BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Budaya Organisasi
2.1.1 Pengertian Budaya Organisasi
Setiap organisasi dapat mempunyai budaya sendiri yang berbeda dengan
organisasi lainnya. Budaya organisasi inilah yang diterapkan pada lingkup
organisasi tertentu. Kesemuanya menunjukkan entitas yang berdiri sendiri secara
mandiri, pada hakikatnya yang dimaksud dengan budaya adalah budaya yang
menjadai acuan dalam suatu organisasi dimana terdapat sekelompok orang yang
melakukan interaksi.
Budaya mempunyai efek yang sangat besar bagi perusahaan. Perusahaan
harus selalu memperhatikan lingkungan dimana karyawan melaksanakan
tugasnya, misalnya: rekan kerja, pimpinan, suasana kerja, pimpinan kerja dan
hal-hal lain yang dapat mempengaruhi kemampuan karyawan dalam menjalankan
tugasnya. Dengan demikian, budaya merupakan hal yang esensial bagi suatu
organisasi atau perusahaaan seperti falsafah, ideologi, nilai-nilai, keyakinan,
harapan, sikap dan norma-norma yang dimiliki secara bersama serta mengikat
dalam suatu komunitas organisasi karena selalu berhubungan dengan kehidupan
yang ada dalam perusahaan.
Robbins (1998: 248) dalam Soedjono (2005) menyatakan bahwa
sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan bersama merupakan seperangkat karakter kunci dari nilai-nilai organisasi.
Menurut Wibowo (2005:342), “Budaya merupakan gagasan, kepentingan,
nilai-nilai dan sikap yang disumbangkan oleh kelompok dan menjdai latar
belakang, keterampilan, tradisi, komunikasi, dan proses keputusan, mitos,
ketakutan, harapan, aspirasi, dan harapan yang menjadi pengalaman”.Kreitner,
(2005:79) mengemukakan bahwa budaya organisasi adalah “Suatu wujud
anggapan yang dimiliki, diterima secara implisit oleh kelompok dan menentukan
bagaimana kelompok tersebut rasakan, pikirkan, dan bereaksi terhadap
lingkungannya yang beraneka ragam”.
Menurut Lako (2004: 29) “budaya organisasi merupakan pola keyakinan
dan nilai-nilai organisasi yang dipahami, dijiwai dan dipraktekkan oleh organisasi
sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan
berperilaku dalam organisasi”.Barry Phegan (dalam Wibowo, 2010: 15)
menyatakan bahwa
Budaya organisasi adalah tentang bagaimana orang merasa melakukan pekerjaan baik dan apa yang membuat peralatan dan orang bekerja sama dalam harmoni. Budaya organisasi merupakan pola yang rumit tentang bagaimana orang melakukan sesuatu, apa yang mereka yakini, apa yang dihargai dan dihukum. Adalah tentang bagaimana dan mengapa orang mengambil pekerjaan yang berbeda dalam perusahaan.
2.1.2 Dimensi dan Indikator Budaya Organisasi
Menurut Robbins dalam Tika (2006:10) terdapat beberapa karakteristik
yang apabila dicampur dan dicocokkan maka akan menjadi budaya internal yaitu:
1. Inisiatif Individual
Yang dimaksud inisiatif individual adalah tingkat tanggung jawab,
mengemukakan pendapat. Inisiatif individu tersebut perlu dihargai oleh
kelompok atau pimpinan suatu organisasi sepanjang menyangkut ide untuk
memajukan dan daya organisasi.
2. Toleransi Terhadap Tindakan Beresiko
Dalam budaya organisasi perlu ditekankan sejauh mana para karyawan
dianjurkan untuk dapat bertindak agresif, inovatif, dan mengambil resiko.
Suatu budaya organisasi dikatakan baik apabila dapat memberikan
toleransi kepada anggota / para karyawan untuk dapat bertindak agresif
dan inovatif untuk memajukan organisasi serta berani mengambil resiko
terhadap apa yang dilakukannya.
