• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Konflik Laten Antara Penganut Aliran Kristiani Gereja “Konvensional” dengan Gereja “Kharismatik” (Studi pada gereja HKBP dengan GBI di kota Kabanjahe Kabupaten Karo)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi Konflik Laten Antara Penganut Aliran Kristiani Gereja “Konvensional” dengan Gereja “Kharismatik” (Studi pada gereja HKBP dengan GBI di kota Kabanjahe Kabupaten Karo)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Konflik

Konflik merupaka gejala sosial yang hadir dalam kehidupan sosial,

sehingga konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam

setiap ruang dan waktu, dimana saja dan kapan saja. Coser mendefenisikan

konflik sebagai bentuk interaksi dimana tempat dan waktu serta intensitas dan

lain sebagainya tunduk pada perubahan sebagaimana isi segitiga yang bisa

berubah. Selain itu konflik juga dapat diartikan sebagai percekcokan,

perselisihan, dan pertentangan. Dalam pengertian yang lain, konflik merupakan

suatu proses sosial yang berlangsung dengan melibatkan orang-orang atau

kelompok-kelompok yang saling menentang dengan ancaman keras.

Konflik memiliki tiga jenis atau posisi pelaku yang berkonflik yaitu:

1. Konflik vertikal

Merupakan konflik antar komponen masyarakat didalamnya satu

struktur yang memiliki hierarki. Contohnya, konflik yang terjadi

antara atasan dan bawahan.

2. Konflik horizontal

Merupakan konflik yang terjadi antar individu atau kelompok yang

memiliki kedudukan yang relatif sama. Contohnya konflik yang

(2)

Konflik antar suku khususnya suku jawa dan suku yang ada di luar

pulau jawa.

3. Konflik diagonal

Konflik yang terjadi karena adanya ketidakadilan alokasi sumber daya

keseluruh organisasi sehingga menimbulkan pertentangan yang

ekstrim. Contohnya konflik yang terjadi di aceh.

Selain kita mengetahui jenis konflik kita juga perlu mengetahui beberapa

tipe konflik yang menggambarkan persoalan sikap, perilaku, dan situasi yang

ada. Maka tipe-tipe konflik terdiri dari:

1. Tanpa konflik

Menggambarkan situasi yang relative stabil, hubungan-hubungan antar

kelompok bisa saling memenuhi dan damai. Tipe ini bukan berarti

tidak memiliki konflik yang berarti dalam masyarakat, akan tetapi ada

beberapa kemungkinan atas situasi ini. Pertama, masyarakat mampu

menciptakan struktur sosial yang bersifat mencegah kearah konflik

kekerasan. Kedua, sifat budaya yang memungkinkan anggota

masyarakat manjauhi permusuhan dan kekerasan.

2. Konflik laten adalah suatu keadaan yang di dalamnya terdapat banyak

persoalan, sifatnya tersembunyi dan perlu diangkat ke permukaan agar

bisa ditangani.

3. Konflik terbuka adalah situasi ketika konflik sosial telah muncul ke

(3)

berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai

efeknya.

4. Konflik di permukaan, memiliki akar yang dangkal atau tidak berakar

dan muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai sasaran, yang

dapat diatasi dengan meningkatnya komunikasi.

Konflik laten merupakan konflik yang bersifat tersembunyi dan perlu

diangkat ke permukaan agar bisa ditangani secara efektif. Kehidupan

masyarakat yang tampak stabil dan harmonis belum tentu menjadi sebuah

jaminan bahwa di dalam masyarakat tidak terdapat permusuhan dan

pertentangan. Kenyataan ini bisa ditentukan pada masyarakat Kabanjahe yang

tampak harmonis, damai dan kecil tingkat pertentangan diantara

anggota-anggota masyarakat baik dalam pergaulan maupun dalam hal keagamaan. Akan

tetapi dibalik stabilitas, keharmonisan dan perdamaian tersebut ternyata

terdapat konflik laten yang begitu besar. Hal ini dibuktikan ketika kedatangan

gereja yang beraliran kharismatik serta berbagai konflik laten dalam dimensi

keagamaan yang cepat berkembang. Walaupun keadaan masyaraka kabanjahe

khususnya jemaat gereja yang beraliran kharismatik dengan jemaat gereja

HKBP saat ini terlihat stabil dan harmonis, namun benih-benih konflik yang

terpendam cukup melekat pada segelintir anggota masyarakat. Apabila unsur

laten tersebut tidak dapat ditangani dengan baik maka hal tersebut akan berubah

(4)

