْلُقَف َمّل َََسَو ِهََْيَلَع ُ ّا ىّل َََص ّيِبّنلا ُتْيَتَأ يِبْلَق ىِف َمَل ََْسِلْا ُا َلَعَج اّمَلَف اَََمَأ)) َلاَََق .ىِلَرَفْغُي ْنَأ : ُتْلُق ((؟ اَذاَمِب ُطِرَتْشَت)) َلاَق َطِرَتْشَأ ْنَأ ُتْدَرَأ :ُتْلُق َلاَق ((؟ وُرْمَع اَي َكَل اَم)) َلاَق ىِدَي ُتْضَبَقَف ((؟ ُهَلْبَق َناَك اَم ُمِدْهَي ّجَحْلا ّنَأَو ؟اَهَلْبَق َناَكاَم ُمِدْهَت َةَرْجِهْلا ّنَأَو ؟ُهَلْبَق َناَك اَم ُمِدْهَي َمَلْسِلْا ّنَأ َتْمِلَع

“… Ketika Allah menjadikan Islam dalam hatiku, aku mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan aku berkata, ‘Bentangkanlah tanganmu, aku akan berbai’at kepadamu.’ Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membentangkan tangan kanannya. Dia (‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu) berkata, ‘Maka aku tahan tanganku (tidak menjabat tangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam).’ Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Ada apa wahai ‘Amr?’ Dia berkata, ‘Aku ingin meminta syarat!’ Maka, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Apakah syaratmu?’ Maka aku berkata, ‘Agar aku diampuni.’ Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Apakah engkau belum tahu bahwa sesungguhnya Islam itu menghapus dosa-dosa yang dilakukan sebelumnya, hijrah itu menghapus dosa sebelumnya, dan haji itu menghapus dosa-dosa sebelumnya?’”

Hubungan Akhlak Dalam Kehidupan

(10)

Menurut bahasa,akhlak adalah bentuk jamak dari khuluq(khuluqun) yang berarti budi pekerti,perangai,tingkah laku,atau tabiat. Dalam bahasa Yunani pengertian khuluq ini disamakan dengan kata ethicos atau ethos,artinya adab kebiasaan,perasaan batin,kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan. Ethicos kemudian berubah menjadi etika. Akhlak Islam merupakan sistem moral yang berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan ,maka tentunya sesuai dengan dasar dari agama itu sendiri,dan dasar dari agama Islam adalah Al Quran dan Al Hadist. Al Qur’an dan Al Hadist adalah sumber yang membahas semua aspek yang ada dalam kehidupan ini.Termasuk tentang kebaikan dan keburukan.Tentu di dalam kebaikan dan keburukan terkandung cara bagaimana kita harus berperilaku,sehingga dapat jelaslah mana yang benar dan mana yang salah. Dikatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan dan kepuasan, kesenangan, persesuaian, dan seterusnya.

Begitupula dengan nilai buruk, yang ditandai dengan hal-hal yang menyengsarakan. kebaikan dan keburukan menurut panilaian ahli tasawwuf adalah terkait dengan kehidupan ukhrowi, jika kebaikan diperoleh di dunia, maka kebaikan tersebut harus menjadi penyebab untuk memperoleh kebaikan di akhirat.

Kebenaran yang objektif yang merupakan kebenaran yang pasti dan satu itu adalah kebenaran yang didasarkan kepada peraturan yang dibuat adalah kebenaran yang didasarkan kepada peraturan yang dibuat oleh Yang Maha Satu, Yang Maha Mengetahui akan segala sesuatu yang Maha Benar. Walaupun tujuan orang atau golongan di dunia ini berbeda-beda, sesungguhnya pada akhirnya semuaya mempunyai tujuan yang sama sebagai tujuan akhir tiap-tiap sesuatu, bukan saja manusia akan tetapi binatang pun mempunyai tujuan.

(11)

Adil. Tuntunan moral sesuai dengan bisikan hati nurani, yang menurut kodratnya cenderung kepada kebaikan dan membenci keburukan.

