• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekstraksi Kalium dari Kulit Buah Kapuk (Ceiba Petandra)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ekstraksi Kalium dari Kulit Buah Kapuk (Ceiba Petandra)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KAPUK (Ceiba Petandra)

Tanaman kapuk (Ceiba petandra) merupakan salah satu tanaman industri yang dapat dibudidayakan secara baik di Indonesia. Tanaman ini mampu tumbuh dan berproduksi secara baik di dataran rendah sampai dataran tinggi dan bisa dikembangkan di lahan–lahan marjinal, kurang subur dan kurang sumber air. Walaupun demikian suhu udara yang optimal untuk penyerbukan pada kapuk adalah ± 18 0C, dibawah suhu 16 0C penyerbukan akan gagal [9].

Kapuk merupakan salah satu jenis tanaman tropis yang bermanfaat. Kapuk dapat menghasilkan serat, dapat digunakan untuk makanan ternak dalam kehidupan sehari-hari dan minyak bijinya dapat untuk industri, seperti pembuatan biodiesel. Pohonnya berdiri kokoh dapat mencegah pengikisan tanah oleh air (erosi) dan menjaga daerah aliran sungai. Tanaman ini tumbuh subur secara alami terdapat pada 16°LU di AS, terus ke Amerika Tengah sampai 16°LS di Amerika Selatan [10]. Adapun taksonomi dari tanaman kapuk ini, yaitu:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Divisi : Magnoliophyta

Sub divisi : Spermatophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub kelas : Dileniidae

Ordo : Malvales

Keluarga : Bombacaceae

Marga : Ceiba

Spesies : Ceiba Petandra L.Gaerth [11].

Tinggi tanaman kapuk (dewasa) berkisar antara 25 – 70 m (tergantung jenisnya), dengan diameter 100-300 cm. Daunnya menjari dengan panjang tangkai daun 5 -25 cm, merah di bagian pangkal, langsing dan tidak berbulu. 5-9 anak daun,

(2)

ranting; hermaprodit, keputih-putihan, besar. Kelopak berbentuk lonceng, panjang 1

cm, dengan 5 sampai 10 tonjolan pendek; mahkota bunga 3 - 3.5cm, dengan 5

tonjolan, putih sampai merah muda, tertutup bulu sutra; benang sari 5, bersatu dalam

tiang dasar, lebih panjang dari benangsari; putik dengan bakal buah menumpang,

dekat ujung panjang dan melengkung, kepala putik membesar [12].

Gambar 2.1 Buah Kapuk (Ceiba Petandra) [13].

Gambar 2.2 Bunga Kapuk (Ceiba Petandra) [14].

2.2 KOMPONEN KULIT BUAH KAPUK (Ceiba Petandra)

(3)

Hidroksida (NaOH) 4,37%. Data tersebut berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Sulfindo. Sampai sekarang abu kulit buah kapuk sebatas hanya digunakan untuk tambahan pada industri sabun dan soda kue, belum ada usaha yang mumpuni untuk memisahkan kalium dari abu kulit buah kapuk padahal manfaat kalium cukup banyak salah satunya bahan dasar pembuatan pupuk [15].

Tabel 2.1 Kandungan Komponen Abu Kulit Buah Kapuk Parameter Unit Jumlah

Kandungan NaOH % 4,37 Kandungan Na2CO3 % 26,27 Kandungan K2CO3 % 50,78 Kandungan Cl dalam NaCl % 1,20 Kandungan SiO4 % 3,63 Kandungan SiO2 % 13,68 Kandungan Al dalam Al2O3 % 0,04 Kandungan Fe dalam Fe2O3 % 0,03 Kandungan Ca dalam CaO % 24,08 Kandungan Mg dalam MgO % 39,02

2.3 EKSTRAKSI PADAT - CAIR

(4)

dengan menggunakan cairan pelarut (solvent). Prinsip dasar yang digunakan adalah kelarutan. Untuk memisahkan zat yang diinginkan yang ada pada padatan, maka padatan dikontakkan langsung dengan fase cair. Pada peristiwa tersebut, zat analit yang diinginkan akan berdifusi dari fase padat ke fase cair pada solvent yang digunakan sehingga zat analit yang diinginkan akan terpisah dari padatan [16].