Penyebab terjadinya konflik antar masyarakat beragama dalam perspektif

sosiologi juga dapat dibagi menjadi empat hal yaitu:

1. Perbedaan doktrin dan sikap mental

Semua pihak jemaat gereja menyadari bahwa perbedaan doktrin

atau ajaran yang menjadi penyebab akan terjadinya konflik. Sadar atau

tidak, setiap pihak mempunyai gambaran tentang ajaran agamanya,

membandingkan ajarannya dengan ajaran lawannya, memberikan

penilaian atas dasar gereja sendiri dan gereja lawannya. Dalam skala

penilaian yang dibuat oleh jemaat bahwa nilai tertinggi selalu

diberikan kepada gerejanya sendiri dan ajaran gerejanya selalu

dijadikan kelompok patokan, sedangkan ajaran gereja lainnya dinilai

menurut patokannya itu. Factor seperti ini dalam kelompok jemaat

gereja konvensional dan jemaat gereja kharismatik punya andil sebagai

pemicu terjadinya konflik.

2. Perbedaan suku dan ras pemeluk agama

Tidak dapat dipungkiri bahwa perbedaan ras dan agama

memperlebar permusuhan antar bangsa. Perbedaan suku dan ras

ditambah dengan perbedaan agama juga menjadi penyebab lebih

kuatnya menimbulkan perpecahan.

3. Perbedaan tingkat kebudayaan

Agama sebagian dari budaya bangsa Indonesia termasuk

(5)

berbagai bangsa di dunia tidak sama. Secara sederhana budaya dapat

dibedakan menjadi dua yaitu budaya tradisional dan budaya modern.

Antar jemaat kharismatik dan jemaat konvensional terlihat perbedaan

yaitu jemaat konvenional (jemaat setempat) memiliki budaya yang

sederhana atau tradisional terlihat dari bentuk bangunan gerejanya

yang masih menyelipkan budaya yang dibawanya sedangkan jemaat

kharismatik (jemaat pendatang) memiliki budaya modern terlihat dari

tidak dipakainya lagi budaya adat setempat dan bentuk gedung

gerejanya yang sudah seperti rumah toko (ruko) yang mewah.

4. Masalah minoritas dan mayoritas

Fenomena konflik sosial juga mempunyai aneka penyebab.

Dalam masyarakat agamanya pluralitas penyebab terdekat adalah

maslah minoritas dan mayoritas jemaat yang ada di suatu daerah.

Seperti jemaat kharismatik yang lebih sedikit dibandingkan jemaat

gereja konvensional yaitu jemaat gereja HKBP di kabanjahe.

2.2. Agama

Agama adalah sebuah realitas sosial yang tidak dapat dielakkan oleh

siapapun baik dalam masyarakat modern maupun dalam masyarakat tradisional.

Agama mempunyai peranan didalam masyarakat sebagai kekuatan yang

mempersatukan, mengikat dan melestarikan, nmaun agama juga mempunyai

fungsi lain. Agama mempersatukan kelompok pemeluknya dengan begitu

(6)

masyarakat, agama bisa menjadi kekuatan yang mencerai beraikan, memecah

belahkan dan bahkan menghancurkan. Selain itu agama juga sering mempunyai

efek negatif terhadapa kesejahteraan masyarakat dan individu. Isu-isu

keagamaan sering menimbulkan sikap tidak toleran. Loyalitas agama hanya

menyatukan beberapa orang tertentu dan memisahkan yang lainnya (O’Dea

dalam Hasbullah).

Agama dalam kehidupan masyarakat sangatlah penting, misalnya saja

dalam pembentukan diri seseorang. Adapun yang menjadi

komponen-komponen agama adalah sebagai berikut:

1. Emosi keagamaan, yaitu suatu sikap yang tidak rasional yang mampu

menggetarkan jiwa, misalnya sikap takut bercampur percaya.

2. Sistem keyakinan terwujud dalam bentuk pikiran atau gagasan manusia

seperti keyakinan akan sifat-sifat Tuhan, wujud dalam gaib, kosmologi,

masa akhirat, cincin sakti, roh nenek moyang, dewa-dewa dan sebagainya.

3. Upacara keagamaan, yang berupa bentuk ibadah kepada Tuhan, dewa-dewa,

dan roh nenek moyang.