Perbuatan akhlak adalah perbuatan akhlak yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya, yang dikerjakan tanpa ada paksaan dan dilakukan dengan sungguh-sungguh dan ikhlas semata-mata karena Allah SWT.

1. Pribadi sebagai Hamba Allah

Kenyataan di jagad raya (dunia) membuktikan bahwa ada kekuatan yang tidak Nampak. Dia mengatur dan memelihara alam semesta ini.Juga Dialah yang menjadi sebab adanya semua ini. Dalam pengaturan alam semesta ini terlihat ketertiban, dan ada suatu peraturan yang berganti-ganti dan gejala dating dengan keteraturan-Nya.

Semua kenikmatan tersebut, bukan berarti “ Sang Pencipta mempunyai maksud kepada manusia supaya membalas dengan sesuatu, itu tidak, tetapi Allah SWT.memerintahkan manusia agar senantiasa beribadah kepada-Nya.Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkau hakikat-Nya. Hubungan manusia dengan Allah adalah hubungan makhluk dengan kholiknya. Dalam masalah ketergantungan , hidup manusia selalu mempunyai ketergantungan kepada yang lain. Dan tumpuan serta pokok ketergantungan adalah ketergantungan kepada yang Maha Kuasa, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Bijaksana, Yang Maha Sempurna, ialah Allah Rabul ‘alamin, Allah Tuhan Maha Esa.

Ketergantungan manusia kepada Allah ini, difirmankan Allah: Artinya:

(12)

(QS. Al-Ikhlas :2)

Kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat, tergantung kepada izin dan ridha Allah. Dan untuk itu Allah memberikan ketentuan-ketentuan agar manusia dapat mencapainya. Maka untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat itu dengan sendirinya kita harus mengikuti ketentuan-ketentuan dari Allah SWT. Sesungguhnya Allah telah memberi berbagai kenikmatan kepada manusia.Allah menunjukkan itu semua bukan untuk dihormati,karena dihormati atau tidak oleh makhlukNya, Allah tetaplah Dzat Yang Maha Mulia.Jadi sudah sepantasnya sebagai hamba,manusia menunjukkan akhlak yang semestinya kepada sang Pencipta.

Firman Allah:

:لخنلا{ ٌمْيِحَر ُر ْوُفَغَل َا ّنِا اَه ْوُص ْحُت َل ِا َةَمْعِن اْوّدْعَت ْنِاَو 18

}

Artinya:

“Dan jika kamu menghitung-hitung nikamat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun Lagi maha Penyayang”. (QS.An-Nahl:18).

Secara moral manusiawi, manusia mempunyai kewajiban kepada Allah sebagai kholiknya, yang telah member kenikmatan yang tak terhitung jumlahnya. Pada garis besarnya kewajiban manusia kepada Allah menurut hadits Nabi, yang diriwayatkan dari sahabat Mu’adz bin Jabal bahwa Nabi Saw. Bersabda kepada Mu’

ِهِداَََبِع ىَلَع ِا ّقَََح ْىِرْدَت ْلَه ،ُذاَعُم َاي : َلاَقَف ٌرْيَفُع ُهَل ُلاَقُي ِراَمِح ىَلَع َمّلسو ِهيلع ُا ىَلَص ىِبّنلا َفْدِر ُتْنُك ّقَحَو أأْيَش ِهِب اوُكرْشُي َلَو ُهْوُدُبْعَي ْنَا ِداَبِعْلا ىَلَع ِا ّنِإَف : َلاَق ُمَلْعَا ُهُلْوُسَرو ُا : ُتْلُق ؟ ِا ىَلَع ِداَبِعلْا ّقَح اَمَو ْمُه ْر ََّشَبُت َل : َلاَََق ؟ِساّنلا ِهََِب ُرّشَبُا َلَفَا ! ِا َلوُسَر اَي : ُتْلُق , أأْيَش ِهِب َكِرْشُي َل ْنَم َبّذَعُي َل ْنَا ِا ىَلَع ِداَبِعلا ا ْوََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََََُلِكّتَيَف Artinya:

