PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP ORANG YANG MENGGUNAKAN IDENTITAS PALSU SEBAGAI DOKTER
Oleh: INDRA SUKMA
Email : Indrasukma.1992@gmail.com
ABSTRAK
Pelayanan kesehatan harus didasari oleh ilmu dibidang kesehatan, sama halnya dengan dokter. Dokter merupakan profesi yang mulia, sehingga banyak orang ingin menjadi dokter. Namun, untuk menjadi seorang dokter tidaklah mudah, karena harus menunggu waktu lama untuk pendidikan dan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Sehingga ada oknum-oknum yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter untuk kepentingan pribadi. Kasus penggunaan identitas palsu sebagai dokter di Indonesia mungkin tidak hanya terjadi di satu tempat. Contohnya kasus penggunaan identitas palsu di Bandar Lampung yang dilakukan Mahar Mardiyanto, tersangka memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat seolah-olah dirinya adalah dokter. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap orang menggunakan identitas palsu sebagai dokter dan Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yurudis normatif dan yuridis empiris. Narasumber terdiri dari penyidik Polresta Bandar Lampung, Ketua IDI Lampung, dan akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan, lalu dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa penegakan hukum pidana terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter pada terdakwa Mahar Mardiyanto sudah dilaksanakan dengan baik sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Aparat penegak hukum sudah melakukan tugasnya dengan baik sehingga kasus tindak pidana penggunaan identitas palsu sebagai dokter dapat ditanggulangi dan diselesaikan melalui proses hukum sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Faktor yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter yang paling dominan adalah faktor masyarakat dan kebudayaan.
Criminal Law Enforcement Against A Person Who Use A False Identity As A Doctor
By:
INDRA SUKMA
Email : Indrasukma.1992@gmail.com
ABSTRACT
Health services must be grounded on the science in the fields of health , is the same as doctors .Of them are professions who noble , meaning many people wanted to be a .But , to become a doctor is not easy , because they have to wait a long time to education and spend money which is not a bit .So that there is the people using a false identity as a physician for their personal use. Cases the use of fake identities as a doctor on indonesia maybe not only happen in one place. .For example cases the use of fake identities in Bandar Lampung is mardiyanto, suspects provided health services to the other person as if him is a doctor. The difficulty in this research is: how is the enforcement of criminal law against people who used a false identity as a doctor ,and what is in enforcing factors that hampers criminal law against a person who uses false identity as a doctor.
That is used is the approach yurudis normative and juridical empirical. The source of information consisting of investigator at Polresta Bandar Lampung, the head of IDI lampung, and academic law faculty at university of Lampung. Collectiing the data is use the literature and field studies , then analyzed qualitative.
The results of research and discussion shows that enforcement criminal law against people using false identity as a doctor on the defendant is mardiyanto has been implemented well in accordance with the rule of law. Law enforcement officials have been doing their job well, so that the case of criminal who use a false identity as a doctor can be overcome and resolved through legal proceedings in accordance with laws. As a bottleneck in the enforcement of criminal law against people using a false identity as a doctor most dominant is the community and the culture.
I. PENDAHULUAN
Pendidikan kesehatan adalah suatu usaha atau kegiatan untuk membantu individu, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuannya untuk mencapai kesehatan secara optimal . Semua petugas kesehatan
mengakui bahwa pendidikan
kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada dasarnya pelayanan kesehatan ini
bertujuan untuk melaksanakan
pencegahan dan pengobatan terhadap
penyakit yang di alami oleh
masyarakat.
