• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ependymoma Ependymoma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ependymoma Ependymoma"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

7

EPENDYMOMA

Rr. Suzy Indharty

Epidemiologis

Ependymoma merupakan suatu tumor

central nervous system (CNS) yang terdiri

atas sel-sel glial yang memunyai

diferensiasi sepanjang garis ependyma.

Ependymoma sering terjadi pada garis

ependyma dari ventrikel dan canalis centralis dari spinal cord.1

Klasifikasi ependymoma menurut WHO berdasarkan gambaran histologis, yaitu WHO grade I adalah myxopapillary ependymoma dan subependymoma. WHO

grade II adalah ependymoma dengan

cellular, papillary, dan variasi clear cell. WHO grade III adalah anaplastic ependymoma.Myxopapillary ependymoma

dianggap sebagai variasi biological dan

morphology yang jelas dari ependymoma

yang terjadi pada daerah cauda equine

dan merupakan gambaran lebih jinak

daripada ependymoma grade II.

Subependymoma adalah suatu lesi yang jarang dan bagian sifat yang jinak dari

myxopapillary ependymoma.

Ependymoblastoma bukan merupakan suatu primitive neuroectodermal tumor

(PNET) dan jelas dari ependymoma.

Walaupun gambarannya

merupakan WHO grade II suatu bentuk

anaplastic (malignant), histologis

anaplastic dari suatu ependymoma tidak dapat menentukan prognosis penderita dan hal ini masih kontroversial.2

Walaupun kadang-kadang ependymoma

dianggap suatu tumor yang jinak, data dari SEER (Surveillance, Epidemiology, dan End Result) melaporkan bahwa

survival ependymoma pada anak-anak

lebih jelek dibandingkan dengan

medulloblastoma. Secara keseluruhan angka survival sepuluh tahun, adalah

30-50% dan jeleknya survival secara

keseluruhan tidak signifikan berubah pada

decade sebelumnya.3

Ependymoma intrakranial sebenarnya merupakan suatu massa yang berada pada intraventrikel dan sering

meluas ke ruang subarachnoid,4

sedangkan ependymoma spinal

merupakan suatu massa yang berada pada

intramedullary yang timbul dari central canal atau massa exophytic pada conus

dan cauda equina. Lokasi anatomi yang jelas antara intrakranial dan spinal

merupakan hubungan epidemiologi dan

klinis. Pada anak, sekitar 90%

(7)

dari penderita diagnosis di bawah usia

lima tahun. Pada dewasa, 75%

ependymoma timbul dalam canalis spinalis, dengan sedikit terjadi intrakranial (supratentorial).5

Ependymoma merupakan tumor otak ketiga terbanyak pada anak-anak yaitu 6-12% dari semua tumor otak pada

anak-anak. Insiden tumor pada

intracerebral terjadi 0.3 per 100.000 penderita per tahun (anak dan dewasa).

Intrakranial ependymoma ditemukan

sekitar 9% dari semua tumor otak pada anak di bawah usia dua puluh tahun, dan ketiga terbanyak dari tumor otak primer pada anak-anak, setelah PNET dan

astrocytoma. Puncak insidennya adalah antara lahir dan usia empat tahun, dengan sedikit variasi setelah usia ini.6 Sekitar 64% dari semua kasus terjadi pada wanita. Ini memberi kesan bahwa

ependymoma spinal cord terdapat sekitar 10% dari semua tumor ependymal pada anak-anak dan dewasa muda. Spinal cord ependymoma jarang pada anak usia di bawah sepuluh tahun, atau di bawah 1% dari semua tumor spinal. Setelah usia sepuluh tahun, insiden bertambah, dan

tumor intramedullary terutama pada

penderita usia lebih dari dua puluh tahun.7

Penyebab ependymoma tidak

diketahui, tidak ada faktor lingkungan,

dan saat ini penelitian-penelitian

dikonsentrasikan pada kelainan

cytogenetic. Tumor ini ditemukan 2-5% dari penderita dengan neurofibromatosis

(NF) 2,8 terutam pada kromosom 22,

daerah cloned gen NF-2. Beberapa

laporan mendapatkan hilangnya material

kromosom 22 pada jaringan

ependymoma.8 Hilangnya daerah spesifik kromosom pada tumor selalu memberi indikasi bahwa adanya tumor gen supresi dan usia awal dari tumor ini khas terjadi dengan hipotesis bahwa terdapat germ line mutation yang cenderung terjadi kanker pada anak-anak usia awal. Saat ini,

tidak menunjukan mutasi dari gen NF-2 pada penderita dengan ependymoma.9

Gejala dan Tanda

Sekitar 90% ependymoma pada anak-anak terjadi dalam otak, sedangkan 10% lokasi pada spinal cord. Sepertiga ependymoma