3. Pengarahan
Pengarahan dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi dapat menciptakan
dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan harapan
tersebut jelas tercantum dalam visi, misi dan tujuan organisasi. Kondisi ini
dapat berpengaruh terhadap kinerja organisasi.
4. Integrasi
Integrasi dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi dapat mendorong
unit-unit organisasi untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi.
Kekompakan unit-unit organisasi dalam bekerja dapat mendorong kualitas
dan kuantitas pekerjaan yang dihasilkan.
5. Dukungan Manajemen
Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana para manajer dapat
terhadap bawahan. Perhatian manajemen terhadap karyawan sangat
membantu kelancaran kinerja suatu organisasi.
6. Kontrol
Alat kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan-peraturan atau
norma-norma yang berlaku dalam suatu organisasi. Untuk itu diperlukan sejumlah
peraturan dan tenaga pengawas (atasan langsung) yang dapat digunakan
untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku karyawan dalam suatu
organisasi.
7. Identitas
Yang dimaksudkan sejauh mana para karyawan dalam suatu organisasi
dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai satu kesatuan dan bukan
sebagai kelompok kerja tertentu. Identitas diri sangat membantu
manajemen dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi.
8. Sistem imbalan
System imbalan dimaksudkan sejauh mana alokasi imbalan (seperti
kenaikan gaji, promosi dan sebagainya) didasarkan atas prestasi kerja
karyawan, bukan senioritas atau pilih kasih.
9. Toleransi terhadap konflik
Sejauh mana para karyawan disorong untuk mengemukakan konflik dan
kritik secara terbuka. Perbedaan pendapat atau kritik merupakan fenomena
yang sering terjadi namun bias dijadikan sebagai media untuk melakukan
10.Pola komunikasi
Sejauh mana komunikasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal.
Kadang-kadang hierarki kewenangan dapat menghambat terjadinya
polakomunukasi antara atasan dan bawahan atau antar karyawan itu
sendiri.
2.1.3 Tingkat Dasar Budaya Organisasi
Menurut Schein dalam Lako (2004: 35), budaya organisasi berada pada
tiga tingkat, yaitu:
1. Artifact
Pada tingkat artifact, budaya organisasi memiliki ciri yaitu semua struktur dan
proses organisasional dapat kelihatan. Dijelaskan bahwa seorang anggota baru
memasuki suatu organisasi yang telah memiliki proses dan struktur organisasi
yang visible dan menghadapi suatu kelompok baru dengan suatu budaya baru yang asing baginya. Oleh karena itu, pendatang baru perlu belajar memberikan
perhatian khusus kepada budaya organisasi tersebut.
2. Espoused values
Pada tingkat kedua yaitu espoused values, para anggota organisasi mempertanyakan apa yang seharusnya yang dapat mereka berikan untuk
organisasi. Pada tingkat ini, baik organisasi maupun anggota organisasi
membutuhkan tuntunan strategi, tujuan dan filosofi dari pemimpin organisasi
untuk bertindak. Menurut schein, kebanyakan budaya organisasi dapat
terdahulu (founders of the culture). Pendatang baru dapat belajar dari espoused values ini, dan mempelajari maknanya dalam konteks organisasi.
3. Basic underlying assumptions
Pada tingkat Basic underlying assumptions, berisi sejumlah kepercayaan atau keyakinan (beliefs) bahwa anggota organisasi mendapat jaminan (taken for granted) bahwa mereka diterima secara baik untuk melakukan sesuatu secara efisien dan efektif. Asumsi-asumsi dasar ini mempengaruhi perasaan,
pemikiran, persepsi, kepercayaan dan pikiran bawah sadar anggota organisasi.