Pada hakikatnya semua pelayanan kesehatan itu harus didasari oleh ilmu yang di dapat dari pendidikan di bidang kesehatan. Selayaknya tujuan
pendidikan kesehatan yaitu
pendidikan kesehatan yang paling pokok adalah tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga, dan
masyarakat dalam memelihara
perilaku sehat serta berperan aktif dalam mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal. Menurut Nasrul
Effendy dalam bukunya mengutip
dari Steward pendidikan
kesehatan adalah unsur program
kesehatan dan kedokteran yang di dalamnya terkandung rencana untuk merubah perilaku perseorangan dan masyarakat dengan tujuan untuk
membantu tercapainya program
pengobatan, rehabilitasi, pencegahan
penyakit dan peningkatan
kesehatan.1
Wood juga memberikan definisi mengenai pendidikan kesehatan yang dikutip oleh Nasrul Effendy dalam
1
Nasrul Effendy, Dasar-Dasar
Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998, hlm. 233
bukunya menyatakan bahwa
pendidikan kesehatan adalah
sejumlah pengalaman yang
berpengaruh secara menguntungkan
terhadap kebiasaan, sikap dan
pengetahuan yang ada hubungannya
dengan kesehatan perseorangan,
masyarakat dan bangsa. Kesemuanya
ini dipersiapkan dalam rangka
mempermudah diterimanya dengan
sukarela perilaku yang akan
meningkatkan atau memelihara
kesehatan.2
Dilihat dari pengertian tentang
pendidikan kesehatan diatas maka tujuan pendidikan yang paling pokok
adalah:3
1. Tercapainya perubahan perilaku
individu, keluarga dan
masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku sehat dan lingkungan sehat, serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
2. Terbentuknya perilaku sehat pada
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental dan sosial sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.
3. Menurut WHO tujuan pendidikan
kesehatan adalah untuk merubah perilaku perseorangan dan atau
masyarakat dalam bidang
kesehatan.
Dokter merupakan profesi yang mulia, sehingga banyak orang ingin
menjadi dokter. Namun, untuk
menjadi seorang dokter tidaklah mudah, karena harus menunggu waktu lama untuk pendidikan dan mengeluarkan biaya yang tidak
sedikit. Sehingga ada oknum-oknum yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter untuk kepentingan pribadi. Kasus penggunaan identitas palsu sebagai dokter di Indonesia mungkin tidak hanya terjadi di satu
tempat. Contohnya kasus
penggunaan identitas palsu di Bandar Lampung yang dilakukan Mahar Mardiyanto, tersangka memberikan
pelayanan kesehatan kepada
masyarakat seolah-olah dirinya
adalah dokter.
Penegakan hukum pidana adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah/pandangan-pandangan
menilai yang menetapkan dan
mengejawantah serta sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan
(sebagai social engineering)
memelihara dan mempertahankan
(sebagai social control) kedamaian
pergaulan hidup.4
Ada 3 tahap dalam penegakan hukum pidana, yaitu :
a. Tahap Formulasi
b. Tahap Aplikasi
c. Tahap Eksekusi
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris. Data yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah data premier yang diperoleh secara langsung dari wawancara dan data sekunder yang diperoleh melalui
studi kepustakaan. Sedangkan
pengolahan data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif
yaitu menguraikan yaitu
4
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Bandung: PT. Rajawali, 1983, hlm.13
menguraikan data dalam bentuk
kalimat yang disusun secara
sistematik kemudian
diinterprestasikan dengan
berlandaskan pada peraturan
Perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalah yang diteliti sehinga diperoleh gambaran yang jelas mengenai pokok bahasan yang akhhirnya akan menuju pada suatu kesimpulan ditarik dengan metode
induktif yaitu cara penarikan
kesimpulan dari hal yang khusus ke hal yang umum dan selanjutnya dari berbagai kesimpulan tersebut akan
diajukan saran dalam rangka
perbaikan.
Adapun permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut : Bagaimanakah penegakan hukum
pidana terhadap orang yang
menggunakan identitas palsu sebagai dokter dan Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter.