2.4 PELARUT (SOLVENT)

Dalam menggunakan pelarut (solvent) pada proses ekstraksi ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk menghasilkan analit yang optimal, seperti :

1. Memiliki kemampuan semaksimal mungkin dalam melarutkan solute tetapi seminimal mungkin dalam melarutkan diluent

2. Perbedaan titik didih yang cukup besar dan densitas dengan solute

sehingga mudah dipisahkan

3. Mempunyai kemurnian yang sangat tinggi

4. Pelarut yang digunakan tidak bereaksi dengan solute maupun diluent sehingga tidak menghasikan produk baru yang tidak diinginkan sebagai hasil akhir

5. Pada ekstraksi yang dilakukan tidak menghasilkan bau [17].

2.5 KALIUM

(5)

2.6 PIROLISIS

Pirolisis atau lebih dikenal serangkaian proses dekomposisi termokimia bahan bakar, merupakan proses yang terjadi cukup kompleks, apalagi terjadi karena tipisnya jarak dan jumlah reaksi kimia yang terjadi pada pirolisis tersebut. Pirolisis merupakan langkah yang cukup penting dalam pembakaran bahan bakar biomassa seperti hal nya kayu. Pada bubuk kayu, atau lebih dikenal sebagai serbuk gergaji, digunakan secara luas sebagai bahan bakar untuk tungku atau perapian, paling banyak digunakan di kalangan penduduk dunia ketiga ketika terjadi musim dingin berkepanjangan. Serbuk gergaji mempunyai komposisi kimia yang sama seperti pada kayu, reaksi kimia yang terjadi selama proses pirolisis dapat diharapkan menjadi sama dalam kedua kasus. Namun, dinamika pirolisis berbeda untuk kayu dan serbuk gergaji, karena perbedaan dalam struktur fisik [19].

Pirolisis merupakan proses termokimia yang bisa dilakukan pada pengubahan biomassa yang mempunyai densitas yang rendah atau bahan organik menjadi biomassa yang mempunya densitas energi yang tinggi. Pirolisis melibatkan pemanasan bahan organik sampai pada suhu lebih dari 400 °C tanpa adanya oksigen. Pada suhu ini, bahan organik secara normal akan terurai menghasilkan fasa uap dan fasa padatan residual (biochar). Pada pendinginan uap yang terdapat pada pirolisis, senyawa polar dengan berat molekuler yang tinggi terkondensasi sebagai cair (bio-oil) sedangkan senyawa berat molekul volatil (mudah menguap ) rendah tetap dalam fase gas (syngas) [20].

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan pirolisis: a. Suhu pirolisis, yang tentu berpengaruh pada produk yang dihasilkan, hal itu

disebabkan karena semakin bertambahnya suhu maka proses peruraian akan semakin sempurna.

b. Waktu pirolisis, yang akan mempengaruhi kesempatan untuk bereaksi pada pirolisis. Waktu pirolisis yang semakin lama akan meningkatkan hasil cair dan gas, sedangkan hasil padatnya yang dihasilkan akan menurun.

(6)

d. Ukuran bahan, apabila semakin besar maka alat yang digunakan semakin besar [21].

2.7 PIROLISIS BIOMASSA

Pembakaran adalah sebuah fenomena kompleks antara hubungan simultan perpindahan panas dan perpindahan massa dengan reaksi kimia dan aliran fluida. Reaksi pada umumnya pada pembakaran biomassa di udara menghasilkan bermacam bentuk, dimana kandungan reaktan pertama pada biomassa yaitu : C x1 H x2 O x3 N x4 S x5 Cl x6 Si x7 K x8 Ca x9 Mg x10 Na x11 P x12 Fe x13 Al x14 Ti x15 n1 H2O + n2 (1 + e

) (

O2 + 3.76N2) → n3CO2 + n4H2O + n5O2 + n6N2 + n7CO

+ n8CH4 + n9NO + n10NO2 + n11SO2

+ n12HCl + n13KCl + n14K SO + n15C + . . . .[22]. Abu adalah bahan anorganik yang tidak bisa dilakukan pembakaran dari sumber bahan bakar yang tersisa setelah melalui pembakaran sempurna dan mengandung fraksi mineral dari biomassa tersebut. Abu adalah turunan bagian dari struktur tanaman dan mengandung berbagai unsur. Dalam kayu, abu terkandung kurang dari 2 persen, sedangkan bahan-bahan tanaman perkebunan dapat mencapai antara 5 % -10% dan mencapai 30%-40% dalam sekam padi. Produk dasar biomassa menghasilkan residu abu, yang melibatkan proses termokimia yang meliputi pembakaran, pirolisis dan insinerasi dari biomassa tersebut. Potensial penggunaan abu dipengaruhi oleh adanya kehadiran logam-logam berat yang tergantung dari sumber biomassa. Komposisi dari abu juga tergantung pada kondisi pertumbuhan, jenis tumbuhan dan fraksi abu. Akan tetapi, beberapa mineral dari abu mempunyai dampak yang menguntungkan pada aplikasi perkebunan dan lahan tanah kehutanan [23].