Sumber: Schein dalam Lako (2004) Gambar 2.1 Level Budaya Menurut Schein
2.1.4 Fungsi Budaya Organisasi
Fungsi budaya organisasi menunjukkan peranan atau kegunaan dari budaya
organisasi. Krietner (2005:85) membagi fungsi budaya organisasi menjadi empat
bagian antara lain:
1. Memberikan identitas organisasi kepada karyawannya.
Identitas yang dirasakan oleh karyawannya dengan mengadakan penghargaan
yang mendorong produktivitas kerja karyawan, meraih pendapatan dengan
targetdan tingkat profit yang signifikan. Artifact
2. Memudahkan komitmen kolektif.
Salah satu nilai perusahaan dimana karyawannya bangga menjadi bagian
darinya dan tidak ingin meninggalkan karier diperusahaan tersebut.
Dikarenakan karyawan telah komitmen terhadap perusahaan tempat dia
berkarier.
3. Mempromosikan stabilitas sistem sosial.
Stabilitas sistem sosial mencerminkan taraf dimana lingkungan kerja dirasakan
positif dan mendukung jauh dari konflikserta perubahan yang tidak efektif.
4. Membentuk perilaku dengan membantu manajer para karywan memahami
mengapa orang melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan bagaimana
perusahaan bermaksud mencapai tujuan jangka panjang, seperti perusahaan ini
menerapkan pelatihan kepada karyawan baru untuk diukur dan dievaluasi
berdasarkan standar perjalanan karier selama tiga sampai enam bulan.
Sumber: Robert Kreitner (2005:86) Gambar 2.2 Empat Fungsi Budaya Organisasi
Komitmen Kolektif
Identitas perusahaan
Membentuk perilaku
Stabilitas sistem sosial Budaya
2.1.5 Membangun Budaya Organisasi
Menurut Schein dalam Lako (2004) inisiatif dan dorongan untuk
membentuk atau membangun suatu budaya organisasi seharusnya berasal dari
pemimpin (Leaders) karena mereka memiliki potensi terbesar melekatkan dan memperkuat aspek-aspek budaya melalui lima mekanisme utama
1. Attention, yaitu pemimpin dapat mengkomunikasikan prioritas-prioritas, nilai-nilai dan fokus perhatian mereka melaului pilihan terhadap sesuatuyang dapat
dintanyakan, diukur, dikomentari, dipuji dan dikritik. Kebanyakan komunikasi
tersebut terjadi selama aktivitas monitoring perencanaan.
2. Reaction to crisis, dimana krisis memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku organisasi karena emosonalitas terhadap krisis tersebut dapat
meningkatkankan potensi untuk belajar tentang nilai-nilai dan asumsi-asumsi
dasar organisasi.
3. Role modeling, dimana pemimpin dapat mengkomunikasikan nilai-nilai dan harpan-harapan melalui tindakan-tindakan mereka sendiri.
4. Allocation of reward, yaitu kriteria yang digunakan untuk mengalokasikan reward ,seperti kenaikan pembayaran atau promosi tentang apa yang dinilai
oleh pemimpin atau organisasi.
5. Criteria for selection and dismissal, dimana pemimpin dapat mempengaruhi budaya dengan merekrut orang-orang yang memiliki value, skills, atau sifat-sifat tertentu atau mempromosikannya ke posisi-posisi yang memeliki
2.1.6 Budaya Organisasi Kuat
Menurut Lako (2004: 31), model budaya organisasi yang ideal untuk suatu
organisasi adalah yang memiliki paling sedikit dua sifat, yaitu:
1. Kuat (strong), artinya budaya organisasi yang dibangun atau dikembangkan harus mampu mengikat dan mempengaruhi perilaku para individu pelaku
organisasi (pemilik, manajemen dan karyawan) untuk menyelaraskan (goals congruence) antara tujuan individu dan tujuan kelompok mereka dengan tujuan organisasi.
2. Dinamis dan adaptif (dynamic and adaptive). Artinya budaya organisasi yang dibangun harus fleksibel dan responsif terhadap dinamika lingkungan internal
dan eksternal organisasi seperti, tuntutan dari stakeholders eksternal dan
perubahan dalam lingkungan hukum, ekonomi, politik sosial, teknologi
informasi, dan lain-lain.
