• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Sipilis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Asuhan Keperawatan Pada Pasien Sipilis"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN SIPILIS

D

I S U S U N OLEH: KELOMPOK I AYU ASHARI DIAN VAMELA

IRMA DESTA YUARA

MUHAMMAD AFDILAH HUSEIN PUTRA ALASTA

RAHAMAT NARWASTU HIA TURISMA GEA

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

MEDAN

(2)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Penyakit sifilis atau yang dikenal dalam istilah indonesia disebut raja singa, penyakit ini tidak dapat diabaikan karena merupakan penyakit yang berat. Hampir semua alat tubuh dapat diserang, termasuk sistem kardiovaskuler dan saraf. Selain itu wanita hamil yang menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan sifilis konginetal yang dapat menyebabkan kelainan bawaan dan kematian

Selama beberapa waktu, sifilis telah keluar dari pandangan, pikiran, dan memori, Tetapi insiden di dunia Barat sekarang telah bangkit lagi dan bisa sekali lagi menjadi masalah kesehatan utama. Perubahan ini telah mengikuti jumlah meningkat pesat manusia Immunodeficiency Virus (HIV) positif di seluruh dunia, bersama dengan kedatangan wisatawan kesehatan, ekonomi migran, pencari suaka, dan ketersediaan mudah murah perjalanan.

(3)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Penyakit Sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS). Lesi sifilis biasa terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas. Penampakan lesi bisa dipastikan hampir seluruhnya terjadi karena hubungan seksual.

Penyakit ini bisa menular jika ia melakukan hubungan seksual dengan wanita lainnya. Namun tidak hanya sebatas itu, seorang ibu yang sedang hamil yang telah tertular penyakit ini bisa menularkannya kepada janinnya. Sifilis juga dapat diartikan sebagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum, merupakan peyakit kronis dan dapat menyerang seluruh organ tubuh dan dapat ditularkan pada bayi di dalam kandungan melalui plasenta.

Efek sipilis pada kehamilan dan janin tergantung pada lamanya infeksi tersebut terjadi, dan pada pengobatannya. Jika segera diobati dengan baik, maka ibu akan melahirkan bayinya dengan keadaan sehat. Tetapi sebaliknya jika tidak segera diobati akan menyebabkan abortus dan partus prematurus dengan bayi meninggal di dalam rahim atau menyebabkan sipilis kongenital. Sifilis Kongenital terjadi pada bulan ke-4 kehamilan. Apabila sifilis terjadi pada kehamilan tua, maka plasenta memberi perlindungan terhadap janin sehingga bayi dapat dilahirkan dengan sehat. Dan apabila infeksi sifilis terjadi sebelum pembentukan plasenta maka harus dilakukan pengobatan dengan segera, sehingga kemungkinan infeksi pada janin dapat dicegah.

2.2 Etiologi

(4)

lender (mucus). Dengan demikian organisme ini dapat mengakses sampai ke sistem peredaran darah dan getah bening inang melalui jaringan dan membran mucosa.

2.3 Patofisiologi

Perjalanan penyakit ini cenderung kronis dan bersifat sistemik. Hampir semua alat tubuh dapat diserang, termasuk sistem kardiovaskuler dan saraf. Selain itu wanita hamil yang menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan sifilis kongenital yang dapat menyababkan kelainan bawaan atau bahkan kematian. Jika cepat terdeteksi dan diobati, sifilis dapat disembuhkan dengan antibiotika. Tetapi jika tidak diobati, sifilis dapat berkembang ke fase selanjutnya dan meluas ke bagian tubuh lain di luar alat kelamin.

2.4 Tanda dan gejala

Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi; rata-rata 3-4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang melalui 4 tahapan:

1. Fase Primer.

Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri (cangker) pada tempat yang terinfeksi; yang tersering adalah pada penis, vulva atau vagina. Cangker juga bisa ditemukan di anus, rektum, bibir, lidah, tenggorokan, leher rahim, jari-jari tangan atau bagian tubuh lainnya. Biasanya penderita hanya memiliki1 ulkus, tetapi kadang-kadang terbentuk beberapa ulkus. Cangker berawal sebagai suatu daerah penonjolan kecil yang dengan segera akan berubah menjadi suatu ulkus (luka terbuka), tanpa disertai nyeri. Luka tersebut tidak mengeluarkan darah, tetapi jika digaruk akan mengeluarkan cairan jernih yang sangat menular. Kelenjar getah bening terdekat biasanya akan membesar, juga tanpa disertai nyeri.