(13)

atas hamba-Nya dan apa hak engkau mengetahui hak hamba terhadap Allah? Menjawab aku, Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. Bersabda Nabi: maka bahwasanya hak Allah atas para hamba, ialah : Mereka menyembah-Nya dan tidak memperserikatkan Dia dengan sesuatu dan hak para hamba terhadap Allah, Tiada Allah mengadzabkan orang yang tidak memperserikatkan Dia dengan sesuatu. Mka berkata aku, ya Rasullah, apa tidak lebih baik saya menggembirakan para manusia dengan dia? Bersabda Nabi, jangan kamu menggembirakan mereka yang menyebabkan mereka akan berpegang kepada untung saja”.(Al-Lu’la uwal Marjan I:8).

Jadi berdasarkan hadits ini kewajiban manusia kepada Allah pada garis besarnya ada 2( dua):

1) Mentauhidkan-Nya yakni tidak memusyrikkan-Nya kepada sesuatupun

2) Beribadah kepada-Nya.

Orang yang demikian ini mempunyai hak untuk tidak disiksa oleh Allah, bahkan akan diberi pahala dengan pahala yang berlipat ganda, dengan sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat bahkan dengan lipat ganda yang tak terduga banyaknya oleh manusia.

2. Pribadi sebagai Anak

(14)

Sedangkan yang termasuk dalam akhlak mazmumah, antara lain; egoistis, kikir, khianat, aniaya, dengki, sombong, mengingkari nikmat, boros, dendam, dan lain sebagainya yang menunjukkan sifat-sifat yang tercela. Akhlak seperti ini merupakan contoh akhlak secara keseluruhan yang harus kita hindari.Semuanya diawali dari proses mendidik anak sejak kecil.

Maka model mendidik akhlak anak, tidak langsung berkata itu baik, atau itu buruk, apabila seorang anak baru saja belajar membaca, menurut kita itu jelek/ buruk namun kita tidak seharusnya berkata demikian. Sebab dapat menyakiti hati dan patah semangat. Tetapi kita beri semangat dan dorongan yang dapat memacu dan bergiatnya si anak.

Selain daripada itu, kisah luqman yang diberi hikmah oleh Allah. Hal ini dijelaskan di dalam surat Luqman: 12:

:ناََمقل{ ٌَدََْيِمَح ّيِنَغ َا ّنِإَََف َرَفَك ْنَمَو ِهِسْفَنِل ُرُكْشَي اَمّنِإَف ُرُكْشَي ْنَمَو ِ ّ ِل ْرُكْشا ِنَا َةَمْكِحْلا َناَمْقُل اَنْيَتَا ْدَقَلَو 12

}

Artinya:

“Dan sesungguhnya telah kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya Lagi Maha Terpuji”. (QS.Luqman: 12).

Kelanjutan kisah Luqman yang termuat dalam ayat di atas, bahwa beliau menasehati dan member pesan kepada generasi selanjutnya (anak-anak) untuk mewarisi nilai-nilai akhlak sebagai berikut:

 Dilarang berbuat syirik (Menyekutukan) Allah (Luqman: 13)  Kewajiban berbakti kepada kedua oaring tua (Luqman: 14)  Keharusan tetap berbakti kedua orang tua di dunia(Luqman: 15)

(15)

 Tidak bersikap sombong, angkuh dan membanggakan diri sendiri (Luqman: 18)

 Perintah bersikap sopan, santun dalam berjalan atau berbicara (Luqman: 19)

3. Akhlak pada Orang Tua

Akhlak bukan hanya sekedar sopan santun, tata krama yang bersifat lahiriyah dari seseorang terhadap orang lain, melainkan lebih dari itu. Jadi akhlak itu harus kita tanamkan pada diri kita terutama pada ayah dan ibu,kalau kepada orang lain saja kita hormat,seharusnya pada orang tua kita harus lebih lagi.