2.1.7 Budaya Organisasi Lemah
Menurut Robbins (2005:57) ciri-ciri budaya organisasi lemah yaitu
sebagai berikut:
a. Mudah membentuk kelompok-kelompok yang bertentangan satu sama lain.
b. Kesetiaan kepada kelompok melebihi kesetiaan kepada organisasi
c. Anggota organisasi tidak segan-segan mengorbankan kepentingan kelompok
atau kepentingan diri sendiri.
Di dalam budaya organisasi yang lemah membuat banyak karyawan tidak
membentuk kelompok-kelompok kecil yang bertentangan, sehingga ini dapat
mengganggu tujuan dari organisasi tersebut.
2.2Reward (penghargaan)
2.2.1 Pengertian Reward
Reward merupakan komponen yang penting bagi organisasi karena merupakan dorongan utama seseorang menjadi karyawan juga mempunyai
pengaruh yang besar terhadap semangat dan kegairahan kerja. Pengalaman
menunjukkan bahwa kompensasi yang tidak memadai dapat menurunkan prestasi
kerja, motivasi, dan kepuasan kerja karywan atau bahkan menyebabkan karyawan
yang potensial keluar dari perusahaan.
Menurut Hamzah (2007:68), Reward adalah insentif positif yang berupa penghargaan, anugerah, dan imblan akibat hasil kerja yang baik yang dilakukan
karyawan.Menurut Rivai (2004: 357),” Reward atau kompensasi merupakan sesuatu yang diterima karyawan sebagai pengganti kontribusi jasa mereka pada
perusahaan. Pemberian kompensasi merupakan salah satu pelaksanaan fungsi
manajemen sumber daya manusia yang berhubungan dengan semua jenis
pemberian penghargaan individual sebagai pertukaran dalam melakukan tugas
keorganisasian”.
Pengertian reward menurut Byars dan Rue (2000: 299) adalah The Organizational reward system consists of the types of rewards to be offered and their distribution.Dalam organisasi reward system ditetapkan tipe reward
apa yang akan digunakan dalam organisasi termasuk hal pendistribusinnya
penghargaan intrinsik maupun ekstrinsik. Herzberg dalam Mangkunegara
(2006:31) juga berpendapat sama bahwa ada faktor intrinsik dan ekstrinsik
yang mempengaruhi seseorang dalam bekerja.
2.2.2 Dimensi dan Indikator Reward
Menurut Byars dan Rue (2008: 302) dimensi dan indikator di dalam
Reward :
Tabel 2.1
Dimensi dan Indikator Reward
Dimensi Indikator
Penyesuaian Reward dengan Kebutuhan Karyawan
1. Lokasi kerja
2. Peralatan pendukungpekerjaan 3. Tugas istimewa
4. Pengakuan informal Penawaran Mix Rewards kepada
Karyawan
1. Umur
2. Jenis kelamin 3. Status perkawinan 4. Jumlah tanggungan 5. Masa kerja
Memperhatikan Faktor Eksternal yang Membatasi Reward System
1. Ukuran organisasi 2. Kondisi lingkungan 3. Pasar tenaga kerja
Sumber : Byars dan Rue (2008)
Menurut Hamzah, (2007: 70) ada beberapa indikator dari reward yaitu: a. Insentif yang diberikan
Pemberian insentif kepada karyawan bertujuan untuk meningkatkan motivasi
karyawan untuk melaksanakan pekerjaan yang baik. Dengan meningkatkan
semngat karyawan dalam melaksanakan pekerjaan, tentunya akan
berpengaruh terhadap produktivitas kerja oleh sebab itu manfaat insentif
b. Kenaikan pangkat
Karyawan kompeten yang mempunyai produktivitas kerja yang tingggi dan
mampu bekerja dengan baik yang dapat menjalankan tujuan perusahaan,
salah satu penghargaan yang tepat diberikan kepadanya yaitu kenaikan
pangkat yang sesuai dengan peraturan perusahaan. Dimana ia diletakkan
dengan tujuan untuk lebih bisa lagi mengembangkan perusahaan.
