BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan rujukan yang
berfungsi menyelenggarakan pengobatan dan pemulihan, peningkatan serta
pemeliharaan kesehatan. Menurut Undang-undang No 44 Tahun 2009 tentang rumah
sakit bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan
karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus
tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Salah satu kebutuhan penting dalam upaya pemulihan, pengobatan dan
pemeliharaan kesehatan individu adalah tersedianya obat-obatan dan bahan habis
pakai di rumah sakit (Kementerian Kesehatan RI, 2012). Pengelolaan obat di farmasi
rumah sakit harus efektif dan efisien karena obat harus ada saat dibutuhkan, dalam
jumlah yang cukup, mutu terjamin dan harga yang terjangkau. Pada dasarnya
pengelolaan obat di farmasi rumah sakit meliputi perencanaan, pengadaan,
penyimpanan dan distribusi, keempat tahap ini saling terkait dan saling
mempengaruhi sehingga harus terkoordinasi dengan optimal. Tujuan pengelolaan
saat, dalam jumlah yang cukup dan terjamin untuk mendukung pelayanan yang
bermutu (Maimun,2008).
Pengelolaan obat di rumah sakit yang baik akan berdampak terhadap
ketersediaan obat yang dibutuhkan pasien. Upaya perencanaan juga penting karena
analisis kebutuhan obat untuk tahun berikutnya tergantung pada perencanaan tahun
sebelumnya. Perencanaan yang kurang baik akan berdampak pada ketersediaan obat
yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasien, adanya penumpukkan obat digudang.
Selain itu dapat berakibat pada adanya stock out jika terjadi perubahan pola
kebutuhan obat dibandingkan tahun sebelumnya. Perubahan kebutuhan obat
cenderung meningkatkan resiko kekosongan obat yang berlangsung lama.
Kekosongan obat dapat merugikan rumah sakit, karena banyak resep tak terlayani dan
keluar rumah sakit sehingga mengurangi pendapatan rumah sakit (Maimun, 2008).
Penelitian Suciati (2006) di RSU Karya Husada Cikampek Jawa Barat
menjelaskan bahwa alokasi anggaran obat rumah sakit sangat tergantung pada
kesesuaian dari perencanaan kebutuhan obat, dan salah satu mekanisme perencanaan
kebutuhan obat adalah melalui teknik ABC Indeks, yaitu mengetahui pengelompokan
obat berdasarkan nilai investasi, utilisasi dan kekritisan obat.
Rumah Sakit Umum Dr.Hadrianus Sinaga merupakan salah satu RSU milik
pemerintah daerah Kabupaten Samosir Propinsi Sumatera Utara. RSU Dr.Hadrianus
Sinaga merupakan RSU Kelas C sesuai dengan SK Menkes No
495/Menkes/SK/V/2008 tanggal 28 Mei 2008 dengan jumlah tempat tidur sebanyak
diketahui selama dua tahun terakhir (2011 dan 2012), terjadi peningkatan jumlah
kunjungan pasien rawat jalan dari 14.499 pasien menjadi 16.155 pasien, artinya
meningkat sebesar 11,42%, dan jumlah pasien rawat inap dari 2601 pasien menjadi
3262 pasien. Berdasarkan pola penyakit tahun 2012 mayoritas penyakit yang diderita
pasien rawat inap adalah Dispepsia (21,6%) dari sepuluh penyakit terbanyak rawat
inap. Fluktuasi kunjungan pasien dan variasi pola penyakit yang dirawat di RSU
Dr.Hadrianus Sinaga berimplikasi terhadap kebutuhan obat dan bahan habis pakai.