(7)

membentuk ikatan kimia, pada keadaan yang sama terjadi disosiasi dari kalium karbonat dan senyawa kalium oksida akan mengalami penguapan dengan cepat sedangkan temperatur yang rendah, panas akan berpindah ke permukaan KOH sehingga K2CO3 akan terbentuk [24].

Kombinasi kandungan oksigen tinggi dengan bahan organik volatil yang terkandungan didalam biomassa menunjukkan potensi terjadinya penguapan pada sejumlah bahan anorganik selama pembakaran. Unsur alkali juga secara langsung menguap pada suhu operasi normal furnace [25]. K, Na, S dan Cl merupakan senyawa-senyawa volatil yang terbentuk dari abu berdasarkan cara pembakaran biomassa, begitu pula hanya dengan logam berat volatil (Zn dan Cd) akan terlepas dari bahan yang dibakar menjadi fasa gas dan kemudian bereaksi dalam kondisi fasa gas [26].

Klorin merupakan faktor utama dalam pembentukan abu. Klorin sangat mempengaruhi kehadiran senyawa-senyawa anorganik, pada khususnya kalium, kalium klorida merupakan senyawa paling stabil pada temperatur tinggi, dalam fasa gas. Konsentrasi klorin sering mendedikasikan sebagai jumlah logam alkali yang menguap selama pembakaran yang juga mengartikan konsentrasi dari logam alkali tersebut. Ketidakhadiran klorin membuat alkali hidroksida menjadi senyawa utama dalam fasa gas yang stabil pada gas pembakaran [27].

2.8 PENGGUNAAN ABU 2.8.1 Penggunaan sebagai pupuk

(8)

karena kandungan pada abu akan kembali ke lingkungan dan sumber bahan alam tak terbarukan dapat dijaga.

2.8.2 Penggunaan sebagai bahan bangunan

Bottom ash adalah abu dengan pemanfaatan yang paling mudah sebagai bahan bangunan. Bottom ash dapat menggantikan beberapa jenis dari pasir dalam konstruksi atau perataan jalan. Bottom ash dapat dibuat menjadi butiran dan digunakan untuk konstruksi jalan dan beton. Salah satu cara untuk memanfaatkan biomassa fly ash adalah sebagai bahan pengisi dalam campuran semen atau di mortir untuk penerapan khusus. Penggunaannya juga dapat digunakan untuk menghindari kontak langsung dengan air (air hujan atau air tanah). Pemanfaatan sebagai bahan bangunan atau sebagai komponen dalam produksi produk bangunan saat ini memberikan pilihan terbaik untuk abu dari pembakaran biomassa. Abu biomassa hanya menarik apabila tersedia dalam jumlah yang lebih besar pada kualitas yang dapat diprediksi bahkan saat kualitas yang lebih rendah. 2.8.3 Penggunaan sebagai bahan bakar

Gambar

Gambar 2.1 Buah Kapuk (Ceiba Petandra) [13].
Tabel 2.1 Kandungan Komponen Abu Kulit Buah Kapuk

Referensi

Dokumen terkait

Pembelajaran adalah Proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar dimana seseorang berinteraksi terhadap kondisi

selaku Dosen Pembimbing bagi penulis yang telah memberikan banyak sekali saran, pengetahuan, dan petunjuk yang sangat konstruktif sehingga penulis dapat lebih memahami hakikat

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui profil parameter kimia oseanografi pada perairan Pantai Timur Sumatera dengan membagi daerah pantai Timur Sumatera

Dari 230 kuisioner yang tersebar berhasil dikumpulkan sebanyak 218 kuisioner, namun yang memenuhi kriteria inklusi dan dapat dijadikan sampel penelitian hanya 193

Tabel 5.4 Upaya Memenuhi Kebutuhan Zat-Zat Gizi pada Pasien Kanker yang Menjalani Kemoterapi di RSU.. Dari

kegiatan olahraga dengan tingkat psychological well being Lansia di Kecamatan IV Angkek Kabupaten Agam tahun 2014. Ada hubungan antara tingkat

merencanakan penelitian untuk mengetahui “Gambaran Tingkat Depresi Pada Pasien Penyakit Ginjal kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di

Pengaruh Variabel Fitur Produk, Brand Association , dan Brand Loyalty terhadap Keputusan Pembelian