II.HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
A.Dokter
Dokter (dari bahasa Latin yang berarti "guru") adalah seseorang yang karena keilmuannya berusaha menyembuhkan orang-orang yang sakit. Tidak semua orang yang
menyembuhkan penyakit bisa
disebut dokter. Untuk menjadi dokter biasanya diperlukan pendidikan dan pelatihan khusus dan mempunyai
gelar dalam bidang kedokteran.5
5
Secara operasional, definisi “Dokter” adalah seorang tenaga kesehatan (dokter) yang menjadi tempat kontak pertama pasien dengan dokternya untuk menyelesaikan semua masalah
kesehatan yang dihadapi tanpa
memandang jenis penyakit,
organologi, golongan usia, dan jenis
kelamin, sedini dan sedapat
mungkin, secara menyeluruh,
paripurna, bersinambung, dan dalam koordinasi serta kolaborasi dengan
profesional kesehatan lainnya,
dengan menggunakan prinsip
pelayanan yang efektif dan efisien serta menjunjung tinggi tanggung jawab profesional, hukum, etika dan
moral. Layanan yang
diselenggarakannya adalah sebatas kompetensi dasar kedokteran yang
diperolehnya selama pendidikan
kedokteran.6
Menurut Undang-Undang Nomor 29
Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran:
Pasal 1 ayat (2) yaitu :
“Dokter dan dokter gigi adalah
dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan
pendidikan kedokteran atau
kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Dari pengertian diatas dapat
diartikan bahwa seseorang dapat
dikatakan sebagai dokter dan
mempunyai fungsi dan peran sebagai dokter manakala yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa dirinya
telah menyelesaikan pendidikan
dokter baik diluar maupun didalam
6
http://somelus.wordpress.com/2008/11/26/p engertian-dokter/
negeri yang biasanya dibuktikan dengan ijazah atau surat tanda tamat belajar. Dengan kata lain orang disebut sebagai dokter bukan dari keahlian turun temurun, melainkan melalui jenjang pendidikan dokter.
Kompetensi yang harus dicapai seorang dokter meliputi tujuh area kompetensi atau kompetensi utama, yaitu:
1. Keterampilan komunikasi efektif
2. Keterampilan klinik dasar
3. Keterampilan menerapkan
dasar-dasar ilmu biomedik, ilmu klinik, ilmu perilaku dan epidemiologi dalam praktik kedokteran
4. Keterampilan pengelolaan
masalah kesehatan pada indivivu,
keluarga ataupun masyarakat
denga cara yang komprehensif,
holistik, bersinambung,
terkoordinasi dan bekerja sama
dalam konteks Pelayanan
Kesehatan Primer.
5. Memanfaatkan, menilai secara
kritis dan mengelola informasi
6. Mawas diri dan mengembangkan
diri/belajar sepanjang hayat
7. Menjunjung tinggi etika, moral
dan profesionalisme dalam
praktik.7
Selain itu dokter juga memiliki tugas. Tugas yang di embankan kepada seorang dokter, antara lain:
1. Menangani masalah kesehatan
perorangan atau individu,
misalnya memeriksa pasien,
mendiagnosis penyakit,
melakukan konsultasi
memberikan pengobatan yang
tepat, melakukan pencatatan
(rekam medis), memberikan surat
7
berbadan sehat, dan memberikan surat keterangan sakit.
2. Memberikan pelayanan
kedokteran kepada pasien baik ketika dalam keadaan sehat maupun sakit.
3. Memberikan tindakan awal atau
kegawatdaruratan pada pasien tertentu sebelum dikirim ke rumah sakit
4. Melakukan rujukan kepada
dokter spesialis untuk pasien yang membutuhkan, termasuk pengiriman kerumah sakit.
5. Melakukan pembinaan terhadap
keluarga pasien.
6. Berperan dalam pengelolaan
kesehatan keluarga dan
masyarakat.8
B.Penegakan Hukum Pidana
Terhadap Orang Yang
Menggunakan Identitas Palsu Sebagai Dokter
Hukum berfungsi untuk menciptakan
dan menjaga ketertiban serta
kedamaian di dalam kehidupan masyarakat. Hukum adalah sebagai
perlindungan kepentingan dari
berbagai kegiatan manusia, dimana
hukum harus dilaksanakan.
Pelaksanaan hukum dapat
berlangsung secara normal, damai tetapi dapat juga terjadi berbagai pelanggaran terhadap hukum. Dalam hal ini hukum harus ditegakan.
