• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis Superkonduktor MgB2 Dengan Penambahan Carbon Nanotube Menggunakan Metode Powder In Tube

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sintesis Superkonduktor MgB2 Dengan Penambahan Carbon Nanotube Menggunakan Metode Powder In Tube"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Superkonduktor

Suatu bahan superkonduktor merupakan material yang dapat menghantarkan arus listrik tanpa adanya hambatan, sehingga dapat mengalirkan arus listrik tanpa kehilangan daya sedikitpun (Suprihatin, 2008). Superkonduktor adalah unsur atau alloy metal yang didinginkan sampai mendekati suhu nol mutlak (0 K), menjadi hilang tahanannya. Fenomena turunnya hambatan listrik suatu zat padat menjadi nol jika temperaturnya diturunkan hingga temperatur tertentu dikenal sebagai superkonduktivitas (Hidayat, 1991). Unsur, paduan dan senyawa yang menunukkan sifat superkonduktivitas ini disebut material superkonduktor.

2.2 Sejarah dan Perkembangan Superkonduktor

Superkonduktor pertama kali ditemukan oleh seorang Fisikawan Belanda, Heike Kamerlingh Onnes, dari Universitas Leiden pada tahun 1911. Pada tanggal 10 Juli 1908, Onnes berhasil mencairkan helium dengan cara mendinginkan hingga 4,2 K atau -2690C. Kemudian, Onnes mulai mempelajari sifat-sifat listrik dari logam pada suhu yang sangat dingin. Pada waktu itu telah diketahui bahwa hambatan suatu logam akan turun jika didinginkan dibawah suhu ruang, akan tetapi belum ada yang dapat mengetahui batas bawah hambatan yang dicapai ketika suhu logam mendekati 0 K atau nol mutlak (Widodo, 2010).

(2)

superkonduktor dalam rangkaian tertutup, kemudian mencabut arusnya. Setahun kemudian, Onnes masih mengukur arusnya dan arusnya masih tetap mengalir. Fenomena ini kemudian diberi nama superkonduktivitas. Dan atas penemuannya, Onnes dianugerahi nobel Fisika tahun 1913 (Yuliati, 2010).

Penemuan selanjutnya terjadi pada tahun 1933, Walter Meissner dan Robert Ochsenfeld menemukan bahwa suatu superkonduktor akan menolak medan magnet. Dalam superkonduktor arus yang dihasilkan berlawanan dengan medan tersebut sehingga medan tidak dapat menembus material superkonduktor. Fenomena ini disebut efek Meissner.

2.3 Karakteristik Superkonduktor

Material superkonduktor memiliki beberapa karakteristik, diantaranya memiliki sifat magnet dan sifat listrik yang berbeda dengan material konduktor dan memiliki temperatur kritis.

2.3.1 Sifat Magnet Superkonduktor

Suatu material dikatakan superkonduktor apabila material tersebut sangat sulit dipengaruhi oleh medan magnet luar, resultan medan atomiknya membentuk arah yang berlawanan dengan medan magnet luar.

Gambar 2.1 Efek Meissner

(3)

kritis (T<Tc) medan magnet yang diberikan dari luar pada material superkonduktor akan ditolak, ini dinamakan dengan efek Meissner. Bila suatu medan magnet cukup kuat diberikan pada material superkonduktor, maka material tersebut akan menjadi normal (Omar, 1975). Gejala efek Meissner pada superkonduktor dinyatakan oleh Persamaan 2.1

………....…………....(2.1)

Dengan, : induksi magnet (Weber/ampere) : medan magnet luar (Ampere/meter)

: magnetisasi bahan (Ampere/meter)

: permeabilitas ruang hampa (4π x 10-7 Weber/ampere.meter) Pada bahan anisotropik linier besarnya magnetisasi adalah :

………...………(2.2)

dengan, : suseptibilitas magnetik bahan superkonduktor ( = -1) dinamakan

keadaan diamagnetisme sempurna.

Substitusi Persamaan (2.1) ke Persamaan (2.2), maka didapat :

(4)

fungsi medan magnet yang menimbulkannya (H) terlihat pada Gambar 2.2.

Pada gambar 2.2 tampak bahwa kurva tidak berbentuk garis lurus sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan antara B dan H tidak linier. Dengan kenaikan harga H, mula-mula B turut naik dengan lancar, tetapi mulai dari satu titik tertentu harga H hanya menghasilkan sedikit kenaikan B dan makin lama B hampir konstan. Keadaan ini disebut dengan kedaan saturasi, yaitu keadaan di mana medan magnet B tidak banyak berubah. Harga medan magnet untuk keadaan saturasi disebut dengan Bs atau medan magnet saturasi.

