• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN SISTEM AKAD PADA BANK BERBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERBANDINGAN SISTEM AKAD PADA BANK BERBA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN SISTEM AKAD PADA BANK BERBASIS SYARIAH DI

MALAYSIA DAN INDONESIA

Oleh: Mufidah Alamri

Institut Agama Islam Negeri Manado Tahun 2018

ABSTRAK

Beberapa akad khas yang digunakan perbankan syariah Malaysia adalah akad berpola jual beli, yaitu Bai’ al-Inah, Bai’ al-Dayn, dan BBA (BBA), serta akad berpola sewa, yaitu Variable Rate Ijarah. Dalam akad Bai’ al-Inah ke dua belah pihak sebenarnya tidak ada niatan untuk menggunakan aset, sehingga mereka melanggar salah satu prinsip kontrak dalam Islam, yaitu maudu’ul aqdi ‘tujuan kontrak’. Sebagian besar madzhab utama berpendapat bahwa Bai’ al-Inah tidak sesuai dengan prinsip Syariah sehingga dilarang. Ketidaksesuaian dengan prinsip Syariah dikarenakan Bai’ al-Inah digunakan sebagai zari’ah ‘cara’ atau hilah ‘alasan hukum’ (legal excuse) untuk melegitimasi riba. Akad-akad yang dipergunakan oleh perbankan syariah di Indonesia dalam operasinya merupakan akad-akad yang tidak menimbulkan kontroversi yang disepakati oleh sebagian besar ulama sudah sesuai dengan ketentuan Syariah untuk diterapkan dalam produk dan instrumen keuangan syariah yang ditawarkan kepada nasabah. Akad-akad tersebut meliputi akad-akad untuk pendanaan, pembiayaan, jasa produk, jasa operasional, dan jasa investasi.

(2)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perbankan syariah dalam peristilahan internasional dikenal sebagai Islamic Bankingatau juga disebut dengan interest-free-banking. Peristilahan dengan menggunakan kata Islamic tidak dapat ilepaskan dari asal-usul sistem perbankan itu sendiri. Bank syariah pada awalnya dikembangkan sebagai suatu respon dari kelompok ekonom dan praktisi perbankan muslim yang berupaya mengakomodasi desakan dari berbagai pihak yang menginginkan agar tersedia jasa transaksi keuangan yang dilaksanakan sejalan dengan nilai moral dan prinsip-prinsip syariah Islam.

Di Indonesia, perbankan syariah baru muncul pertama pada tahun 1991 dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim.

Bank Muamalat Indonesia (BMI) sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. Kemudian, IDB memberikan suntikan dana sehingga pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah diatur dalam Undang- Undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan serta lebih spesifiknya pada Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.

Sementara itu, perbankan syariah di Malaysia berdiri sejak tahun 1983. Vernandos menuliskan bahwa “Islamic banking was introduced to Malaysia through the Islamic Banking Act (IBA) of 1983 and the simultaneous establishment of the Bank Islam Malaysia Berhad. ”Akta Bank Islam 1983 atau Undang-undang tentang bank syariah di Malaysia yang disahkan pada 7 April 1983 memberikan kewenangan kepada Bank Negara Malaysia untuk memberikan izin pendirian bank syariah dan melakukan pengawasan atas kegiatan operasional bank syariah. Pendirian Bank Islam Malaysian Berhad (BIMB) pada 1 Juli 1983 sebagai Bank Syariah pertama merupakan langkah awal perkembangan perbankan syariah di Malaysia.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakan akad-akad pada Bank berbasis Syariah di Malaysia? 2. Bagaimanakan akad-akad pada Bank berbasis Syariah di Indonesia? C. Tujuan Penelitian

(3)

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa jurusan Ekonomi Islam untuk menambah wawasan tentang perbankan Syariah berkaitan sistem akad di negara Muslim

2. Sebagai referensi untuk mengembangkan penelitian tentang perbankan syariah yang ada di Indonesia dan Malaysia berkaitan dengan sistem akad di negara Muslim

PEMBAHASAN A. Akad-akad Khas Bank Syariah di Malaysia

Beberapa akad khas yang digunakan perbankan syariah Malaysia adalah akad berpola jual beli, yaitu Bai’ al-Inah, Bai’ al-Dayn, dan BBA (BBA), serta akad berpola sewa, yaitu Variable Rate Ijarah.