c. Pendidikan dan pelatihan
Pendidikan dan pelatihan salah satu hal yang besar pengaruhnya terhadap
peningkatan produktivitas kerja karyawan. Semakin tinggi pendidikan
karyawan, semakin besar ia dapat bekerja dengan efektif dan efisien sehingga
mampu untuk meningkatkan prestasinya kejenjang yang lebih baik dan lebih
tinggi lagi.
d. Motivasi dan tujuan
motvasi dan tujuan yang diberikan dari pimpinan kepada karyawan
merupakan hal yang sangat sederhana tetapi sangat besar sekali pengaruhnya
terhadap karyawan tersebut. Mereka sangat diperhatikan oleh atasannya dan
ini juga salah satu peningkatan produktivitas kepada karyawan untuk bekerja
lebih baik.
2.2.3 Jenis-jenis Reward
Social Reward adalah pujian dan pengakuan diri dari dalam dan luar organisasi, yang merupakan faktor extrinsic reward yang diperoleh dari lingkungannya, seperti finansial dan piagam penghargaan.
b. Psychic Reward (Penghargaan Psikis)
Psychic Reward datang dari self esteem (berkaitan dengan harga diri), self satisfaction (kepuasan diri) dan kebanggan atas hasil yang dicapai, psychic reward adalah intrinsic reward yang datang dari dalam diri seseorang, seperti pujian, sanjungan, dan ucapan selamat yang dirasakan pegawai sebagai bentuk
pengakuan terhadap dirinya dan mendatangkan kepuasan bagi dirinya sendiri.
2.2.4 Alternatif Norma Pemberian Reward
Menurut Mahsun (2006:112) terdapat empat alternatif pemberian reward
agar dapat digunakan untuk memicu kinerja dan produktifitas pegawai, yaitu :
1. Goal Congruence (kesesuaian tujuan).
Setiap organisasi publik pasti mempunyai tujuan yang hendak dicapai.
Sedangkan setiap individu di dalam organisasi mempunyai tujaun individual
yang sering tidak selaras dengan tujuan organisasi. Dengan demikian reward
harus diciptakan sebagai jalan tengah agar tujuan organissi dapat dicapai tanpa
mengorbankan tujuan individual, dan sebaliknya tujuan individual dapat
tercapai tanpa harus mengorbankan tujuan organisasi.
2. Equity (keadilan).
yang berikan kontribusi tinggi maka reward-nya juga akan tinggi, sebaliknya siapa yang memberikan kontribusi yang rendah maka reward-nya juga rendah. 3. Equility (kemerataan).
Reward juga harus didistribusikan secara merata bagi semua pihak (individu atau kelompok) yang telah menyumbangkan sumberdayanya untuk tercapainya
produktivitas.
4. Kebutuhan.
Alokasi reward kepada pegawai seharusnya mempertimbangkan tingkat kebutuhan utama dari pegawai. Reward yang berwujud finansial tidak selalu sesuai dengan kebutuhan utama pegawai.
Pemberian reward yang baik dapat memotivasi orang serta memuaskan merekea sehingga dapat menumbuhkan komitmen dan loyalitas terhadap
organisasi. Empat alternatif diatas yaitu, goal congruance, equity, equility, dan kebutuhan merupakan hal yang harus diperhatikan oleh setiap organisasi atau
perusahaan bila ingin tujuan organisasi dan individu karyawannya ingin tercapai.