Bila sudah mencapai saturasi intensitas magnet (H) diperkecil ternyata harga B tidak terletak pada kurva semula. Pada harga H = 0, induksi magnet atau rapat fluks B mempunyai harga B ≠ 0. Harga Br ini disebut dengan induksi remanen atau remanensi bahan.

Gambar 2.3 Kurva Histerisis Magnet

(5)

menghilangkan fluks dalam bahan. Intensitas magnet Hc ini disebut koersivitas bahan. Bila selanjutnya harga diperbesar pada harga negatif sampai mencapai saturasi dan dikembalikan melalui nol berbalik arah dan terus diperbesar pada harga H positif hingga saturasi kembali, kurva B-vs-H akan membentuk satu lintasan tertutup yang disebut kurva histeresis. Bahan magnet dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya. Untuk menghilangkan kemagnetannya diperlukan intensitas magnet H yang besar. Bahan magnet seperti ini baik untuk membuat magnet permanen. Bahan magnet lunak dengan Hc rendah dan B tinggi mempunyai permeabilitas maksimum yang tinggi.Bahan magnet ini terutama digunakan untuk memperbesar fluks.

2.3.2 Sifat Listrik Superkonduktor

Pada bahan superkonduktor interaksi antar atom terjadi namun elektron dapat melewati inti tanpa mengalami hambatan, ini dijelaskan pada teori BCS (Berdeen, Cooper, and Schrieffer).

Gambar 2.4 Pergerakan elektron saat keadaan superkonduktor

(6)

menyerap fonon diakibatkan oleh gaya tarik menarik antar elektron. Pasangan elektron ini akan melalu kisi tanpa hambatan.

2.3.3 Temperatur Kritis (Tc)

Perubahan keadaan bahan dari keadaan normal ke keadaan superkonduktor dapat dianalogikan seperti pada perubahan fasa air dari keadaan cair ke keadaan padat. Perubahan keadaan ini sama-sama memiliki suhu transisi, pada keadaan superkonduktor suhu ini disebut suhu kritis (Tc).

Gambar 2.5 Grafik resistivitas tehadap temperatur kritis

Gambar 2.5 menunjukkan kurva resistivitas terhadap temperatur kritis. Kurva ini menunjukkan ketika temperatur turun pada titik Tconset maka material mengalami

penurunan resistivitas secara drastis hingga mencapai suhu Tc0 yang menunjukkan

resistivitas nol.

2.4 Tipe-Tipe Superkonduktor

Superkonduktor dibagi berdasarkan medan magnet dan temperatur kritis. Berdasarkan medan magnet, superkonduktor dibagi menjadi 2 jenis, yaitu superkonduktor tipe I dan superkonduktor tipe II, sedangkan berdasarkan temperatur kritis, superkonduktor dibagi menjadi 2 jenis, yaitu superkonduktor suhu rendah dan superkonduktor suhu tinggi.

2.4.1 Superkonduktor Tipe I

(7)

lemah umumnya berupa unsur tunggal. Superkonduktor ini karakteristik resistivitas bernilai nol, dan material menjadi diamagnetik sempurna ketika di bawah medan kritisnya (H<Hc) dan sifat superkonduktivitas hilang ketika di atas medan kritisnya (H>Hc).

2.4.2 Superkonduktor Tipe II

Superkonduktor tipe II disebut sebagai superkonduktor kuat, memiliki dua medan magnet kritis yaitu Hc1 dan Hc2. Pada medan lemah (H<Hc1), material bersifat

diamagnetik sempurna atau menyerupai superkonduktor tipe I. Pada medan Hc1 <

H < Hc2, fluks magnet mulai menembus material diberbagai titik yang disebut

vorteks. Jika medan eksternal yang diberikan semakin mendekati Hc2, jumlah

vorteks semakin bertambah hingga sifat superkonduktivitas hilang ketika medan melebihi Hc2. Besarnya fluks pada vorteks adalah satu kuanta fluks yakni Φ = h/2e

atau setara 2.067x10-15 Weber.