1. Bai’ al-Inah

Bai’ al-Inah adalah akad jual beli ketika penjual menjual asetnya kepada pembeli dengan janji untuk dibeli kembali (sale and buy back) dengan pihak yang sama. Bai’ alInah adalah penjualan tunai (cash sale) dilanjutkan dengan pembelian kembali dengan tangguh (deferred payment sale/BBA).

Bagan proses jual beli Bai’ al-Inah, sebagaimana gambar di bawah ini:

Gambar 1. Bagan Proses Bai’ al-Inah

Pada jual beli Bai’ al-Inah, ada empat langkah proses yang dilakukan, sebagai berikut:

(4)

b. Bank membayar Rp.100 juta kepada nasabah;

c. Bank menjual kembali aset X tersebut kepada nasabah dengan menambahkan marjin keuntungan, misalnya Rp.120 juta; dan

d. Nasabah membayar harga aset X yang Rp.120 juta dengan cicilan sesuai kesepakatan.

Akad jual beli Bai’ al-Inah ini mempunyai kemiripan dengan pinjaman tunai dengan jaminan aset pada bank konvensional. Perbedaannya terletak pada akadnya, sedangkan secara fisik nasabah sama-sama memperoleh dana tunai. Menurut ulama Malaysia jual beli dengan akad Bai’ al-Inah dibolehkan. Namun demikian, ulama Timur Tengah dan Indonesia berpendapat bahwa Bai’ al-Inah tidak dibolehkan karena ketiga unsur ‘Iwad, yaitu risiko, kerja dan usaha, dan tanggung jawab (seperti dijelaskan pada gambar 1 tidak ada dalam transaksi ini, seperti diilustrasikan pada gambar 2 Seluruh proses transaksi hanya ada dalam dokumen.

Gambar 2. Ketentuan Syariah Bai’ al-Inah

(5)

melegitimasi riba. Secara singkat, pendapat lima madzhab tentang Bai’ al-Inah dapat dibaca pada tabel 1.

Tabel 1. Pendapat Madzhab tentang Bai’ al-Inah

Madzhab Pendapat Alasan

Hanafi Dilarang Boleh, jika melibatkan pihak ketiga (bukan sale and buy back)

Maliki Dilarang Cara memanipulasi riba

Hambali Dilarang Cara memanipulasi riba

Syafi’i Boleh Kontrak dinilai dari apa

yang terungkap. Niat diserahkan kepada Allah

Syafi’i Boleh Kontrak dinilai dari apa

yang terungkap. Niat diserahkan kepada Allah

Zahiri Boleh Kontrak dinilai dari apa

yang terungkap. Niat diserahkan kepada Allah

Dengan memperhatikan pandangan ke lima madzhab, Bai’al-Inah yang ada di Malaysia, yang merupakan sale and buy back tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai penghubung antara penjual (kreditur) dan pembeli (debitur), tidak dibolehkan oleh madzab Hanafi, Maliki, dan Hambali, namun dibolehkan oleh madzab Syafi’i dan Zahiri. NSAC membolehkan Bai’ al-Inah dengan merujuk pendapat madzhab Syafi’i dan Zahiri. Sementara itu, negara-negara Timur Tengah dan Indonesia melarang Bai’ alInah dengan merujuk pendapat sebagian besar madzab.