Berdasarkan laporan penggunaan obat Desember 2012, diketahui masih
banyak jenis obat tertentu yang belum dipergunakan seperti Agrezol Tablet dengan
jumlah masih sejumlah obat yang masuk yaitu 100 % dari stok awal, demikian juga
dengan obat Antasida tablet juga masih banyak yaitu 75% dari stok awal, sama hal
nya dengan jenis obat Captopril 25 mg, juga masih sangat banyak yaitu 80 % dari
yang dialokasikan. Sedangkan dilihat dari jumlah obat yang kadaluarsa, diketahui
jenis obat yang paling banyak kadaluarsa adalah jenis Natrium Bicarbonat yaitu
sebanyak 35 % dari stok awal, diikuti jenis obat Glibenclamide 5 mg yaitu sebanyak
40 % dari stok awal, dan jenis obat Risperidone 2 mg tablet yaitu sebanyak 50 % dari
stok awal. Fenomena tersebut memberikan gambaran bahwa alokasi obat tidak sesuai
dengan obat yang benar-benar dibutuhkan, sehingga berdampak terhadap stok akhir
obat, dan jumlah anggaran yang tidak dapat digunakan.
Pemerintah Kabupaten Samosir telah mengalokasikan anggaran bidang
kesehatan khususnya untuk RSU Dr.Hadrianus Sinaga secara rutin setiap tahunnya,
kebutuhan rumah sakit baik untuk penyediaan dan pemeliharaan sarana fisik, gaji dan
kebutuhan rumah tangga serta perbekalan kesehatan. Jumlah anggaran bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk obat-obatan selama 3 (tiga)
tahun yaitu 2010-2012 cenderung berfluktuatif, tahun 2010 jumlah anggaran untuk
pengadaan obat sebesar Rp.375.000.000,- kemudian tahun 2011 menurun menjadi
Rp. 250.000.000,- dan tahun 2012 meningkat menjadi 541.400.000. peningkatan
anggaran obat tahun 2012 disebabkan karena adanya alokasi anggaran obat untuk
pasien pengguna Kartu Jamkesmas, karena seluruh pendapatan rumah sakit
bersumber dari Jamkesmas harus disetorkan ke kas daerah, dan hal ini sudah
dilakukan pada tahun 2012, sementara tahun 2010 dan 2011 anggaran obat yang
digunakan untuk kebutuhan obat pasien umum (Profil RSU Dr Hadrianus Sinaga,
2012).
Penelitian Ilham (2009) di RSU Gunung Sitoli juga menjelaskan bahwa
perencanaan obat belum berjalan dengan baik, metode yang digunakan juga belum
efektif, dengan hasil penelitian Kesesuaian item obat yang tersedia masuk dalam
DOEN masih rendah, pada tahun 2005 39%, tahun 2006 41% dan tahun 2007 39%.
Selain itu diketahui ketersediaan obat diInstalasi farmasi masih dijumpai stok obat
mati 33%, over stock 0,9% dan stock out.
Kondisi faktual di RSU Hadrianus Sinaga, pemenuhan obat cenderung belum
maksimal dan belum mampu mengakomodir kebutuhan obat seluruhnya. Hal ini juga
disebabkan oleh anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah daerah terbatas. Selain
obat di ruang operasi misalnya Vitamin K Injeksi. Kondisi ini tentunya sangat
dibutuhkan kompetensi tenaga perencana yang bekerjasama dengan penanggung
jawab kefarmasian rumah sakit untuk merencanakan obat yang bersifat evidence
based, dan benar-benar berdasarkan analisis kebutuhan riil.
Fenomena ini mencerminkan bahwa perencanaan anggaran rumah sakit untuk
penyediaan obat-obatan secara kuantitas dinilai masih kurang untuk meningkatkan
upaya pemulihan pasien rumah sakit. Besaran alokasi anggaran secara kuantitas akan
mempengaruhi jumlah obat yang tersedia di Rumah Sakit, namun kesesuaian
kebutuhan obat dengan alokasi anggaran penting diperhatikan. Perencanaan anggaran
obat-obatan di RSU Dr.Hadrianus Sinaga masih belum sesuai dengan prosedur
penyediaan obat dan perbekalan kesehatan yang direkomendasikan kementerian
kesehatan RI, hal ini terindikasi dari masih tingginya kuantitas jenis obat tertentu
yang dinilai tidak dapat dimanfaatkan, dan masih banyak obat-obat yang mendekati
masa kadaluarsa. Seyogyanya perencanaan yang dilakukan didasarkan pada
metode-metode yang direkomendasikan kementerian kesehatan seperti metode-metode morbiditas,
dan metode konsumsi dengan pendekatan ABC (Always, Better and Control) dan
VEN (Vital, Esensial dan Non Essensial) (Kementerian Kesehatan RI, 2008).