intrakranial lokasi supratentorial dan dua pertiga terdapat pada fossa posterior, dan khas disebut midline posterior syndrome

dengan gejala sakit kepala, muntah, dan

letargi. Gejala ini tidak spesifik

manifestasi meningginya tekanan

intrakranial (ICP), dan gambarannya

mirip dengan medulloblastoma and

astrocytoma. Karena semua tumor ini

dapat timbul dalam ventrikel IV,

hydrocephalus obstruksi segera terjadi dan biasanya merupakan gejala awal. Bila gejala awal tidak diketahui, gejalanya semakin persisten sebagai truncal ataxia,

nystagmus, paresis nervus VI karena

hydrocephalus. Beberapa penderita ditemukan kepala miring ke arah benturan dari tonsil cerebellar ke cervical spinal canal. Jika tumor terus berkembang, dapat terjadi opisthotonus, bradikardi,

apnea, dan kematian.

Sekitar 35% penderita secara histologis merupakan grade III (WHO) pada saat didiagnosis. Sekitar 7-15% penderita mengalami penyebaran saat

didiagnosis.10 Supratentorial

ependymoma tumbuh sebagai tumor

intraparenchymal, khas dekat dengan

ventrikel lateralis. Infratentorial

ependymoma timbul dari ventrikel IV dan khas invasi ke struktur di dekatnya atau meluas ke aqueduct of Sylvius, foramen Magendie, foramen Lushka ke

cerebellopontine angle (CPA), atau upper cervical cord dan disfungsi saraf otak, terutama lemah daerah facial, hilang pendengaran, dan disfungsi menelan.

(8)

penyakit intrakranial, termasuk

peritoneum, lymph node, paru-paru,

pleura, tulang, dan hati.11 Pada

ependymoma jarang terjadi perdarahan spontan yang akut.12 Ini lebih sering terjadi pada anak usia muda dengan tumor

yang ganas. Anak-anak dengan

ependymoma supratentorial memberi gejala dan tanda secara umum seperti hipertensi intrakranial, kejang, atau gejala neurologis pada daerah otak yang terlibat. Anak usia di bawah dua tahun cenderung dengan tanda tidak spesifik, seperti peka, muntah, lethargy, macrocephaly, atau gangguan berjalan. Durasi gejala biasanya kurang dari enam bulan saat diagnosis, dengan 50% anak-anak memperlihatkan durasi gejala satu bulan atau kurang.13 cauda equina memberi gejala terbatasnya

spinal motion (50%), spasme paraveretebral (32%), serta defisit motorik dan hilangnya reflex (34%).15

Patofisiologis

Ependymoma secara tradisional diperkirakan timbul dari proses onkogenik yang tranformasi dari sel ependymal

normal menjadi phenotype tumor.

Kejadian genetik masih belum diketahui, tetapi progresivitas yang signifikan telah terjadi ke arah gambaran mutasi yang

terpisah dengan berbagai phenotype

tumor. Beberapa hal memberi kesan bahwa radial glia mungkin asal dari sel.16

Ependymoma intramedullary

berhubungan dengan neurofibromatosis

type I. Histologis yang sering dari tumor jinak ini adalah pembentukan sisa sel

ependyma berupa rosettes dan

perivascular pseudo-rosettes yang

benar-benar terpisah dari ependyma.17

Gambaran patologi ependymoma secara kasar adalah berupa massa solid yang tidak teratur. Sering terjadi pembentukan kista, juga punctate kalsifikasi, nekrosis, dan perdarahan intratumoral. Bentuk

anaplastic yang agresif dari ependymoma,

khas dengan sel-sel pleomorphic

multinucleated, nekrosis, dan perubahan pembuluh darah terjadi sebanyak 25%

dari penderita.18,19 Subependymoma

adalah suatu ependymoma yang

berhubungan dengan tumor jinak

fibrillary, rosettes ependyma berkurang,

nekrosis, dan neovaskular dari

ependymoma konvensional. Ini sering terjadi pada bagian belakang ventrikel IV atau frontalhorn ventrikel lateralis.19

Studi heterogenitas molecular

ada di antara identitas histologis tumor. Selanjutnya, identitas lebih konsisten dengan defek genetic, seperti hilangnya

locus kromosom 22, mutasi p53 pada

ependymoma ganas, kelainan karyotype

dengan sering melibatkan kromosom 6 dan/atau 16, dan mutasi NF2.

Radiologis

Keterbatasan Computed Tomography

scan (CT scan) terutama ditemukan dalam pemeriksaan lesi fossa posterior.20

Walaupun demikian, CT scan masih

digunakan sebagai tambahan untuk MRI dalam evaluasi ependymoma.