2. Bai’ al-Dayn

(6)

Gambar 3. Ketentuan Syariah Bai’ al-Dayn

Meskipun ulama Malaysia menganggap Bai’ al-Dayn boleh dilakukan karena sesuai dengan ketentuan Syariah, ulama Timur Tengan dan ulama Indonesia berpendapat lain. Mereka berpendapat bahwa hutang sama dengan uang (debt = money). Karena hutang sama dengan uang, maka hutang hanya boleh dipertukarkan dengan uang senilai hutang tersebut. Sebagai contoh, hutang senilai Rp.100 juta hanya dapat ditukar dengan uang senilai Rp.100 juta juga. Apabila hutang senilai Rp.100 juta dijual dengan harga kurang dari Rp.100 juta, misalnya Rp.80 juta, maka Rp.20 juta perbedaannya merupakan riba yang dilarang oleh Syariah. Ulama Timur Tengah dan Indonesia berpendapat bahwa Bai’ al-Dayn tidak dibolehkan karena ketiga unsur ‘Iwad, yaitu risiko, kerja dan usaha, dan tanggung jawab (seperti dijelaskan pada gambar 2) tidak ada dalam transaksi ini, seperti diilustrasikan pada gambar 3.

3. BBA (Ba'i Bitsaman Ajil)

(7)

perniagaan yang dibolehkan Syariah. Oleh karena itu keuntungan dari jual beli BBA halal, sedangkan keuntungan dari pemberian pinjaman adalah riba yang diharamkan oleh Syariah.

Gambar 4. Bagan Proses BBA = Credit Murabahah

Pada jual beli BBA, ada empat langkah proses yang dilakukan, sebagai berikut: a. Nasabah mengidentifikasi aset, misalkan aset X yang ingin dimiliki atau dibeli; b. Bank membelikan aset yang diinginkan nasabah dari pemilik aset X, misalkan

dengan harga Rp.100 juta;

c. Bank menjual aset X tersebut kepada nasabah dengan harga jual sama dengan harga perolehan ditambah marjin keuntungan yang diinginkan bank, misalkan Rp.120 juta; dan

d. Nasabah membayar harga aset X yang Rp.120 juta dengan cicilan sesuai kesepakatan.

(8)

Bai’ al-Inah, karena nasabah menjual asetnya kepada bank dengan niat untuk dibeli kembali.

Demikian pula bank membeli aset nasabah dengan niat untuk dijual kembali kepada nasabah yang bersangkutan. Akad BBA yang berorientasi Bai’ al-Inah ini hanya dapat dihindari ketika bank membeli aset dari pemilik awal aset (vendor/supplier) kemudian menjualnya kepada nasabah dengan pembayaran tangguh. Tetapi, pada praktek saat ini bank tidak dilarang untuk melakukan jual beli langsung dengan supplier. Hal ini disebabkan karena suatu bank, baik konvensional maupun syariah, hanya dapat menyediakan fasilitas pembiayaan. Bank tidak dibolehkan untuk membeli dan menjual aset untuk mencari keuntungan.

Dengan begitu bank tidak dapat membeli aset, seperti rumah atau kendaraan, dari developer atau dealer. Bank hanya boleh menyediakan pembiayaan atau pinjaman. Hal yang sama berlaku untuk bank syariah. Transaksi sipil mensyaratkan nasabah untuk membeli aset dari pemilik aset (membeli rumah dari developer atau membeli mobil dari dealer). Sedangkan undang-undang perbankan syariah tahun 1983 adalah hukum sipil dan berada dibawah yurisdiksi pengadilan sipil. Undang-undang perbankan syariah ini memuat nilai-nilai Syariah, tetapi tidak cukup untuk menutupi B. Akad Bank Syariah di Indonesia

Akad-akad yang dipergunakan oleh perbankan syariah di Indonesia dalam operasinya merupakan akad-akad yang tidak menimbulkan kontroversi yang disepakati oleh sebagian besar ulama sudah sesuai dengan ketentuan Syariah untuk diterapkan dalam produk dan instrumen keuangan syariah yang ditawarkan kepada nasabah. Akad-akad tersebut meliputi akad-akad untuk pendanaan, pembiayaan, jasa produk, jasa operasional, dan jasa investasi, sebagai berikut:

a. Pendanaan: Wadiah, Mudharabah; ‰

b. Pembiayaan: Murabahah, Mudharabah, Musyarakah, Mudharabah wal Murabahah, Salam, Istishna, Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT), Qardh, Rahn, Hawalah; ‰

c. Jasa Produk: Ujr, Sarf, Kafalah, Wakalah; ‰

d. Jasa Operasional: Wakalah, Ujr; ‰ Jasa Investasi: Mudharabah Muqayyadah.