2.4.3 Superkonduktor Suhu Rendah

Superkonduktor temperatur rendah merupakan superkonduktor yang memiliki temperatur kritis dibawah temperatur nitrogen cair (77 K), sehingga untuk memunculkan superkonduktvitasnya maka material tersebut menggunakan helium cair sebagai pendingin (Windartun, 2008). Adapun contoh dari superkonduktor temperatur rendah adalah Hg (4,2 K), Pb (7,2 K).

2.4.4 Superkonduktor Suhu Tinggi

(8)

2.5 Magnesium Deboride (MgB2)

Magnesium deboride merupakan material superkonduktor dengan temperatur kritis ~39 K dengan rapat arus kritis tinggi sebesar 106-107A/cm2 dan medan magnet pada temperatur rendah.

2.5.1 Sejarah Penemuan MgB2

Pada tahun 1953, Jones et al. dan Russell et al. melaporkan pembentukan fasa MgB2dengan interaksi antara Mg dan amorf B pada atmosfer hidrogen atau

argon.Atom Boron memiliki ukuran yang cocok dan struktur elektonik untuk membentuk ikatan B-B langsung yang dapat membentuk berbagai macam ikatan boron lainnya. Ada lebih dari 50 senyawa diboride dengan struktur yang berbeda (Buzea, 2001).

Pada Januari 2001, Prof.J.Akimitsu dari Aoyama-Gakuin University, Tokyo, Jepang) mengumumkan penemuan superkonduktivitas material MgB2

dengan Tc relatif tinggi yaitu 39 K (Nagamatsu, 2001). Penemuan ini merangsang cukup banyak penelitian dan pengembangan tentang MgB2, tidak hanya

dikarenakan sifat fundamental MgB2 yang menarik tetapi karena sifat potensial

untuk aplikasi.

2.5.2 Struktur Kristal dan Sifat Superkonduktivitas MgB2

MgB2 memiliki struktur kristal heksagonal dengan space group p6/m m m yang

umum diantara diboride (Buzea, 2001). Struktur kristal ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Struktur kristal MgB2(Qingyang, 2012)

(9)

lebih tinggi daripada LTS. Atom boron membentuk grafit seperti sarang lebah dan atom Mg terletak pada poros segienam (Eltsev,2002; Masui, 2003).

Penelitian tentang pemberian dopan pada MgB2 untuk melihat kenaikan

Tc, sejauh ini memberikan hasil yang mengecewakan. Penambahan sebagian besar dopan pada MgB2 mengakibatkan Tc menurun. Dopan seperti Al, Li, Si, Zn,

Cu, Nb, Mn, Co, Ni, Ag, Sc, Zr, Sn, Ca, Ti, Pb, Au, dan lain-lain masih dalam tahap uji coba pada substitusi Mg maupun B, hanya substitusi Al ke Mg dan subtitusi C ke B yang dinyatakan sukses.

2.5.3 Sintesis MgB2 In Situ Powder In Tube (PIT)

Beberapa prosedur sintesis dilaporkan untuk proses in situ MgB2 dengan

temperatur yang relatif rendah dan dalam jangka waktu pemanasan yang singkat (Yamada et al., 2004). Material awal adalah serbuk Mg dan amorf/kristal B, kemudian dicampurkan, diutamakan serbuk Mg dan B memiliki ukuran partikel yang kecil (biasanya < 50 m). MgB2 dapat disintesis dengan reaksi Mg dan B

umumnya pada suhu > 6500 C yang merupakan titik leleh dari Mg.

Pembentukan MgB2 dibawah titik leleh Mg merupakan reaksi padatan Mg

dan B (Yamamoto, 2005). Hal ini jelas membuktikan bahwa pembentukan MgB2

hanya muncul dengan mencairnya Mg. Pada temperatur 6500C dengan tekanan 135 Pa, penguapan pada temperatur ini sangat kurang. Reaksi cairan-padatan antara Mg dan B akan meningkatkan kerapatan MgB2. Untuk menghasilkan MgB2

dengan cara yang praktis dan biaya efektif dilakukan sintesis MgB2 dengan

memasukkan sampel yang telah ditimbang sesuai stoikiometri ke dalam tabung yang terbuat dari Fe, Ni, Cu, Ag, Nb, Ta, dan beberapa alloy (Grassoet al., 2001).

