• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPA"

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN

PENDAPATAN DI WILAYAH KORIDOR EKONOMI SUMATERA

Tesis

Untuk memperoleh sebagian persyaratan mencapai derajat master

Program Studi Ekonomi Pertanian

disusun oleh

Dany Juhandi

14/372941/PPN/3884

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis ini bukan merupakan karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,

dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak mengandung karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis

diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 26 Februari 2016

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya mampu menyusun dan menyelesaikan Tesis yang

berjudul “Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan di Wilayah Koridor Ekonomi Sumatera”. Tesis ini disusun sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Program Studi Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Selama perjalanan hidup tentu tidak bisa melangkah sendiri, banyak bantuan dari berbagai pihak yang telah diperoleh, karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang telah memberikan amanah kepada saya untuk memperoleh beasiswa. Tanpa beasiswa tentu saya tidak bisa melanjutkan studi S-2.

2. Orang tua tercinta, Bapak Endan Juhandi dan Ibu Siti Hadijah, atas do’anya sepanjang hari untuk kesuksesan anaknya di tanah rantau. Dan tentunya juga untuk adik satu-satunya Ismi Juhandi yang terkadang memberikan motivasi. 3. Prof. Dr. Ir. Irham, M.Sc, selaku dosen pembimbing utama dan dosen

pembimbing akademik yang telah membimbing dan mengarahkan untuk mencapai target-target yang telah saya tetapkan dengan tepat waktu.

4. Bapak Dr. Jamhari, S.P, M.P, selaku dosen pembimbing pendamping atas masukan dan pencerahnya dalam penyusunan tesis ini.

5. Bapak Dr. Ir. Slamet Hartono, M.Sc dan Ibu Dr. Ir. Lestari Rahayu Waluyati, M.P selaku dosen pengujji, terima kasih atas semua masukan untuk penulisan tesis saya.

6. Dosen-dosen Ekonomi Pertanian (Prof. Dwidjono, Prof. Sri Widodo, Prof. Masyhuri, Pak Jangkung, Ibu Ani, dll) yang telah memberikan bimbingan dan ilmu selama di bangku perkuliahan.

7. Staff Akademik Pascasarjana, Fakultas Pertanian UGM, terima kasih atas pelayanan dan kemudahan yang diberikan.

(5)

v

permasalahan hati. Dan yang lain Tiwo, Adi, Avi, Neva, Grace, Indana, Deni, Wati, Anita, Dian dan Mba Eny, terima kasih juga atas kebersamaan selama ini.

I love you all….

9. Teman-teman Komunitas Akar Rumput (Masdar, Robi Sembiring, Tiwo, Gus Mujib, Bung Ronal, Bung Rino putra sang fajar, Bung Ade, Bung Miskar, Mba Nadia, Bung Dwi, Bung Salis, Bung Roby Aditya, Lady Day, Orinda, Kaka Nai, Mace Lian, Bung Randi, Bung Adith, Bung Una, Cak Sol, Bung Mokho, Teh Riri, Dek Bela, Dek Vivi, Fani, Diba, dan Icad) kalian memang belum lama saya kenal, tetapi kalian telah memberikan kenyamanan dan kehangatan selama ini. Semoga kita selalu “Mengakar kuat, memberi manfaat”.

10. Mas Gilang Wirakusuma, S.P, M.Sc yang telah memberikan ide dan solusi pada tesis ini. Terim kasih atas bantuannya.

11. Teteh Lena Mariana Darga, S.ST yang telah memberikan nasehat-nasehat kolotnya ketika saya menghadapi permasalahan dalam studi.

12. Indah Etika, S.Pd, M.Pd yang telah banyak membantu mulai dari sebelum melanjutkan studi dan saat menjalankan studi.

Kesempuranaan hanya milik yang Maha Kuasa, tentunya karya tulis ini jauh dari kesempurnaan. Saya sangat mengharapkan masukan dan saran yang konstruktif. Semoga bermanfaat bagi pihak-pihak yang memiliki ketertarikan dalam karya tulis saya ini.

Yogyakarta, 26 Februari 2016

(6)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

INTISARI ... xvi

ABSTRACT ... xvii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. TujuanPenelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ... 8

2.1. Tinjauan Pustaka ... 8

2.2. Landasan Teori ... 15

2.3. Kerangka Pemikiran ... 21

2.4. Perumusan Hipotesis ... 22

III. METODE PENILITIAN ... 23

3.1. Metode Dasar Penelitian ... 23

3.2. Daerah Penelitian ... 23

3.3. Teknik Pengumpulan Data dan Jenis Data ... 23

3.4. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 24

3.5. Metode Analisis Data ... 25

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

... 33

4.1.

Gambaran Umum dan Perekonomian Daerah ... 33

4.2.

Karakteristik Wilayah Provinsi di Koridor Ekonomi Sumatera ... 67

(7)

vii

dan pertumbuhan ekonomi di Koridor Ekonomi Sumatera ... 83

4.5. Kontribusi sektor pertanian dalam ketimpangan pendapatan di Koridor Ekonomi Sumatera ... 84

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

5.1. Kesimpulan ... 90

5.2. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92

(8)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1. Data Ketimpangan Pendapatan Indonesia Tahun 2008 – 2013 ... 1

Tabel 3.1. Analisis Klasifikasi Tipologi Klassen ... 25

Tabel 3.2. Interpretasi Keeratan Hubungan ... 30

Tabel 4.1. Kabupaten dan Kota di Provinsi Aceh tahun 2013 ... 33

Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Provinsi Aceh menurut Kabupaten/Kota tahun 2010 ... 35

Tabel 4.3. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Provinsi Aceh Tahun 2009 – 2013 ... 36

Tabel 4.4. Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2013 ... 37

Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Provinsi Sumatera Utara menurut Kabupaten/Kota Tahun 2010 ... 39

Tabel 4.6. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sumatera Utara Tahun 2009 – 2013 ... 40

Tabel 4.7. Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Barat tahun 2013 ... 41

Table 4.8 Jumlah Penduduk Provinsi Sumatera Barat menurut Kabupaten/Kota tahun 2010 ... 42

Tabel 4.9. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sumatera Barat Tahun 2009 – 2013 ... 43

Tabel 4.10. Kabupaten dan Kota di Provinsi Riau tahun 2013 ... 44

Tabel 4.11 Jumlah Penduduk Provinsi Riau menurut Kabupaten/Kota tahun 2010 ... 45

Tabel 4.12. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Provinsi Riau Tahun 2009 – 2013 ... 46

Tabel 4.13. Kabupaten dan Kota di Provinsi Jambi Tahun 2013 ... 47

Tabel 4.14. Jumlah Penduduk Provinsi Jambi menurut Kabupaten/Kota tahun 2010 ... 48

Tabel 4.15. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Provinsi Jambi Tahun 2009 – 2013 ... 49

(9)

ix

Tabel 4.17. Jumlah Penduduk Provinsi Sumatera Selatan Menurut

Kabupaten/Kota Tahun 2010 ... 51 Tabel 4.18. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut

Lapangan Usaha Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009 – 2013 ... 52 Tabel 4.19. Kabupaten dan Kota di Provinsi Bengkulu tahun 2013 ... 53 Tabel 4.20. Jumlah Penduduk Provinsi Bengkulu menurut

Kabupaten/Kota tahun 2010 ... 54 Tabel 4.21. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut

Lapangan Usaha Provinsi Bengkulu Tahun 2009 – 2013 ... 55 Tabel 4.22. Kabupaten dan Kota di Provinsi Lampung Tahun 2013 ... 56 Tabel 4.23. Jumlah Penduduk Provinsi Lampung

Menurut Kabupaten/Kota tahun 2010 ... 57 Tabel 4.24. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000

Menurut Lapangan Usaha Provinsi Lampung Tahun 2009 – 2013 ... 58 Tabel 4.25. Kabupaten dan Kota di Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung Tahun 2013 ... 59 Tabel 4.26. Jumlah Penduduk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Menurut Kabupaten/Kota tahun 2010 ... 60 Tabel 4.27. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut

Lapangan Usaha Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung Tahun 2009 – 2013 ... 61 Tabel 4.28. Kabupaten dan Kota di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013 ... 62 Tabel 4.29. Jumlah Penduduk Provinsi Kepulauan Riau

Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2010 ... 63 Tabel 4.30. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut

Lapangan Usaha Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2009 – 2013 ... 64 Tabel 4.31. Kabupaten dan Kota di Provinsi Kepulauan Banten Tahun 2013 ... 64 Tabel 4.32. Jumlah Penduduk Provinsi Kepulauan Banten

Menurut Kabupaten/Kota tahun 2010 ... 65 Tabel 4.33. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000

Menurut Lapangan Usaha Provinsi Banten Tahun 2009 – 2013 ... 66 Tabel 4.34. Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Sebelum

(10)

x

Tabel 4.35. Perbandingan Pendapatan per Kapita Sebelum

dan Setelah Otonomi Daerah... 67 Tabel 4.36. Perbandingan Tipologi Klassen Sebelum

dan Setelah Otonomi Daerah ... 69 Tabel 4.37. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di KES pada