Penegakan hukum merupakan suatu keharusan untuk mewujudkan suatu perlindungan dan kepastian hukum. Melalui penegakan hukum inilah hukum itu menjadi suatu kenyataan yang hidup didalam masyarakat.
Penegakan hukum dinegara
8
Nur Farida, Medical Professional, Jakarta: Grasindo, 2009, hlm.36
manapuntentu haruslah sesuai
dengan cita-cita hukum negara yang bersangkutan. Artinya, penegakan hukum tersebut haruslah sesuai dengan falsafah, pandangan hidup, kaidah dan prinsip yang dianut oleh
masyarakat yang bersangkutan,
sehingga akan sesuai dengan
kesadaran hukum yang mereka
miliki.
Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) adalah dasar hukum
umum dari seluruh peraturan
perundang-undangan khusus dalam upaya penegakan hukum pidana di
Indonesia. Undang-undang ini
dijadikan landasan dalam menjerat setiap pelaku tindak pidana. Guna mengetahui mengenai hukum pidana, ada baiknya bagi kita untuk terlebih dahulu mengenal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep menjadi kenyataan. Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Yang disebut sebagai keinginan hukum disini tidak lain adalah
pikiran-pikiran pembuat
undang-undang yang dirumuskan dalam
peraturan-peraturan hukum itu.
Pembicaraan mengenai proses
penegakan hukum ini menjangkau pula sampai kepada pembuatan hukum. Perumusan pikiran pembuat
undang-undang (hukum) yang
dituangkan dalam peraturan hukum akan turut menentukan bagaimana
penegakan hukum itu di jalankan.9
9
Penilaian terhadap penegakan hukum
ditentukan oleh seberapa jauh
rangkaian upaya penegakan hukum dalam kurun waktu tertentu sudah mendekatkan pada tujuan hukum yaitu keadailan, atau seberapa jauh nilai-nilai hukum prosedural maupun nilai-nilai hukum substantif telah terimplementasi melalui penegakan hukum.
Membicarakan penegakan hukum sebenarnya tidak hanya bagaimana cara membuat hukum itu sendiri, tetapi juga mengenai apa yang dilakuakan oleh aparat penegak hukum dalam mengantisipasi dan mengatasi masalah-masalah dalam penegakan hukum. Oleh karena itu dalam menangani masalah-masalah hukum pidana yang terjadi dalam masyarakat dapat digunakan sarana penal (hukum pidana) dan nonpenal (tanpa menggunakan hukum pidana).
Ada 3 tahap dalam penegakan hukum pidana, yaitu :
a. Tahap Formulasi
Yaitu tahap penegakan hukum in
abstracto oleh pembuat Undang-Undang tahap ini dapat pula
disebut tahap kebijakan
legislative. Dalam penegakan hukum pidana terhadap orang
yang menggunakan identitas
palsu ini pembuat
Undang sudah membuat Undang-Undang yang mengatur iya, yaitu
Undang-Undang Nomor 29
Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
b. Tahap Aplikasi
Yaitu penerapan hukum pidana
oleh aparat-aparat penegak
hukum mulai dari kepolisian, TNI sampai pengadilan. Tahap ini dapat pula disebut tahap
kebijakan. Dalam tahap ini aparat
penegak hukum bertugas
menegakkan serta menerapkan
peraturan perundang-undangan
pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang. Pada
tindak pidana penggunaan
identitas palsu sebagai dokter
tahap aplikasi ini sudah
dijalankan dengan baik oleh aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian sampai dengan pengadilan sesuai dengan aturan yang berlaku.
c. Tahap Eksekusi
Tahap pelaksanaan hukum
pidana secara konkret oleh
aparat-aparat pelaksana pidana. Dalam tahap ini aparat-aparat
pelaksana pidana bertugas
menegakkan peraturan
perundang-undangan pidana
yang telah dibuat oleh pembuat
undang-undang melalui
penerapan pidana yang telah
ditetapkan dalam keputusan
pengadilan. Tahap ini dapat pula disebut tahap kebijakan eksekutif atau administratif. Dalam perkara
tindak pidana penggunaan
identitas palsu sebagai dokter, tahap eksekusi merupakan tahap dimana pelaku dikenakan sanksi pidana sebagaimana telah diatur dalam Pasal 78 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran yang diputus
dipengadilan dan telah
dilaksanakan oleh aparat-aparat pelaksana pidana.
