BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan uraian dari Bab – bab sebelumnya, Penulis berkesimpulan bahwa
pertimbangan PHK yang dipergunakan Hakim Tingkat Pertama
Nomor:14/G/2011/PHI.JBI dan Hakim Tingkat Kasasi mengenai Putusan No. 764
K/Pdt.Sus/2011 adalah tidak cukup kuat untuk menyatakan Penggugat melakukan
pelanggaran berat. Hal ini didasarkan pada hasil kajian Penulis, Pasal 22 ayat 4
poin h Perjanjian kerjabersama PT Brahma Binabakti dengan surat PHK No.
24/PHK-BBBK/III/2011 dan Pasal 161 ayat 2 dan ayat 3 UUNo, 13 Tahun 2003
yang digunakan Tergugat untuk memPHK Penggugat bertentangan dengan
Undang – undang Ketenagakerjaan diantaranya Pasal 161 ayat 1 tentang
pengusaha dapat melakukan PHK setelah kepada pekerja/buruh yang
bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara
berturut-turut, Pasal 151 ayat (1) tentang upaya harus mengusahakan agar jangan
terjadi PHK, Pasal 151 ayat (3) tentang PHK yang dapat dilakukan setelah ada
ketetapan dari Lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial, serta Surat Edaran
Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor :
se-13/men/sj-hk/i/2005 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-I/2003
tentang Pengusaha yang akan melakukan PHK dengan alasan pekerja melakukan
kesalahan berat (eks Pasal 158 ayat (1)), maka PHK dapat dilakukan setelah ada
putusan hakim pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan
demikian Penulis beranggapan pertimbangan Hakim tidak cukup kuat untuk
B. Saran
1. Majelis Hakim pada Tingkat I dan Kasasi
Semestinya Hakim lebih cermat dan memahami dasar Peraturan dalam Perkara
PHK agar dalam Putusanya tidak merugikan pihak yang lemah.
2. Bagi Pengusaha
Semestinya di dalam pembuatan dan penerapan Perjanjian Kerja Bersama
didasarkan pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
3. Bagi Pekerja
Lebih cermat dan kritis terhadap Perjanjian Kerja Bersama jika tidak berdasarkan