Masa Sebelum Otonomi Daerah ... 70 Tabel 4.38. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi-provinsi di KES

pada Masa Otonomi Daerah ... 71 Tabel 4.39. Kontribusi Sektor Industri dan Perdagangan

Provinsi Banten dan Aceh ... 72 Tabel 4.40. Ekspor dan Impor menurut Provinsi di KES tahun 2007... 72 Tabel 4.41. Hasil Uji Tren Pertumbuhan Ekonomi Sebelum

dan Setelah Otonomi Daerah ... 74 Tabel 4.42. Ketimpangan Pendapatan Sebelum Otonomi Daerah ... 74 Tabel 4.43. Ketimpangan Pendapatan (CVw) pada Masa Otonomi Daerah ... 76 Tabel 4.44. Kontribusi Sektor Pertambangan dan

Penggalian dalam PDRB Daerah ... 77 Tabel 4.45. Ketimpangan Pendapatan (CVw) pada Masa Krisis ... 77 Tabel 4.46. Laju Pertumbuhan Ketimpangan Pendapatan pada Masa Krisis ... 78 Tabel 4.47. Hasil Uji Tren Ketimpangan Pendapatan Sebelum

dan Setelah Otonomi Daerah Tahun 1993 – 1996 ... 79 Tabel 4.48. Kontribusi Sektor Pertambangan dan Penggalian

di masing-masing Provinsi selama Masa Krisis ... 81 Tabel 4.49. Klasifikasi Daerah berdasarkan Pertumbuhan

Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan sebelum Otonomi Daerah .... 82 Tabel 4.50. Klasifikasi Daerah berdasarkan Pertumbuhan

Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan setelah Otonomi Daerah ... 82 Tabel 4.51. Hasil Analisis Korelasi Pearson masing-masing Provinsi ... 83 Tabel 4.52. Koefisien Variasi Tertimbang ... 85 Tabel 4.53. Kontribusi Sektoral terhadap Koefisien

Variasi Tertimbang dengan Migas ... 88 Tabel 4.54. Kontribusi Sektoral terhadap Koefisien

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Enam Negara Asia

Tenggara Tahun 2010 – 2014 (persen) ... 1 Gambar 1.2. Enam Koridor Ekonomi Indonesia dalam MP3EI ... 3 Gambar 1.3. Tingkat Ketimpangan Pendapatan tahun 2000 – 2012 ... 5 Gambar 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Masing-masing

Koridor Ekonomi tahun 2006 – 2013 (persen) ... 6 Gambar 2.1. Kurva ‘U’ Terbalik Kuznets ... 19 Gambar 4.1. Persentase Penduduk Provinsi Aceh Berumur 15 Tahun Keatas

yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama tahun 2013 ... 36 Gambar 4.2. Persentase Penduduk Provinsi Sumatera Utara Berumur

15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut

Lapangan Pekerjaan Utama tahun 2013 ... 40 Gambar 4.3. Persentase Penduduk Provinsi Sumatera Barat Berumur

15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut

Lapangan Pekerjaan Utama tahun 2013 ... 43 Gambar 4.4. Persentase Penduduk Provinsi Riau Berumur

15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut

Lapangan Pekerjaan Utama tahun 2013 ... 45 Gambar 4.5. Persentase Penduduk Provinsi Jambi Berumur

15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan

Pekerjaan Utama tahun 2013 ... 48 Gambar 4.6. Persentase Penduduk Provinsi Sumatera Selatan Berumur

15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan

Pekerjaan Utama tahun 2013 ... 51 Gambar 4.7. Persentase Penduduk Provinsi Sumatera Selatan Berumur

15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut

Lapangan Pekerjaan Utama tahun 2013 ... 54 Gambar 4.8. Persentase Penduduk Provinsi Lampung Berumur

(12)

xii

Lapangan Pekerjaan Utama tahun 2013 ... 57

Gambar 4.9. Persentase Penduduk Provinsi Bangka Belitung Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama tahun 2013 ... 60

Gambar 4.10. Persentase Penduduk Provinsi Kepulauan Riau Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama tahun 2013 ... 63

Gambar 4.11. Persentase Penduduk Provinsi Banten Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama tahun 2013 ... 66

Gambar 4.12.Hasil Tipologi Klassen Sebelum Otonomi Daerah ... 68

Gambar 4.13. Hasil Tipologi Klassen Setelah Otonomi Daerah ... 69

Gambar 4.14. Koefisien Variasi dan Kovariasi dengan Migas ... 86

Gambar 4.15. Koefisien Variasi dan Kovariasi tanpa Migas ... 86

Gambar 4.16. Kontribusi Sektoral terhadap PDRB dengan Migas ... 87

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Hasil Uji Trend Pertumbuhan Ekonomi

Provinsi Aceh Sebelum Otonomi Daerah ... 95 2. Hasil Uji Trend Pertumbuhan Ekonomi

Provinsi Sumatera Utara Sebelum Otonomi Daerah ... 96 3. Hasil Uji Trend Pertumbuhan Ekonomi

Provinsi Sumatera Barat Sebelum Otonomi Daerah ... 97 4. Hasil Uji Trend Pertumbuhan Ekonomi

Provinsi Riau Sebelum Otonomi Daerah ... 98 5. Hasil Uji Trend Pertumbuhan Ekonomi

Provinsi Jambi Sebelum Otonomi Daerah ... 99 6. Hasil Uji Trend Pertumbuhan Ekonomi

Provinsi Sumatera Selatan Sebelum Otonomi Daerah ... 100 7. Hasil Uji Trend Pertumbuhan Ekonomi

Provinsi Bengkulu Sebelum Otonomi Daerah ... 101 8. Hasil Uji Trend Pertumbuhan Ekonomi

Provinsi Lampung Sebelum Otonomi Daerah ... 102 9. Hasil Uji Trend Pertumbuhan Ekonomi

KES Sebelum Otonomi Daerah ... 103 10. Hasil Uji Trend Pertumbuhan Ekonomi

Provinsi Aceh Setelah Otonomi Daerah ... 104 11. Hasil Uji Trend Pertumbuhan Ekonomi

Provinsi Sumatera Utara Setelah Otonomi Daerah ... 105 12. Hasil Uji Trend Pertumbuhan Ekonomi

Provinsi Sumatera Barat Setelah Otonomi Daerah ... 106 13. Hasil Uji Trend Pertumbuhan Ekonomi

Provinsi Riau Setelah Otonomi Daerah ... 107 14. Hasil Uji Trend Pertumbuhan Ekonomi

Provinsi Jambi Setelah Otonomi Daerah ... 108 15. Hasil Uji Trend Pertumbuhan Ekonomi

(14)

xiv 16. Hasil Uji Trend Pertumbuhan Ekonomi

Provinsi Bengkulu Setelah Otonomi Daerah ... 110 17. Hasil Uji Trend Pertumbuhan Ekonomi

Provinsi Lampung Setelah Otonomi Daerah ... 111 18. Hasil Uji Trend Pertumbuhan Ekonomi

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Setelah Otonomi Daerah ... 112 19. Hasil Uji Trend Pertumbuhan Ekonomi

Provinsi Kepulauan Riau Setelah Otonomi Daerah ... 113 20. Hasil Uji Trend Pertumbuhan Ekonomi

Provinsi Banten Setelah Otonomi Daerah ... 114 21. Hasil Uji Trend Pertumbuhan Ekonomi

KES Setelah Otonomi Daerah ... 115 22. Hasil Uji Trend Ketimpangan Pendapatan

Provinsi Aceh Sebelum Otonomi Daerah ... 116 23. Hasil Uji Trend Ketimpangan Pendapatan

Provinsi Sumatera Utara Sebelum Otonomi Daerah ... 117 24. Hasil Uji Trend Ketimpangan Pendapatan

Provinsi Sumatera Barat Sebelum Otonomi Daerah ... 118 25. Hasil Uji Trend Ketimpangan Pendapatan

Provinsi Riau Sebelum Otonomi Daerah ... 119 26. Hasil Uji Trend Ketimpangan Pendapatan

Provinsi Jambi Sebelum Otonomi Daerah ... 120 27. Hasil Uji Trend Ketimpangan Pendapatan

Provinsi Sumatera Selatan Sebelum Otonomi Daerah ... 121 28. Hasil Uji Trend Ketimpangan Pendapatan

Provinsi Bengkulu Sebelum Otonomi Daerah ... 122 29. Hasil Uji Trend Ketimpangan Pendapatan

Provinsi Lampung Sebelum Otonomi Daerah ... 123 30. Hasil Uji Trend Ketimpangan Pendapatan