Menurut Joseph Golstein penegakan hukum dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) kerangka konsep, yaitu:
1. Konsep penegakan hukum yang
bersifat total (total enforcement
semua nilai yang ada dibelakang
norma hukum tersebut
ditegakkan tanpa terkecuali.
Penegakan hukum secara total ini tidak mungkin dilakukan, sebab para penegak hukum dibatasi secara ketat oleh hukum acara pidana maupun peraturan yang lainnya;
2. Konsep penegakan hukum yang
bersifat penuh (full enforcement
concept) yang menyadari bahwa
konsep total perlu dibatasi
dengan hukum acara dan
sebagainya demi perlindungan kepentingan individu;
3. Konsep penegakan hukum yang
bersifat actual (actual
enforcement concept) muncul setelah diyakini adanya deskripsi dalam penegakan hukum, karena
kepastian baik yang terkait
dengan sarana-prasarana, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), kualitas perundang-undangan dan
kurangnya partisipasi
masyarakat.10
Penegakan hukum pidana terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter dilakukan dengan upaya penegakan hukum secara penal, karena terdakwa sudah terbukti melakukan tindak pidana
dan melanggar Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran. Adapun
langkah-langkah penegakan hukum melalui upaya penal adalah sebagai berikut :
Penyelidikan adalah serangkaian
tindakan penyelidik untuk
mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan
ada tidaknya dilakukan
penyelidikan menurut cara yang
diatur dalam Undang-Undang.11
2. Penyidikan
Penyidikan adalah serangkaian
tindakan penyidikan dalam
mencari serta mengumpulkan
bukti-bukti, yang dengan bukti tersebut membuat terang atas tindak pidana yang terjadi dan
guna menemukan tersangkanya.12
3. Penuntutan
Penuntutan adalah tindakan
penuntut umum untuk
melimpahkan perkara pidana ke
pengadilan negeri yang
berewenang dalam hal menuntut cara yang diatur dalam
Undang-Undang dengan permintaan
supaya diperiksa dan diputuskan
oleh hakim di sidang
pengadilan.13
4. Putusan Pengadilan
Suatu proses peradilan berakhir dengan putusan akhir atau vonis.
Dalam putusan itu hakim
menyatakan pendapatnya tentang apa yang telah dipertimbangkan
dan putusannya,14putusan tersebut
disesuaikan dengan jenis perkara
11
pidana yang di lakukan oleh tersangka.
C.Faktor-Faktor Penghambat
Dalam Penegakan Hukum
Pidana Terhadap Orang yang Menggunakan Identitas Palsu Sebagai Dokter
Teori yang digunakan dalam
menjawab permasalahan yang ada dalam skripsi ini adalah teori
Soerjono Soekanto yang
mengemukakan bahwa dalam
penegakan hukum dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :
1. Faktor hukumnya sendiri, dalam
hal ini dibatasi pada
undang-undang saja, mengenai
berlakunya undang-undang
tersebut mempunyai dampak
yang positif. Asas-asas tersebut antara lain undang-undang tidak berlaku surut, undang-undang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula.
2. Faktor penegak hukum, yakni
pihak-pihak yang membentuk
maupun menerapkan hukum,
penegak hukum merupakan
golongan panutan dalam
masyarakat, yang hendaknya
mempunyai
kemampuan-kemampuan tertentu sesuai
dengan aspirasi masyarakat.
3. Faktor sarana atau fasilitas, tanpa
adanya sarana dan fasilitas
tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berjalan lancar, sarana atau fasilitas itu antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik,
peralatan yang memadai,
keuangan yang cukup.
4. Faktor masyarakat, yakni
lingkungan dimana hukum
tersebut berlaku atau diterapkan, penegakan hukum berasal dari
masyarakat dan bertujuan
mencapai kedamaian dalam
masyarakat.