1. Pendanaan Mudharabah wal Murabahah

(9)

Gambar 5. Skema Pendanaan Mudharabah wal Murabahah

Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pendanaan dengan akad mudharabah muqayyadah executing, antara lain: ‰

a. Bentuk investasi, bukan simpanan (special investment); ‰ b. Akad Mudharabah al-Muqayyadah; ‰

c. Investasi ke sektor yang diinginkan pemodal (nasabah); dan ‰ d. On Balance Sheet (executing):

1) Pemodal menetapkan syarat;

2) Kedua pihak sepakat dengan syarat usaha keuntungan; 3) Bank menerbitkan bukti investasi khusus; dan

4) Bank memisahkan dana.

2. Pembiayaan Mudharabah wal Murabahah

Pembiayaan mudharabah wal murabahah adalah bentuk akad mudharabah muqayyadah executing ketika bank syariah sebagai shahibul maal memberikan pembiayaan kepada mudharib antara, yaitu lembaga keuangan syariah atau LKS (BPRS, BMT, atau Koperasi Syariah), yang kemudian menyalurkan pembiayaan dengan akad murabahah kepada nasabah. Pada umumnya LKS ini memberikan pembiayaan untuk aneka barang (consumer goods), seperti untuk pembiayaan sepeda motor. Skema akad mudharabah wal murabahah dapat di baca pada gambar 6.

(10)

intermediate financier menyalurkan pembiayaan kepada nasabah dengan akad murabahah. Bank syariah berbagi hasil dengan LKS, sedangkan LKS berjual beli dengan nasabah. Bank syariah akan memperoleh porsi bagi hasil apabila LKS menghasilkan keuntungan, sedangkan LKS akan memperoleh marjin keuntungan dari hasil jual belinya dengan nasabah.

Gambar 6. Skema Pembiayaan Mudharabah wal Murabahah

Akad mudharabah wal murabahah muncul karena karakteristik sistem keuangan dan perbankan syariah di Indonesia yang memiliki BUS, UUS, dan BPRS dalam sistem perbankannya serta LKS mikro, seperti baitul maal wa tamwil (BMT), dan koperasi syariah. BUS dan UUS tidak memiliki akses ke nasabah-nasabah kecil dan mikro untuk menyalurkan pembiayaan tetapi memiliki akses lebih besar dalam penghimpunan dana. Sementara itu LKS mikro kurang mempunyai kemampuan dalam menghimpun dana tetapi memiliki akses ke nasabah kecil dan mikro. Oleh karena itu, kerjasama antara BUS atau UUS dengan LKS mikro merupakan kerjasama yang saling menguntungkan semua pihak. BUS dan UUS dapat menyalurkan pembiayaan dari penghimpunan dananya yang melimpah, LKS syariah mendapatkan sumber dana yang diperlukan untuk menyalurkan pembiayaan, dan nasabah dapat memperoleh pembiayaan yang diperlukannya.

(11)