KES Sebelum Otonomi Daerah ... 124 31. Hasil Uji Trend Ketimpangan Pendapatan

(15)

xv

Provinsi Sumatera Utara Setelah Otonomi Daerah ... 126

33. Hasil Uji Trend Ketimpangan Pendapatan Provinsi Sumatera Barat Setelah Otonomi Daerah ... 127

34. Hasil Uji Trend Ketimpangan Pendapatan Provinsi Riau Setelah Otonomi Daerah ... 128

35. Hasil Uji Trend Ketimpangan Pendapatan Provinsi Jambi Setelah Otonomi Daerah ... 129

36. Hasil Uji Trend Ketimpangan Pendapatan Provinsi Sumatera Selatan Setelah Otonomi Daerah ... 130

37. Hasil Uji Trend Ketimpangan Pendapatan Provinsi Bengkulu Setelah Otonomi Daerah ... 131

38. Hasil Uji Trend Ketimpangan Pendapatan Provinsi Lampung Setelah Otonomi Daerah ... 132

39. Hasil Uji Trend Ketimpangan Pendapatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Setelah Otonomi Daerah ... 133

40. Hasil Uji Trend Ketimpangan Pendapatan Provinsi Kepulauan Riau Setelah Otonomi Daerah ... 134

41. Hasil Uji Trend Ketimpangan Pendapatan Provinsi Banten Setelah Otonomi Daerah ... 135

42. Hasil Uji Trend Ketimpangan Pendapatan KES Setelah Otonomi Daerah ... 136

43. Hasil Uji Korelasi Pearson Provinsi Aceh ... 137

44. Hasil Uji Korelasi Pearson Provinsi Sumatera Utara ... 138

45. Hasil Uji Korelasi Pearson Provinsi Sumatera Barat ... 139

46. Hasil Uji Korelasi Pearson Provinsi Riau ... 140

47. Hasil Uji Korelasi Pearson Provinsi Jambi ... 141

48. Hasil Uji Korelasi Pearson Provinsi Sumatera Selatan ... 142

49. Hasil Uji Korelasi Pearson Provinsi Bengkulu ... 143

50. Hasil Uji Korelasi Pearson Provinsi Lampung ... 144

51. Hasil Uji Korelasi Pearson Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ... 145

52. Hasil Uji Korelasi Pearson Provinsi Kepulauan Riau ... 146

53. Hasil Uji Korelasi Pearson Provinsi Banten ... 147

(16)

xvi Intisari

Pembangunan ekonomi wilayah beberapa tahun terakhir selain meningkatkan pertumbuhan ekonomi juga meningkatkan ketimpangan pendapatan. Koridor Ekonomi Sumatera (KES) merupakan daerah yang memiliki ketimpangan pendapatan yang paling tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi dibandingkan wilayah lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengidentifikasi karakteristik wilayah provinsi di KES, (2) Menganalisis pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan, (3) Mengetahui apakah terjadi trade-off antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan, (4) Menganalisis kontribusi sektor pertanian terhadap ketimpangan pendapatan.Penelitian ini menggunakan metode deskriptif untuk menggambarkan pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan. Data yang digunakan adalah data time series dari meliputi Pendapatan Domestik Regional Bruto, jumlah penduduk, dan tenaga kerja selama tahun 1993 - 2013. Tingkat ketimpangan pendapatan dianalisis dengan Indeks Williamson dan trade-off antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan menggunakan Korelasi Pearson.Hasil Penelitian menunjukkan bahwa setelah adanya otonomi daerah, pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan menjadi lebih baik. Dan tidak terjadi trade-off antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan. Kemudian sektor pertanian merupakan sektor yang paling sedikit menyumbang dalam ketimpangan pendapatan.

(17)

xvii Abstract

In recent years, Regional economic development increased not only economic growth but also income inequality. Sumatera Economic Corridor (SEC) was region that had the highest income inequality and relatively more higher economic growth compered to other regions. This study aimed (1) to identify characteristic of provinces in SEC, (2) to analyze economic growth and income inequality, (3) to know whether there was trade-off between economic growth and income inequality. (4) to analyze contribution of agricultural sector toward income inequality.This study used a descriptive method to describe economic growth and income inequality. Data used ware secondary time series data of Gross Regional Domestic Product (GRDP) data, number of population and per capita income during the years 1993 – 2013. The rate of income inequality was analyzed by Williamson Index and trade-off between economic growth and income inequality was analyzed by Pearson Corelation.The result of study shown that after local autonomy era, economic growth and income inequality became better. And there was no trade-off between economic growth and income inequality. Then agricultural sector had the least contribution on income inequality.

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara bisa dilihat dari beberapa indikator seperti pertumbuhan ekonomi, tenaga kerja dan penggangguran. Indonesia selama beberapa tahun kebekangan ini memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi di atas enam persen. Kemudian tingkat pengangguran di Indonesia selama lima tahun terakhir rata-rata sebesar enam persen. Jika dibandingkan dengan lima negara yang berada di kawasan Asia Tenggara yaitu Filipina, Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia selama lima tahun terakhir berada di bawah Singapura, Filipina dan Vietnam.

Gambar 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Enam Negara Asia Tenggara Tahun 2010 – 2014 (persen)

Sumber: World Bank, 2015

Selain itu juga pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang cukup tinggi ini diikuti dengan tingkat ketimpangan pendapatan cenderung meningkat. Untuk lebih jelasnya seberapa besar tingkat pendapatan di Indonesia bisa dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Data Ketimpangan Pendapatan Indonesia Tahun 2008 – 2013

Tahun Indeks Gini Ratio

(19)

2

Terjadinya ketimpangan pendapatan menurut Adelma dan Moris di Negara Sedang Berkembang (NSB) disebabkan karena (Arsyad, 2010):

a. Penurunan pendapatan per kapita yang disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk yang signifikan.

b. Inflasi yang tidak diikuti dengan pertambahan produksi barang-barang. c. Pembangunan antar daerah yang tidak merata

d. Investasi yang sangat banyak dalam proyek yang padat modal, bukan pada padat karya sehingga pengangguran bertambah.

e. Mobilitas sosial yang rendah

f. Kebijakan industri subsidi impor yang mengakibatkan kenaikan pada harga barang-barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis.

g. Akibat adanya ketidakelastisan permintaan terhadap barang-barang ekspor NSB, berdampak pada nilai tukar bagi NSB dalam perdagangan dengan negara-negara maju memburuk.

h. Industri-industri kerajinan rakyat yang hancur.

Negara Indonesia telah bertansformasi menjadi negara industri, di mana sektor industri telah berkontribusi lebih dari 20 persen dalam Produk Domestik Bruto (PDB) sedangkan sektor pertanian dalam PDB mengalami penurunan. Pada tahun 1983 kontirbusi sektor pertanian dalam PDB lebih dari 20 persen, namun kemudian 10 tahun kemudian (tahun 1993) sektor industri yang berkontribusi lebih dari 20 persen sedangkan sektor pertanian hanya sebesar 17,8 persen (Sastrosoenarto, 2006). Dari hasil studi yang dilakukan oleh Etharina pada tahun 2004, menyatakan bahwa sektor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pendapatan yaitu sektor industri. Maka tidak heran bila transformasi Indonesia menjadi negara industri menyebabkan terjadinya peningkatan ketimpangan wilayah. Sektor industri meningkatkan ketimpangan pendapatan karena industri tumbuh tidak merata di wilayah Indonesia. Industri banyak tumbuh di Pulau Jawa, sedangkan di pulau lain tidak banyak industri yang tumbuh.

(20)

3

dengan MP3EI. Kebijakan ini dikeluarkan pada masa pemerintahan presiden Soesilo Bambang Yoedoyono (SBY). Tujuan dari program ini adalah untuk memberikan arah pembangunan ekonomi Indonesia hingga 2025. Melalui percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi ini, bukan hanya meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat, namun juga untuk pemerataan dan kualitas hidup masyarakat (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

Terkait dengan visi Indonesia 2025 dalam UU 17 tahun 2007, visi tersebut akan diwujudkan dalam tiga misi yang menjadi fokus utama yaitu:

a. Peningkatan nilai tambah dan perluasan rantai nilai proses produksi serta distribusi dari pengelolaan aset dan akses (potensi) sumber daya alam, geografis wilayah, dan sumber daya manusia, melalui penciptaan kegiatan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis di dalam maupun antar-kawasan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi.

b. Mendorong terwujudnya peningkatan efisiensi produksi dan pemasaran serta integrasi pasar domestik dalam rangka penguatan daya saing dan daya tahan perekonomian nasional.

c. Mendorong penguatan sistem inovasi nasional di sisi produksi, proses, maupun pemasaran untuk penguatan daya saing global yang berkelanjutan, menuju innovation-driven economy.

Untuk mencapai tujuan dari program MP3EI, wilayah Indonesia dibagi menjadi enam koridor ekonomi yaitu koridor ekonomi Sumatera, koridor ekonomi Jawa, Koridor ekonomi Kalimantan, koridor ekonomi Sulawesi, koridor ekonomi Bali-Nusa Tenggara, dan koridor ekonomi Papua-Kepulauan Maluku.

(21)

4

Setiap koridor ekonomi memiliki sektor potensial yang akan menjadi sektor penggerak ekonomi masing-masing koridor ekonomi. (1) Koridor ekonomi Sumatera: Sektor pertanian, dan sektor pertambangan dan penggalian. (2) Koridor ekonomi Jawa: Sektor industri pengolahan, Sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan Sektor pengangkutan dan komunikasi, serta Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. (3) Koridor ekonomi Kalimantan: Sektor pertanian, Sektor pertambangan dan penggalian, dan Sektor listrik, air dan gas. (4) Koridor ekonomi Sulawesi: Sektor pertanian, Sektor pertambangan dan penggalian, dan Sektor industri pengolahan. (5) Koridor ekonomi Bali-Nusa Tenggara: Sektor pertanian, Sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan Sektor Jasa-jasa. (6) Koridor ekonomi Papua-Maluku: Sektor pertanian, Sektor pertambangan dan penggalian, dan Sektor listrik, gas dan air.