2.5.4 Penambahan Dopan pada Material MgB2

Penambahan dopan pada material MgB2 terdiri dari dopan berupa unsur logam,

unsur non-logam dan senyawa.

a. Dopan Unsur Logam

(10)

lain-lain. Diantara banyak logam, ditemukan Al, Ti dan Zr efektif dalam meningkatkan kuat arus kritis namun menurunkan Tc MgB2 (Xiang et al., 2003; Jinyuan et al.,

2010).

b. Dopan Unsur Non-Logam

Efek substitusi Si, C, O dan Be yang semuanya dapat menurunkan Tc, namun efek substitusi C semakin gencar diteliti untuk mengetahui mekanisme superkonduktivitas dan peningkatan rapat arus kritis (Jc). Perlu diingat bahwa substitusi atom C, O atau Si pada atom B efektif untuk meningkatkan rapat arus kritis hanya dibawah medan magnetik tinggi dan Jc pada medan yang rendah biasanya lebih rendah daripada MgB2 tanpa dopan (Qingyang, 2012).

c. Dopan Senyawa

Senyawa SiC, B4C, hidrokarbon, karbohidrat, dan sebagainya dapat meningkatkan

rapat arus kritis pada material MgB2. Dopan paling efektif untuk meningkatkan Jc

adalah senyawa SiC. Keuntungan lain dari penambahan dopan senyawa ini memiliki reaktivitas tinggi pada temperatur rendah, pada temperatur 6500C merupakan kondisi yang diinginkan untuk peningkatan Jc (Qingyang, 2012).

2.6 Carbon Nanotube (CNT)

Carbon Nano Tube (CNT) merupakan komposisi senyawa karbon yang berbentuk tabung berukuran nano. Dikarenakan ukuran diameter yang berskala nano ini, maka CNT dapat digolongkan sebagai struktur elektronik satu dimensi sehingga elektron dapat berjalan sepanjang CNT tanpa hambatan sedikitpun. Berapa pun arus yang diberikan dalam CNT akan dapat dialirkan tanpa sedikitpun menimbulkan panas. (Yuliarto, 2013).

2.6.1 Sejarah Carbon Nanotube

(11)

(Iijima, 1991). Diperkuat dengan beberapa studi teoritis yang mengungkapkan nanotube akan menjadi logam yang baik atau sebuah semikonduktor, tidak hanya bergantung pada diameternya tetapi juga pada ikatan karbon yang membentuk spiral disekitar tabung (Hamada et al. 1992).

2.6.2 Struktur Carbon Nanotube

Carbon nanotube memiliki beberapa struktur yaitu Single Walled Nanotubes (SWNT) dan Multi Walled Nanotubes (MWNT).

a. Single Walled Nanotubes (SWNT)

SWNT terbentuk dari sebuah lembaran grafit yang dilengkungkan dan terdiri dari dua bagian yang mempunyai sifat fisis dan kimia yang berbeda, bagian pertama merupakan bagian sisi dinding silinder dan bagian lain adalah ujung-ujung silinder. Nanotube dapat mempunyai sifat seperti metal atau seperti semikonduktor. Bila arah pembentukan grafitnya adalah zigzag maka dapat dihasilkan nanotube yang bersifat semikonduktor, sedangkan yang chiral dan amchair memiliki sifat elektrik seperti metal. SWNT memiliki beberapa bentuk struktur yang berbeda yang dapat dilihat bila struktur tube dibuka ditunjukkan dengan Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Beberapa bentuk struktur SWNT (a) Struktur armchair (b) Struktur zigzag (c) Struktur chiral(Saito et al. 1998)

SWNT memiliki sifat keelektrikan yang memungkinkan pengembangan struktur SWNT menjadi nanowire karena SWNT dapat menjadi konduktor yang baik.

b. Multi Walled Nanotube (MWNT)

(12)

karena pada SWNT hanya memiliki satu lapis dinding sehingga bila terdapat ikatan C=C yang rusak maka akan menghasilkan lubang di SWNT dan hal ini akan mengubah sifat mekanik dan elektrik dari ikatan SWNT tersebut. Struktur MWNT dapat ditunjukkan dalam Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Struktur Multi Walled Nanotube (Paul et al., 2003)

Aplikasi nanotube banyak mempertimbangkan MWNT untuk digunakan karena dapat di produksi dalam jumlah yang besar dengan harga yang terjangkau dan tersedia dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang lama dibandingkan dengan SWNT (Paul et al., 2003).

2.7 X-ray Diffraction (XRD)

Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 0,5-2,5 Å, didalam spektrum elektromagnetik terletak diantara sinar tampak dan sinar ultraviolet. Oleh karena memiliki panjang gelombang yang hampir sama dengan jarak antar atom pada padatan kristalin, maka sinar-X dapat digunakan untuk menentukan parameter kisi dan struktur kristal (Cullity, 1978; Smallman,1985).

