• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Periodontal Pengungsi yang Berada di Posko Pengungsian Bencana Erupsi Gunung Sinabung Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kondisi Periodontal Pengungsi yang Berada di Posko Pengungsian Bencana Erupsi Gunung Sinabung Chapter III VI"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode cross-sectional

untuk melihat kondisi periodontal pengungsi yang berada di posko pengungsian bencana erupsi Gunung Sinabung.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Pengambilan data dilakukan di tiga posko pengungsian, yaitu di Jambur Tongkoh Berastagi, Jambur Korpri Berastagi, dan Gudang Konco Kabanjahe.

3.2.2 Waktu Penelitian

Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret - April 2016.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pengungsi bencana erupsi Gunung Sinabung yang berada di posko pengungsian.

3.3.2 Sampel

(2)

3.3.3 Besar Sampel

Besar sampel untuk jenis penelitian deskriptif yang menggunakan skala pengukuran kategorik dihitung dengan rumus penaksiran proporsi populasi dengan ketelitian absolut sebagai berikut:

n = α d Keterangan:

n = besar sampel minimum

= nilai derajat kemaknaan= 1,96 dengan α sebesar 5%

P = perkiraan proporsi kategori variabel yang diteliti, digunakan nilai P= 50% atau 0,5

Q = 1 – P= 1 – 0,5= 0,5

d = presisi (kesalahan) penelitian yang masih dapat diterima untuk memprediksi proporsi yang akan diperoleh= 15%= 0,15

Sehingga perhitungan besar sampel minimum adalah sebagai berikut:

n = α d

n = 1,96 , , ,1

n = ,96 4

,

=

42,68= 43 orang

Berdasarkan perhitungan, besar sampel minimum yang diperlukan pada penelitian ini adalah 43 orang. Untuk menghindari terjadinya kesalahan/ error, maka ditambahkan 7 orang sehingga diperoleh besar sampel total 50 orang.

3.4 Kriteria Sampel 3.4.1 Kriteria Inklusi

1. Pengungsi yang tinggal di posko pengungsian 2. Usia dewasa mulai dari 17 - 64 tahun

(3)

4. Bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani informed consent

3.4.2 Kriteria Eksklusi

1. Mempunyai penyakit sistemik (kardiovaskular, diabetes melitus, osteoporosis, dan lain-lain)

2. Mempunyai kebiasaan menyirih

3. Menggunakan piranti orthodonti dan gigi tiruan sebagian lepasan

4. Sedang mengonsumsi obat yang mempengaruhi kondisi periodontal seperti antibiotik, phenytoin, beta-bloker, kortikosteroid atau obat imunosupresan lainnya dalam enam bulan terakhir

5. Subjek perempuan yang sedang hamil, menstruasi atau sedang mengonsumsi pil kontrasepsi

3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Penelitian

Perilaku higiene oral, gaya hidup, stres, dan kondisi periodontal (indeks periodontal Russell)

3.5.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Cara Mengukur Hasil Ukur

(4)

Variabel Definisi Operasional Cara Mengukur Hasil Ukur untuk melihat kondisi periodontal subjek penelitian secara klinis.

Skor indeks periodontal individu= jumlah skor setiap gigi yang diperiksa dibagi dengan jumlah gigi yang diperiksa (6). Kondisi klinis berdasarkan skor indeks periodontal:

0,0-0,2= periodonsium normal 0,3-0,9= gingivitis sederhana 1,0-1,9= penyakit periodontal tahap awal

2,0-4,9= penyakit periodontal tahap mantap

5,0-8,0= penyakit periodontal tahap akhir

3.6 Alat dan Bahan Penelitian 3.6.1 Alat Penelitian

1. Prob periodontal UNC-15 (Osung, Korea) 2. Kaca mulut, sonde, pinset

3. Nierbeken 4. Alat tulis 5. Head lamp

3.6.2 Bahan Penelitian

1. Larutan desinfektan natrium hipoklorit (NaOCl) 2. Kapas dan tisu

3. Alkohol 70% 4. Povidon Iodine

5. Gelas kumur disposable

6. Sarung tangan disposable

7. Masker

(5)

3.7 Prosedur Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan kalibrasi yang diawasi oleh dosen pembimbing untuk menyamakan persepsi tentang prosedur pemeriksaan klinis kondisi periodontal. Penelitian dilakukan pada pengungsi bencana erupsi Gunung Sinabung yang berada di posko pengungsi setelah mendapatkan surat persetujuan penelitian (ethical clearance) dari Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan surat izin penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Karo.