Sektor-sektor ekonomi berperan penting dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi. Dengan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi akan menciptakan lapangan pekerjaan, menigkatkan pendapatan masyarakat sehingga bisa meningkatkan pemerataan pembangunan ekonomi Indonesia.

Di era otonomi daerah sekarang, tentu pelaksanaan kebijakan diberikan kewenangan kepada masing-masing daerah provinsi. Seperti halnya dengan pelaksanaan program MP3EI yang akan kewenangan pelaksanaannya adalah setiap provinsi dengan sektor ekonomi strategis masing-masing daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan bagaimana mengembangkan sektor ekonomi strategis untuk mempercepat pembangunan dan mengurangi ketimpangan di wilayahnya.

(22)

5 1.2. Rumusan Masalah

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum menjamin terciptanya pemerataan pembangunan. Hal inilah yang menarik untuk diteliti ketika pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup tinggi namun diikuti juga dengan ketimpangan antarwilayah Indonesia cukup tinggi. Terutama menarik untuk diperhatikan bagaimana ketimpangan antara wilayah pulau Jawa dan Luar Jawa, atau wilayah Kawasan barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Namun, perlu dikatahui berdasarkan beberapa hasil studi empiris terkait ketimpangan antara wilayah di Indonesia baik antar Pulau Jawa dan Luar Jawa, maupun antara KBI dan KTI yang salah satunya yang dilakukan oleh Etharina (2004) menunjukkan bahwa ketimpangan yang dikategorikan tinggi bukan antar pulau Jawa dan Luar Jawa maupun KBI dan KTI, namun ketimpangan yang bisa dikatakan tinggi malah terjadi dalam wilayah itu sendiri bukan antar wilayah di Indonesia.

Kemudian bisa dilihat dari hasil studi BAPPENAS pada tahun 2013 menunjukkan bahwa ketimpangan wilayah paling tinggi terjadi di Pulau Sumatera. Dari tahun 2005 sampai 2012 ketimpangan wilayah di Pulau Sumatera dikategorikan dengan tingkat ketimpangan tinggi (lebih besar dari 0,7) dengan menggunakan Indeks Williamson. Untuk lebih jelas bagaimana ketimpangan wilayah disajikan pada Gambar 1.3. di bawah ini.

Gambar 1.3. Tingkat Ketimpangan Pendapatan tahun 2000 - 2012 Sumber: BAPPENAS, 2013

Kemudian apabila dilihat dari pertumbuhan ekonomi dari masing-masing koridor ekonomi, pertumbuhan ekonomi Koridor Ekonomi Sumatera di atas lima

0.98 0.94 0.93

1.44 1.47 1.45 1.45 1.44 1.45 1.41 1.41

(23)

6

persen sepanjang tahun 2006 – 2013. Di mana rata-rata pertumbuhan ekonomi Koridor Ekonomi Sumatera pada periode tersebut berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi Koridor Ekonomi Kalimantan dan Bali-Nusa Tenggara.

Gambar 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Masing-masing Koridor Ekonomi tahun 2006 – 2013 (persen)

Sumber: BPS Indonesia, 2015 (data diolah)

Mengingat arti pentingnya tersebut, maka penulis berminat untuk meneliti

ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi di Koridor Ekonomi Sumatera.

Secara spesifik, pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini

adalah:

1. Bagaimana karakteristik wilayah provinsi sebelum dan setelah otonomi

daerah di Koridor Ekonomi Sumatera?

2. Seberapa besar pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

sebelum dan setelah otonommi daerah di Koridor Ekonomi Sumatera?

3. Apakah terjadi trade-off antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan

pendapatan Koridor Ekonomi Sumatera?

4. Bagaimana kontribusi sektor pertanian dalam ketimpangan pendapatan di Koridor Ekonomi Sumatera?

(24)

7 1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh masukan yang lebih rinci dan diharapkan bisa memberikan nilai lebih pada perencanaan pembangunan ekonomi di Indonesia. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi karakteristik wilayah provinsi sebelum dan setelah

otonomi daerah di Koridor Ekonomi Sumatera.

2. Mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

sebelum dan setelah otonomi daerah di Koridor Ekonomi Sumatera.

3. Mengetahui apakah terjadi trade-off antara pertumbuhan ekonomi dan

ketimpangan pendapatan di Koridor Ekonomi Sumatera.

4. Menganalisis kontribusi sektor pertanian dalam ketimpangan pendapatan di Koridor Ekonomi Sumatera.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis, penelitian ini digunakan sebagai pemenuhan syarat untuk mendapatkan predikat Master of Science (M.Sc.)

2. Peneliti juga mengharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah tentang sektor-sektor ekonomi mana saja yang bisa menyerap banyak tenaga kerja dan mampu mengurangi ketimpangan distirbusi pendapatan. Sehingga diharapkan pemerintah akan lebih mudah memilih alternatif kebijakan untuk mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan.

(25)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan

Untuk melihat kemajuan sebuah perekonomian suatu negara, pertumbuhan ekonomi merupakan hal utama yang biasanya menjadi patokan. Pemerintah banyak melakukan berbagai cara agar meningkatkan pertumbuhan ekonomi negaranya setiap tahunnya. Banyak faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi, menurut Djodjohadikusumo (1994) faktor yang mempengaruhi yaitu modal dan tenaga kerja. Dengan adanya peningkatan modal dan tenaga kerja maka akan meningkatkan produksi. Dengan meningkatnya produksi maka laju pertumbuhan ekonomi akan meningkat.

Ketika pemerintah menjadikan pertumbuhan ekonomi yang positif menjadi sebuah target penting karena dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan pendapatan. Namun menurut Prayitno (1996) menjadikan hanya pertumbuhan ekonomi sebagai target pembangunan suatu negara membuat strategi pembangunan saat ini mengabaikan konsep entitlement (pemilikan aset) yang berakibat pada tidak semua anggota masyarakat menikmati hasil pembangunan yang dilakukan.

Ternyata pertumbuhan ekonomi yang dijadikan indikator pembangunan sebuah negara tidak menjamin semua warga negaranya menikmati keberhasilan dari pembangunan ekonomi. Artinya pertumbuhan ekonomi belum dinikmati seluruh lapisan masyarakat, hal ini bisa dikatakan terjadinya ketimpangan pendapatan. Bahkan menurut Arsyad (2010) menyatakan di Negara Sedang Berkembang (NSB) pertumbuhan ekonomi tidak mampu menyelesaikan atau mengurangi kemiskinan dan selain itu juga pertumbuhan ekonomi yang pesat tidak mampu menyediakan kesempatan kerja produktif. Tingkat pengangguran meningkat yang di daerah pedesaan dan perkotaan serta ketimpangan distribusi pendapatan antara kaum kaya dan miskin semakin meningkat.

(26)

9

masyakarat adalah dengan adanya revolusi hijau karena meskipun petani kecil kondisinya menjadi lebih baik dari sebelumnya, namun posisinya relatif tidak lebih baik dari pada petani kaya yang jauh meningkat pendapatannya.

Lebih lanjut penjelasan menurut Agusta (2014) ada beberapa kebijakan yang telah dilakukan untuk mengurangi ketimpangan tersebut. Kebijakan yang pernah dilakukan pemerintah sejak tahun 1960-an seperti stabilitas harga pangan, Inpres pembangunan pedesaan dan pertanian, progra khusus penanggulangan kemiskinan, Dana Alokasi Khusus, dan lainnya. Namun, apa bila dilihat dari Tabel 1.1. dengan indeks gini yang cenderung meningkat, bisa dikatakan bahwa kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah belum sepenuhnya berhasil untuk mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan Indonesia.

2.1.2. Konsep Otonomi Daerah

Kata otonomi berasal dari bahasa Yunani, outonomous, yang berarti pengaturan sendiri atau pemerintahan sendiri. Sedangkan dalam Encyclopedia of Social Science, pengertian otonomi adalah: the legal self sufficiency of social body and its actual independence. Dengan demikian pengertian otonomi menyangkut dua hal utama yaitu: kewenangan untuk membuat hukum sendiri (own laws) dan kebebasan untuk mengatur pemerintahan sendiri (self goverment). Berdasarkan pengertian tersebut, maka otonomi daerah pada dasarnya adalah suatu daerah otonom berhak dan berwenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri (Sarundajang dalam Sjafrizal, 2008).

(27)

10

Dengan adanya konsep pelaksanaan otonomi pasca reformasi terjadi peningkatan pengajuan dari beberapa daerah mengelola dan mengatur daerahnya sendiri. Hal ini tercermin dari meningkatnya pemekaran wilayah di Indonesia atau permintaan untuk membentuk Daerah Otonomi Baru (DOB). Sejak Tahun 1999 – 2008 terdapat tujuh provinsi baru, 134 kabupaten baru dan 23 kota baru di Indonesia. Dari tahun 1999 – 2008 banyak terbentuk DOB ditingkat II (Kabupaten/kota).