2.2.5 Kelayakan Sistem Reward
Menurut Patten dalam Lako (2004:77), agar suatu pemberian reward
efektif, maka ada tujuh kriteria yang harus dipenuhi, yaitu:
1. Mencukupi, artinya sistem reward tersebut harus memenuhi ketentuan minimum pemerintah.
3. Seimbang, artinya jumlah gaji, tunjangan, bonus dan lainnya yang diberikan
harus seimbang.
4. Efektif dari sisi pembiayaan, artinya gaji yang diberikan harus sepadan
dengan kemampuan finansial perusahaan.
5. Memenuhi kebutuhan hidup karyawan.
6. Dapat memotivasi kebutuhan hidup karyawan untuk bekerja lebih efektif dan
meningkatkan kinerjanya.
7. Dapat dipahami oleh seluruh karyawan.
2.3 Kinerja karyawan
2.3.1 Pengertian Kinerja Karyawan
Setiap organisasi baik swasta maupun pemerintahan, akan selalu berupaya
meningkatkan kinerjanya agar tujuan dari organisasi dapat tercapai. Memperoleh
kinerja yang memuaskan tidak terjadi secara otomatis, dimana hal ini akan terjadi
dengan sistem manajamen yang baik.
Menurut Mangkunegara (2009:9) Pengertian kinerja adalah suatu hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh karyawan dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan padanya.
Selain itu, kinerja juga dapat diartikan sebagai suatu hasil dan usaha seseorang
yang dicapai dengan adanya kemampuan dan erbuatan dalam situasi tertentu.
Menurut Amstrong dan Baron yang dikutip Wibowo (2007:7) Kinerja
adalah hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis
organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi.
performance yang berarti hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat
ditunjukkan buktinya secara konkrit dan dapat diukur (dibandingkan dengan
standar yang telah ditentukan).
Menurut John Westerman dan Pauline Donghue dalam Soedjono (2009),
kinerja merupakan gabungan antara perilaku dengan prestasi dari apa yang
diharapkan dan pilihannya atau bagian syarat-syarat tugas yang ada pada
masing-masing karyawan yang ada dalam organisasi. Kinerja karyawan adalah hasil atau
prestasi dari karyawan yang dapat mempengaruhi seberapa banyak seorang
karyawan bisa memberikan kontribusi kepada organisasi (Mathis dan Jackson
(2006:65). Kinerja karyawan merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan
kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya, sedangkan kinerja menurut
Bernardin dan Russell adalah catatan outcome yang dihasilkan dari karyawan melalui kegiatan yang telah dilakukan selama periode waktu tertentu (Sulistiyani
dan Rosidah dalam Soedjono:2009).
2.3.2Dimensi Kinerja
Menurut Bernadin dan Russel dalam Kaswan (2012: 187), ada
enamkriteria utama yang menjadi dimensi dalam menilai kinerja, antara lain:
a. Kualitas
Kualitas kinerja dinilai dari proses atau hasil kerja yang mendekatikesempurnaan.
Hal ini dapat ditinjau dari kesesuaian dengan cara kerjayang ideal dalam
melaksanakan suatu pekerjaan dan mencapai tujuan yangdiharapkan oleh suatu
b. Kuantitas
Kuantitas merujuk pada jumlah yang dihasilkan dalam kerja. Jumlahtersebut dapat
berupa nilai uang, jumlah unit, atau jumlah perputaran kerjayang telah
diselesaikan.
c. Ketepatan waktu
Penyelesaian suatu aktivitas / pekerjaan ataupun produksi denganbaik berdasarkan
waktu tersingkat yang dapat dicapai maupun waktu yang
telah ditargetkan.
d. Kebutuhan untuk supervisi
Kemandirian karyawan dalam melaksanakan fungsi kerja denganbaik tanpa
meminta bantuan pengawasan atau intervensi pengawasanuntuk menghindari hasil
yang merugikan.
e. Dampak interpersonal
Kemampuan karyawan dalam meningkatkan harga diri, itikad baik,dan kerjsama
sesama karyawan dan bawahan
2.3.4Indikator Kinerja
Menurut Mangkunegara (2010:18) terdapat aspek-aspek standar pekerjaan
yang terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif meliputi :
a. Aspek kuantitatif yaitu :
1. Proses kerja dan kondisi pekerjaan,
2. Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan,
3. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan, dan
b. Aspek kualitatif yaitu :
1. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan,
2. Tingkat kemampuan dalam bekerja,
3. Kemampuan menganalisis data atau informasi, kemampuan atau
kegagalanmenggunakan mesin atau peralatan, dan
4. Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen/masyarakat).