(13)

yaitu sebuah plat tipis yang berlubang ditengah berukuran sesuai dengan sampel dengan perekat pada sisi baliknya (Sholihah & Zainuri, 2012).

Gambar 2.9 Komponen XRD (Batan)

Bila sinar-X jatuh pada kisi kristal, maka sinar akan dihamburkan. Pada sinar yang dihamburkan ini adayang saling menguatkan karena fasanya sama dan ada yang saling meniadakan karena fasanya berbeda. Berkas sinar yang saling menguatkan ini disebut sebagai berkas difraksi. Suatu berkas sinar dikatakan sebagai berkas difraksi maka harus memenuhi hukum Bragg:

……...…….………...………(2.4)

dengan: = jarak antar bidang (meter)

n = orde pembiasan (1,2,3,..) = panjang gelombang sinar-X (Å) θ = sudut difraksi (0)

(14)

2.8 Scanning Electron Microscope (SEM)

Scanning Electron Microscope (SEM) adalah mikroskop yang menggunakan hamburan elektron dalam membentuk bayangan elektron. Elektron memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada cahaya. Cahaya hanya mampu mencapai 200 nm sedangkan elektron bisa mencapai resolusi sampai 0,1 – 0,2 nm (Indriani, 2013). Analisis SEM bermanfaat untuk mengetahui mikrostruktur (termasuk porositas dan bentuk retakan) benda padat. Berkas sinar elektron dihasilkan dari filamen yang dipanaskan, disebut electron gun (Gunawan dan Azhari,2010). SEM dapat menghasilkan karakteristik bentuk 3 dimensi yang berguna untuk memahami struktur permukaan dari suatu sampel.

Prinsip kerja dari SEM adalah sebagai berikut: Sebuah tabung sinar elektron memproduksi sinar elektron dan dipercepat dengan anoda. Kemudian lensa magnetik memfokuskan elektron menuju ke sampel. Selanjutnya sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan diarahkan oleh koil pemindai. Ketika elektron mengenai sampel, maka sampel akan mengeluarkan elektron baru yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor. Preparasi sampel pada SEM harus dilakukan dengan hati-hati karena memanfaatkan kondisi vakum serta menggunakan elektron berenergi tinggi. Sampel yang digunakan harus dalam keadaan kering dan bersifat konduktif (menghantarkan elektron). Bila tidak, sampel harus dibuat konduktif terlebih dahulu oleh pelapisan dengan karbon, emas, atau platina (Marlina,2007).

(15)

2.9 Cryogenic Magnet

Uji cryogenic ini bertujuan untuk analisa resistivitas listrik pada sampel superkonduktor.Berdasarkan data keluaran didapatkan grafik hubungan antara hambat jenis listrikterhadap perubahan temperatur, dimana dari grafik tersebut dapat diketahui nilai suhu kritisnya (Tc). Alat yang digunakan pada uji ini adalah

cryogenic magnet “Cryotron FR” buatan Oxford. Cryogenic ini memakai sistem

pulse tube cryocooler untuk mendinginkan gas Helium. Sistem pendinginan ini tidak memerlukan penanganan cairan Helium yang dipersiapkan untuk pendinginan. Namun hanya memerlukan gas Helium gas Helium yang akan diekspansi/dimampatkan oleh kompresor sehingga suhu gas Helium akan turun. Peralatan dari cryogenic magnet dapat dilihat pada Gambar 2.11 (Imaduddin, 2014).

Gambar

Gambar 2.1 Efek Meissner
Gambar 2.2 Kurva Induksi Normal
Gambar 2.4 Pergerakan elektron saat keadaan superkonduktor
Gambar 2.5 Grafik resistivitas tehadap temperatur kritis
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Pada proses pembuatan kawat secara In-situ dengan metode powder-in-tube berhasil membuat kawat monofilamen superkonduktor MgB 2 dengan fasa MgB 2 yang relatif

Tabel 4.15 merupakan hasil analisis secara kuantitatif temperatur kritis (Tc) dari material FeSe tanpa penambahan doping I 0.05wt% dengan proses sintering secara

Pengaruh variasi komposisi pada temperatur sintering 845 o C menggunakan metode vacuum menunjukkan pembentukan fasa maksimal terjadi pada penambahn Mn 2 wt.% di