Menurut Simanjuntak (2012) kebijaksanaan peningkatan otonomi daerah khususnya di Tingkat II (kabupaten/kota) bertujuan agar terwujudnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, dan bertanggungjawab. Menurutnya otonomi yang nyata berarti pemberian otonomi kepada daerah didasarkan pada faktor-faktor, perhitungan-perhitungan, dan tindakan-tindakan atau kebijaksanaan-kebijaksanaan yang benar-benar menjamin daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga di daerahnya. Sedangkan otonomi yang dinamis berarti pemberian otonomi kepada daerah yang berdasarkan pada situasi, kondisi, dan perkembangan pembangunan. Dan otonomi yang bertanggungjawab berarti bahwa pemberian otonomi daerah benar-benar sejalan dengan subtansi dan tujuannya.

Sedangkan menurut Sjafrizal (2008) faktor-faktor penyebab pemekaran wilayah yaitu:

1. Perbedaan agama; adanya kecenderungan masyarakat akan lebih senang bila hidup pada suatu daerah dengan agama yang sama.

2. Perbedaan etnis dan budaya; mayarakat merasa kurang nyaman hidup dengan ethnis, adat istiadat dan kebiasaan yang berbeda pada suatu daerah. 3. Ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah; dalam suatu daerah akan menyebabkan kecemburuan sosial dan merasa dianaktirkan oleh pemerintah pusat.

4. Luas Daerah; daerah yang luas akan menyebabkan pelayanan publik kurang efektif dan merata keseluruh daerah

2.1.3 Penelitian Terdahulu

(28)

11

berganda di mana yang menjadi variabel dependennya yaitu pertumbuhan ekonomi per kapita dan variabel independennya yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan perkapita. Dari hasil analisisnya menunjukkan bahwa terjadi ketimpangan pendapatan di India. Di mana faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pendapatan yaitu pembangunan infrastruktur dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Pada tahun 2003 Sutarno meneliti tentang trade-off antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan di Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah. Alat analisis yang digunakan dalam penelitiannya yaitu Indeks Williamson, Indeks Theil, Tipologi Klassen dan Korelasi Pearson. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan pada periode penelitian di Kabupaten Banyumas, cenderung mengalami peningkatan baik menggunakan Indeks Williamson maupun menggunakan Indeks Theil.

Rougoor dan Van Marrewijk (2015) meneliti pertumbuhan, demografi dan ketimpangan pendapatan global dengan menggunakan sample 176 Negara. Dengan menggunakan analisis Koefisien Gini dan Kurva Lorenz. Dan data yag digunakan dalam penelitiannya yaitu GDP 176 negara dan data demografi, serta pertumbuhan pendapatan, Dari hasil analisisnya bahwa ketimpangan pendapatan global berkurang dalam beberapa dekade dan akan mencapai titik terendah pada tahun 2027 yang kemudian akan meningkat kembali. Faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan ketimpangan pendapatan global yaitu perbedaan pertumbuhan populasi dan stuktur populasi negara.

Penyebab pertumbuhan pendapatan dan ketimpangan juga dilakukan oleh Saari et al (2015) yang menjadi lokasi penelitiannya yaitu Malaysia. Dengan menggunakan periode data tahun 1970 – 2000 dan menggunakan analisis Input-Output, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa peningkatan ekspor, perubahan upah tenaga kerja serta modal menentukan perubahan pendapatan. Faktor yang menyebabkan peningkatan ketimpangan pendapatan yaitu upah tenaga kerja dan modal.

(29)

12

independennya yaitu pertumbuhan GDP per kapita dan market return. Kemudian pada model kedua yang menjadi variabel dependennya yaitu perubahan distribusi pendapatan sedangkan yang menjadi variabel independennya yaitu GDP per kapita, pendapatan yang akan datang, tingkat inflasi, tingkat pengangguran dan GDP per kapita U.K. Dari hasil analisinya menyatakan bahwa kelompok masyarakat golongan atas lebih sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan kelompok masyarakat golongan bawah. Dan dari hasil analisisnya menyatakan bahwa ada hubungan yang positif antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan.

Penelitian mengenai pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan juga dilakukan oleh Lee et al (2012) dengan lokasi penelitian negara Tiongkok. Dengan alat analisis yang digunakan dalam penelitiannya yaitu Indeks Williamson dan regresi berganda. Regresi berganda dibuat menjadi tiga model persamaan. Pertama, yang menjadi variabel dependennya yaitu pertumbuhan ekonomi dan variabel independennya Indeks Williamson dan Rasio Keuangan. Kedua, variabel dependennya yaitu Indeks Williamson dan variabel independennya pertumbuhan ekonomi dan rasio keuangan. Ketiga, variabel dependennya yaitu rasio keuangan dan variabel independennya yaitu pertumbuhan ekonomi dan Indeks Williamson. Dari hasil analisisnya menunjukkan bahwa ketimpangan ekonomi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Sedangkan ketimpangan finansial tidak dipengaruhi oleh ketimpangan ekonomi maupun pertumbuhan ekonomi.

Ketimpangan pendapatan di Tiongkok juga pernah diteliti oleh Mukhopadhaya (2013). Dengan menggunakan periode data 1980 – 2008 dan dengan menggunakan alat analisis Indeks Gini dan kemudian didekomposisi untuk melihat faktor penyebab ketimpangannya. Dari hasil analisisnya ketimpangan di Tiongkok selama periode penelitian menunjukkan trend peningkatan. Dan faktor-faktor yang berkontribusi bessar terhadap ketimpangan yaitu upah dan kepemilikan asset.

Faktor penyebab terjadinya ketimpangan pendapatan juga pernah dilakukan oleh Akita dan Lukma (1995) dengan menggunakan dekomposisi Indeks Williamson. Dari hasil analisinya menunjukkan bahwa ketimpangan wilayah di Indonesia selama periode 1975 – 1992 disebabkan oleh sektor tersier dan sekunder.

(30)

13

menggunakan analisis regresi untuk mengetahui sektor-sektor ekonomi mana yang mempengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan. Variabel independen dari penelitiannya adalah sektor-sektor ekonomi. Berdasarkan hasil analisis regresi pertumbuhan per kapita Sektor Listrik, Gas dan Air bersih, Sektor Transportasi dan Komunikasi, Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dan Sektor Jasa memiliki hubungan yang negatif terhadap rasio gini. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran memiliki pengaruh yang positif terhadap rasio gini.

Chrisyanto (2006) melakukan penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan perekonomian antar daerah di Indonesia. Dengan menggunakan alat analisis Indeks Williamson dan analisis regresi berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya. Di mana variabel independen dari penelitiannya yaitu PDRB, Pendapatan per kapita dan Pengeluaran Daerah. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa telah terjadi ketimpangan antar daerah di Indonesia. Ketimpangan dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah (sektor migas diperhitungkan), sedangkan ketimpangann dipengaruhi pengeluaran pemerintah dan pendapatan per kapita (sektor migas tidak diperhitungkan).

Siregar (2012) meneliti tentang disparitas pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di Sumatera Utara. Ia menganalisis dengan Indeks Williamson dan analisis regresi dengan menggunakan aplikasi Eviews 4.00. variabel yang masukan dalam variabel independen yaitu inflasi, rasio net ekspor, pengeluaran pemerintah dan tingkat pertumbuhan tenaga kerja non-pertanian. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Tingkat ketimpangan pendapatan di Sumatera Utara berfluktuatif. Perdagangan (net ekspor) mempengaruhi ketimpangan. Sedangkan Inflasi, pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan tenaga kerja non-pertanian tidak mempengaruhi ketimpangan.

Etharina (2005) melakukan penelitian tentang ketimpangan daerah di Indonesia. Alat analisis yang digunakan Theil Index dan Indeks Williamson, serta melakukan dekomposisi sektoral untuk mengatahui faktor penyebab terjadinya ketimpangan daerah di Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan antara Jawa-luar Jawa, dan Kawasan Baran-Timur relatif rendah. Ketimpangan yang tinggi terjadi di dalam wilayah bukan antar wilayah. penyebab meningkatnya ketimpangan adalah sektor industri

(31)

14

yang digunakan yaitu Gini Rasio yang didekomposisi. Yang menjadi variabel penjelas pada penelitiannya yaitu upah, pendapatan bersih bisnis, pendapatan dari asset, transfer pendapatan, pendapatan penjualan properti, pendapatan kredit dan pendapatan lain. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa variabel upah, pendapatan bersih bisnis, transfer pendapatan dan pendapatan lain berpengaruh negatif terhadap ketimpangan pendapatan. Sedangkan variabel lain seperti pendapatan dari asset, pendapatan penjualan properti dan pendapatan kredit berpengaruh positif terhadap ketimpangan pendapatan.

