• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah perkembangan bisnis asuransi umu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "makalah perkembangan bisnis asuransi umu"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Kita sebagai manusia tak seorangpun mengetahui tentang apa yang akan terjadi di masa datang secara sempurna walaupun menggunakan berbagai alat analisis. Hal ini disebabkan karena di masa datang penuh dengan ketidakpastian. Jadi wajar jika terjadinya sesuatu di masa datang hanya dapat direkayasa semata.Resiko di masa datang dapat terjadi terhadap kehidupan seseorang misalnya kematian, sakit atau dipecat dari pekerjaan. Dalam bisnis yang dihadapi dapat berupa resiko kebakaran, kerusakan atau kehilangan. Setiap resiko yang akan dihadapi harus ditanggulangi, sehingga tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar lagi. Maka diperlukan perusahaan yang mau menanggung resiko tersebut yaitu perusahaan asuransi. Di bidang bisnis inilah asuransi semakin berkembang, terutama dalam hal perlindungan terhadap barang-barang perdagangannya. Namun, perkembangan ini tidak sejalan dengan kesesuaian praktik asuransi terhadap syariah. Meskipun demikian, dengan banyaknya kajian terhadap praktik perekonomian dalam perspektif hukum Islam, asuransi mulai diselaraskan dengan ketentuan-ketentuan syariah. Oleh karena itu muncullah Asuransi Syariah.

Sementara itu tentang usaha perasuransian sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 belum memberikan dasar hukum bagi eksistensi usaha perasuransian berdasarkan prinsip syariah. Hal ini misalnya saja dapat dilihat dari definisi asuransi sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 1 angka (1) dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992, yaitu sebagai berikut:

“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan

mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang tertanggung”.

Dalam definisi mengenai asuransi tersebut masih terlihat adanya unsur yang dilarang dalam Islam, yaitu unsur ketidakpastian (gharar) berupa memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti.

(2)

menguntungkan salah satu pihak yakni perusahaan asuransi, juga karena di dalamnya mengandung unsur-unsur yang diharamkan dalam Islam. Dengan demikian konsekuensi yang timbul dengan mengikuti program asuransi konvensional bersifat ganda yakni dunia dan akhirat yang sama-sama tidak menguntungkan.

Praktik usaha perasuransian yang mendasarkan pada prinsip syariah saat ini berpedoman pada fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI) dan secara teknis pengaturan ada di dalam beberapa Keputusan Menteri Keuangan (KMK) yang di samping berlaku bagi usaha perasuransian konvensional, juga berlaku bagi usaha perasuransian berdasarkan prinsip syariah. Adapun beberapa KMK dimaksud yaitu KMK No. 422/KMK.06/2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, KMK No. 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, serta KMK No. 426/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

B.

Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang permasalahan di atas masalah yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut:

“Bagaimana fungsi Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dalam rangka untuk mengakselerasi perkembangan bisnis asuransi

umum syariah di Indonesia?”

(3)

BAB II

PEMBAHASAN

A. DASAR HUKUM ISLAM TENTANG ASURANSI SYARIAH

1. Al-Quran

a. Firman Allah tentang perintah mempersiapkan hari depan:

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hasyr [59] : 18).

b. Firman Allah tentang prinsip-prinsip bermuamalah, baik yang harus dilaksanakan maupun dihindarkan, antara lain:

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya. (QS. Al-Maidah [5] : 1)

Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Maidah [5] : 90 )

Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS. 2: 275).

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (Qs. 2 : Al-baqarah : 278).

Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS. Al-Baqarah [2] : 279)

Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui. (QS. Al-Baqarah [2] : 280)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. (QS. An-Nisa [4] : 29).

c. Firman Allah tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif :

(4)

2. Sunnah Nabi Muhammad SAW.

a. Hadis-hadis Nabi S.A.W tentang beberapa prinsip bermuamalah, antara lain:

“Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan

melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; ….dan Allah senantiasa menolong

hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya. (HR. Muslim dari Abu Hurairah). b. Hadis tentang aqilah