CT scan membantu

menggambarkan daerah kalsifikasi,

cenderung punctate dan fokal. Kalsifikasi

ditemukan 50% ependymoma

supratentorial, dan 46% ependymoma infratentorial.21 Komponen solid dari

ependymoma cenderung isoattenuating

sampai hyperattenuating pada gray

matter. Sifat kista hypoattenuating

terdapat 46-83% ependymoma

(9)

Sepertiga ependymoma supratentorial enhance homogen dengan pemberian kontras. Sebaliknya sisa dua pertiga

enhanceheterogen. Susunan enhancement

pada ependymoma infratentorial sedikit berbeda, yaitu Sekitar 10% tidak enhance, sisanya 90% secara kasar terbagi rata

antara homogen dan heterogen

enhancement.

CT scan digunakan untuk

membedakan ependymoma dari tumor

lain dengan dijumpainya kalsifikasi

sebanyak 50%. Medulloblastoma

memunyai enhancement yang lebih

homogen dan sedikit nilai attenuation

lebih tinggi daripada ependymoma.

Kalsifikasi lebih sedikit (15%) dari

ependymoma yaitu sekitar 50%.

Ependymoma juga cenderung mengisi ventrikel IV, kadang-kadang meluas

keluar foramen Luschka, sebaliknya

medulloblastoma cenderung menonjol pada ventrikel IV.

Kombinasi kalsifikasi punctate dan pembentukan kista lebih sering terjadi pada ependymoma daripada cerebellar astrocytoma. Brain stem glioma

cenderung iosattenuating, jarang

kalsifikasi, dan cenderung infiltrasi dan meluas ke pons.21

Ependymoma supratentorial

dapat dibedakan dari ependymoma

intraventrikel. Ependymoma

supratentorial lokasinya lebih sering pada

parenchyma otak daripada ependymoma infratentorial, yang selalu intraventrikel.

Ependymoma supratentorial dilaporkan

83% terletak pada parenchyma.22

Ependymoma supratentorial cenderung

lebih besar dari ependymoma

infratentorial, yaitu 94% besar lebih dari empat cm.23 Ependymoma supratentorial

extraventrikel selalu memunyai

komponen kista dengan atau tanpa mural nodule.

Peran MRI dalam terapi

ependymoma, adalah dalam deteksi tumor

dan reseksi dan/atau radiasi. Bagian solid

dari ependymoma khas dengan isointense

sampai hypointense pada white matter

dengan waktu penyembuhan yang singkat

/ waktu echo (TR/TE) T1-weighted

images. Tumor ini bersifat hyperintense

terhadap white matter pada T2-weighted images. Sebanyak 50% ependymoma

memperlihatkan signal heterogen, berupa kalsifikasi, nekrosis, methemoglobin,

hemosiderin, atau vaskularisasi tumor.18,24 Misalnya, foci hyperintense pada T1 dan T2-weighted images, kesan

methemoglobin pada subacute hemorrhage dari usia satu sampai empat minggu. Foci hypointense terdapat pada

T1 dan T2-weighted images, kesan

hemosiderin, calcium, atau nekrosis. Foci punctate calcific sulit didiagnosis secara

prospective tetapi ditemukan sebanyak 45% dari ependymoma.24,25 Perubahan kista terdapat pada intensitas signal tinggi adalah pada T2-weighted.

Signal heterogen merupakan sifat yang digunakan untuk membedakan

ependymoma dari medulloblastoma yang

lebih homogen. Kalsifikasi dan

perdarahan lebih khas pada ependymoma

dari medulloblastoma. Sebagai tambahan,

ependymoma lebih cepat meluas melalui

foramen Luschka dan Magendie. Oleh karena itu disebut plastic ependymoma.

Ependymoma mirip dengan choroid

plexus papilloma tetapi tidak homogeny

dan pinggir yang tidak teratur kurang khas

dan edema sekitar ependymoma.

Enhancement dengan gadolinium

digunakan untuk membedakan tumor dari

edema vasogenic sekitarnya dan jaringan

otak normal. Tanpa iv kontras

enhancement, T2-weighted images lebih dipercaya untuk membedakan pinggir tumor dari T1-weightedimages.25

Pada cerebral angiography yaitu

gambaran ependymoma menyebabkan

(10)

berjalan transverse dan vena

supratonsillar sepanjang aspek anterior

dan lateral dari pole atas tonsil cerebellar. Kemudian berjalan lateral ke CPA melewati brachium dari pons, untuk

bergabung dengan vena petrosal.

Ependymoma yang meluas ke ventrikel IV dan lateral recesses dapat menggeser vena ini ke belakang dan ke samping.

Diagnosis

Evaluasi penderita dengan ependymoma

termasuk riwayat dan pemeriksaan fisik, MRI otak dan tulang belakang sebelum dan sesudah operasi, dan evaluasi cairan otak. Idealnya MRI tulang belakang dilakukan sebelum operasi karena setelah operasi, darah dalam ruang subarachnoid spinal cord dapat dibingungkan dengan

dropmetastasis.