Pemilihan sampel penelitian dilakukan dengan cara purposive sampling.Peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri kepada pengungsi dan menanyakan kesediaan pengungsi untuk ikut serta dalam penelitian ini. Hal ini terlebih dahulu dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi yang mana tidak semua pengungsi bersedia untuk mengikuti penelitian. Kemudian, peneliti menyeleksi pengungsi yang bersedia mengikuti penelitian berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dengan bertanya langsung kepada pengungsi dan menggunakan alat bantu berupa kuesioner. Subjek yang sesuai dengan kriteria diberikan lembar penjelasan atau dapat juga dijelaskan secara langsung mengenai tujuan, manfaat, dan prosedur penelitian. Jika subjek telah mengerti dengan isi lembar penjelasan atau penjelasan yang diberikan oleh peneliti maka subjek akan diberikan informed consent untuk ditandatangani.

(6)

Gambar 4. Wawancara dengan subjek penelitian

Setelah wawancara, peneliti melakukan pemeriksaan klinis kondisi periodontal kepada subjek penelitian dengan menggunakan indeks periodontal Russell pada enam gigi indeks Ramfjord, yaitu gigi 16, 21, 24, 36, 41, dan 44 menggunakan kaca mulut dan prob periodontal UNC-15 (Gambar 5). Hasil pemeriksaan kondisi periodontal kemudian dicatat dalam lembar pemeriksaan klinis. Data yang didapat selanjutnya diolah dan dianalisis.

(7)

3.7.1 Skema Alur Penelitian

3.8 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan program komputer. Data yang akan dihasilkan merupakan data deskriptif dengan hasil berupa persentase.

Subjek yang sesuai kriteria diberikan lembar penjelasan atau dapat juga dijelaskan secara langsung mengenai tujuan, manfaat, dan prosedur penelitian

Subjek diberikan informed consent untuk ditandatangani

Subjek diberikan kuesioner mengenai kebiasaan dan kondisi yang dialami selama berada di posko pengungsian termasuk kondisi stres yang diukur dengan kuesioner

DASS 21

Melakukan pemeriksaan klinis kondisi periodontal: Indeks periodontal Russell

Pengolahan dan analisis data Pencatatan hasil pemeriksaan

Menyeleksi pengungsi yang bersedia mengikuti penelitian berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi

Menanyakan kesediaan pengungsi untuk ikut serta dalam penelitian

Ethical Clearance

(8)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai April 2016 pada pengungsi yang berada di tiga posko pengungsian bencana erupsi Gunung Sinabung, yaitu di Jambur Tongkoh Berastagi, Jambur Korpri Berastagi, dan Gudang Konco Kabanjahe. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan pemeriksaan klinis yang dilakukan secara langsung oleh peneliti terhadap subjek penelitian.

Penelitian ini dilakukan pada 50 orang pengungsi sebagai subjek penelitian. Subjek penelitian hanya diperiksa satu kali pada saat tertentu dan data hasil penelitian langsung dicatat. Data demografi subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Data demografi subjek penelitian

Variabel Kelompok Pengamatan Jumlah (N) Persentase (%)

Usia a. <33 tahun

Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan

Pendidikan Terakhir a. SD b. SMP

(9)

pada kelompok usia <33 tahun yaitu sebanyak 31 orang (62%) dibandingkan dengan subjek pada kelompok usia lainnya. Mayoritas subjek penelitian berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 28 orang (56%).

Mayoritas pendidikan terakhir dari subjek penelitian adalah SMP yaitu sebanyak 28 orang (56%) dan berdasarkan jenis pekerjaan diperoleh hasil bahwa subjek penelitian paling banyak berprofesi sebagai petani yaitu sebanyak 24 orang (48%). Data perilaku higiene oral serta riwayat dental subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Data perilaku higiene oral dan riwayat dental subjek penelitian

Variabel Kelompok Pengamatan Jumlah Persentase

(10)

Pada tabel 5 terlihat bahwa pada hasil penelitian mengenai perilaku memelihara kesehatan gigi dan mulut, mayoritas subjek penelitian sudah teratur menyikat giginya setiap hari yaitu sebanyak 42 orang (84%). Namun, masih ditemukan 8 orang (16%) yang tidak menyikat giginya setiap hari secara teratur. Sebagian besar dari subjek penelitian menyikat gigi dua kali dalam satu hari yaitu sebanyak 32 orang (64%) yang mana 30 orang (60%) menyikat gigi pada pagi hari sebelum sarapan dan sore hari, sedangkan hanya 2 orang (4%) yang menyikat giginya pada pagi hari setelah sarapan dan malam sebelum tidur. Selain itu, terdapat juga 11 orang (22%) subjek yang hanya menyikat giginya satu kali dalam satu hari yaitu pada sore hari.