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra., dia berkata : berselisih dua orang wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu wanita tersebut melempar batu ke wanita yang lain sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut beserta janin yang dikandungnya. Maka ahli waris dari wanita yang meninggal tersebut mengadukan peristiwa tersebut kepada Rasulullah SAW., maka Rasulullah SAW memutuskan ganti rugi dari pembunuhan terhadap janin tersebut dengan pembebasan seorang an memutuskan ganti rugi kematian wanita tersebut dengan uang darah (diyat) yang dobayarkan oleh aqilahnya ( kerabat dari orang tua laki-laki).(HR.Bukhari).

c. Hadis tentang anjuran menghilangkan kesulitan seseorang

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra.,Nabi Muhammad bersabda : “ baran siapa yang

menghilangkan kesulitan duniawinya seorang mukmin, maka Allah SWT akan menghilangkan kesulitannya pada hari kiamat. Barang siapa yang mempemudah kesulitan seseorang maka Allah akan mempermudah urusannya di dunia dan akhirat. d. Hadist tentang anjuran meninggalkan ahli waris yang kaya

Diriwayatkan dari Amir bin Sa’ad bin Abi Waqasy, telah bersabda Rasullulah SAW.:

“Lebih baik jika engkau meninggalkan anak-anak kamu (ahli waris) dalam keadaan kaya raya, dari pada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin (kelaparan) yang

meminta-minta kepada manusia lainnya.” (HR. Bukhari)

e. Hadist tentang Mengurus anak yatim (Kift-al-Yatim)

Diriwayatkan dari Sabal bin Sa’ad ra mengatakan Rasullah telah bersabda: “ Saya dan orang yang menanggung anak yatim nanti akan di surga seperti ini.” Rasullah bersabda

sambil menunjukkan jari telunjuk dan jari yang tengah. (HR. Bukhari) f. Hadist tentang menghindari risiko

Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra bertanya seseorang kepada Rasulullah SAW.

Tentang (untanya) : “Apa (unta) ini saya ikat saja atau langsung bertawakal pada Allah

SWT? Bersabda Rasulullah SAW.: Pertama ikatlah unta itu kemudian bertawakalah

kepada Allah SWT.” (HR. At-Turmudzi)

g. Hadist tentang piagam madinah

Bunyi Piagam Madinah tersebut adalah sebagai berikut: “ Dengan nama Allah Yang

(5)

keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar tebusan tawanan dengan cara yang adil diantara mukminin.

3. Ijtihada. a. Fatwa Sahabat

Praktik sahabat berkenaan dengan pembayaran hukuman (ganti rugi) pernah dilaksanakan oleh Khalifah kedua, Umar bin Khattab. Pada suatu ketika Khalifah Umar memrintahkan agar daftar (diwan) saudara-saudara muslim disusun perdistrik. “Orang -orang yang namanya tercantum dalam diwan tersebut berhak menerima bantuan satu sama lain dan harus menyumbang untuk pembayaran hukuman (ganti rugi) atas pembunuhan (tidak disengaja) yang dilakukan oleh salah seorang anggota masyarakat mereka. Umarlah orang yang pertama kali mengeluarkan perintah untuk menyiapkandaftar secara professional perwilayah, dan orang-orang yang terdaftar diwajibkan saling menggung beban.

b. Ijma

Para sahabat telah melakukan ittifaq (kesepakatan) dalam hal aqilah yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Adanya ijma atau kesepakatan ini tampak dengan tidak adanya sahabat lain yang menentang pelaksanaan aqilah ini. Aqilah adalah iuran darah yang dilakukan oleh keluarga dari pihak laki-laki (ashabah) dari si pembunuh ( orang yang menyebabkan kematian orng lain secara tidak sewenang-wenang). Dalam hal ini, kelompoklah yang menanggung pembayarannya karena si pembunuh merupakan anggota dari kelompok tersebut. Dengan tidak adanya Sahabat yang menentang Kholifah Umar, dapat disimpulkan bahwa telah terdapat ijmadi kalangan Sahabat Nabi SAW. mengenai persoalan ini.