4. Umat, yakni anggota salah satu umat agama yang merupakan kesatuan

sosial.

Secara umum ajaran agama memberikan kerangka norma yang tegas bagi

tingkah laku umatnya, hanya kebudayaan yang mengemasnya dengan berbeda.

Perbedaan agama disatu sisi memang rawan karena bisa menjadi benih

(7)

mengembangkan sikap toleransi dan saling menghormati hak masing-masing

umat, kerukunan dan kestabilan akan tetap terjaga dengan baik.

2.3. Interaksionis simbolik

Interaksionis simbolik adalah suatu aktivitas yang menunjuk pada sifat

khas dari interaksi antar manusia. Kekhasannya adalah manusia saling

menerjemahkan dan saling mendefenisikan tindakannya. Bukan hanya reaksi

belaka dari tindakan orang lain, tapi didasarkan atas makna yang diberikan

tehadap tindakan orang lain. Interaksi antar individu diantarai oleh penggunaan

simbol-simbol, interpretasi atau dengan saling memahami maksud dari tindakan

masing-masing.

Bagi Blumer interaksionis simbolik bertumpu pada tiga premis yaitu:

1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang

ada pada sesuatu itu bagi mereka.

2. Makna tersebut berasal dari “interaksi sosial seseorang dengan orang

lain”.

3. Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial

berlangsung.

Meurut Blumer (Poloma, 2010), bagi seseorang makna dari sesuatu berasal dari

cara-cara orang lain bertindak terhadapnya dalam akan melahirkan batasan bagi

(8)

Masyarakat juga merupakan hasil dari interaksi-simbolik. Bagi Blumer

(Poloma, 2010) keistimewaan pendekatan kaum interaksionis simbolik ialah

manusia dilihat saling menafsirkan atau membatasi masing-masing tindakan

mereka dan bukan hanya saling bereaksi kepada setiap tindakan menurut mode

stimulus-respon. Seseorang tidak langsung memeberi respon pada tindakan

orang lain, tetapi didasari oleh pengertian yang diberikan kepada tindakan itu.

Interaksionisme simbolik yang diketengahkan Blumer mengandung

sejumlah ide-ide dasar yang dapat diringkas sebagai berikut:

1. Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi, kegiatan tersebut

saling bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk apa yang

dikenal sebagai organisasi atau struktur sosial.

2. Interaksi terdiri dari berbagai kegiatan manusia yang berhubungan

dengan kegiatan manusia lain. Interaksi nonsimbolis mencakup

stimulus-respon yang sederhana, sedangkan interaksi simbolis

mencakup penafsiran tindakan.

3. Objek-objek tidak mempunyai makna yang intrinsik, makna lenih

merupakan produk interaksi-simbolis. Objek yang dapat diklasifikasi

kedalam tiga kategori luas: a. objek fisik, seperti meja, tanaman dan

mobil, b. objek sosial seperti ibu, guru, menteri atau teman; dan c.

objek abstrak seperti nilai-nilai, hak dan peraturan.

4. Manusia tidak hanya mengenal objek eksternal, mereka dapat melihat

(9)

5. Tindakan manusia adalah tindakan interpretative yang dibuat oleh

manusia itu sendiri.

6. Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh

anggota-anggota kelompok, hal ini disebut sebagai tindakan bersama yang

dibatasi sebagai “organisasi sosial dari perilaku tindakan-tindakan

berbagai manusia. Sebagian besar tindakan bersama tersebut

berulang-ulang dan stabil, melahirkan apa yang disebut para sosiolog

sebagai kebudayaan dan aturan sosial.

2.4. Stereotipe

Stereotip merupakan bentuk kompleks dari pengelompokan yang secara

mental mengatur pengalaman dan mengarahkan sikap dalam menghadapi

orang-orang tertentu. Stereotip dapat berupa prasangka negatif maupun positif.

Sebagian orang menganggap segala bentuk stereotip negatif. Stereotip jarang

sekali akurat, biasanya hanya memiliki sedikit dasar yang benar atau bahkan

sepenuhnya dikarang-karang. Stereotip dapat mempersempit persepsi kita

sehingga dapat mencemarkan komunikasi antaragama dikarenakan stereotip

cenderung untuk menyamarkan ciri-ciri sekelompok orang.