Berdasarkan riwayat dental subjek, ditemukan bahwa 84% subjek mengalami gusi berdarah pada saat menyikat gigi. Sementara itu, dari seluruh subjek yang diteliti sebanyak 43 orang (86%) diketahui belum pernah mengunjungi dokter gigi sebelumnya, baik untuk dilakukan perawatan gigi terhadap masalah gigi yang dimiliki ataupun untuk sekedar memeriksakan kondisi gigi dan mulutnya. Khusus untuk perawatan periodontal, dari 7 orang (14%) yang pernah berkunjung ke dokter gigi ditemukan hanya 1 subjek (2%) yang pernah mencari perawatan skeling sebagai perawatan giginya saat berkunjung ke dokter gigi. Distribusi kebiasaan merokok dan frekuensi menyikat gigi subjek penelitian berdasarkan tingkat stres dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Distribusi kebiasaan merokok dan frekuensi menyikat gigi berdasarkan tingkat stres

Variabel Tingkat Stres

Normal Ringan Sedang Berat Sangat

Berat

Total

n % n % n % n % n % N %

Merokok

Ya 0 0 12 24 6 12 0 0 0 0 18 36

Tidak 16 32 4 8 9 18 3 6 0 0 32 64

Total 16 32 16 32 15 30 3 6 0 0 50 100

Frekuensi Menyikat Gigi

(11)

2 kali sehari 13 26 10 20 7 14 2 4 0 0 32 64 3 kali sehari 2 4 2 4 2 4 1 2 0 0 7 14 Total 16 32 16 32 15 30 3 6 0 0 50 100

Berdasarkan tabel 6 diperoleh hasil bahwa sebagian besar dari subjek yang merokok memiliki tingkat stres ringan yaitu sebanyak 12 orang (24%), sedangkan pada subjek penelitian yang tidak merokok mayoritas tidak mengalami stres yaitu sebanyak 16 orang (32%). Perilaku higiene oral yang dilihat dari frekuensi menyikat gigi menunjukkan bahwa subjek yang hanya menyikat gigi satu kali sehari sebagian besar memiliki tingkat stres sedang yaitu sebanyak 6 orang (12%), sedangkan subjek yang menyikat gigi dua kali sehari mayoritas tidak mengalami stres yaitu sebanyak 13 orang (26%).

Data mengenai kondisi periodontal subjek pada penelitian ini merupakan hasil dari pemeriksaan klinis yang telah dilakukan. Penilaian klinis kondisi periodontal tersebut dilakukan dengan menggunakan Indeks Periodontal Russell. Data kondisi klinis jaringan periodontal subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kondisi klinis jaringan periodontal subjek penelitian

Variabel Kelompok Pengamatan Jumlah

(N)

a. Periodonsium secara klinis normal b. Gingivitis sederhana

c. Penyakit periodontal destruktif tahap awal

d. Penyakit periodontal destruktif tahap mantap

e. Penyakit periodontal destruktif tahap akhir

(12)

periodontal yang normal secara klinis. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya subjek yang mengalami penyakit periodontal destruktif tahap akhir.

Kondisi klinis periodontal subjek penelitian berdasarkan perilaku higiene oral, kebiasaan merokok, dan tingkatan stres dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Kondisi klinis periodontal subjek penelitian berdasarkan perilaku higiene oral, kebiasaan merokok, dan tingkatan stres

Variabel Kondisi Klinis Jaringan Periodontal

Periodonsiu

(13)

Seluruh subjek penelitian yang mengalami gingivitis sederhana tidak merokok, sebagian besar tidak mengalami stres (normal) yaitu sebanyak 9 orang (18%) dan menyikat gigi dua kali sehari yaitu sebanyak 13 orang (26%). Namun, pada subjek yang mengalami gingivitis sederhana juga ditemukan adanya 1 orang (2%) subjek yang hanya menyikat gigi satu kali sehari.