c. Qiyas

Yang dimaksud dengan qiyas adalah metode ijtihad dengan jalan menyamakan hukum suatu hal yang tidak terdapat ketentuannya di dalam Quran dan As-Sunnah atau Al-Hadis dengan hal lain yang hukumnya disebut dalam Al-Quran dan As-Sunah/Al-Al-Hadis karena persamaan illat (penyebab atau alasannya). Dalam kitab Fathul Bari, disebutkan bahwa dengan datangnya Islam sistem aqilah diterima Rasulullah SAW. menjadi bagian dari hukum Islam. Ide pokok dari aqilah adalah suku Arab zaman dahulu harus siap untuk melakukan kontribusi finansialatas nama si pembunuh untuk membayar ahli waris korban. Kesiapan untuk membayar kontribusi keuangan ini sama dengan pembayaran premi pada praktik asuransi syariah saat ini. Jadi, jika dibandingkan permasalahan asuransi syariah yang ada pada saat ini dapat di-qiyas-kan dengan sistem aqilahyang telah diterima di masa Rasullah.

d. Istihsan

(6)

B. Lingkup Pengaturan Usaha Perasuransian Via Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992

Bentuk hukum dari usaha perasuransian yang diperkenankan dalam kontek hukum positif Indonesia terdiri Perusahaan Perseroan, Koperasi, dan Usaha Bersama (mutual). Dengan demikian secara kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi juga tunduk pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang telah diganti dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, serta Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, di samping Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.

Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 pada dasarnya merupakan hukum publik yang mengatur kegiatan usaha perasuransian, sedangkan perjanjian yang timbul sehubungan dengan kontrak asuransi diatur tersendiri dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan Kitab Undang-undang Dagang (KUHD) yang merupakan hukum privat.

Dalam KUHPerdata perjanjian pertanggungan atau asuransi termasuk dalam kategori perjanjian untung-untungan, yaitu suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu. Adapun yang termasuk perjanjian untung-untungan ini selain perjanjian pertanggungan atau asuransi ada juga bunga cagak hidup, perjudian, dan pertaruhan. Penegasan yang diberikan oleh KUHPerdata ini adalah bahwa perjanjian pertanggungan diatur secara khusus di dalam KUHD.

Adapun pengertian asuransi atau pertanggungan dalam KUHD adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu.

Kalau dilihat antara pengertian asuransi atau pertanggungan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian sebagaimana telah disebut di atas dan pengertian dalam KUHD, ternyata pengertian dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 lebih luas karena didalamnya mencakup pula asuransi jiwa di samping asuransi kerugian. Sedangkan pengertian asuransi atau pertanggungan dalam KUHD hanya mencakup asuransi kerugian.

(7)

KUHPerdata, yaitu terdapat kesepakatan bebas antara kedua belah pihak, adanya kecakapan bertindak secara hukum, adanya obyek tertentu yang diperjanjikan, dan adanya suatu kausa/sebab yang halal.

Adanya asuransi atau pertanggungan yang diatur secara khusus dalam KUHD, maka berlakulah asas lex specialis derogat lege generalis. Berlakunya asas ini secara tegas tercantum dalam Pasal 1 KUHD yang intinya menyatakan bahwa sepanjang tidak diatur secara khusus dalam kitab undang-undang ini, maka berlakulah ketentuan yang ada dalam KUHPerdata.

Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, maka ketentuan mengenai asuransi yang ada di dalam KUHD tersebut menjadi tidak berlaku. Apa yang telah dikemukakan di atas adalah pengertian asuransi secara konvensional, yang mana intinya obyek dari asuransi atau pertanggungan adalah sebuah evenement. Ketika evenement terjadi maka pihak pemegang polis berhak mengajukan klaim kepada perusahaan asuransi untuk mendapatkan santunan

Secara lengkap mengenai hal-hal yang diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tersebut antara lain meliputi:

a. Bidang Usaha, Jenis Usaha, Ruang Lingkup Usaha, serta Bentuk Hukum Usaha Perasuransian;

b. Obyek Asuransi;

c. Kepemilikan dan Perizinan Usaha Perasuransian; d. Pembinaan dan Pengawasan;

e. Kepailitan dan Likuidasi; dan f. Ketentuan Pidana.