Radiologi imaging berperan

dalam diagnosis dan terapi penderita dengan ependymoma. CT scan selalu digunakan untuk mengevaluasi awal intrakranial hemorrhage, massa, atau efek

massa. Ependymoma supratentorial

tampak besar, heterogen, periventrikular, atau jarang terdapat massa intraventrikel. Kalsifikasi ditemukan sekitar 50% pada

CT scan. Kebanyakan ependymoma

supratentorial memunyai komponen kista dan enhance setelah pemberian kontras.26

Ependymoma infratentorial tampak lesi heterogen yang tumbuh dalam ventrikel IV dan menyebabkan dilatasi ventrikel

lateralis dan III. Kebanyakan penderita, dengan MRI bagian solid tumor intense

dengan gray matter pada T1 dan T2

weighted dan enhance dengan kontras.27

Jika diduga suatu massa,

dilakukan Magnetic Resonance Imaging

(MRI). MRI lebih baik untuk tumor CNS,

dan pemeriksaan selalu cenderung

terhadap perkiraan diagnosis. Diagnosis pasti ependymoma, seperti kebanyakan

tumor CNS yang lain dipastikan terjadi dengan tissue sampling.

Dengan Computed Tomography

(CT) scan, gambaran ependymoma

isodense terhadap cortex cerebellar dan

heterogen. Perdarahan ditemukan 13%

kasus ; kalsifikasi terjadi 25-50%

penderita. Kista dan daerah nekrosis dengan densitas rendah. Ventrikel IV,

ependymoma kadang-kadang dikelilingi

oleh peritumoral edema atau

cerebrospinal fluid (CSF), tetapi ini tidak khas dan dapat ditemukan dengan tipe tumor yang lain. Setidaknya ditemukan sebagian kontras enhance pada tumor ini, tetapi biasanya heterogen dan irregular.28

Hydrocephalus terdapat hampir pada semua lesi fossa posterior.

Lesi supratentorial sering sangat besar saat diagnosis dan memunyai

daerah asal dalam ventrikel atau

semuanya intraparenchym. Khas

irregular enhance dengan densitas rendah pada bagian tengah nekrosis.

MRI sangat berarti dalam

menentukan anatomi tumor fossa

posterior dan hubungannya dengan

batang otak, spinal cord, dan

cerebellopontine angle (CPA).29 Khas, tampak massa timbul dari sebelah bawah batang otak dan proyeksi ke ventrikel IV.

Ependymoma memunyai tendensi melalui

foramen Lushka ke CPA dan memunyai bagian, seperti lidah dari dorsal tumor dan lateral ke atas cervical cord. Arteri

vertebralis dan posterior inferior cerebellar arteries dapat bergeser. MRI

ependymoma khas dengan inhomogen, tumor khas isodense atau densitas rendah pada T1-weighted, dan isodense atau

signal meninggi pada T2-weighted.

Biasanya inhomogen enhance dengan

pemberian kontras. MRI ependymoma

cauda equina biasanya memperlihatkan

(11)

enhance homogen setelah pemberian

gadolinium.15

Karena kurangnya spesifikasi

standar pada gambaran foto ini, tidak ada teknik, seperti proton magnetic resonance spectroscopy digunakan untuk menambah diagnosis spesifik. Ada tiga grup utama histologis tumor fossa posterior pada

anak-anak, yang tampak perbedaan

susunan metabolik. Cerebellar

astrocytoma memperlihatkan

berkurangnya ratio N-acetylaspartate

terhadap choline dibandingkan dengan kontrol otak ; ependymoma rata-rata

rendah, dan medulloblastoma adalah

rendah seluruhnya.30

Ependymoma jarang menyebar saat diagnosis dengan insiden 11-17%.31 Namun, demikian, penting diketahui ada atau tidak karena penyebaran sangat

menentukan faktor diagnostik. Jika

memungkinkan dilakukan MR scan

tulang belakang sebelum operasi karena darah berhubungan dengan operasi dapat membingungkan sampai beberapa minggu setelah operasi fossa posterior dan memberikan hasil false-positif.

Histologis

Ependymoma timbul dari epithelium ependymal pada garis ventrikel dari otak dan canalis centralis dari spinal cord. Oleh karena itu, kebanyakan lokasi tumor ini terdapat pada ventrikel lateral, III, dan IV serta lumbosacral spinal cord.