Beberapa akad khas yang digunakan perbankan syariah Malaysia adalah akad berpola jual beli, yaitu Bai’ al-Inah, Bai’ al-Dayn, dan BBA (BBA), serta akad berpola sewa, yaitu Variable Rate Ijarah. Dalam akad Bai’ al-Inah ke dua belah pihak sebenarnya tidak ada niatan untuk menggunakan aset, sehingga mereka melanggar salah satu prinsip kontrak dalam Islam, yaitu maudu’ul aqdi ‘tujuan kontrak’. Sebagian besar madzhab utama berpendapat bahwa Bai’ al-Inah tidak sesuai dengan prinsip Syariah sehingga dilarang. Ketidaksesuaian dengan prinsip Syariah dikarenakan Bai’ al-Inah digunakan sebagai zari’ah ‘cara’ atau hilah ‘alasan hukum’ (legal excuse) untuk melegitimasi riba. Akad-akad yang dipergunakan oleh perbankan syariah di Indonesia dalam operasinya merupakan akad-akad yang tidak menimbulkan kontroversi yang disepakati oleh sebagian besar ulama sudah sesuai dengan ketentuan Syariah untuk diterapkan dalam produk dan instrumen keuangan syariah yang ditawarkan kepada nasabah. Akad-akad tersebut meliputi akad-akad untuk pendanaan, pembiayaan, jasa produk, jasa operasional, dan jasa investasi.

DAFTAR PUSTAKA

Algoud, Latifa M. and Lewis, Mervyn K. (2001), Perbankan Syariah, terjemahan, Serambi, Jakarta.

Al-Omar, Fuad and Abdel-Haq, Mohammed (1996), Islamic Banking: Theory, Practice and Challenges, Oxford University Press, Karachi and Zed Books Ltd., New Jersey, USA.

Antonio, M. Syafi’i (2001), Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Gema Insani Press, Jakarta.

Bank Indonesia (2004), Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 2004, Direktorat Hukum, Bank Indonesia.

Bank Indonesia (2004), Statistik Perbankan Syariah Indonesia, edisi Oktober 2004. Direktorat Perbankan Syariah (2004), Statistik Perbankan Syariah, beberapa

penerbitan, Direktorat Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Jakarta.

Direktorat Perbankan Syariah (2004), Himpunan Ketentuan Perbankan Syariah Indonesia Mei 1999 - Desember 2003

Khan, M. Fahim (1995), Essays in Islamic Economics, Economics Series – 19, The Islamic Foundation, United Kingdom.

RAFA Consulting (2004), Pelatihan Dasar Perbankan Syariah, RAFA Consulting dan Bank Indonesia, Jakarta.

Rosly, Saiful Azhar (2005), Critical Issues on Islamic Banking andFinancial Markets, Dinamas Publishing, Kuala Lumpur, Malaysia.

Saeed, Abdullah (1999), Islamic Banking and Interest: A study of the Prohibition of Riba and its Contemporary Interpretation, EJ Brill, Leiden.

Gambar

Gambar 1. Bagan Proses Bai’ al-Inah
Gambar 2. Ketentuan Syariah Bai’ al-Inah
Tabel 1. Pendapat Madzhab tentang Bai’ al-Inah
Gambar 3. Ketentuan Syariah Bai’ al-Dayn
+4

Referensi

Dokumen terkait

gambaran secara umum penduduk Kabupaten Poso Hasil SP 2010, sehingga dapat.. memberikan wacana awal bagi para pengambil keputusan dalam

Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa untuk materi IPA di kelas IV terdiri dari 6 kompetensi yang mencakup sembilan ruang lingkup materi pokok, yaitu

Hasil penelitian untuk jumlah tunas menunjukkan bahwa eksplan pada media ½ MS dengan konsentrasi BAP 2,5 ppm mengalami peningkatan pada semua umur pengamatan dan

( Sertifikat/Laporan ) Prosedur Pelayanan Informasi Digabung dengan permohonan pengambilan data Prosedur Pengajuan Pembuatan Benda Pamer Pengadaan Barang dan Jasa.. Prosedur

sangat penting untuk melakukan penelitian tentang “Meningkatkan Kecerdasan Kinestetik Melalui Media Alat Musik Perkusi pada Anak Kelompok B 2 RA.

Maklumat yang diperuntukkan di sini mungkin tidak mengambil kira kesan disebabkan keperluan peraturan tambahan (contohnya, untuk bahan memenuhi definisi sesuatu buangan merbahaya

kostumer yang menggunakan produk/jasa dari bisnis tersebut..

Beberapa Ketentuan pada dalam Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha (Lembaran Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun 2011