Luka tersebut hanya menyebabkan sedikit gejala sehingga seringkali tidak dihiraukan. Luka biasanya membaik dalam waktu 3-12 minggu dan sesudahnya penderita tampak sehat secara keseluruhan.

2. Fase Sekunder.

(5)

beberapa bulan. Meskipun tidak diobati, ruam ini akan menghilang. Tetapi beberapa minggu atau bulan kemudian akan muncul ruam yang baru.

Pada fase sekunder sering ditemukan luka di mulut. Sekitar 50% penderita memiliki pembesaran kelenjar getah bening di seluruh tubuhnya dan sekitar 10% menderita peradangan mata. Peradangan mata biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi kadang terjadi pembengkakan saraf mata sehingga penglihatan menjadi kabur. Sekitar 10% penderita mengalami peradangan pada tulang dan sendi yang disertai nyeri. Peradangan ginjal bisa menyebabkan bocornya protein ke dalam air kemih. Peradangan hati bisa menyebabkan sakit kuning (jaundice). Sejumlah kecil penderita mengalami peradangan pada selaput otak (meningitis sifilitik akut), yang menyebabkan sakit kepala, kaku kuduk dan ketulian.

Di daerah perbatasan kulit dan selaput lendir serta di daerah kulit yang lembab, bisa terbentuk daerah yang menonjol (kondiloma lata). Daerah ini sangat infeksius (menular) dan bisa kembali mendatar serta berubah menjadi pink kusam atau abu-abu. Rambut mengalami kerontokan dengan pola tertentu, sehingga pada kulit kepala tampak gambaran seperti digigit ngengat. Gejala lainnya adalah merasa tidak enak badan (malaise), kehilangan nafsu makan, mual, lelah, demam dan anemia.

3. Fase Laten.

Setelah penderita sembuh dari fase sekunder, penyakit akan memasuki fase laten dimana tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-puluh tahun atau bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang luka yang infeksi kembali muncul .

4. Fase Tersier.

Pada fase tersier penderita tidak lagi menularkan penyakitnya. Gejala bervariasi mulai ringan sampai sangat parah. Gejala ini terbagi menjadi 3 kelompok utama :

1) Sifilis tersier jinak.

(6)

2) Sifilis kardiovaskuler.

Biasanya muncul 10-25 tahun setelah infeksi awal. Bisa terjadi aneurisma aorta atau kebocoran katup aorta. Hal ini bisa menyebabkan nyeri dada, gagal jantung atau kematian.

3) Neurosifilis.

Sifilis pada sistem saraf terjadi pada sekitar 5% penderita yang tidak diobati. 3 jenis utama dari neurosifilis adalah neurosifilis meningovaskuler, neurosifilis paretik dan neurosifilis tabetik.

a. Neurosifilis meningovaskuler.

Merupakan suatu bentuk meningitis kronis. Gejala yang terjadi tergantung kepada bagian yang terkena, apakah otak saja atau otak dengan medulla spinalis: - Jika hanya otak yang terkena akan timbul sakit kepala, pusing, konsentrasi

yang buruk, kelelahan dan kurang tenaga, sulit tidur, kaku kuduk, pandangan kabur, kelainan mental, kejang, pembengkakan saraf mata (papiledema), kelainan pupil, gangguan berbicara (afasia) dan kelumpuhan anggota gerak pada separuh badan.

- Jika menyerang otak dan medulla spinalis gejala berupa kesulitan dalam mengunyah, menelan dan berbicara; kelemahan dan penciutan otot bahu dan lengan; kelumpuhan disertai kejang otot (paralisa spastis); ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dan peradangan sebagian dari medulla spinalis yang menyebabkan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih serta kelumpuhan mendadak yang terjadi ketika otot dalam keadaan kendur (paralisa flasid).

b. Neurosifilis paretik.

