BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit diare masih menjadi pengebab kematian balita terbesar didunia.
Menurut data WHO (2004), diperkirakan kematian karena diare mencapai 4-6 juta
jiwa, kebanyakan terjadi pada anak-anak. Catatan United Nations Children Federation
(UNICEF) menunjukkan bahwa setiap 30 detik terjadi satu balita meninggal karena
diare (Utomo, 2006).
Menurut data Riskesdas tahun 2007, diare merupakan pengebab nomor satu
kematian balita (25%), dan nomor tiga kematian semua umur (3,5%). Sampai saat ini
penyakit diare atau sering disebut gastroenteritis, masih merupakan masalah
kesehatan utama masyarakat di Indonesia. Dari daftar urutan pengebab kunjungan
Puskesmas/ Balai pengobatan, hampir selalu termasuk dalam kelompok 3 pengebab
utama ke Puskesmas. Angka kesakitannya adalah sekitar 200-400 kejadian diare
diantara 1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di Indonesia diperkirakan
ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya, sebagian besar
(70- 80%) dari penderita ini adalah anak dibawah umur 5 tahun (+40 juta kejadian).
Kelompok ini setiap tahunnya mengalami lebih dari satu kali kejadian diare, sebagian
dari penderita (1-2%) akan jatuh kedalam dehidrasi dan kalau tidak segera ditolong
50-60% diantaranya dapat meninggal. Hal inilah yang menyebabkan sejumlah
Dari pencatatan dan pelaporan yang ada, baru sekitar 1,5- 2 juta penderita
penyakit diare yang berobat rawat jalan ke sarana kesehatan pemerintah. Jumlah ini
adalah sekitar 10% dari jumlah penderita yang berobat untuk seluruh penyakit
(Suraatmaja, 2010).
Saat ini morbiditas (angka kesakitan) diare di Indonesia merupakan yang
tertinggi di antara negara-negara di Asean (kalbe.co.id).Walaupun angka
mortalitasnya telah menurun tajam, tetapi angka morbiditas masih cukup tinggi,
Penanganan diare yang dilakukan secara baik selama ini membuat angka kematian
akibat diare dalam 20 tahun terakhir menurun tajam tetapi lama diare serta frekuensi
diare pada penderita belum dapat diturunkan(Lisaira, 2002).
Pada tahun 2010 terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) diare di 11 provinsi
dengan jumlah penderita sebanyak 4.204 orang, jumlah kematian sebanyak 73 orang
dengan CFR (Case Fatality Rate) sebesar 1,74%. Nilai CFR tersebut sama dengan
CFR tahun 2009, sedangkan pada tahun 2008 CFR 2,94%. Penurunan ini disebabkan
perbaikan penatalaksanaan kasus diare (Profil Kes.Indonesia, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian yang berhubungan dengan penyakit diare di
berbagai daerah di Indonesia menunjukan ada beberapa faktor yang saling berkaitan
kerentanan terhadap diare, diantaranya tidak memberikan ASI selama 2 tahun, kurang
gizi, penyakit campak. Faktor lingkungan yang paling dominan yaitu sarana
penyediaan air bersih dan pembuangan tinja, kedua faktor ini akan berinteraksi
bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena
tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat
pula, maka penularan diare dengan mudah dapat terjadi. Menurut WHO (2005), 88%
penyakit diare disebabkan oleh penggunaan air yang tidak memenuhi syarat
kesehatan dan higine yang buruk (Depkes, 2007).
Sementara itu Udeng (2007) menyatakan, pada tahun 2006 penderita diare di
Jawa Barat diperkirakan mencapai 11,8 juta orang, namun hasil survei yang
dilakukan dan laporan yang masuk, penderita yang ditemukan hanya 420 ribu (3,6%).
Penderita terbanyak dari golongan umur lebih dari 5 tahun (44,6%). Kemudian
penderita usia 1-4 tahun sebanyak 144 ribu anak (34,2%), dan untuk golongan umur
kurang dari 1 tahun 21,8%.
Menurut Rekapitulasi data laporan penyakit diare pada balita di Propinsi Sumatera
Utara tahun 2008 sekitar 91.487 penderita diare, tahun 2009 meningkat menjadi
156.127 penderita, 21 penderita meninggal, pada tahun 2010 sekitar 210.536
Data Rekapitulasi Laporan Penyakit Diare Kabupaten Tapanuli Tengah tahun
2008 sekitar 2.016 (29%) penderita diare, tahun 2009 sekitar 6.993 (38%) penderita,
pada tahun 2010 sekitar 9.597 (50%) penderita. Pada wilayah kerja Puskesmas
Sarudik angka penderita diare tertinggi sekitar 631 (28%) penderita pada tahun 2008,
971 (42%) penderita pada tahun 2009 dan 1007 (46%) penderita tahun 2010 (Dinkes
Kab.Tap -Teng, 2010).