Subjek penelitian dengan kondisi periodontal yang normal secara klinis terdapat 8 orang (16%) yang seluruhnya tidak merokok. Mayoritas subjek menyikat giginya dua kali sehari yaitu sebanyak 5 orang (10%) dan 3 orang lainnya (6%) menyikat gigi tiga kali sehari. Berdasarkan tingkatan stres, sebagian subjek tidak mengalami stres yaitu sebanyak 4 orang (8%).

(14)

BAB 5

PEMBAHASAN

Penyakit gigi dan mulut yang paling banyak dialami oleh masyarakat di Indonesia selain karies adalah penyakit periodontal.30 Sumber dari penyakit ini adalah akibat terabaikannya higiene oral sehingga terjadi akumulasi plak. Gaya hidup yang buruk dan kondisi psikososial yang negatif diketahui ikut berperan dalam meningkatkan risiko berkembangnya penyakit periodontal pada orang dewasa.31 Kurangnya perhatian terhadap kesehatan gigi dan mulut pengungsi yang berada di posko pengungsian dapat menghambat peningkatan kualitas kesehatan pengungsi dalam bertahan hidup selama berada di posko pengungsian.13

Penelitian cross-sectional ini dilakukan untuk menilai gambaran kondisi periodontal pengungsi yang berada di posko pengungsian bencana erupsi Gunung Sinabung. Hasil yang diperoleh melalui penelitian ini antara lain berupa data demografi, data perilaku higiene oral, riwayat dental, kebiasaan merokok, tingkat stres, dan kondisi klinis jaringan periodontal subjek penelitian berdasarkan Indeks Periodontal Russell. Penelitian dilakukan di tiga posko pengungsian, yaitu di Jambur Tongkoh Berastagi, Jambur Korpri Berastagi, dan Gudang Konco Kabanjahe. Pengungsi yang tinggal di Jambur Tongkoh Berastagi berasal dari desa Kuta Rayat. Pengungsi yang tinggal di Jambur Korpri Berastagi berasal dari desa Kuta Gugung dan Dusun Lau Kawar. Sedangkan pengungsi yang tinggal di Gudang Konco Kabanjahe berasal dari desa Mardinding.20

(15)

pengungsian memiliki kebiasaan menyirih sehingga tidak dimasukkan menjadi subjek penelitian.

Berdasarkan data perilaku higiene oral, sebagian besar subjek menyikat giginya setiap hari secara teratur yaitu sebanyak 42 orang (84%). Hal ini sesuai dengan riset yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2007 dan 2013 yang menemukan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia mempunyai kebiasaan menyikat gigi setiap hari secara teratur dan mengalami peningkatan pada tahun 2013 yaitu 93,8%.30

Frekuensi menyikat gigi sangat berpengaruh terhadap higiene oral. Menurut Dewi-Nurul M dkk, subjek yang menyikat gigi dengan frekuensi menyikat gigi dua kali sehari menunjukkan plak gigi yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang hanya menyikat gigi sekali sehari sehingga penyakit periodontal tidak mudah terjadi.31 Pada penelitian ini persentase frekuensi menyikat gigi terbanyak adalah dua kali sehari yaitu sebanyak 32 orang (64%). The Health and Social Care Information Centre tahun 2011 juga menemukan bahwa sebanyak 75% orang pada kelompok usia dewasa menyikat giginya dua kali sehari dan 54% diantaranya berusia 16-24 tahun.32 Namun, hal ini berbeda dengan penelitian Sandy dkk yang menyatakan bahwa hanya 21,23% dari seluruh responden yang menyikat giginya dua kali dalam satu hari.33 Hal ini mungkin disebabkan oleh jumlah sampel yang lebih sedikit pada penelitian ini.

(16)