2.4 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian
Independen Dependen
Mangarisan Pada PT. Soeloeng laoet Medan.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Budaya Organisasi dan reward secara simultan maupun parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Soeloeng Laoet Medan.
Nurmaliza Karyawan Divisi Call Center Bagian Outbond Pada PT. Indosat Tbk Medan
Reward
Budaya kerja
Produktivita s karyawan
Dilihat dari Hasil uji FReward dan budaya kerja secara serentak berpengaruh terhadap produktivitas karyawan divisi call center bagian outbond Culture on Employee Performance: Case Study of Wartsila - Kipevu Ii Power Plant
Organization al Culture
Employee Performanc e
Based on the results, this study was able to revealed that organizational
values has a more significant effect to employee's job performance at
Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian
Independen Dependen
Waruni Ayesha Edirisooriy a (2014)
Impact of Rewards on Employee
Performance: With Special Reference to ElectriCo.
Rewards Employee Performanc e
The results revealed that there is a positive relationship between extrinsic reward, intrinsic reward and employee performance.The research results can be used as a guideline for the public sector organizations in Sri Lanka to have better understanding of significance of reward system on employee performance and furthermore it will help todesign and implement strategic reward system to bring competitive advantage Karyawan Pada CV. Grand Keude Kupie Medan irisooriya
Hasil Uji F menunjukkan variable budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja sedangkan variable kepuasan kerja berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kinerja karyawan.
2.5 Kerangka konseptual
Dalam hal ini kerangka konseptual atau kerangka pemikiran adalah suatu
model yang menerangkan hubungan antara satu teori dengan teori lainnya.
Sehingga masalah yang diteliti menjadi jelas penyelesaiannya. Kerangka
konseptual merupakan fondasi penelitian dimana hubungan antar variable
dijelaskan disusun dan didelaborasi secara logis dan relevan Situmorang ( 2008 :
97 ).
Budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Menurut
Robbins (2008:99), Budaya organisasi yang disosialisasikan dengan komunikasi
yang baik akan dapat menemukan kekuatan meneyeluruh organisasi, kinerja dan
daya saing dalam jangka panjang. Budaya organisasi yang dijunjung tinggi akan
dipertahankan di organisasi itu. Sikap yang mendukung dan tidak mendukung ini
kemudian mempengaruhi kinerja individu karyawan.
Reward berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Menurut Rivai (2006: 357),reward atau kompensasi merupakan sesuatu yang diterima karyawan sebagai pengganti kontribusi jasa mereka pada perusahaan. Dengan adanya reward ini diharapkan karyawan dapat termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya.Menurut
Mulyadi (2001: 424) sistem reward dan pengakuan atas kinerja
karyawanmerupakan sarana untuk mengarahkan perilaku karyawan keperilaku
yang dihargaidan diakui oleh organisasi.Rewardberbasis kinerja mendorong karyawan dapat mengubah kecenderungan semangatuntuk memenuhi kepentingan
diri sendiri ke semangat untuk memenuhi tujuanorganisasi (Mulyadi dan
Setyawan: 2001: 356).
Dari uraian pemikiran diatas dapat diketahui bahwa budaya organisasi dan
reward berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Maka kerangka konseptual penelitian ini adalah.
Gambar 2.3 Kerangka konseptual Budaya Organisasi ( X1)
Reward (X2)
Kinerja karyawan
2.6 Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran di atas, hipotesisdalam