Kemudian berdasarkan ketentuan Pasal 2 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 disebutkan bahwa usaha perasuransian merupakan kegiatan usaha yang bergerak di bidang:

a. Usaha asuransi, yaitu usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang.

b. Usaha penunjang usaha asuransi, yang menyelenggarakan jasa keperantaraan, penilaian, kerugian asuransi, dan jasa akturia.

Adapun jenis usaha perasuransian meliputi usaha asuransi yang terdiri dari:

(8)

pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan Asuransi Jiwa.

Sedangkan jenis usaha penunjang asuransi terdiri dari: Pertama, usaha pialang asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung;

Kedua, usaha pialang reasuransi yang memberikan jasa keperantaraan penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi; Ketiga, usaha penilai kerugian asuransi yang memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada obyek asuransi yang dipertanggungkan; Keempat usaha konsultan aktuaria yang memberikan jasa konsultan aktuaria; dan Kelima, usaha agen asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.

Usaha asuransi sebagaimana dimaksud di atas hanya dapat dilakukan oleh perusahaan perasuransian, dengan ruang lingkup kegiatan sebagai berikut:

a. Perusahaan Asuransi Kerugian hanya dapat menyelenggarakan usaha dalam bidang asuransi kerugian, termasuk reasuransi.

b. Perusahaan Asuransi Jiwa hanya dapat menyelenggarakan usaha dalam bidang asuransi jiwa, dan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan diri, dan usaha anuitas, serta menjadi pendiri dan pengurus dana pensiun sesuai dengan peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.

c. Perusahaan Reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha pertanggungan ulang. Dengan demikian tujuan asuransi yang secara implisit diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 pada prinsipnya berupa pengalihan risiko, pembayaran ganti kerugian, pembayaran santunan, dan untuk kesejahteraan anggota.

Konsep pengalihan risiko (transfer of risk) inilah yang juga dianggap tidak sesuai untuk diterapkan dalam asuransi syariah yang menghendaki adanya pembagian risiko (sharing of risk). Untuk itu dapat dikatakan bahwa pengaturan asuransi umum syariah melalui undang-undang ini dirasakan belum tepat dan belum sesuai dengan yang seharusnya, sehingga adanya amandemen terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian merupakan sautu keniscayaan untuk memajukan usaha perasuransian di Indonesia, khususnya usaha perasuransian yang berdasarkan prinsip syariah.

(9)

C. Regulasi Terhadap Bisnis Asuransi Umum Syariah di Indonesia Saat Ini

1. Sejarah Singkat

Perusahaan Asuransi Umum adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti, yang diselenggarakan berdasarkan prinsip konvensional dan atau Prinsip Syariah.

Dengan demikian maka asuransi umum secara operasional dapat dibedakan menjadi dua yaitu asuransi konvensional dan asuransi berdasarkan prinsip syariah. Fenomena penerapan prinsip syariah dalam lembaga keuangan berupa bank ternyata juga terjadi pada lembaga keuangan non bank yang salah satunya adalah pada perusahaan perasuransian.

Secara historis keberadaan asuransi syariah di Indonesia dimulai pada tanggal 24 Februari 1994 yaitu dengan berdirinya PT Syarikat Takaful Indonesia. Pembentukannya diprakarsai oleh Ikatan Cendekiwan Muslim Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia Tbk., PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Departemen Keuangan RI, serta beberapa pengusaha muslim Indonesia. Melalui kedua anak perusahaannya yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga dan PT Asuransi Takaful Umum, Perusahaan telah memberikan jasa perlindungan asuransi yang menerapkan prinsip-prinsip murni syariah pertama di Indonesia.

Perkembangan berikutnya dari asuransi syariah juga cukup signifikan yaitu dengan munculnya beberapa perusahaan asuransi konvensional yang membuka layanan asuransi syariah melalui mekanisme Islamic Window. Perusahaan asuransi umum yang membuka layanan syariah melalui mekanisme Islamic Window ini antara lain adalah PT Asuransi Umum Bumiputeramuda 1967.

PT Asuransi Umum Bumiputeramuda 1967 Cabang Syariah, memperoleh izin pendirian sejak 19 Februari 2004, yakni melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. Kep-075/KM.6/2004. Secara resmi kegiatan operasional dari perusahaan ini dimulai sejak bulan April 2004.