Ependymoma biasanya merupakan suatu tumor dengan batas yang jelas dan

memperlihatkan daerah kalsifikasi,

perdarahan, dan kista. Klasifikasi

ependymoma menurut WHO32 dibedakan atas tiga tingkatan, yaitu

• WHO grade I, yaitu diferensiasi tancytic, dan variasi clear sel

• WHO grade III, yaitu

anaplasticependymoma Subependymoma adalah suatu tumor yang jarang, biasanya berlokasi pada dinding sistem ventrikel. Secara histologis,

karakteristik dengan kelompok

monomorphic sel dengan latar belakang

fibrillary, sering memperlihatkan

degenerasi kista fokal, hyalinisasi

pembuluh darah, deposit hemosiderin, dan

kalsifikasi. Subependymoma biasanya

memperlihatkan immunopositivity kuat untuk glial fibrillary acidic protein

(GFAP) dan S-100 antigen. Dibandingkan

dengan tumor ependymal yang lain,

subependymoma memunyai sedikit proliferasi sel, seperti yang tampak pada

MIB-1 immunostaining,33 dan tidak

memperlihatkan perubahan cytogenetic

serta dianggap lesi hamartomatous.34 Setelahreseksi, tumor jarang rekuren, dan prognosis jangka panjang memuaskan.

Patologis ependymoma (WHO

grade II) termasuk cellular, papillary, dan variasi clear cell, juga anaplastic ependymoma (WHO grade III),

myxopapillary ependymoma (WHO grade

I), dan subependymoma (WHO grade I).

Secara histologis, ependymoma khas

dengan ependymal pseudorosette dengan proses glial fibrillary acidic protein

(GFAP)-positive pada pembuluh darah.

Myxopapillary ependymoma terletak pada

cauda equina dan conus, sedangkan

subependymoma dan anaplastic ependymoma terletak pada

intramedullary.

Berbagai subtype histologis

ependymoma yang paling sering ditemukan adalah cellular ependymoma, tetapi terjadi juga epithelial tanycytic

(12)

myxopapillary, atau mixed. Diferensiasi histologis dari astrocytoma sulit, tetapi

diagnosis adanya perivascular

pseudorosette atau rosette yang sebenarnya, yang terdiri atas sel-sel

neoplastic mengelilingi pembuluh darah dengan cytoplasmic meluas antara nucleus

dan dinding pembuluh darah. Grade II

ependymoma merupakan cellular, sedang dengan aktivitas mitosis rendah, tetapi dapat memperlihatkan nuclear atypia, kadang-kadang mitosis, dan foci nekrosis dan kalsifikasi. Grade II ependymoma

memunyai tiga subtipe, yaitu

a. Cellular ependymoma, cellularity

menonjol, tetapi pembentukan

pseudorosette atau rosette selalu kurang menonjol

b. Papillary ependymoma, histologis mirip susunan papilloma choroid plexus

c. Clear cell ependymoma, terdiri atas sel-sel membengkak, clear cytoplasm, dan plasma membrane.32

WHO grade III anaplastic (malignant)

ependymoma, histologis jelas anaplastic, termasuk high cellularity, variasi nuclear atypia, hyperchromatin, dan aktivitas

mitosis yang nyata. Proliferasi vascular

selalu menonjol dan nekrosis yang luas.32

Ependymoblastoma sangat ganas dan jarang dari asalnya embryonic yang terdiri atas elemen-elemen yang mirip primitive embryonic ependymal cell. Tumor ini bukan tumor ependymal, tetapi primitive neuroectodermal tumor yang sangat ganas.

Terdapat pertentangan antara

neuropatologis mengenai diagnosis dan tingkatan ependymoma. Angka kesalahan klasifikasi dapat mencapai 69%, dan tidak

dapat ditentukan hubungan antara

histologis dengan hasil akhir penderita.10

Kebanyakan histologis dari spinal

ependymoma adalah jinak, walaupun sering terdapat nekrosis dan perdarahan

intratumoral. Walaupun unencapsulated

dari asal glial tumor, biasanya batas jelas dan tidak infiltrasi ke jaringan spinal cord

sekitarnya. Percobaan baru-baru ini

berhubungan dengan expresi MIB-1

antigen dengan ependymoma ganas telah membaur oleh heterogenitas tumor.

Gambaran jenis Myxopapillary ependymoma kebanyakan ditemukan di daerah cauda equina yang asalnya dari

villum terminalis. Tumor tumbuh lambat dan terjadi erosi tulang di dekatnya dan jaringan lunak sekitarnya. Makroskopis, batas tumor jelas dan khas terjadi dalam

villum terminalis. Mikroskopis menunjukkan terdiri atas sel cuboidal atau

columnar tumor sekitar vascular core dari

hyaline dan sedikit sel jaringan ikat dan

pembuluh darah, kadang-kadang

sitoplasma-nya jelas/bersih.32 Walaupun

jarang, tumor ini dapat menyebar

sepanjang axis central nervous system

(CNS)35 atau terjadi di luar CNS dalam daerah ectopic, seperti pada sacrum dan

jaringan presacral, yang secara

embyologis berasal dari sisa ependymal.36

Immunohistochemistry sulit untuk

interpretasi ependymoma dan tidak

menambah informasi terhadap

pemeriksaan histologis konvensional.