Yuliningsih (2001) dalam penelitiannya mengenai sistem pengelolaan
perbekalan obat/alat kesehatan persediaan ruangan di Rumah Sakit Anak dan Bersalin
Harapan Kita menyebutkan bahwa ketidaktersediaan obat/alkes persediaan ruangan
tergantung pada sistem pengelolaan yang sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur
dan sistem informasi, serta aspek logistik yang meliputi proses perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan,pendistribusian dan pengawasan/pengendalian
Proses pengelolaan obat di rumah sakit diawali dari perencanaan obat,
pengadaan obat, penyimpanan obat dan pendistribusian obat (Kementerian Kesehatan
RI, 2008). Keseluruhan proses tersebut melibatkan seluruh unsur organisasi rumah
sakit, antara lain tenaga perencana obat yang didasarkan pada analisis kebutuhan obat
dengan membandingkan trend konsumsi obat oleh pasien yang datang berobat ke
rumah sakit, kemudian dari aspek pengadaan obat disesuaikan dengan mekanisme
pengadaan obat yang direkomendasikan peraturan pengadaan barang dan jasa
pemerintah dalam hal ini sesuai peraturan pemerintah No 70 tahun 2012, yaitu
menggunakan teknik pengadaan langsung, artinya rumah sakit diberi kewenangan
untuk pengadaan langsung obat, sehingga secara utuh memberikan keleluasaan
terhadap rumah sakit untuk mengadakan obat sesuai kebutuhan.
Berdasarkan hasil survai awal yang dilakukan peneliti pada 8 Februari 2013,
diketahui bahwa perencanaan obat yang dilakukan belum berdasarkan analisis
kebutuhan riil, artinya instalasi farmasi belum mempunyai sistem yang benar untuk
mengevaluasi dan merencanakan kebutuhan obat, sehingga alokasi anggaran hanya
menetapkan pagu anggaran tahunan, dan kebutuhan obat cenderung tidak terpenuhi.
Menurut Budi dan Pudjaningsih (2006), Pengelolaan obat di farmasi rumah
sakit harus efektif dan efisien karena obat harus ada saat dibutuhkan, dalam jumlah
yang cukup, mutu terjamin dan harga yang terjangkau. Pada dasarnya pengelolaan
distribusi, keempat tahap ini saling terkait dan salingmempengaruhi sehingga harus
terkoordinasi dengan optimal. Tingkat kualitas pengelolaan obat di farmasi rumah
sakit perlu dinilai dan salah satu tolok ukur yang digunakan untuk menilai adalah
indikator.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, peneliti tertarik untuk meneliti
tentang analisis manajemen obat kaitannya dengan ketersediaan obat di RSU Dr
Hadrianus Sinaga tahun 2013.
1.2. Permasalahan
Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana manajemen obat
kaitannya dengan ketersediaan obatdi RSUD Dr. Hadrianus Sinaga Kabupaten
Samosir Tahun 2013.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis manajemen
obat kaitannya dengan ketersediaan obat di RSUD Dr. Hadrianus Sinaga Kabupaten
Samosir Tahun 2013.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Menjadi masukan bagi pemerintah daerah kabupaten Samosir dalam menetapkan
2. Menjadi masukan bagi manajemen RSU Dr.Hadrianus Sinaga dalam manajemen
obat, dan menyusun kebutuhan obat-obatan berdasarkan analisis kebutuhan real
sesuai dengan perkembangan jumlah kunjungan pasien, penggunaan obat-obatan
berdasarkan morbiditas penyakit.
3. Menjadi masukan bagi instalasi farmasi dalam membuat rencana, evaluasi dan
manajemen penggunaan obat-obatan di RSU Dr Hadrianus Sinaga.