Purnasihar (2012) melakukan penelitian mengenai ketimpangan pendapatan antarwilayah dan sektor di Indonesia. Penelitiannya menggunakan alat analisis Theil Index dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya menggunakan Seemingly Unrelated Regression (SUR). Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan wilayah di Indonesia termasuk kategori rendah hingga menegah. Faktor yang mempengaruhi ketimpangan yaitu PAD, IPM, Investasi dan Dana Perimbangan. Dan sektor-sektor yang mengalami ketimpangan tinggi yaitu sektor pertambangan, industri pengolahan, keuangan, bangunan, jasa-jasa, dan pengangkutan.

Ciptadi (2014) meneliti tentang Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Provinsi Kalimantan Tengah. Dengan menggunakan alat analisis Indeks Gini, Tipologi Klassen dan Generilized Enthropy Indeks. Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa erjadinya peningkatan pertumbuhan ekonomi di Kalimantan Tengah juga peningkatan ketimpangan distribusi pendapatan.

Castelló-Climent melakukan penelitian mengenai ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan alat analisis Generalized Method of Moments (GMM) untuk menentukan faktor penyebab pertumbuhan ekonomi. Variabel penjelas dari penelitiannya yaitu ketimpangan pendapatan dan pembangunan SDM. Dari hasil analisisnya kedua variabel itu tidak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi wilayah, namun yang mempengaruhi adalah tingkat pembangunan dari wilayah tersebut.

(32)

15

pembanguan keuangan dan GDP per kapita. Dari hasil analisisnya menunjukkan bahwa yang mempengaruhi ketimpangan pendapatan adalah pembangunan

keuangan. selain itu juga dari hasil penelitiannya menemukan bahwa kurva ‘U’

terbalik kuznets tidak terbukti bahkan berbanding terbalik, hal ini disebabkan karena perbedaan penggunaan data.

Keaslian penelitian ini dibandingkan dengan beberapa penelitian sebelumnya yaitu terletak dari aspek lokasi, data, periode, dan metode yang digunakan. Sedangkan persamaannya adalah memiliki tema yang sama yaitu tentang ketimpangan pendapatan.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi (Klasik)

Pertumbuhan ekonomi berdasarkan teori klasik dilandasi oleh semangat untuk mendapatkan keuntungan maksimal. Dalam pemikiran klasik ada kondisi perekonomian mengalami kejenuhan (stasioner), di mana kondisi tersebut menggambarakan perekonomian telah mencapai kesejahteraan. Ada dua teori klasik yang sangat terkenal yaitu dikemukakan oleh Adam Smith, dan David Richardo.

Pokok pikiran Adam Smith menyatakan bahwa setiap kegiatan ekonomi yang dilepas pada mekanisme pasar akan mampu mengalokasikan setiap sumberdaya secara efisien karena di dalam pasar ada invisible hand yang bekerja untuk mengalokasikan setiap sumberdaya agar perekonomian berada dalam keseimbangan. Namun mekanisme pasar tidak akan bekerja jika ada gangguan pasar, untuk mengurangi gangguan tersebut diperlukan kebijakan perdagangan bebas dan mengurangi campur tangan pemerintah dalam perekomian.

Menurut pandangan Smith ada beberapa faktor produksi yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, antara lain (Arsyad, 2010):

1. Sumber daya alam yang tersedia

(33)

16 2. Sumber daya manusia

Jumlah penduduk akan menyesuaikan diri dengan kebutuhan akan tenaga kerja dari suatu masyarakat. Tenaga sebagai salah satu faktor produksi dan pembagian kerja (division of labor) serta spesialisasi merupakan salah satu faktor utama bagi peningkatan produktivitas tenaga kerja.

3. Stok Modal

Stok modal merupakan unsur yang penting dalam proses pertumbuhan output. Jumlah dan tingkat pertumbuhan output tergantung pada laju pertumbuhan stok modal yang sesuai dengan batas maksimum sumberdaya alam. Artinya, jika laju kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat melebih ketersedian sumberdaya alam akan mengakibatkan perlambatan pertumbuhan output.

Ada dua faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan output di samping akumulasi modal yaitu (1) Pasar yang semakin luas, dengan memberikan kebebasan kepada masyarakat di dalam melakukan kegiatan maka potensi pasar akan bisa dicapai secara maksimal (2) Adanya tingkat keuntungan di atas tingkat keuntungan minimal, jika pasar tidak tumbuh secepat pertumbuhan modal, maka tingkat keuntungan akan segera merosot dan akhirnya akan mengurangi keinginan pemilik modal untuk melakukan akumulasi modal. Menurut pandangan Smith, dalam jangka panjang tingkat keuntungan tersebut akan mencapai tingkat keuntungan minimal pada posisi stasioner perekonomian tersebut.

Selain faktor sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan stok modal, menurut Smith ada faktor lain yang mendorong pertumbuhan ekonomi yaitu pertumbuhan penduduk. Bertambahnya penduduk akan menambah perluasan pasar, dengan perluasan pasar maka akan berakibat pada semakin tingginya tingkat spesialisasi dalam perekonomian. Di mana adanya spesialisasi dan pembagian kerja akan mempercepat pertumbuhan ekonomi karena adanya spesialisasi akan meningkatkan produktvitas tenaga kerja dan mendorong perkembangan teknologi.

(34)

17

menurun. Dan tingkat upah yang berlaku ditentukan kekuatan permintaan dan penawaran tenaga kerja. Jika permintaan tenaga kerja tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan penawaran tenaga kerja maka tingkat upah menjadi tinggi. Sementara itu, permintaan tenaga kerja ditentukan oleh stok modal dan tingkat output masyarakat. Sehingga, laju permintaan tenaga kerja ditentukan oleh laju pertumbuhan stok modal dan laju pertumbuhan output.

Kemudian ilmuan yang bermahzabkan ekonomi klasik yaitu David Richardo. Ada beberapa perbadaan dan persamaan pandangan antara Richardo dan Smith terkait dalam teori pertumbuhan ekonomi. Kedua ilmuan ini memiliki perhatian yang sama bahwa tenaga kerja dan modal merupakan faktor penentu dari pertumbuhan ekonomi. Sedangkan perbedaan antara keduanya terletak dari pendekatan yang digunakan, di mana Richardo menggunakan pendekatan teoritis-deduktif sedangkan Smith menggunakan pendekatan empiris-induktif.

Beberapa pokok pikiran Richardo terkait faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi antara lain (Jhingan, 2008):

1. Pajak: pengenaan pajak pada pelaku ekonomi akan mengurangi pendapatan, laba dan pemupukan modal.

2. Tabungan: tabungan dapat dibentuk dengan cara menghemat pengeluaran, memproduksi lebih banyak dan dengan meningkatkan tingkat keuntungan serta mengurnagi harga barang. Semakin banyak tabungan semakin banyak pemupukan modal.

3. Perdangangan bebas: menurutnya perdagangan bebas akan membuat penggunaan sumberdaya dunia lebih efisien.

(35)

18 2.2.2 Teori Ketimpangan Pendapatan

Ketimpangan pendapatan di suatu wilayah banyak terjadi di negara-negara sedang berkembang. Pembangunan wilayah yang hanya tidak merata menjadi salah satu faktor penyebabnya, yang berakibat pada aktivitas ekonomi hanya terpusat pada satu atau beberapa wilayah saja. Pemusatan kegiatan ekonomi yang diharapkan mampu memberikan Trickle down effect atau efek perembesan ke wilayah-wilayah sekitar ternyata bergelak lamban, yang terjadi sebaliknya yaitu

backwash effect bergerak lebih cepat dimana sumberdaya ekonomi mengalir ke pusat.

Menurut Sjafrizal (2008) ada beberapa penyebab terjadinya ketimpangan pendapatan yaitu:

1. Perbedaan kandungan sumberdaya alam: Suatu wilayah yang kaya kandungan sumberdaya alam, tentu akan memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah yang kandungan sumberdaya alamnya lebih sedikit.

2. Perbedaan kondisi demografis: Wilayah yang memiliki demografi yang lebih baik, akan memiliki produktivitas lebih tinggi sehingga akan meningkatkan investasi yang berdampak pada peningkatan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. tentu hal ini berbanding terbalik dengan wilayah yang memiliki demografi tidak lebih baik.

3. Mobilitas barang dan jasa kurang lancar: Migrasi yang kurang lancar menyebabkan kelebihan tenaga kerja suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang lebih membutuhkan yang berakibat pada peningkatan ketimpangan. Karena daerah terbelakang sulis mendorong proses pembangunan.

4. Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah: Pertumbuhan ekonomi daerah akan cenderung lebih cepat pada daerah yang terdapat konsentrasi ekonomi yang cukup besar, demikian juga sebaliknya.

(36)

19

Berdasarkan hipotesa Neo-Klasik, pada permulaan pembangunan ketimpangan pendapatan cenderung meningkat yang disebabkan karena modal dan tenaga kerja ahli cenderung terkonsentrasi di daerah yang lebih maju. Namun, apabila proses pembangunan terus berlanjut, ketimpangan akan berkurang karena dengan membaiknya prasarana dan fasilitas komunikasi akan berdampak pada lancarnya aliran modal dan tenaga kerja.