5. Faktor kebudayaan, yakni
sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup, kebudayaan hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang
berlaku.15
Faktor-faktor penghambat dalam
penegakan hukum pidana terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter lebih dominan
kepada faktor masyarakat dan
kebudayaan.
Faktor masyarakat dikatakan
dominan karena masyarakat
memegang peran penting dalam
penegakan hukum. Apabila
masyarakat tidak memberikan
laporan kepada pihak kepolisian
maka kepolisian selaku aparat
penegak hukum tidak dapat
menjalankan tugas dan kewajibannya untuk menegakan hukum. Dalam kasus tindak pidana penggunaan identitas palsu sebagai dokter ini
masyarakat kurang memiliki
kesadaran untuk lebih mengetahui
apakah dokter itu benar-benar
seorang dokter atau hanya seseorang yang bertindak seolah-olah dirinya adalah dokter.
Penulis menganalisis bahwa sikap kooperatif dari masyarakat sangat
15
berpengaruh besar atas terselesaikannya kasus hukum seperti ini. Karena masyarakatlah yang
dapat melaporkan apabila ada
seseorang yang menggunakan
identitas palsu sebagai dokter dan
membuka paktek pengobatan
menggunakan alat-alat medis. Ini diakibatkan karena aparat penegak
hukum tidak dapat memeriksa
ataupun menangkap dokter ataupun
seseorang yang menggunakan
identitas palsu sebagai dokter tampa adanya pengaduan dari masyarakat
sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh KUHP.
Setelah adanya laporan dari
masyarakat tentang orang yang menggunakan identitas palsu maka selanjutnya pihak aparat penegak hukum dapat melanjutkan ke proses selanjutnya baik itu penangkapan,
penyidikan, penuntutan, sampai
penjatuhan hukuman yang dilakukan oleh hakim di kejaksaan. Dari aparat penegak hukum juga sebaiknya
memiliki professionalisme yang
tinggi karena apabila seorang
penegak hukum kurang memliliki
sikap profesionalisme maka
terselesaikannya kasus seperti ini pun akan menjadi terhambat juga.
Faktor kebudayaan dikatakan
dominan karena pada hakikatnya profesi seorang dokter adalah profesi yang sangat mulia dan dicintai oleh masyarakat. Oleh karena itu ada orang yang ingin menjadi seorang dokter tetapi iya tidak memiliki
pengetahuan dibidang kesehatan
khususnya kedokteran, sehingga
orang tersebut berani menganggap dirinya adalah dokter dan bertindak
sebagaimana dokter yang
sebenarnya.
Menurut penjelasan Nikmah
Rosidah16 diketahui bahwa faktor
kebudayaan sebagai penghambat dan pendukung terselesaikannya kasus ini yaitu adalah nilai-nilai dan norma budaya yang diakui secara umum oleh masyarakat Indonesia. Yang menjadi penghambat yaitu adalah dimana masyarakat indonesia secara keseluruhan tidak mengetahui secara mendasar bagaimanakah tugas dan wewenang dokter untuk melayani masyarakat dan juga kebanyakan dari masyarakat kita menanggap bahwa profesi dokter merupakan profesi yang tak bercela sehingga masyarakat tidak ingin mencari tahu
bagaimana rekam jejak dokter
tersebut dan juga latar belakang pendidikannya.
Faktor kebudayaan juga menjadi pendukung terselesaikannya kasusu ini yaitu bahwa tindakan yang di
lakukan tersangka merupakan
pelanggaran terhadap nilai-nilai dan norma kebudayaan , sehingga pelaku harus diberi hukuman yang setimpal karena telah melanggar hak asasi manusia .
III. SIMPULAN
1. Penegakan hukum pidana
terhadap orang yang
menggunakan identitas palsu
sebagai dokter dilakukan oleh aparat penegak hukum. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran telah
meletakan kebijakan hukum
pidana terhadap tindak pidana
penggunaan identitas palsu
sebagai dokter atupun orang yang bertindak memberikan pelayanan
16
kesehatan kepada masyarakat seolah-olah dirinya adalah dokter
yang telah memiliki tanda
registrasi dokter dan surat izin praktik, dan menetapkan sanksi
terhadap tersangka. Upaya
penegakan hukum terhadap orang
yang menggunakan identitas
palsu sebagai dokter yang
dilakukan dimulai dari adanya laporan dari korban kepada pihak
kepolisian, yang kemudian
dilanjutkan dengan proses
pemeriksaan dan penyidikan.