Menurut hemat Penulis perkembangan asuransi syariah ke depan juga mempuyai prospek yang cerah, mengingat luasnya pangsa pasar (market share) yang belum tersentuh oleh asuransi, khususnya masyarakat muslim yang jumlahnya mayoritas. Untuk itu secara hukum perlu didukung oleh regulasi yang memadai berupa peraturan perundang-undangan sehingga akan tercapai tujuan dari adanya asuransi syariah yang di samping mengemban misi bisnis juga mengemban misi sosial.

2. Regulasi Terhadap Bisnis Asuransi Umum Syariah

(10)

Perasuransian. Undang-undang ini tidak memadahi jika dijadikan sebagai dasar hukum bagi usaha perasuransian yang berdasarkan prinsip syariah, kecuali dari segi kelembagaannya.

Untuk itu regulasi bagi bisnis asuransi umum berdasarkan prinsip syariah, dasar pijakan awalnya berupa fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), dan kemudian setelah itu muncullah peraturan perundang-undangan berupa Keputusan Menteri Keuangan (KMK), serta lebih teknis lagi berupa Keputusan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan (DJLK) dimana di dalamnya telah memasukkan nilai-nilai syariah.

Dengan demikian asuransi sebagai lembaga keuangan bukan bank juga menerapkan prinsip syariah dalam operasional usahanya. Konsep asuransi konvensional yang menekankan pada pengalihan risiko (risk transfering), agar sesuai dengan prinsip syariah perlu diubah menjadi pembagian risiko (risksharing) berdasarkan prinsip tolong menolong (ta’awuniyah) dan menghilangkan adanya unsur yang dilarang dalam Islam berupa MAGHRIB.

Secara umum perihal asuransi syariah ini mempunyai dua fungsi yaitu fungsi bisnis (tijarah) dan fungsi sosial (tabarru’). Untuk fungsi tijarah, maka para pihak dapat menerapkan akad mudharabah musytarakah dan akad wakalah bil ujrah, sedangkan untuk fungsi tabarru’ para pihak dapat menerapkan akad akad tabarru’ yang merupakan akad yang harus melekat pada semua produk asuransi. Adapun pengertian tabarru’ sendiri adalah akad yang dilakukan dalam bentuk hibah dengan tujuan kebajikan dan tolong menolong antar peserta, bukan untuk tujuan komersial an sich.

Mengenai asuransi syariah ini dalam fatwa DSN-MUI Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, dikatakan bahwa Asuransi Syariah (ta’min, takful, atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.

Akad atau perjanjian yang menjadi dasar bagi setiap transaksi, termasuk dalam asuransi atau yang lazim disebut dengan polis dalam hal ini harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah. Untuk itu maka dalam pembuatan polis asuransi dapat menerapkan akad-akad tradisional Islam, baik itu akad tijarah maupun akad tabarru.

Dalam fatwa DSN-MUI Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan akad yang sesuai dengan syariah adalah akad yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba,

zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram, dan maksiat.

(11)

422/KMK.06/2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dan KMK No. 426/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. KMK inilah yang menjadi dasar dalam pendirian asuransi syariah sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 3 KMK No.

426/KMK.06/2003 yang menyebutkan bahwa: “Setiap pihak dapat melakukan usaha asuransi atau usaha reasuransi berdasarkan prinsip syariah....”

Ketentuan yang berkaitan dengan asuransi syariah tercantum dalam Pasal 3-4 mengenai persyaratan dan tatacara memperoleh izin usaha perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah. Kemudian Pasal 33 mengenai pembukaan kantor cabang dengan prinsip syariah dari perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah.

Mengenai kesehatan keuangan perusahaan asuransi syariah dan perusahaan reasuransi syariah secara teknis telah diatur dalam KMK No. 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Adapun ketentuan yang yang berkaitan dengan asuransi syariah tercantum dalam Pasal 15-18 mengenai kekayaan yang harus dimiliki dan dikuasai oleh perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah.