Juga disebut kelumpuhan menyeluruh pada orang gila. Berawal secara bertahap sebagai perubahan perilaku pada usia 40-50 tahun. Secara perlahan mereka mulai mengalami demensia. Gejalanya berupa kejang, kesulitan dalam berbicara, kelumpuhan separuh badan yang bersifat sementara, mudah tersinggung, kesulitan dalam berkonsentrasi, kehilangan ingatan, sakit kepala, sulit tidur, lelah, letargi, kemunduran dalam kebersihan diri dan kebiasaan berpakaian, perubahan suasana hati, lemah dan kurang tenaga, depresi, khayalan akan kebesaran dan penurunan persepsi.

(7)

Disebut juga tabes dorsalis. Merupakan suatu penyakit medulla spinalis yang progresif, yang timbul secara bertahap. Gejala awalnya berupa nyeri menusuk yang sangat hebat pada tungkai yang hilang-timbul secara tidak teratur. Penderita berjalan dengan goyah, terutama dalam keadaan gelap dan berjalan dengan kedua tungkai yang terpisah jauh, kadang sambil mengentakkan kakinya.

Penderita tidak dapat merasa ketika kandung kemihnya penuh sehingga pengendalian terhadap kandung kemih hilang dan sering mengalami infeksi saluran kemih.

Bisa terjadi impotensi. Bibir, lidah, tangan dan seluruh tubuh penderita gemetaran. Tulisan tangannya miring dan tidak terbaca. Sebagian besar penderita berperawakan kurus dengan wajah yang memelas. Mereka mengalami kejang disertai nyeri di berbagai bagian tubuh, terutama lambung. Kejang lambung bisa menyebabkan muntah. Kejang yang sama juga terjadi pada rektum, kandung kemih dan pita suara. Rasa di kaki penderita berkurang, sehingga bisa terbentuk luka di telapak kakinya. Luka ini bisa menembus sangat dalam dan pada akhirnya sampai ke tulang di bawahnya. Karena rasa nyeri sudah hilang, maka sendi penderita bisa mengalami cedera.

5. Gejala sifilis kongenital (kelainan kongenital dini) a. Kelainan kongenital dini

• Makulopapular pada kulit • Retinitis

• Terdapat tonjolan kecil pada mukosa • Hepatosplenomegali

• Ikterus

• Limfadenopati • Osteokondrosis • Kordioretinitis

• Kelainan pada iris mata

b. Kelainan kongenital terlambat (lanjut) • Gigi hutchinnson

• Gambaran mulberry pada gigi molar • Keratitis intertinal

(8)

• Hidrosefalus

2.5 Klasifikasi

Penyakit sifilis memiliki empat stadium yaitu primer, sekunder, laten dan tersier. Tiap stadium perkembangan memiliki gejala penyakit yang berbeda-beda dan menyerang organ tubuh yang berbeda-beda pula.

a. Stadium Dini atau I (Primer)

Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat masuknya Treponema pallidum. Lesi pada umumnya hanya satu. Terjadi afek primer berupa penonjolan-penonjolan kecil yang erosif, berkuran 1-2 cm, berbentuk bulat, dasarnya bersih, merah, kulit disekitarnya tampak meradang, dan bila diraba ada pengerasan. Kelainan ini tidak nyeri. Dalam beberapa hari, erosi dapat berubah menjadi ulkus berdinding tegak lurus, sedangkan sifat lainnya seperti pada afek primer. Keadaan ini dikenal sebagai ulkus durum.

Sekitar tiga minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar getah bening di daerah lipat paha. Kelenjar tersebut membesar, padat, kenyal pada perabaan, tidak nyeri, tunggal dan dapat digerakkan bebas dari sekitarnya. Keadaan ini disebut sebagai sifilis stadium 1 kompleks primer. Lesi umumnya terdapat pada alat kelamin, dapat pula di bibir, lidah, tonsil, putting susu, jari dan anus. Tanpa pengobatan, lesi dapat hilang spontan dalam 4-6 minggu, cepat atau lambatnya bergantung pada besar kecilnya lesi b. Stadium II (Sekunder)

Pada umumnya bila gejala sifilis stadium II muncul, sifilis stadium I sudah sembuh. Waktu antara sifilis I dan II umumnya antara 6-8 minggu. Kadang-kadang terjadi masa transisi, yakni sifilis I masih ada saat timbul gejala stadium II.