Setelah pemeriksaan dan
penyidikan dilakukan, proses
dilanjutkan kepada pihak
Kejaksaan sebagai lembaga yang berwenang melakukan tuntuan terhadap tersangka. Sampai saat ini aparat penegak hukum sudah melakukan tugasnya dengan baik sehingga kasus tindak pidana
penggunaan identitas palsu
sebagai dokter dapat
ditanggulangi dan diselesaikan melalui proses hukum sesuai
dengan Undang-undang yang
berlaku dan hukuman yang
diterima oleh terdakwa sudah di sesuaikan dengan tindak pidana
yang dilakukan dengan
pertimbangan oleh hakim.
2. Faktor-faktor yang menjadi
penghambat dalam penegakan
hukum antara lain faktor
hukumnya sendiri, faktor
penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas, faktor masyarakat
dan faktor budaya. Faktor
masyarakat merupakan faktor
dominan yang menjadi
penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap orang
yang menggunakan identitas
palsu sebagai dokter. Dimana
masyarakat memegang peran
penting dalam membantu aparat
penegak hukum dalam
menjalankan tugas dan
kewajibannya dalam
mengungkap kejahatan
khususnya terhadap orang yang
menggunakan identitas palsu
sebagai dokter, sehingga dapat
terwujudnya ketertiban dan
kesejahteraan bagi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
A.Buku/Literatur
Amir, Amri dan M. Jusuf Hanifah.
2008 Etika Kedokteran dan
Hukum Kesehatan, Jakarta: EGC
Arief,Barda Nawawi. 2008Masalah
Penegakan Hukum Dan
Kebijakan Hukum Pidana
Dalam Penanggulangan
kejahatan, Jakarta; Kencana.
_________________. 2002, Bunga
Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: PT. Citra
2007.Pokok-Pokok Hukum
Pidana, Jakarta: Pradnya Paramita.
Effendy Nasrul, 1998.Dasar-Dasar
Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Budi Rizki Husin dan Kadir Husin,
2012. Buku Ajaran Sisten
Lampung: Universitas Lampung
Moeljatno. 2008.Asas-Asas Hukum
Pidana, Jakarta: Rineka Cipta
Muladi dan Barda NawawiArief.
1984. Teori dan Kebijakan
Pidana, Bandung. Alumni.
__________ 1992.Bunga Rampai
Hukum Pidana, Bandung: Alumni
Nasution, Bahder Johan. 2008.
Metode Penelitian Ilmu Hukum,., Bandung,. Maju Mundur.
Projodikoro, Wirjono. 1986.
Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Jakarta: Eresco.
Rahardjo,Satjipta.1983.MasalahPene
gakanHukumSuatuTinjauanSos iologis, Jakarta; Badan
Pembinaan HukumNasional
Departemen Kehakiman.
Simons. 1992.Pelajaran Hukum
Pidana, Bandung: Pioner Jaya.
Soedjono, D. 1977.Ilmu Kejiwaan
Kejahatan, Bandung: Karya Nusantara.
Soekanto, Soerjono. 1983..
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. PT. Rajawali. Bandung.
_________________. 2007 .
Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press.
Jakarta. Cetakan ke 3
Soesilo. R. 1984.Pokok-Pokok
Hukum Pidana Peraturan
Umum dan Delik-Delik Khusus, Bogor: Politae.
Sudarto, 1990. Hukum Pidana I
.Fakultas Hukum UNDIP,
Semarang.
B.Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2004 tentang Praktik
Kedokteran.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana
C. Web
http://id.wikipedia.org.
http://somelus.wordpress.com.
http://somelus.wordpress.com.
http://www.medpp.com.