Matsumoto 1996 (dalam lubis) memaparkan tiga poin mengenai stereotip,

yaitu:

1. Stereotip didasarkan pada penafsiran yang kita hasilkan atas dasar cara

pandang dan latar belakangbudaya kita. Stereotip juga dihasilkan dari

(10)

langsung. Karenanya interpretasi kita mungkin salah, didasarkan atas

fakta yang keliru atau tanpa dasar fakta.

2. Stereotip seringkali diasosiasikan dengan karakteristik yang bisa

diidentifikasi. Ciri-ciri yang kita identifikasi seringkali kita seleksi

tanpa alasan apa pun. Artinya bisa saja kita dengan begitu saja

mengakui suatu ciri tertentu dan mengabaikan ciri yang lain.

3. Stereotip merupakan generalisasi dari kelompok kepada orang-orang

di dalam kelompok tersebut. Generalisasi mengenai sebuah kelompok

mungkin memang menerangkan atau sesuai dengan banyak individu

dalam kelompok tersebut.

Ketiga hal tersebut menjelaskan bahwa sebenarnya stereotip adalah

sebuah pendapat yang ditarik tanpa dapat menjadi sebuah gambaran yang tepat,

karena pandangan kita terhadap objeknya lebih banyak disesuaikan dengan latar

belakang kita sehingga kemudian hadir sebuah kejanggalan. Banyak stereotip

juga disesiakan oleh media massa dan disebarkan secara luas melalui berbagai

bentuk media seperti iklan, film, dan komedi situasi serta opera sabun di

televisi. Stereotip ada dimana-mana dan bertahan lama. Salah satu cara untuk

memahami kekuatan dan pengaruh suau stereotip adalah dengan mengetahui

bagaimana stereotip itu diterima.

Adler (dalam lubis) mengingatkan stereotip menjadi masalah ketika kita

menempatkan orang di tempat yang salah, ketika kita menggambarkan norma

(11)

dibandingkan menjelaskannya, ketika kita mencampuradukkan stereotip dengan

gambaran dari seorang individu, dan ketka kita gagal untuk mrngubah stereotip

berdasarkan pengamatan dan pengalaman kita yang sebenarnya. Ada empat

mengapa stereotip menghambat komunikasi antar kelompok budaya (ras, suku

dan agama) yaitu:

1. Sejenis penyaringan; menyediakan informasi yang konsisten dengan

informasi yang dipercaya oleh seseorang.

2. Suatu stereotip menganggap semua orang dalam suatu informasi

memiliki informasi yang sama,

3. Penghalang keberhasilan untuk menjadi seorang komunikator,

biasanya berlebih-lebihan, terlalu sederhana dan terlalu

menyamaratakan. Stereotip berubah karena didasarkan pada premis

dan asumsi yang setengah benar dan kadang tidak benar.

4. Jarang berubah, karena stereotip biasanya berkembang sejak awal

kehidupan dan terus berulang dan diperkuat. “Sekali terbentuk,

stereotip tidak akan berubah, dan hubungan langsung kadang

memperkuat asosiasi yang sudah ada mengenai kelompok target dan

ciri-cirinya yang stereotip” seperti yang ditulis oleh Meshel dan Mc

Referensi

Dokumen terkait

Hasil elektroforesis isozim AAT tervisualisasi pada Gambar 1 menunjukkan bahwa lobster air tawar asal Bogor, baik jantan maupun betina diduga diatur oleh tiga lokus

SIKLUS HIDUP BEBERAPA PARASIT Cacing Tambang .. )0acing de/asa *ada mukosa usus-. 0acing tambang de/asa melekat *ada villi usus halus dengan bucal ca*sulnya. Tam*ak cacing

Program studi yang diusulkan harus memiliki manfaat terhadap institusi, masyarakat, serta bangsa dan negara. Institusi pengusul memiliki kemampuan dan potensi untuk mendukung

Adapun analisis dalam aplikasi zeolit dari blotong dan lempung untuk mengadsorpsi logam berat kromium dilakukan dengan beberapa tahap yaitu pengaktivasian,

Turbin Gorlov Helikal adalah jenis turbin yang baru dikembangkan pada tahun 1995, mengubah energi kinetik yang dihasilkan oleh arus aliran menjadi energi

Berdasarkan informasi laporan tahunan Astra diketahui jumlah rasio laba bersih per saham dari tahun 2009-2013 mengalami peningkatan dengan persentase

(2012) an automatic orientation of thermal image blocks acquired from an UAV is presented using artificial ground control points.. But since a high number of control

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-2, 2014 ISPRS Technical Commission II Symposium, 6 – 8 October