Widjaja (2003) menyatakan pada umumnya masyarakat sering menganggap remeh
diare sehingga sering kali berakibat fatal dan mereka mengatakan bahwa penyakit
diare disebabkan oleh karena masuk angin atau salah makan. Ini dikarenakan
masyarakat terlambat melakukan tindakan dehidrasi yang dapat memperparah
kesakitan, bahkan dapat mengakibatkan kematian. Sebenarnya tidak demikian bila
ibu dan bapak mempunyai perilaku yang baik terhadap diare sehingga kesakitan dan
kematian balita yang disebabkan diare dapat menurun.
Dampak negatif penyakit diare pada bayi dan anak-anak antara lain adalah
menghambat proses tumbuh kembang anak yang pada akhirnya dapat menurunkan
kualitas hidup anak. Penyakit diare di masyarakat lebih dikenal dengan istilah
"Muntaber". Penyakit ini mempunyai konotasi yang mengerikan serta menimbulkan
Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki daya tahan tubuh
yang lemah. Orang tua berperan besar dalam menentukan terkena diare. Bayi dan
balita yang masih menyusui dengan ASI eksklusif umumnya jarang diare karena
tidak terkontaminasi dari luar. Namun, susu formula dan makanan pendamping ASI
dapat terkontaminasi bakteri dan virus (Medicastor, 2006).
Penelitian Yolanda (2010) tentang Keluarga Sadar Gizi di daerah Tapanuli
Selatan menyatakan bahwa keputusan seorang suami itu lebih kuat dalam hal
pemenuhan kebutuhan pangan keluarga, dalam pemilihan menu makanan dan
keputusan untuk memilih pelayanan kesehatan. Sarbarita (2011) yang melakukan
penelitian didaerah Tapanuli Tengah tentang suami mendukung pemberian imunisasi
pada bayi menyatakan 50% berpengetahuan kurang, sikap suami dengan kategori
kurang 37,50% dan tindakan suami dengan kategori kurang yaitu 53,80%. Ini
Perilaku suami sangat besar peranannya bagi ibu dalam mendukung perilaku hidup
bersih dan sehat sehingga suami diharapkan dapat berperan aktif dalam menjaga
kesehatan keluarga, diri dan lingkungan, Sedangkan para suami beranggapan bahwa
itu pekerjaan ibu tanpa menyadari bahwa akan berdampak terhadap kesehatan
keluarga khususnya balita. Ini disebabkan karena sebahagian besar penduduk di
Indonesia memiliki budaya patrilineal, yang menempatkan posisi laki-laki lebih
tinggi dari perempuan termasuk dalam pengambilan keputusan untuk datang
kepelayanan kesehatan bila balita dehidrasi akibat diare sehingga balita terlambat
untuk ditolong dan menyebabkan kematian atau berperan aktif dalam kesehatan
keluarga, diri dan lingkungan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh latar belakang
pendidikan suami, karena semakin tinggi pendidikan maka semakin baik wawasan
tentang kesehatan. Menurut Notoadmojo (2010), pengetahuan merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang yang dapat menimbulkan
perubahan persepsi dan terbentuknya sikap yang konsisten. Dengan pengetahuan,
sikap dan tindakan yang baik tentang diare, sehingga dapat menurunkan
angka kesakitan dan kematian pada balita.
Berdasarkan gambaran diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimanakah
pengetahuan, sikap, tindakan suami terhadap pencegahan diare pada balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Sarudik Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun
2012.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi
perumusan masalah adalah sebagai berikut: “ Bagaimanakah gambaran perilaku
suami terhadap pencegahan diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Sarudik
Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran perilaku suami terhadap pencegahan diare di
Wilayah Kerja Puskesmas Sarudik Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2012.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik suami yang meliputi umur, suku, tingkat
pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan suami.
2. Untuk mengetahui pengetahuan suami terhadap pencegahan diare pada balita.
3. Untuk mengetahui sikap suami terhadap pencegahan diare pada balita
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Tapanuli Tengah tentang Diare
dangan meningkatkan tindakan pencegahan dan penanganan diare dengan
cara memberikan penyuluhan kepada suami tentang diare pada balita .
2. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Sarudik agar dapat membuat suatu
kegiatan untuk menurunkan angka kesakitan diare di wilayah kerjanya.
3. Menambah wawasan maupun penyuluhan secara langsung tentang penyakit