Dengan demikian hampir sama dengan asuransi konvensional, usaha perasuransian berdasarkan prinsip syariah secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi. Perbedaannya dengan asuransi konvensional adalah terletak pada akad/perjanjian yang digunakan dan pengelolaan premi yang terkumpul, serta manfaat asuransi yang akan diperoleh para peserta asuransi yang bersangkutan.

Cara melakukan usaha asuransi atau reasuransi berdasarkan Prinsip Syariah dapat dilakukan dengan melalui beberapa cara. Hal ini tertuang dalam Pasal 3 KMK No. 426/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, yaitu sebagai berikut:

a. Pendirian baru Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah;

b. Konversi dari Perusahaan Asuransi dengan prinsip konvensional menjadi Perusahaan Asuransi dengan Prinsip Syariah atau konversi dari Perusahaan Reasuransi dengan prinsip konvensional menjadi Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah; c. Pendirian kantor cabang baru dengan Prinsip Syariah dari Perusahaan Asuransi

dengan prinsip konvensional atau Perusahaan Asuransi dengan prinsip konvensional; atau

(12)

dengan prinsip konvensional menjadi kantor cabang dengan Prinsip Syariah dari Perusahaan Reasuransi dengan prinsip konvensional.

Berdasarkan ketentuan di atas, secara ringkas dapat dikatakan bahwa setiap orang dapat mendirikan Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi melalui tiga macam cara, yaitu:

a. Pendirian baru

b. Konversi dari konvensional ke Perusahaan Asuransi/Perusahaan Reasuransi Berdasarkan Prinsip Syariah

c. Islamic Windows, yaitu dengan pendirian kantor cabang baru dengan prinsip syariah di Perusahaan Asuransi/Perusahaan Reasuransi Konvensional, atau melalui konversi cabang konvensional ke cabang syariah

Khusus mengenai konversi perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi konvensional menjadi perusahaan asuransi atau perusahaan dengan Prinsip Syariah harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Tidak merugikan tertanggung atau pemegang polis;

b. Memberitahukan konversi tersebut kepada pemegang polis; dan

c. Memindahkan portofolio pertanggungan ke perusahaan asuransi konvensional lain atau membayarkan nilai tunai pertanggungan, bagi tertanggung atau pemegang polis yang tidak bersedia menjadi tertanggung atau pemegang polis dari perusahaan asuransi dengan Prinsip Syariah.

Di samping itu dalam rangka pendirian atau konversi Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah harus pula menyampaikan:

a. Bukti pendukung bahwa tenaga ahli yang dipekerjakan memiliki keahlian di bidang asuransi dan atau ekonomi syariah;

b. Bukti pengesahan Dewan Syariah Nasional tentang penunjukan Dewan Pengawas Syariah Perusahaan;

c. Bukti pengesahan Dewan Pengawas Syariah Perusahaan atas produk asuransi yang akan dipasarkan yang sekurang-kurangnya meliputi:

1) dasar perhitungan tarif premi, cadangan premi, dan asset share atau profittesting

bagi Perusahaan Asuransi Jiwa;

(13)

3) cara pemasaran;

4) rencana dukungan reasuransi otomatis bagi Perusahaan Asuransi dan rencana dukungan retrosesi bagi Perusahaan Reasuransi; dan

5) contoh polis, surat permohonan penutupan asuransi (SPPA) dan brosur.

d. Pedoman pelaksanaan manajemen keuangan sesuai syariah yang sekurang-kurangya mengatur mengenai penempatan investasi baik batas jenis maupun jumlah;

e. Pedoman penyelenggaraan usaha sesuai syariah yang sekurang-kurangnya mengatur mengenai penyebaran risiko; dan

f. Bukti pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bagi konversi Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b.