Sifat yang khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal. Gejala konstitusi seperti nyeri kepala, demam, anoreksia, nyeri pada tulang, dan leher biasanya mendahului, kadang-kadang bersamaan dengan kelainan pada kulit. Kelainan kulit yang timbul berupa bercak-bercak atau tonjolan-tonjolan kecil. Tidak terdapat gelembung bernanah. Sifilis stadium II seringkali disebut sebagai The Greatest Immitator of All Skin Diseases karena bentuk klinisnya menyerupai banyak sekali kelainan kulit lain. Selain pada kulit, stadium ini juga dapat mengenai selaput lendir dan kelenjar getah bening di seluruh tubuh.

(9)

Lesi yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3-7 tahun setelah infeksi. Guma umumnya satu, dapat multipel, ukuran milier sampai berdiameter beberapa sentimeter. Guma dapat timbul pada semua jaringan dan organ, termasuk tulang rawan pada hidung dan dasar mulut. Guma juga dapat ditemukan pada organ dalam seperti lambung, hati, limpa, paru-paru, testis dll. Kelainan lain berupa nodus di bawah kulit, kemerahan dan nyeri.

d. Sifilis Tersier

Termasuk dalam kelompok penyakit ini adalah sifilis kardiovaskuler dan neurosifilis (pada jaringan saraf). Umumnya timbul 10-20 tahun setelah infeksi primer. Sejumlah 10% penderita sifilis akan mengalami stadium ini. Pria dan orang kulit berwarna lebih banyak terkena. Kematian karena sifilis terutama disebabkan oleh stadium ini. Diagnosis pasti sifilis ditegakkan apabila dapat ditemukan Treponema pallidum. Pemeriksaan dilakukan dengan mikroskop lapangan gelap sampai 3 kali (selama 3 hari berturut-turut).

Tes serologik untuk sifilis yang klasik umumnya masih negatif pada lesi primer, dan menjadi positif setelah 1-4 minggu. TSS (tes serologik sifilis) dibagi dua, yaitu treponemal dan non treponemal. Sebagai antigen pada TSS non spesifik digunakan ekstrak jaringan, misalnya VDRL, RPR, dan ikatan komplemen Wasserman/Kolmer. TSS nonspesifik akan menjadi negatif dalam 3-8 bulan setelah pengobatan berhasil sehingga dapat digunakan untuk menilai keberhasilan pengobatan. Pada TSS spesifik, sebagai antigen digunakan treponema atau ekstraknya, misalnya Treponema pallidum hemagglutination assay (TPHA) dan TPI. Walaupun pengobatan diberikan pada stadium dini, TSS spesifik akan tetap positif, bahkan dapat seumur hidup sehingga lebih bermakna dalam membantu diagnosis.

2.6 Komplikasi

1. Komplikasi Pada Janin Dan Bayi

Dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus dan partus premature. Bayi dengan sifilis kongenital memiliki kelainan pada tulang, gigi, penglihatan, pendengaran, gangguan mental dan tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, setiap wanita hamil sangat dianjurkan untuk memeriksakan kesehatan janin yang dikandungnya. Karena pengobatan yang cepat dan tepat dapat menghindari terjadinya penularan penyakit dari ibu ke janin.

(10)

a. Menyebabkan kerusakan berat pada otak dan jantung

b. Kehamilan dapat menimbulkan kelainan dan plasenta lebih besar, pucat, keabu-abuan dan licin

c. Kehamilan <16 minggu dapat menyebabkan kematian janin

d. Kehamilan lanjut dapat menyebabkan kelahiran prematur dan menimbulkan cacat.