Dari mana datangnya cinta kasih sayang kepada putranya, padahal tiada pamrih.Lain dengan cinta seorang kekasih kepada pacarnya, yang kalau kasihnya tiada terbalas bisa berbalik menjadi benci. Tetapi kasih ibu bagaimanapun tiada akan berubah dan hilang, walaupun si anak tiada membalas kasih dan cinta ibu.Memang itu karena “Hidayah”, anugerah dari pada Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Hidayah itu tersebut insting atau naluri, dalam ilmu agama disebut “Hidayah-ghariziyyah”.Ada pula hadist yang menerangkan tentang hubungan anak dan orang tuanya.

Artinya :

“Tidaklah setiap anak yang lahir kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orangtuanyalah yang akan menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Seperti hewan melahirkan anaknya yang sempurna, apakah kalian melihat darinya buntung (pada telinga)?”

(16)

pemegang kuncinya adalah orang tua.Untuk menunjang keberhasilan proses ini diperlukan metode dan media yang tepat, “selalu disesuaikan dengan kondisi anak-anak”.

Beberapa perkara yang harus di perhatikan dan dilaksanakan oleh seorang anak kepada Orang tua yakni:

 Berbuat Baik kepada Ibu dan Ayah, walaupun keduanya Lalim Seorang anak menurut ajaran islam diwajibkan berbuat baik kepada ibu dan ayahnya, dalam keadaan bagaimanapun. Artinya jangan sampai seorang anak samapai menyinggung perasaan orang tuanya, walaupun seandainya orang tuanya berbuat lalim kepada anaknya, dengan melakukan yang tidak semestinya, maka jangan sekali-kali si anak berbuat tidak baik, atau membalas atau mengimbangi ketidakbaikan orang tua kepada anaknya. Allah tidak meridhoinya sehingga orang tua itu meridhoinya.

 Berkata Halus dan mulia kepada Ibu dan Ayah Kewajiban anak kepada orang tuanya berbicara menurut ajaran islam harus berbicara sopan, lemah lembut dan mempergunakan kata-kata mulia hal ini dituturkan dalam Firman Allah:

Artinya:

(17)

kasihanilah mereka kedua, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku di waktu kecil.”(QS.Al-Isra: 23-24).

Dari ayat-ayat tersebut, dapat di tarik kesimpulan bahwa sewajarnya seorang anak untuk berbuat baik kepada orang tua baik berbicara dan yang lain-lain. Dengan cara tidak menyinggung perasaan orang tua dan tidak berkata kasar kepada mereka.

 Berbuat baik kepada Ibu dan atau Ayah yang sudah meninggal dunia Apabila ibu dan ayah masih hidup, si anak berkewajiban berbuat baik, dan itu mudah dilakukan dengan berbagai macam cara, baik yang bersifat moaral, maupun yang bersifat material.

Bagaimana berbuat baik seorang anak kepada ayah dan atau ibunya yang sudah tiada. Hal ini agama islam mengajarkan supaya seorang anak:

1) Mendoakan ayah ibu yang telah tiada itu dan memintakan ampun kepada Allah dari segala dosa orang tua kita.

2) Menepati janji kedua ibu bapak, Kalau sewaktu hidup orang tua mempunyai janji kepada seseorang, maka anaknya harus berusaha menunaikan menepati janji tersebut.

3) Memuliakan teman-teman kedua orang tua. Di waktu hidupnya ibu dan ayah, beliau-beliau mempunyai teman-teman akrab, yang segulung-segalang orang tua kita dengan temannya.

4) Bersilaturrahmi kepada orang-orang yang mempunyai hubungan dengan kedua orang tua.

4. Akhlak kepada Anggota Masyarakat

(18)

”Dan sesungguhnya engkau Muhammad mempunyai akhlak yang mulia”.