Berastagi. Selain itu, ketersediaan penerangan di sekitar sumber air dan fasilitas sanitasi di tiga posko pengungsian kurang memadai sehingga kondisi-kondisi inilah yang kemungkinan menyebabkan pengungsi enggan untuk menyikat gigi pada malam hari sebelum tidur.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho, individu yang tidak pernah melakukan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut ke dokter gigi memiliki kondisi rongga mulut yang lebih buruk dibandingkan dengan individu yang rutin melakukan pemeriksaan kesehatan mulut sehingga kemungkinan menderita penyakit periodontal akan semakin tinggi (p=0,048).34 Pada penelitian ini, sebagian besar pengungsi yaitu 43 orang (86%) belum pernah berkunjung ke dokter gigi dan seluruh pengungsi tidak melakukan kunjungan ke dokter gigi secara berkala untuk memeriksakan kesehatan giginya ataupun merawat masalah yang ada di rongga mulutnya. Adanya keterbatasan biaya dan jauhnya jarak posko pengungsian dengan pusat pelayanan kesehatan memungkinkan pengungsi mengabaikan masalah gigi dan mulutnya.13 Namun, kurangnya prioritas terhadap kesehatan gigi dan mulut juga diketahui menjadi penyebab enggannya masyarakat melakukan kunjungan secara berkala ke dokter gigi.30

(17)

bencana erupsi.35 Namun hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Winurini S pada tahun 2014 yang menemukan bahwa mayoritas pengungsi mengalami tingkat stres yang tinggi dan kebingungan setelah enam bulan mengungsi.1 Hal ini mungkin disebabkan karena pada saat penelitian ini dilakukan pengungsi sudah mengungsi sekitar sembilan bulan terhitung sejak bulan Juni 2015 sehingga pengungsi sudah terbiasa dengan kehidupan di pengungsian. Selain itu, hingga akhir penelitian ini dilakukan tidak ada aktivitas Gunung Sinabung yang mengancam dan menjadi stressor bagi pengungsi. Kemudian barulah pada tanggal 21 Mei 2016 terjadi erupsi Gunung Sinabung disertai awan panas sehingga menimbulkan korban jiwa.36 Hal tersebut dapat menimbulkan stres yang tinggi pada masyarakat yang terkena dampak langsung dari erupsi tersebut.

Secara psikologis stres dapat menyebabkan perubahan perilaku salah satunya adalah mengabaikan higiene oral. Penelitian Dumitrescu AL dkk menemukan adanya hubungan yang signifikan antara stres dengan perilaku higiene oral yang dilihat dari frekuensi menyikat gigi. Ditemukan bahwa orang yang mengalami stres cenderung menyikat gigi kurang dari dua kali sehari (p<0,01).16 Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa pada kelompok yang mengalami stres ringan hingga berat mayoritas menyikat giginya dua kali sehari. Hal ini disebabkan karena memang subjek yang mengikuti penelitian ini mayoritas (98%) menyikat giginya dua kali sehari. Namun dalam penelitian ini ditemukan juga bahwa 6 dari 15 orang yang mengalami stres sedang hanya menyikat giginya satu kali sehari.

(18)

dapat melepaskan stresnya sehingga saat diukur didapatkan bahwa mayoritas subjek yang merokok hanya mengalami stres ringan.

Berdasarkan beberapa penelitian diketahui bahwa pengungsi merupakan kelompok yang rentan terhadap penyakit periodontal dikarenakan banyak faktor yang dapat memengaruhinya. Pada penelitian ini, kondisi periodontal pengungsi dinilai menggunakan Indeks Periodontal Russell. Hasilnya ditemukan bahwa 84% subjek memang mengalami penyakit periodontal baik gingivitis maupun periodontitis yang mana 38 % subjek mengalami penyakit periodontal destruktif tahap awal (gingivitis), 32% subjek mengalami gingivitis sederhana, dan 14% subjek mengalami penyakit periodontal destruktif tahap mantap (periodontitis). Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Al-Bayati FHMF yang menemukan bahwa mayoritas pengungsi yang ditelitinya mengalami periodontitis yaitu sebesar 58% dan 42% lainnya mengalami gingivitis.12 Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh jumlah sampel yang terlalu sedikit pada penelitian ini jika dibandingkan dengan jumlah sampel penelitian Al-Bayati FHMF sebanyak 585 subjek. Selain itu, metode pengukuran status periodontal yang digunakan pun berbeda yang mana dalam penelitian ini digunakan indeks periodontal Russell sedangkan penelitian Al-Bayati FHMF menggunakan

Community Periodontal Index (CPI).12

Gingivitis yang mayoritas dialami oleh pengungsi pada penelitian ini merupakan reaksi jaringan gingiva terhadap akumulasi plak bakteri gigi yang ditandai dengan berdarahnya gingiva ketika menyikat gigi atau saat probing.23 Berdasarkan wawancara, sebagian besar subjek (84%) menyatakan adanya gusi berdarah ketika menyikat gigi. Hal ini sesuai dengan penelitian Albandar yang menemukan bahwa 82,1% subjeknya memiliki gingiva yang mudah berdarah saat menyikat gigi.31 Akumulasi plak bakteri dapat disebabkan oleh perilaku higiene oral yang kurang baik karena ditemukan hampir seluruh pengungsi (98%) menyikat gigi pada waktu yang tidak tepat.