Kebanyakan ependymoma jelas dengan

GFAP walaupun antigen yang lain,

seperti epithelial membrane antigen

(EMA) berbeda-beda. Vimentin biasanya terdapat pada perivascular pseudorosette.

Index DNA tidak berhubungan dengan hasil akhir atau histologis.37

Elektron mikroskop dapat

digunakan untuk menegakan diagnosis

ependymoma apabila tampak atypical. Sel

normal ependymoma tampak berukuran

microvilli dan cilia pada permukaan

apical. Rosette yang sebenarnya tampak pada lebih dari 90% penderita, tetapi hanya 30-40% penderita dengan light

(13)

untrastruktur untuk diferensiasi low-grade

dengan anaplasticependymoma.

Operasi

Managemen optimal terhadap

ependymoma belum sepenuhnya ditegaskan, tetapi hati-hati dalam analisis faktor prognosis, memberi jalan dan pengertian. Jelas bahwa suatu agresif reseksi tumor memberi harapan pada

penderita yang lebih baik dari

perawatannya.30,31 Ini berhubungan

dengan lamanya survival. Kebanyakan

ependymoma timbul dalam fossa posterior, dan harus mengetahui anatomi sebelum dilakukan operasi.

Anak-anak dengan lesi fossa

posterior biasanya dilakukan operasi dengan teknik midline suboccipital. Meskipun dengan gross total resection

(GTR) menguntungkan survival, lesi pada

fossa posterior sangat dekat dengan saraf-saraf kranial membuat risiko GTR, dan

kemungkinan lamanya disfungsi

neurologis dan ketidakmampuan.

Sndroma fossa posterior juga

menyebabkan cerebellar mutism, suatu komplikasi operasi fossa posterior, dan

sering terjadi apabila invasi ke

brainstem.38 Mutism memunyai jarak laten satu sampai tujuh hari, dan durasi enam sampai tiga ratus enam puluh lima hari. Mutism diberi keseimbangan antara

perbaikan survival dengan GTR dan

potensi morbiditas setelah operasi.

Hydrocephalus dapat diatasi dengan

perioperative external ventricular drain,

ventriculoperitoneal shunt, atau third ventriculostomy meskipun jarang.

Teknik operasi untuk tumor

intramedullary adalah melalui standard laminectomy, penderita dengan prone position. Pengangkatan tumor

intramedullary yang strategis bergantung pada hubungan tumor dengan spinal cord.

Intraoperative ultrasound digunakan

untuk menentukan lokasi tumor dan batas tumor rostrocaudal. Reseksi tumor yang luas diikuti terhadap lesi, monitoring intraoperative, pengalaman operator, dan dilakukan frozen-section untuk diagnosis histologis untuk tumor yang besar dapat digunakan dekompresi internal dengan

aspirator ultrasonic atau laser. Ini dapat

menutup dura dengan baik mencegah

kebocoran CSF.

Peranan operasi pada

ependymomafillum terminalis bergantung pada ukuran tumor dan hubungannya terhadap cabang cauda equina sekitarnya. Reseksi total harus dicoba; bagian tumor yang tidak melibatkan fillum terminalis

umumnya terdapat antara tumor dan

spinal cord. Amputasi segment fillum afferen dan efferen diperlukan untuk

membuang tumor. Dekompresi internal

tidak dilakukan pada ukuran tumor yang kecil atau sedang karena dapat menambah risiko penyebaran melalui CSF.

Obat-Obatan

Tidak ada obat spesifik untuk terapi

ependymoma, bagaimanapun

ependymoma supratentorial memerlukan

terapi obat-obatan. Untuk kejang,

penderita biasanya mulai dengan

levetiracetam (Keppra), phenytoin

(Dilantin), atau carbamazepine

(Tegretol). Levetiracetam selalu digunakan karena obat ini mengurangi efek-efek pada sistem P450 yang tampak dengan phenytoin dan carbamazepine, yang dapat tergganggu dengan terapi anti-neoplastic. Vasogenic cerebral edema

diterapi dengan corticosteroid seperti

dexamethason dan umumnya dikombinasi dengan anti-ulcer agent. Corticosteroid

juga efektif untuk terapi edema yang

berhubungan dengan tumor

intramedullary pada pre dan postoperasi.

(14)

partial dan kejang myoclonic. Juga diberikan untuk kejang primer general

tonic-clonic. Mekanisme obat belum

diketahui. Untuk dewasa diberikan

dengan dosis 1000 mg/hari, tidak

melebihi 3000 mg/hari. Untuk anak umur

empat sampai lima belas tahun

20mg/kg/hari, tidak melebihi 60mg; Dosis ini diberi tidak diberikan pada anak di bawah empat tahun.