Kemudian Simon Kuznet menunjukkan bahwa ada relasi antara tingkat ketimpangan pendapatan dan tingkat pendapatan per kapita yang berbentuk U terbalik, yang menyatakan bahwa pada tahap awal pertumbuhan, distribusi pendapatan atau kesejahteraan cenderung memburuk. Namun, pada tahap berikutnya distribusi pendapatan tersebut akan membaik sejalan dengan meningkatnya pendapatan perkapita (Arsyad, 2010).

Gambar 2.1. Kurva ‘U’ Terbalik Kuznets

Kuznets menjelaskan bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung memburuk (ketimpangan naik), namun pada tahap selanjutnya distribusi pendapatan akan membaik (ketimpangan menurun)

Hipotesis U terbalik yang dikemukakan Kuznets didasarkan pada argumentasi teori dari Lewis mengenai perpindahan penduduk dari Pedesaan (sektor pertanian) ke perkotaan (sektor industri). Daerah pedesaan yang sanga padat jumlah penduduknya mengakibatkan tingkat upah di sektor pertanian sangat rendah (sedangkan di daerah perkotaan tingkat upah relatif tinggi karena jumlah penduduknya atau tenaga kerjanya relatif sedikit) dan membuat suplai tenaga kerja

(37)

20

dari sektor industri tidak terbatas. Proses perpindahan tenaga kerja ini terus berlangsung dan pada fase terkahir, pada saat sebagian besar tenaga kerja yang berasal dari sektor pertanian telah diserap oleh sektor industri, perbedaan pendapatan per kapita antara pedesaan dan perkotaan menjadi kecil atau tidak ada lagi.

2.2.2.1. Pengukuran Ketimpangan Pendapatan

Ukuran ketimpangan antarwilayah pertama kali ditemukan oleh Jeffrey G.Williamson yang kemudian ukuran ini dinamai Williamson Index sebagai penghargaan terhadapnya karena yang mula-mula menggunakan teknik ini untuk mengukur ketimpangan pembangunan. Indeks Williamson menggunakan PDRB per kapita sebagai data dasar karena yang dibandingkan adalah tingkat pembangunan antar wilayah. secara formulasi indeks ini dalam dilihat pada rumus di bawah ini.

= √

�=

− � ( )

Di mana: yi = PDRB per kapita daerah i

y = PDRB per kapita rata-rata seluruh daerah fi = Jumlah penduduk daerah i

n = Jumlah penduduk seluruh daerah

Apabila nilai Vw mendekati 1 berarti sangat timpang, tetapi bila Vw mendekati 0 berarti sangat merata. Indeks ini memiliki kelemahan yaitu sensitif terhadap definisi wilayah yang digunakan dalam perhitungan. Namun, indeks ini cukup lazim digunakan dalam mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah

Sjafrizal (2008) menjelaskan lebih jauh tentang penggunaan Indeks Williamson untuk mengatahui faktor penyebab ketimpangan pendapatan dengan menggunakan regresi, di mana yang menjadi variabel independen yaitu pendapatan per kapita hal ini mengikuti hipotesa neo-klasik. Persamaan yang digunakan adalah dalam bentuk kuadratik karena hubungan antara ketimpangan dan tingkat pembangunan bersifat non-linear, sehingga model persamaannya sebagai berikut:

(38)

21

Di mana Vw adalah Indeks Williamson, Yc adalah PDRB per kapita

sedangkan ⱷ dan δ adalah koefisien regresi. Persamaan tersebut dapat diregres melalui persamaan logaritma berganda berikut ini:

��� �

= ��� � + ��� �

+ � �

+

Keuntungan persamaan kuadratik ini yaitu dapat diketahui apakah ketimpangan pada suatu wilayah tersebut masih pada kondisi meningkat atau sudah pada kondisi yang menurun.

2.3. Kerangka Pemikiran

Untuk mencapai keberhasilan pembangunan nasional diperlukan kebijakan-kebijakan yang tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional semata. Karena pertumbuhan ekonomi belum menjamim pemerataan pembangunan nasional yang dilakukan. Karena terjadinya trade-off antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan.

Kebijakan pemerintah melalui program MP3EI merupakan sebuah kebijakan untuk pemerataan dan percepatan pembangunan nasional. Dalam program tersebut, Indonesia dibagi menjadi enam koridor ekonomi yaitu koridor ekonomi Sumatera, koridor ekonomi Jawa, koridor ekonomi Kalimantan, koridor ekonomi Sulawesi, koridor ekonomi Bali-Nusa Tenggara, dan koridor ekonomi Papua-Maluku. Di mana setiap koridor ekonomi memiliki sektor strategis masing-masing yang akan dikembangkan untuk mempercepat pembangunan ekonomi wilayah.

Program MP3EI yang dikeluarkan pada tahun 2012 yaitu saat era otonomi daerah sedang dilaksanakan. Impilakasinya adalah kebijakan ini tentu diberikan kewenangan kepada masing-masing daerah untuk melaksanakannya. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengembangkan sektor ekonomi strategisnya masing-masing untuk mempercepat pembangunan dan pemerataan ekonomi.

(39)

22

Koridor ekonomi Sumatera memiliki sektor strategis yang perlu dikembangkan di era otonomi daerah ini berdasarkan program MP3EI yaitu sektor pertanian dan sektor pertambangan. Diharapkan dengan pengembangan kedua sektor strategis tersebut mampu mengurangi ketimpangan pendapatan di Koridor Ekonomi Sumatera.

2.4. Rumusan Hipotesis

1. Diduga terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan selama kurun waktu tahun 1993 – 2013.

2. Terjadi trade off antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan di Koridor Ekonomi Sumatera.

3. Sektor pertanian berkontribusi paling kecil dalam ketimpangan pendapatan di Koridor Ekonomi Sumatera.

PROGRAM MP3EI

KETIMPANGAN

PENDAPATAN

PERTUMBUHAN

EKONOMI

Sektor

Ekonomi

Strategis

Koridor Ekonomi Sumatrera:

- Sektor Pertanian

- Sektor industri

Kewenangan Daerah

(40)

23

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Dasar Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan metode deskriptif. Metode ini bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis fakta-fakta atau karakterisktik populasi atau bidang tertentu secara faktual dan cermat (Soewadji, 2012). Metode deskriptif digunakan untuk memberikan suatu gambaran umum mengenai kondisi ketimpangan pendapatan dan variabel-variabel pembangunan dari tahun 1993 – 2013. Pada penelitian ini, periode waktu tersebut akan dibahas menjadi dua periode waktu yaitu sebelum otonomi daerah (dari tahun 1993 sampai tahun 1999) dan setelah otonomi daerah (dari tahun 2000 sampai tahun 2013).

Variabel-variabel yang ingin dijelaskan dalam penelitian ini adalah PDRB, jumlah penduduk, jumlah tenaga kerja per lapangan kerja utama dan sektor-sektor ekonomi.

3.2. Daerah Penelitian

Penelitian ini akan mengamati kondisi ketimpangan pendapatan di Koridor Ekonomi Sumatera. Berdasarkan pembagian menurut Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, koridor ekonomi Sumatera terdiri dari Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau dan Banten.

3.3. Teknik Pengumpulan Data dan Jenis Data 3.3.1. Cara Pengumpulan Data

(41)

24 3.3.2 Jenis Data

Basis penelitian ini secara keseluruhan menggunakan data sekunder. Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain (1) PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Menurut Lapangan Usaha; (2) Jumlah penduduk; (3) Jumlah tenaga kerja per sektor ekonomi setiap provinsi di Koridor Ekonomi Sumatera; serta data lain yang berguna bagi penelitian ini. Data sekunder yang digunakan adalah data dari seluruh provinsi di Koridor Ekonomi Sumatera pada rentang waktu 1993 – 2013. Data yang digunakan adalah data time series (runut waktu)

3.4. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Untuk memberikan kesamaan pemahaman terhadap variabel independen dan dependen dalam penelitian ketimpangan pendapatan ini, maka diperlukan suatu definisi operasional variabel sebagai berikut:

a. PDRB adalah nilai tambah bruto dari sejumlah produksi yang dihasilkan oleh seluruh sektor ekonomi suatu daerah dalam periode tertentu (biasanya satu tahun) tanpa memperhatikan kepemilikan faktor produksi yang dinyatakan dalam rupiah. Data PDRB yang digunakan dalam penelitian ini adalah data PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) tahun 2000 periode 1993– 2013. b. Jumlah Penduduk banyaknya penduduk di suatu daerah (jiwa)

c. Jumlah Tenaga kerja adalah jumlah orang yang memiliki pekerjaaan utama, dinyatakan dalam satuan orang.

d. Pertumbuhan Ekonomi adalah laju kenaikan nilai PDRB pada tiap tahun yang terjadi di Koridor Ekonomi Sumatera. Parameter yang digunakan untuk mengukur laju pertumbuhan ekonomi adalah persentase.

e. PDRB per kapita Sektor Pertanian. Peternakan, Kehutanan dan Perikanan merupakan nilai PDRB sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan dibagi dengan jumlah penduduk yang bekerja pada sektor tersebut, dinyatakan dalam satuan Rupiah/kapita/tahun.

f. PDRB per kapita Sektor Industri merupakan nilai PDRB sektor Pertambangan dan Penggalian, Sektor Industri Pengolahan, Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih dibagi dengan jumlah penduduk yang bekerja di sektor tersebut, dinyatakan dalam satuan Rupiah/kapita/tahun.