Dengan demikian setiap muslim diwajibkan untuk memelihara norma-norma (agama) di masyarakat terutama di dalam pergaulan sehari-hari baik keluarga rumah tangga, kerabat, tetangga dan lingkungan kemasyarakatan.Sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. Mengaca pada pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa akhlak lahir dari sifat yang sudah ada dalam diri kita,oleh karena itu kita harus membiasakan diri kita untuk berbuat baik kepada siapa saja.Terutama dalam masyarakat kita dapat membiasakannya.Tolong-menolong untuk kebaikan dan takwa kepada Allah adalah perintah Allah, yang dapat ditarik hukum wajib kepada setiap kaum muslimin dengan cara yang sesuai dengan keadaan objek orang bersangkutan, Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah, ayat 2:

:ةدئاملا{ ِناَوْدُعلاَو ِمْث ِلا ىَلَع اْوُنَواَعَت َلَو ىَوقّتلاَو ىّرِبلا ىَلَع اوُنَواَعَتَو}2 Artinya:

“Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran/permusuhan”.

Dalam pergaulan yang sesuai dengan norma-norma agama, ada beberapa yang harus di perhatikan yakni bagaimana cara berbahasa, cara salam, cara makan dan minum, cara di majles pertemuan, cara minta ijin masuk, cara member ucapan selamat, cara berkelakar atau becanda, cara menjenguk orang sakit, dan cara ta’ziah.

5. Akhlak sebagai pemimpin

(19)

Islam sebagai rahmat bagi seluruh manusia, telah meletakkan persoalan pemimpin dan kepemimpinan sebagai salah satu persoalan pokok dalam ajarannya.

Sejarah Islam telah membuktikan pentingnya masalah kepemimpinan ini setelah wafatnya Baginda Rasul. Para sahabat telah memberi penekanan dan keutamaan dalam melantik pengganti beliau dalam memimpin umat Islam. Umat Islam tidak seharusnya dibiarkan tanpa pemimpin. Sayyidina Umar R.A pernah berkata, “Tiada Islam tanpa jamaah, tiada jamaah tanpa kepemimpinan dan tiada kepemimpinan tanpa taat”.

Pentingnya pemimpin dan kepemimpinan ini perlu dipahami dan dihayati oleh setiap umat Islam di negeri yang mayoritas warganya beragama Islam ini, meskipun Indonesia bukanlah negara Islam.

Allah SWT telah memberi tahu kepada manusia, tentang pentingnya kepemimpinan dalam islam, sebagaimana dalam Al-Quran kita menemukan banyak ayat yang berkaitan dengan masalah kepemimpinan.

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (Al Baqarah: 30)

Ayat ini mengisyaratkan bahwa khalifah (pemimpin) adalah pemegang mandat Allah SWT untuk mengemban amanah dan kepemimpinana langit di muka bumi. Ingat komunitas malaikat pernah memprotes terhadap kekhalifahan manusia dimuka bumi.

”Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah SWT dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah SWT (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah SWT dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An-Nisa: 59)

Ayat ini menunjukan ketaatan kepada ulil amri (pemimpin) harus dalam rangka ketaatan kepada Allah SWT dan rasulnya.

Tugas Pemimpin dalam Al-Qur’an

Pada prinsipnya menurut Islam setiap orang adalah pemimpin. Ini sejalan dengan fungsi dan peran manusia di muka bumi sebagai khalifahtullah, yang diberi tugas untuk senantiasa mengabdi dan beribadah kepada-Nya

(20)

sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah". (Al-Anbiya’: 73)

2) "Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami". (As-Sajdah: 24)

3) “Hai orang-orang yang beriman! Tegakkanlah keadilan sebagai saksi karena Allah. Dan janganlah rasa benci mendorong kamu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena itu lebih dekat dengan taqwa…” (Q.s. Al-Maidah 5: 8)

4) "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat". (An-Nisa’ : 58)

5) ” Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah SWT. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah SWT akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (Qs Shad: 26)

Dalam sebuah kesempatan, ketika seorang perempuan dari suku Makhzun dipotong tangannya lantaran mencuri, kemudian keluarga perempuan itu meminta Usama bin Zaid supaya memohon kepada Rasulullah untuk membebaskannya, Rasulullah pun marah. Beliau bahkan mengingatkan bahwa, kehancuran masyarakat sebelum kita disebabkan oleh ketidakadilan dalam supremasi hukum seperti itu.