(19)

kesehatannya baik kesehatan tubuh secara umum maupun kesehatan jaringan periodontal secara khusus.22 Pada penelitian ini hampir seluruh subjek yang mengalami penyakit periodontal destruktif tahap mantap (periodontitis) memiliki kebiasaan merokok dan satu orang lainnya memiliki riwayat merokok namun sekarang tidak merokok lagi. Hal ini sejalan dengan penelitian Gaphor dkk yang menyatakan bahwa perokok memiliki kondisi periodontal yang lebih buruk dibandingkan dengan yang tidak merokok yang disebabkan adanya kandungan nikotin pada rokok dan tar yang mengendap pada permukaan gigi yang akan menyebabkan permukaan gigi menjadi kasar dan mempermudah perlekatan plak pada gigi dan sekitar gingiva.37

(20)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. 38% pengungsi mengalami penyakit periodontal destruktif tahap awal, 32% mengalami gingivitis sederhana, 16% memiliki periodonsium normal secara klinis, 14% mengalami penyakit periodontal destruktif tahap mantap, dan tidak ada yang mengalami penyakit periodontal destruktif tahap akhir.

2. Hampir seluruh subjek (98%) menyikat gigi di waktu yang tidak tepat, sebagian besar subjek tidak memiliki kebiasaan merokok dan mayoritas tidak mengalami stres dan mengalami stres ringan masing-masing sebesar 32%.

3. Perilaku higiene oral yang buruk, kebiasaan merokok, dan stres berpotensi memengaruhi kondisi klinis periodontal pengungsi yang berada di posko pengungsian bencana erupsi Gunung Sinabung.

6.2 Saran

1. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai status periodontal pada pengungsi yang berada di posko pengungsian yang dapat ditinjau dari higiene oral (OHIS) dan kebutuhan perawatan periodontal (CPITN) serta menggunakan jumlah sampel yang lebih besar untuk mendapatkan hasil klinis yang lebih jelas dan akurat dalam penelitian tersebut. Selain itu, dapat dilakukan perbandingan status periodontal pada pengungsi yang tinggal di posko pengungsian dengan pengungsi yang tidak tinggal di posko pengungsian.

(21)

3. Perlu adanya bantuan pengobatan dari tenaga kesehatan untuk masalah periodontal yang dialami pengungsi di posko pengungsian bencana erupsi Gunung Sinabung.

Gambar

Gambar 4. Wawancara dengan subjek penelitian
Tabel 4.  Data demografi subjek penelitian
Tabel 5. Data perilaku higiene oral dan riwayat dental subjek penelitian
Tabel 6. Distribusi kebiasaan merokok dan frekuensi menyikat gigi berdasarkan tingkat stres
+3

Referensi

Dokumen terkait

Facilitation of Inter-State Transport (AFAFIST),  ASEAN Framework Agreement on..

Berdasarkan nilai Nagelkerke R-square, maka proporsi varians dari variabel independen yang dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, raskin, jaminan pembiayaan atau

Sama seperti kedua penelitian diatas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana penerapan Macromedia Flash 8.0 dalam pembelajaran Simulasi Digital,

Salah satu penyebab rendahnya produktivitas tanaman ubi kayu di Kabupaten Serdang Bedagai yaitu penggunaan pupuk yang tidak efisien, hal ini dikarenakan masih banyak petani

Penelitian yang dilakukan oleh Ashari, dkk (1994) membuktikan bahwa profitabilitas merupakan faktor yang berpengaruh terhadap praktik perataan laba, perusahaan dengan

Saya ucapkan terima kasih kepada pemerintah Australia yang melalui KSI telah berkontribusi dalam penyelenggaraan forum yang menyediakan informasi, masukan, dan

Efisiensi faktor produksi pupuk pada usahatani ubi kayu ini diukur dengan analisis fungsi produksi frontier, yang dilihat dari efisiensi teknis dan efisiensi

Hasilnya adalah R sebesar 0,639 menunjukan bahwa 63.9% variabel kepuasan pelanggan dapat dijelaskan oleb variabel dari dimensi service quality yaitu responsiveness,