(42)

25

umum dan Jasa Kemasyarakatan yang dibagi dengan jumlah penduduk yang bekerja di sektor tersebut, dinyatakan dalam satuan Rupiah/kapita/tahun.

3.4.1. Batasan Penelitian

1. Indikator pendapatan yang digunakan dalam penelitian ini baik dalam mengukur pendapatan per kapita, pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan menggunakan PDRB.

2. Tujuan penelitian keempat menganalisis data dari tahun 2002 – 2013. 3. Alat ukur ketimpangan pendapatan yang digunakan yaitu Indeks Williamson.

3.5. Metode Analisis Data

3.5.1 Mengidentifikasi karakteristik dari wilayah provinsi di Koridor Ekonomi Sumatera.

Untuk menganalisis karakteristik wilayah provinsi yang berada di Koridor Ekonomi Sumatera yaitu dengan menggunakan analisi Tipologi Klassen (Sjafrizal, 2009):

Tabel 3.1. Analisis Klasifikasi Tipologi Klassen Pendapatan

ri = Laju pertumbuhan PDRB Provinsi i

r = Laju pertumbuhan PDRB Koridor Ekomi Sumatera Yi = PDRB per kapita Provinsi i

(43)

26

3.5.2 Mengetahui Tingkat Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatandi Koridor Ekonomi Sumatera

3.5.2.1. Pertumbuhan Ekonomi

Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi di Koridor Ekonomi Sumatera maka dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

=

�−

�−

×

%

Di mana :

Y = Tingkat Pertumbuhan PDRB PDRBt = PDRB Provinsi i Tahun t

PDRBt-1 = PDRB Provinsi i Sebelum Tahun t

Dan juga untuk melihat pertumbuhan ekonomi selama periode penelitian apakah terjadi peningkatan atau penurunan yang signifikan perlu dilakukan uji secara statistik. Uji statistik yang digunakan yaitu uji trend di mana variabel waktu menjadi variabel independen dan petumbuhan ekonomi menjadi variabel dependen. Persamaan uji tren pertumbuhan ekonomi sebagai berikut:

ln = + � + �

Di mana :

Y = Pertumbuhan Ekonomi

α = Konstanta

β = Slope

t = Waktu

(44)

27 Hipotesis yang di uji:

Ho : Peningkatan pertumbuhan ekonomi tidak signifikan di KES. H1 : Peningkatan pertumbuhan ekonomi signifikan di KES.

Kriteria pengujian:

Jika nilai t sig < α, maka Ho ditolak Jika nilai t sig > α, maka Ho diterima

3.5.2.2. Ketimpangan Pendapatan

Untuk mengetahui tingkat ketimpangan pendapatan pada koridor ekonomi Sumatera yaitu dengan menggunakan Indeks Williamson, dapat menggunakan rumus di bawah ini:

= √

(��)

=

Di mana:

Vw = Indeks Williamson

yi = PDRB per kapita daerah i

y = PDRB per kapita rata-rata seluruh daerah fi = Jumlah penduduk daerah i

n = Jumlah penduduk seluruh daerah

Kriteria dalam perhitungan Indeks Williamson ini yaitu jika Indeks Williamson menunjukkan (Arsyad, 2010):

1) Angka 0,0 sampai 0,2 maka ketimpangan rendah. 2) Angka 0,21 sampai 0,35 maka ketimpangan sedang. 3) Angka > 0,35 maka ketimpangan tinggi.

(45)

28

ln = + � + �

Di mana :

Y = Ketimpangan Pendapatan

α = Konstanta

β = Slope

t = Waktu

Pengujian yang dilakukan pada analisis trend tersebut dengan menggunakan uji t (individual test). Uji t digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

Hipotesis yang di uji:

Ho : Peningkatan ketimpangan pendapatan tidak signifikan di KES. H1 : Peningkatan Ketimpangan pendapatan signifikan di KES.

Kriteria pengujian:

Jika nilai t sig < α, maka Ho ditolak Jika nilai t sig > α, maka Ho diterima

3.5.2.3. Klasifikasi Daerah berdasarkan Tren Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan

Setelah diketahui apakah tren pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan, kemudian dilakukan pengklasifikasin daerah berdasarkan tren pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan. Pengklasifikasian daerah menjadi empat kuadran yaitu:

1. Kuadran I merupakan daerah yang memiliki tren peningkatan pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan.

2. Kuadran II merupakan daerah yang memiliki tren penurunan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan ketimpangan pendapatan. 3. Kuadran III merupakan daerah yang memiliki tren peningkatan

(46)

29

4. Kuadran IV merupakan daerah yang memiliki tren penurunan pertumbuhan ekonomi dan penurunan ketimpangan pendapatan.

3.5.3 Mengetahui apakah terjadi trade off antara pertumbuhan ekonomi dan

ketimpangan pendapatan di Koridor Ekonomi Sumatera.

Untuk mengetahui trade-off antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan, alat analisis yang digunakan adalah analisis Korelasi Pearson. Di mana rumus Korelasi Pearson sebagai berikut:

� =

� ∑

�=

− ∑

�=

�=

√� ∑

− {∑

= �

=

} √� ∑

�=

− { ∑

�=

}

Di mana,

r = Nilai Korelasi

X = Pertumbuhan Ekonomi Y = Indeks Williamson

Hipotesis yang di uji:

Ho : Tidak ada hubungan positif signifkan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan di KES.

H1 : Ada hubungan positif signifikan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan di KES.

Kriteria pengujian:

Jika nilai t sig < α, maka Ho ditolak Jika nilai t sig > α, maka Ho diterima

(47)

30 Tabel 3.2. Interpretasi Keeratan Hubungan

Nilai Koefisien Korelasi Interpretasi

0 Tidak ada korelasi

0,01 – 0,20 Sangat lemah

0,21 – 0,40 Lemah

0,41 – 0,60 Sedang

0,61 – 0,80 Kuat

0,81 – 0,99 Sangat Kuat

1 Sempurna

Lebih jauh dalam Santoso (1999) menyetakan bahwa tanda korelasi juga berpengaruh pada penafsiran hasil, di mana tanda negatif (-) pada output menunjukkan adanya hubungan arah yang berlawanan, sedangkan tanda positif (+) menunjukkan hubungan yang searah. Kemudian perlu dilakukan uji signifikansi untuk menjelaskan hubungan kedua variabel. Jika nilai probabilitas lebih dari 0,05 maka Ho diterima artinya tidak ada hubungan antara dua variabel. Sedangkan jika nilai probabilitas kurang dari 0,05 maka Ho ditolak artinya ada hubngan antara dua variabel.

3.5.4 Menganalisis Kontribusi Sektor Ekonomi Strategis terhadap Ketimpangan Pendapatan di Koridor Ekonomi Sumatera.

Dalam analisis ini PDRB dibagi menjadi tiga sektor berdasarkan pembagian World Bank yaitu sektor pertanian, sektor industri, dan sektor jasa (Anwar dalam Etharina, 2004):

1. Sektor Pertanian, meliputi:

a. Pertanian: Tanaman bahan makanan dan perkebunan b. Peternakan

c. Kehutanan d. Perikanan

2. Sektor Industri, meliputi:

a. Pertambangan dan Penggalian b. Industri Pengolahan

Gambar

Tabel 4.1 Kabupaten dan Kota di Provinsi Aceh tahun 2013
Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Provinsi Aceh menurut Kabupaten/Kota tahun 2010
Tabel 4.3. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Provinsi Aceh Tahun 2009 – 2013 (persen)
Tabel 4.4. Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA MATERI SISTEM PEREDARAN DARAH DI SD, SMP, DAN SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu.. PENGUASAAN

Untuk pegawai non-darurat : Tidak boleh melakukan tindakan yang menyangkut risiko pribadi atau tanpa pelatihan yang sesuai9. Evakuasi

Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah yang selanjutnya disebut Musrenbang merupakan proses menggali aspirasi dan gagasan masyarakat terhadap usulan perencanaan

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi belajar siswa SMK melalui penerapan model pembelajaran Discovery menggunakan LKS pada kompetensi dasar menerapkan

Hal tersebut menunjukkan penggunaan tenaga kerja pada tanaman kakao menjadi salah satu faktor yang harus dipertimbangkan oleh petani dalam meningkatkan produktivitas

Menemukan dan Menyusun data serta bukti-bukti sejarah yang mutakhir tentang sejarah perjuangan dan keberadaan Kerajaan Melayu di Propinsi Riau dari dahulu hingga sekarang

Berdasarkan peningkatan hasil belajar menghafal juz 30 materi surat al Naba’ pada siswa kelas VI B melalui metode pembelajaran Drill SD Islam Sulatan Agung

Teknik ini diperkenalkan dengan tujuan untuk mengisi saluran akar baik lateral maupun saluran aksesori yang tentunya tidak ketinggalan saluran akar utama. Metode