Ketentuan lain yang harus diperhatikan kaitannya dengan usaha asuransi dengan Prinsip Syariah dalam bentuk kantor cabang ialah adanya keharusan untuk melakukan pemisahan kekayaan dan kewajiban usaha asuransi dengan Prinsip Syariah dari kekayaan dan kewajiban usaha asuransi dengan prinsip konvensional. Hal ini berlaku baik bagi Perusahaan Asuransi ataupun Perusahaan Reasuransi

Secara empiris mengenai produk yang ada di dalam asuransi syariah dapat dilihat pada produk yang disediakan oleh PT. Asuransi Umum Bumiputeramuda 1967 Syariah, yaitu:

a. Produk Standard Syariah berupa: Asuransi Kebakaran, Asuransi Kendaraan, Asuransi Kesehatan, Asuransi Kecelakaan Diri, Asuransi Pengangkutan, Asuransi Engineering, Asuransi Kebongkaran, Asuransi Cash In Safe & Transit, Asuransi Aneka (Billboard, Public Liability, Glass, Moveable All Risk, dll), Tanggung Gugat Dokter serta asuransi yang bersifat tailor made (sesuai kebutuhan).

b. Produk Paketkoe Syariah berupa: Asuransi Rumahkoe, Motorkoe, Mobilkoe, Sehatkoe, Siswakoe, Karyawankoe, dan Wargakoe.

D. Analisis kelemahan UU No 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian

(14)

a. Pengertian Asuransi

Ketentuan mengenai kegiatan asuransi (pertanggungan) dalam KUHPerdata diatur dalam bab kelima belas tentang perjanjian untuk untungan, yaitu di

Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 1992 Pasal 1 :

“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih,

dengan mana pihak Penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan

atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.

b. Pandangan Islam mengenai asuransi syari’ah terhadap peraturan yang berlaku pasal 1774 KUHPerdata. Dalam pasal tersebut dikatakan bahwa perjanjian pertanggungan dikelompokkan dalam kelompok perjanjian untung-untungan. Untuk asuransi Syari’ah, pasal 1774 KUHPerdata ini tidak dapat dijadikan dasar hukum karena ada unsur judi (maisir) yaitu adanya unsur untung-rugi yang digantungkan pada kejadian yang belum tentu.

Efinisi asuransi dalam KUHD terdapat dalam Bab Kesembilan tentang asuransi atau pertanggungan pada umumnya yaitu pasal 246 yang dapat disimpulkan perjajian asuransi dipersamakan dengan perjanjian tukar menukar dengan pertimbangan untung rugi. Berdasarkan pasal ini, bila tertanggung memutuskan perjanjian sebelum waktunya, maka akan kehilangan seluruh atau sebagian besar premi yang telah dibayarkan. Pada

asuransi Syari’ah, perjanjian yang digunakan adalah tolong menolong bukan tukar menukar.

c. UU no 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian

Seperti KUHD, undang-undang ini tidak mengakomodiasi konsep asuransi

Syari’ah secara utuh. Berdasarkan uu ini perjanjian yang terjadi adalah antara

penanggung dan tertanggung dimana terjadi konsep peralihan resiko dari tertanggung dan

penanggung. Sedangkan dalam konsep asuransi syari’ah berdasarkan konsep kerja sama

dan perlindungan, perjanjian pertanggungan bukalah antara penangung dan tertanggung tapi para tertanggung sendiri yang saling berjanji untuk menanggung diantara mereka. Perusahaan, posisinya hanya sebagai pemegang amanah.

d. Keberadaan UU ini di masyarakat saat ini

Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian tidak memadai lagi untuk memenuhi kebutuhan industri asuransi nasional saat ini dan tuntutan kebutuhan pada masa yang akan datang. UU Asuransi selama ini mengatur asuransi sebagai sebuah bisnis. Dari aspek perjanjian, asuransi diatur di bawah KUH Perdata dan KUH Dagang yang telah berusia lebih dari 170 tahun sehingga wajarlah apabila banyak ketentuannya tidak sesuai lagi untuk mengatur perjanjian asuransi dewasa ini.

e. Pembaharuan UU asuransi

(15)

dan kekurangan dalam KUH Perdata dan KUH Dagang yang entah kapan dapat diperbaharui mengingat keduanya mengatur aspek yang lebih luas dari sebatas sektor asuransi. Pembaruan UU Asuransi dapat memuat tujuan pertumbuhan dan pengembangan usaha serta peningkatan daya saing industri asuransi nasional yang dikehendaki, penyediaan jasa perlindungan asuransi yang komprehensif sesuai dengan kebutuhan masyarakat, adanya praktik bisnis asuransi yang sehat yang memperhatikan hak dan kepentingan semua pihak.