2.7 Penularan

Sifilis bisa ditularkan atau diturunkan dari seorang ibu kepada anak dalam kandungannya. Sipilis kongenital, melalui infeksi transplasental terjadi pada saat janin berada di dalam kandungan ibu yang menderita sifilis. Penularan karena mencium atau pada saat menimang bayi dengan sifilis kongenital jarang sekali terjadi.

Cara penularan sifilis lainnya antara lain melalui transmisi darah. Hal ini bisa terjadi jika pendonor darah menderita sifilis pada stadium awal. Ada lagi kemungkinan penularan cara lain, yaitu penularan melalui barang-barang yang tercemar bakteri penyebab sifilis, Treponema pallidum, walaupun itu baru secara teoritis saja, karena kenyataannya boleh dikatakan tidak pernah terjadi.

Jadi dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa resiko penularan penyakit syphilis dapat terjadi jika:

1. Melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang mengidap penyakit sifilis, jika tidak (pernah) melakukan hubungan seksual aktif dengan penderita sifilis maka dia tidak akan punya resiko terkena penyakit ini.

2. Ibu menderita sifilis saat sedang mengandung kepada janinnya lewat transplasental 3. Lewat transfusi darah dari darah penderita sifilis.

2.8 Pengaruh Terhadap Kehamilan

Sifilis yang terjadi pada ibu yang hamil dapat mempengaruhi proses kehamilannya dan janin. Berikut ini adalah pengaruh sifilis terhadap kehamilan yaitu:

1. Infeksi pada janin terjadi setelah minggu ke 16 kehamilan dan pada kehamilan dini, dimana Treponema telah dapat menembus barier plasenta.

2. Akibatnya kelahiran mati dan partus prematurus.

3. Bayi lahir dengan lues konginetal : pemfigus sifilitus, diskuamasi telapak tangan-kaki, serta kelainan mulut dan gigi.

(11)

2.9 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan hasil pemeriskaan laboratorium dan pemeriksaan fisik. Infeksi pada janin terjadi minggu 16 kehamilan dapat terjadi; partus prematurus, kelahiran mati, cacat bawaan pada janin.

Diagnosis pada ibu hamil agak sulit di tegakkan karena pada ibu hamil terjadi perubahan hormon. Diagnosis dapat ditegakkan

a. Pemeriksaan serologik: VDRL (veneral diesses research laboratory).

b. Dengan mempergunakan lapangan gelap, untuk membuktikan langsung terdapat spirokaeta treponea palidum.

c. Fungsi lumbal untuk membuktikan neurosifilis.

2.10 Penatalaksanaan dan Terapi

Wanita hamil dengan sifilis harus diobati sedini mungkin, sebaiknya sebelum hamil atau pada triwulan I untuk mencegah penularan terhadap janin. Suami harus diperiksa dengan menggunakan tes reaksi wasserman dan VDRL, bila perlu diobati dangan terapi penisilin G injeksi. Penting untuk diketahui dalam pemilihan obat-obatan untuk ibu hamil perlu memperhatikan pengaruh buruk yang akan terjadi pada janinya. Sedangkan jenis pinisilin dan eritrosin merupakan obat untuk ibu hamil yang tidak memberikan efek atau pengaruh buruk terhadap janinnya. Berikut ini adalah table terapi atau pengobatan Sifilis pada ibu yang sedang hamil.

Terapi Infeksi Sifilis Pada Kehamilan

Tingkat Penyakit Alternatif Terapi Dasar Terapi Infeksi

Infeksi

Fase Laten kurang dari 1 tahun

• Penisilin G Benzathine 2,4 juta unit IM • Eritromisin PO 500 mg/ 4 kali/ selama 15

hari-• Cefriaxone IM 250 mg/ 4 kali selama 15 hari Sifilis laten lebih dari 1 tahun

• Penisilin G Benzathin 2,4 juta IM/ 3 kali dalm seminggu Eritromisin 500 mg/ 4 kali/ hari selama 30 hari

(12)

• Pinisilin cristal G 2,4 juta unit setiap 4 hari selama 10 sampai 14 hari diikuti pinisilin G Benzathin secara IM 2,4 juta unit