Dari Aisyah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: adakah patut engkau memintakan kebebasan dari satu hukuman dari beberapa hukuman (yang diwajibkan) oleh Allah? Kemudian ia berdiri lalu berkhutbah, dan berkata: ‘Hai para manusia! Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu itu rusak/binasa dikarenakan apabila orang-orang yang mulia diantara mereka mencuri, mereka bebaskan. Tetapi, apabila orang yang lemah mencuri, mereka berikan kepadanya hukum’. (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud, Ahmad, Dariini, dan Ibnu Majah)

Memilih Pemimpin

Pemimpin negara adalah faktor penting dalam kehidupan bernegara. Jika pemimpin negara itu jujur, baik, cerdas dan amanah, niscaya rakyatnya akan makmur. Sebaliknya jika pemimpinnya tidak jujur, korup, serta menzalimi rakyatnya, niscaya rakyatnya akan sengsara.

(21)

1) “Hai orang2 yang beriman! Janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu menjadi pemimpin-pemimpinmu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan. Dan siapa di antara kamu menjadikan mereka menjadi pemimpin, maka mereka itulah orang2 yang zalim” (At Taubah:23)

2) “Hai orang2 yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang2 kafir menjadi wali (teman atau pelindung)” (An Nisaa:144)

3) “Janganlah orang2 mukmin mengambil orang2 kafir jadi pemimpin, bukan orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, bukanlah dia dari (agama) Allah sedikitpun…” (Ali Imran:28) 4) "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi

pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada oarng-orang yang zalim ” (QS. Al-Maidah: 51)

6. Akhlak sebagai seorang da’i

Mengajak manusia menuju agama Allah merupakan salah satu ibadah yang agung, manfaatnya menyangkut orang lain. Bahkan dakwah menuju agama Allah merupakan perkataan yang paling baik. Allah Azza wa Jalla berfirman:

"Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru menuju Allah, mengerjakan amal yang shalih dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri". [Fushshilat:33].

Dakwah mengajak kepada agama Allah merupakan tugas para nabi, maka cukuplah sebagai kemuliaan bahwa para da’i mengemban tugas para nabi. Allah Azza wa Jalla memerintahkan RasulNya untuk mengatakan, dakwah merupakan jalan Beliau, dengan firmanNya :

"Katakanlah: "Inilah jalanku (agamaku). Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata (ilmu dan keyakinan). Maha suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". [Yusuf:108].

Karena dakwah merupakan ibadah, maka harus dilakukan dengan keikhlasan dan mengikuti Sunnah Nabi. Sebagaimana telah maklum, dua perkara ini merupakan syarat diterimanya ibadah. Kriteria seorang da’i :

1) Ikhlas dalam dakwah

(22)

wajahNya. [HR Nasa-i, no. 3140. Lihat Silsilah Ash Shahihah, no. 52; Ahkamul Janaiz, hlm. 63].

2) Tidak minta upah

"Katakanlah: "Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al Qur`an)". Al Qur`an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk segala umat." [Al An’am : 90].

Dengan demikian maka sepantasnya seorang da’i juga memiliki pekerjaan dan usaha untuk mencukupi kebutuhannya, sehingga dia tidak menggantungkan kepada umat. Karena sesungguhnya makanan terbaik yang dimakan oleh seseorang ialah hasil keringatnya sendiri. Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Tidaklah seorangpun memakan makanan sama sekali yang lebih baik daripada dia makan dari pekerjaan tangannya. Dan sesungguhnya Nabi Allah, Dawud Alaihissallam, dia makan dari pekerjaan tangannya" [HR Bukhari, no. 2072].