Phenytoin (Dilantin), dosis

dewasa sebanyak 15mg/kg, dosis

maintenance 5mg/kg/hari atau 300 mg iv. Untuk anak-anak diberi 15mg/kg iv, dosis

maintenance 5mg/kg/hari iv.

Carbamazepine (Tegretol) diberikan kepada, dewasa 200-600 mg PO dan untuk anak-anak 15-25 mg/kg/hari.

Dexamethasone (Decadron) diberi untuk dewasa 16 mg/hari dan untuk anak-anak 0.5 mg/kg/hari iv.

Anatomi

Intrakranial ependymoma dapat terjadi di atas atau di bawah tentorium. Tumor timbul dalam daerah angulasi ventrikel dari sel-sel sisa ependymal yang meluas ke sekitar white matter.21 Ependymoma infratentorial terdapat pada 60-73% penderita dan 70-80% dari tumor fossa posterior terletak pada ventrikel IV.15,17 Sebagai tambahan, 15% timbul dalam

cerebellopontine angle (CPA), dan sisanya 5-8% timbul dalam hemiphere cerebellar.24,25

Sebanyak 55% ependymoma

infratentorial invasi sisterna CPA melalui

lateral recesses ventrikel IV. Ektensi

paling sering adalah dari foramen

Magendie ventrikel IV ke foramen magnum dengan melibatkan upper cervical spinal cord. Sebanyak 12%

Ependymoma infratentorial, menyebar melalui subarachnoid, terutama gambaran histologisnya suatu anaplastic.24 Tumor

supratentorial khas timbul dekat trigone

ventrikel lateralis.18,25

Ventrikel IV secara garis besar berbentuk seperti pyramid, lantainya dibentuk oleh bagian dorsal pons dan

medulla, dan atapnya oleh velum medullary superior dan velum medullary inferior. Batas samping terdiri atas

peduncles cerebellar superior, middle, dan inferior. Bagian puncak bawah terbuka ke cistern magna melalui midline foramen Magendie.

Jika vermis dibelah dan masuk ke ventrikel, tampak bentuk struktur lantai ventrikel. Tampak juga obex, hypoglossal trigone, dan area postrema. Bentuk striae medullaris adalah seperti pita pada bagian tengah ventrikel, dan sampai ke dalam

median sulcus. Lebih ke rostral, median sulcus merupakan sayap oleh facial colliculi. Pada rostral apex, rongga kurve ventrikel IV menurun (ke anterior), dan

cerebral aquaduct sebagai petunjuk ke ventrikel III. Langit-langit ventrikel

lateral membentuk lateral recesses, tempat plexus choroidalis berasal. Plexus choroidalis menonjol dari foramen lateral

dan segera berakhir pada saraf otak IX, sedikit di belakang saraf facial dan

vestibulocochlear. Struktur aliran darah pada inferior ventrikel IV berasal dari

hemisphere tonsilar cabang posterior inferior cerebellar arteri, yang berasal asalnya dari daerah choroidal dan diikuti permukaan inferior dan medial dari tonsil.

Ependymoma khasnya berasal dari obex

dan mengisi rongga ventrikel IV.

Ependymoma ini bisa timbul dari samping dalam cerebellar peduncle dan ventrikel bergeser jauh dari tumor. Pada kasus ini, selalu ektensi melalui foramen Lushka ke

CPA yang memiliki banyak nervus

kranialis. Aliran darah berasal dari

(15)

dan cerebellum bagian tengah dapat juga terlibat dengan tumor.

Manajemen Hydrocephalus

Anak-anak dengan ependymoma selalu

mengalami sakit akut pada saat

ditemukan. Perdarahan di dalam tumor bisa sebagai pencetus keadaan umum

yang memburuk secara akut dan

menyebabkan koma terutama pada bayi. Gejala ini biasanya karena akut obstruksi

hydrocephalus daripada massa itu sendiri

dan kontroversi tentang manajemen

hydrocephalus. Opsi antara lain steroid

sebelum operasi diikuti eksisi tumor,39

external ventricular drain,40 pemasangan CSF shunt sebelum tumor dibuang.41

Pemasangan shunt sebelum operasi

menunjukan bahwa :

1. Persiapan penderita dan

keluarga untuk operasi,

membuat diagnostik tes, dan rencana operasi besar secara elektif.