Sebagai contoh, penerapan asas keseimbangan kepentingan dalam penyusunannya, akan mengawal landasan dasar nilai-nilai hukum yang akan memberikan kekuatan ekstra menghadapi kemungkinan pergeseran dari tujuan awal. Keberadaan asas ini akan melahirkan pembangunan daya saing yang berlandaskan visi dan misi yang menjadi milik masyarakat.

Pembaruan perlu juga diarahkan untuk membentuk masyarakat yang menghargai peranan perlindungan asuransi dan menjadikan asuransi sebagai bagian dari gaya hidup mereka, membangun industri asuransi yang kokoh yang menguasai pasar dalam negeri dan menjadi salah satu pelaku asuransi terkemuka di kawasan Asean.

(16)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :

1.Pengertian asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di

antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’

yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.

2. Syarat asuransi syariah adalah adanya pihak-pihak yang berakad, barang yang diakad dan harga dan mengenai rukun asuransi syariah terdapat perbedaan pendapat para ulama fiqh dalam menentukan rukun suatu akad.

3.Dasar hukum Islam tentang asuransi syariah terdiri dari:Al-Quran: Firman Allah tentang perintah mempersiapkan hari depan, Firman Allah tentang prinsip-prinsip bermuamalah, baik yang harus dilaksanakan maupun dihindarkan, Firman Allah tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif. Sunnah Nabi SAW: Hadis-hadis Nabi S.A.W tentang beberapa prinsip bermuamalah, Hadis tentang anjuran menghilangkan kesulitan seseorang, Hadist tentang anjuran meninggalkan ahli waris yang kaya, Hadist tentang Mengurus anak yatim (Kift-al-Yatim), Hadist tentang menghindari risiko, Hadist tentang piagam madinah.Ijtihad : Fatwa Sahabat, Ijma, Qiyas dan Istihsan.

4. Berdasarkan pada pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa adanya amandemen terhadap Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian mempunyai urgensi dalam rangka mengakselerasi perkembangan bisnis asuransi umum syariah di Indonesia. Pengaturan tentang operasional usaha persuransian berdasarkan prinsip syariah yang sudah ada dalam beberapa KMK, perlu didukung oleh adanya pengaturan di tataran undang-undang sehingga eksistensinya akan semakin kokoh.

B. Saran

Semoga dengan membaca makalah ini pembaca bisa dengan mudah mempelajari bagaimana undang-undang nomor 2 tahun 1999 tentang Usaha Perasuransian dalam rangka untuk mengakselerasi perkembangan bisnis asuransi umum syariah di Indonesia dan kesinambungan dengan hukum islam yang berlaku di Indonesia dewasa ini.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Ghoffar Abdul, Fiqih, Pustaka al-Kautsar, Jakarta: 2006

Referensi

Dokumen terkait

Pengukuran GPS Geodetik dan Terrestial Laser (TLS) untuk Pembangunan Rel Kereta Api Baru di Menteng Jaya Jakarta.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Objek yang dirancang adalah novel grafis yang mampu mengadaptasi budaya lokal ke budaya pop dengan mengolah dari cerita

Tujuan penelitian ini adalah memperoleh hasil perancangan jembatan integral beton pracetak prategang I-girder yang optimal untuk jalan raya serta mengetahui

Penelitian tentang pengembangan bahan ajar bahasa Arab online berbasis website Wakelet ini penting untuk dilakukan karena beberapa hal, di antaranya untuk

Menurut Haryanto (2010) senam otak adalah serangkaian latihan gerakan tubuh sederhana yang dilakukan untuk merangsang otak kiri dan kanan, meringankan atau

permohonan tenaga kerja untuk menjadi responden dalam penelitian tersebut. Mengisi lembar pertanyaan data responden dan wawancara satu persatu tenaga kerja yang bekerja di

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah agar dapat memberikan sumbangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang keperawatan yang berkaitan

Fish Caught (Kg).. Lebung Sebagai Sumber Ekonomi Bagi Nelayan Ditinjau dari aspek ekonomi lebung memiliki peranan sebagai sumber pendapatan tambahan nelayan, meskipun jumlah