• Penisilin procain G secara IM setiap hari 2,4 juta unit ditambah probenecid 500 mg sebanyak 4 kali/ hari selama 10-14 hari kemudian diikuti penisilin G Benzatin sebanyak 2,4 juta unit secara IM Sebenarnya penisilin merupakan obat pilihan Anjuran pengobatan sifilis yang harus dilakukan pada ibu hamil stadium primer, sekunder, atau laten durasi kurang dari 1 tahun dapat diberikan pengobatan utama yaitu penisilin G Benzathin 2,4 juta unit secara IM. Tetapi jika ibu mengalami alergi dapat diganti dengan Eritomisin 500 ng PO selama 15 hari serta setriakson 250 mg secara IM selama 10 hari. Sedangkan pada Sifilis laten durasi lebih dari 1 tahun atau sifilis kardiovasculer diberikan obat utama penisilin G Benzathin 2,4 juta unit secara IM setiap minggu 3x, tetapi jika ibu mengalami alergi penisilin dapat diganti dengan Eritromicin 500 ng PO selama 30 hari.

Sedangkan pada Neurosifilis diberikan pengobatan utama pinisilin G akueous kristalin 2,4 juta unit 4x selama 10-14 hari diikuti dengan penisilin G Benzethin 2,4 juta unit secara IM. Atau dapat diberi pinisilin G akueous prokain 2,4 juta unit IM setiap hari dengan probenesid 500 mg PO selama 10-14 hari, kemudian diikuti dengan penisilin G Benzethin 2,4 juta secara IM.

2.11 Asuhan Setelah Persalinan Pada Penderita Sifilis

1. Bila keadekuatan pengobatan pada ibu tidak diketahui atau jika ibu tidak mendapatkan pinisilin ibu harus mendapatkan terapi

2. Diantara bayi yang selamat, banyak yang menderita sifilis congenital yang dapat menyebabkan kecacatan fisik dan retardasi mental.

BAB III

(13)

Tuan S. berumur 37 tahun mengatakan nyeri pada daerah genitalia dari semenjak 2 bulan terakhir. Rasa nyeri bertambah parah setelah beraktivitas dan pada saat malam hari. Tuan S juga mengeluhkan gejala-gejala flu, seperti demam dan pegal-pegal, serta kemerahan pada kaki dan tangan.

Tuan S. bekerja sebagai wiraswastawan dan sering bepergian ke luar kota dalam jangka waktu yang lama, berpisah dengan anak dan istrinya. Tn. S kadang-kadang memenuhi kebutuhan seksnya dengan pekerja seks komersial dan tidak suka menggunakan kondom karena tidak nyaman. Tn. S juga masih tetap melakukan hubungan seksual dengan istrinya apabila pulang.

Tn. S merasa cemas kalau dirinya mungkin mengidap penyakit sifilis dan sebelumnya juga pernah menderita infeksi pada genitalia. Tn. S mengakui tidak teratur minum obat karena lupa. Tn. S juga khawatir menularkan penyakitnya kepada istrinya, serta merasa sangat bersalah.

Pemeriksaan tanda vital : TD = 120/90 mmHg, N = 88x/menit, RR = 22x/menit, suhu = 38o C. Pada pemeriksaan genitalia, pada daerah genitalia keadaannya tidak bersih terdapat luka kemerahan dan terdapat bintik bintik di daerah inguinal dan ditemukan adanya ulkus kemerahan pada penis.

Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Perawat menghubungkan riwayat sifilis dengan kategori berikut a. Anamnesa

1) Tanyakan kepada klien sejak kapan mengeluh nyeri

2) Bagaimana dan berupa apa saja kelainan pada awalnya dan apakah menyebar/menetap

3) Apakah ada sensasi panas, gatal serta cairan yang menyertai

4) Obat apa saja yang telah dipakai dan bagaimana pengaruh obat tersebut apakah membaik, memburuk, atau menetap

5) Apakah klien mengeluh adanya nyeri pada tulang, nyeri pada kepala, mengeluh kesemutan, mati rasa (sebagai tanda kerusakan neorologis)