3) Selain ikhlas, di dalam berdakwah wajib mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sehingga seseorang berdakwah berdasarkan ilmu, hikmah dan kesabaran. Tidak berdakwah dengan bid’ah dan kemaksiatan. Karena memang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan panutan terbaik bagi umat Islam dalam segala perkara, termasuk di dalam berdakwah menuju agama Allah. Allah Azza wa Jalla berfirman:

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kamu (umat Islam, yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (pahala) hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah". [Al Ahzab:21].

BAB III

PENUTUP

(23)

Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu:

Hak dapat diartikan wewenang atau kekuasaan yang secara etis seseorang dapat mengerjakan, memiliki, meninggalkan, mempergunakan atau menuntut sesuatu. Sedangkan Didalam islam kewajiban ditempatkan sebagai salah satu hukum syara’ yaitu sesuatu perbuatan yangt apabila dikerjakan akan

mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan akan mendapat siksa.

Al Qur’an dan Al Hadist adalah sumber yang membahas semua aspek yang ada dalam kehidupan ini.Termasuk tentang kebaikan dan keburukan.Tentu di dalam kebaikan dan keburukan terkandung cara bagaimana kita harus berperilaku,sehingga dapat jelaslah mana yang benar dan mana yang salah. Dikatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan dan kepuasan, kesenangan, persesuaian, dan seterusnya.

Begitupula dengan nilai buruk, yang ditandai dengan hal-hal yang menyengsarakan. kebaikan dan keburukan menurut panilaian ahli tasawwuf adalah terkait dengan kehidupan ukhrowi, jika kebaikan diperoleh di dunia, maka kebaikan tersebut harus menjadi penyebab untuk memperoleh kebaikan di akhirat.

B. Saran

Marilah kita bersama-sama menjalankan hak dan kewajiban kita sebagai seorang Muslim, tidak sedikit hokum-hukum di dalam Islam yang terabaikan, maka dari itu mulailah untuk menegakkan kembali apa yang harus ditegakkan.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an

(24)

http://renggomen.blogspot.com/2011/09/hak-dan-kewajiban-dalam-pendidikan.html http://ustadzridwan.com/hadits-1-bag-1-hak-muslim-atas-muslim-yang-lain/

http://tamannya-hati.blogspot.com/2013/06/hak-kewajiban-seorang-muslim.html https://almanhaj.or.id/2266-keutamaan-islam-dan-keindahannya.html

Referensi

Dokumen terkait

Dari definisi -definisi diatas dapat disimpulkan, bahwa Ulumul Qur’an adalah suatu ilmu yang lengkap dan mencakup semua ilmu yang ada hubungannya dengan al- Qur’an, baik

Tanggung jawab kepala negara baik dilihat dari fungsi dan tujuan negara maupun pandangan para ahli politik Islam seperti Al-Mawardi, Ibnu Taimiyah dan Muhammad Yusuf

Berdasarkan dari definisi diatas, yang dimaksud dengan Pandangan Hakim terhadap Penerapan Hak Ex Officio dalam Perkara Cerai Talak adalah pendapat hakim

Syukur Alhamdulillah, penulis mengucapkan atas limpahan rahmat dan bimbingan Allah swt, skripsi yang berjudul “Reformulasi Norma Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Hukum

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt atas rahmat dan karunia kepada hambanya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Peningkatkan

Selanjutnya dikatakan pula dalam al-Qur’an bahwa (pria adalah pemimpin bagi wanita) dan wanita (isteri) itu mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara

Rachmadi Usman memberi definisi Hak Kekayaan Intelektual adalah hak atas kepemilikan terhadap karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektual manusia

Pelepasan hak atas tanah yang dimaksud adalah pelepasan hak kepemilikan tanah oleh masyarakat kepada pemerintah yang bertujuan untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam melakukan