(14)

7) Bagaimana aktivitas seksual (pernah/sering melakukan seks beresiko missal berganti-ganti pasangan, oral/anal seks, homo seksual, melakukan dengan PSK)

8) Apakah ada tanda-tanda kelainan pada alat kelamin pasangan seperti kemerahan, muncul benjolan, dan vesikel

9) Bagaimana dengan urin klien apakah bercampur darah, urin tidak lancar, nyeri saat berkemih

10) Apa disertai dengan febris, anoreksia

11) Pada sifilis kongietal selain anamnesa diatas, perlu ditanya orang tua apakah pernah keluar secret bercampur darah dari hidung, perforasi palatum durum, gangguan pengelihatan dan pendengaran, gangguan berjalan, serta keterlambatan tumbuh kembang.

b. Pemeriksaan Fisik 1) Inspeksi

a) Adanya eritema dan papula, macula, postula, vesikula dan ulkus

b) Timbulnya lesi pada alat kelamin ekstra genital, bibir, lidah, tonsil, jari dan anus

c) Kelainan selaput lender dan limfa denitis d) Kelainan pada mata dan telinga

e) Kelainan pada tulang dan gaya berjalan 2) Palpasi

Adanya pembesaran limfe, adanya nyeri tekan 3) Auskultasi

Perubahan suara pada paru-paru, jantung dan system pencernaan 2. Diagnosa Keperawatan

a. Hipertermi b/d proses infeksi d/d adanya peningkatan suhu tubuh (lebih dari 37,2 drajat celcius) kulit teraba hangat

b. Nyeri akut b/d agen cedera biologis d/d laporan nyeri secara verbal, sikap melindungi area nyeri, wajah tampak meringis, klien tampak gelisah.

c. Kerusaka integritas kulit b/d peradangan pada lapisan kulit d/d adanya tanda elfloresensi

(15)

e. Kurang pengetahuan b/d ketidakmampuan mengenal pemyakit d/d pengungkapan secara verbal ketidaktahuan penyakit permintaan informasi

f. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan b/d respon nyeri g. Risiko tinggi cidera b/d disfungsi sensorik

h. Risiko keterlambatan tumbuh kembang b/d infeksi kongietal 3. Rencana Keperawatan

N o

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1 Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan suhu tubuh dalam rentang normal, dengan kriteria hasil:

 Suhu tubuh normal (36,5-37,2

drajat celcius)

3. Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang 4. Memberikan rasa nyaman dan pakaian tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh 5. Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi

6. Antipiretik untuk menurunkan panas tubuh pasien

2 Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan nyeri berkurang/ hilang dengan criteria hasil:

 Pasien tidak mengeluh nyeri

 Skala nyeri 0-4

 Pasien tidak gelisah

(16)

tehnik relaksasi meningkatkan rasa control yang dapat menurunkan ketergantungan

farmakologis

5. Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri

6. Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri dapat berkurang 3 Setelah dilakukan asuhan keperawatan

diharapkan integritas kulit membaik secara optimal, dengan criteria hasil:

(17)

dengan tim medis

4 Setelah dilakukanasuhan keperawatan diharapkan terpenuhinya pengetahuan pasien tentang kodisi penyakit, dengan criteria hasil:

 Mengungkapkan

 Mengenal perubahan

gaya hidup/tingkah

1. Memberikan data besar untuk mengetahui tingkat pemahaman psien tentang penyakit.

2. Peningkatan koping positif akibat adanya gangguan citra tubuh, klien mau menerima kondisinya dan mau bersosialisasikan 3. Memandirikan klien dan keluarga untuk hygine yang terjaga daapt meminimalkan resiko infeksi dapat mempercepat proses penyembuhan pengobatan dan mencegah komplikasi

(18)

dan cara penanggulangan/ pencegahan serta komplikasi

4. Pelaksanaan Keperawatan

No Tanggal dan Waktu Tindakan Paraf 1 12 februari 2014

09:00 WIB

1. Memantau suhu pasien 2. Memberikan kompres dingin

3. Memberikan minum 1500-2000 cc

4. Memberikan cairan intravena

5. Memberikan obat antipiretik.

Paracetamol 500 mg 2. 12 februari 2014

10:00 WIB 1.2. Mengkaji TTVMengajarkan tehnik relaksasi dengan mengajarkan tehnik nafas dalam

3. Member obat analgesic asam mefenamat 500mg

3. 12 februari 2014

11:00 WIB 1.2. Mengkaji kerusakan kulitMelakukan tindakan perawatan luka

3. Memberikan obat antibiotikoptikal amoxcilin 200mg

4 12 februari 2014

12:00 WIB 1. Memberikan Penkes tentang penyakit yang dialami pasien

5. Evaluasi

Dx.I suhu tubuh normal (36-37 drajat celcius), kulit tidak panas, tidak kemerahan, turgor kulit elastis, mukosa bibir lembab

(19)

Dx III pertumbuhan jaringan meningkat, keadaan luka membaik, luka menutup, pencapai penyembuhan luka tepat waktu

Dx IV mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, pencegahan, perawatan tindakan yang dibutuhkan dengan kemungkinan komplikasi. Mengenal perubahan gaya hidup dari tingkah laku untuk mencegah terjadinya komplikasi.

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Penyakit Sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS). Lesi sifilis bisa terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas. Penampakan lesi bisa dipastikan hampir seluruhnya terjadi karena hubungan seksual.

Dapat menyerang seluruh organ tubuh dan dapat ditularkan pada bayi di dalam kandungan melalui plasenta. Pada Sifilis Kongenital terjadi pada bulan ke-4 kehamilan. Penyebab infeksi sifilis yaitu Treponema pallidum. Treponema pallidum merupakan salah satu bakteri spirochaeta.

Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi; rata-rata 3-4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang melalui 4 tahapan yaitu fase primer, sekunder, laten dan tersier. Penularan karena mencium atau pada saat menimang bayi dengan sifilis kongenital jarang sekali terjadi, transfusi darah dari darah penderita sifilis, transplasenta, melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang mengidap penyakit sifilis. Pengobatannya dapat diberikan antibiotik pilihan yaitu Penisilin selain itu juga diberikan eritromisin kerena tidak mempengaruhi janinnya.

3.2 Saran

(20)

membangun, guna penyusunan makalah kami berikutnya agar dapat tersusun lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Muchtar, Rustam. 1989. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC

Manuaba, Ida Bagus. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC

Varney, Helen, dkk. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta : EGC

Pawiroharjo, Sarwono.1998. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Syaifudin, A.B. 2002. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarata : Yayasan Bina Pustaka

Referensi

Dokumen terkait

KESIMPULAN DAN SARAN Pengelolaan asuhan keperawatan pasien diabetes melitus tipe II dalam pemenuhan kebutuhan keamanan dengan masalah keperawatan ansietas berhubungan dengan ancaman

Bagi perawat dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien ST Elevasi STEMI dengan diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis serta berfikir secara

KESIMPULAN Pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien post SC dengan pre eklamsi dalam pemenuhan kebutuhan aman dan nyaman dengan masalah keperawatan nyeri akut berhubungan dengan

Program Studi D3 Keperawatan Universitas Kusuma Husada Surakarta Tahun 2020 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CEREBROVASKULER ACCIDENT CVA HEMORAGIK DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN

Hasil: Pengelolaan asuhan keperawatan pasien fraktur dalam pemenuhan kebutuhan aman dan kenyamanan dengan masalah keperawatan nyeri yang dilakukan tindakan keperawatan audio recorded

Hasil studi kasus ini menunjukkan, bahwa pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien post operasi cholelithiasis dalam pemenuhan kebutuhan rasa aman dan nyaman nyeri dengan masalah

KESIMPULAN DAN SARAN Pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien Hernia Nukleus Pulposus HNP masalah keperawatan nyeri akut beruhubungan dengan agen cedera fisik tindakan yang

Hasil studi kasus menunjukan bahwa pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien hipertensi dalam pemenuhan kebutuhan aman dan kenyamanan dengan masalah keperawatan nyeri akut yang