2. Prosedur operasinya aman

pada fossa posterior setelah tekanan intrakranial menurun. Angka kematian berkurang dilaporkan

dengan pemasangan shunt sebelum

operasi tumor tetapi memunyai kerugian dengan strategi ini :

1. Tidak semua penderita

memerlukan shunt setelah

operasi tumor dan shunt

3. Shunt sebagai sumber

penyebaran tumor dapat

menyebar melalui jaras

CSF.40

Penggunaan filter millipore dilakukan untuk mencegah problem ini,42 tetapi

sering dan sumbat menyebabkan shunt tidak berfungsi. Herniasi ke atas43 dan perdarahan tumor dilaporkan setelah

dekompresi akut dari bagian

supratentorial dengan massa fossa posterior masih belum dioperasi.

Baru-baru ini, penggunaan

endoskopi sebelum operasi pada

ventrikolostomi III beberapa hari sebelum operasi telah dilakukan. Setelah reseksi tumor, kebanyakan penderita dengan

hydrosepalus obstruksi berkurang. Penderita dengan persistenhydrocephalus

memunyai tipe hubungan primer,

sehingga tidak bisa berkurang dengan

ventrikulostomi III caranya dimulai

dengan pemberian dexametason (satu

mg/kg/hari) saat dirawat untuk

menghindari shunt sebelum operasi, dan melakukan ventrikulostomi intraoperasi dan defenitif operasi secara elektif beberapa hari kemudian. Jika keadaan penderita memburuk tiba-tiba, dilakukan operasi emergensi.

Manajemen Tumor

Walaupun ependymoma cukup vaskular, arteriografi dan risiko embolisasi jarang dilakukan. Aliran darah ke tumor melalui

cabang kecil dari posterior

inferiorcerebellar artery (PICA) jelas

memunyai risiko embolisasi. Posisi

operasi penderita, yaitu telungkup (prone position). Posisi duduk memunyai risiko emboli udara, frontal pneumocephalus, dan hipotensi sistemik serta lengan ahli bedahnya lemah/capek.

Pada kebanyakan kasus dibuat insisi vertical garis tengah dari inion ke daerah cervical tengah, dan dilakukan kraniektomi dari sinus transverses ke

foramen magnum. Bila tumor seluruhnya timbul ke arah CPA, dilakukan teknik

(16)

Dura dibuka dengan insisi berbentuk Y sampai ke tingkat C1. CSF dilubangi melalui ventrikulostomi untuk mengurangi tekanan pada fossa posterior;

jika ventrikel mengecil, diberikan

mannitol. Cisterna magna dibuka, dan

cerebellar tonsil dipisah, dan tampak massa tumor. Kemudian, vermis dibuka pada garis tengah untuk melihat bagian atas tumor. Ependymoma selalu timbul di daerah subependymal dari dinding lateral

ventrikel IV, dan ventrikel bergeser ke samping oleh massa tumor. Mirip dengan, pembuangan tumor dari foramen Lushka

dan CPA ditangguhkan sampai sebagian besar tumor telah direseksi. Pada bagian atas tumor tampak oklusi tumor atau mengisi aquaduct dan ini dibuang dengan cara disedot (suction).

Bila tidak ada penyebaran, tidak mudah menjawab tentang bagaimana agresifnya membuang tumor dekat batang

otak. Karena ependymoma memunyai

prediksi untuk melekat pada obex,

risikonya adalah sleep apnea, disfungsi menelan, dan kronik aspirasi. Kecuali

reseksi total sebagian besar dapat

dilakukan, tetapi tumor terus berkembang jika tindakan lanjutan cukup lama. Demikian juga halnya bila tumor terletak pada CPA dan tumornya sangat dekat dengan beberapa saraf otak, sehingga bila

dilakukan reseksi total dapat

menyebabkan hilangnya gerakan facial

atau pendengaran. Yang tidak

menguntungkan adalah tumor selalu terletak di daerah saraf otak sebelah bawah dan cabang-cabang PICA, dan bila struktur anatomi tidak terganggu setelah operasi, selalu dilakukan tracheostomi

dan gastrostomi untuk memberi makanan selama beberapa hari.44

Operasi dengan teknik standar

Ependymoma pada supratentorial, bergantung pada lokasi. Tumor pada anak kecil biasanya besar dan lokasinya tidak sulit. Sebagai tambahan dibuat fungsional

MRI untuk melihat lokasi daerah korteks

memunyai angka mortalitas 1-2%. Sekitar 40% penderita masih sehat atau mendapat defisit yang minimal setelah operasi, 30% tidak ada manifestasi setelah operasi atau perubahannya relative seperti sebelum operasi, dan 25% penderita bertambah

defisitnya setelah operasi, tetapi

kebanyakan selalu perbaikan. emboli udara dapat terjadi pada posisi operasi terlungkup. Insiden ditemukan pada 10% dari penderita. Posisi ini juga dapat menyebabkan retinal iskemia dan buta akibat penekanan yang cukup lama, tekanan darah arteri yang rendah dan

drainase vena cerebral yang jelek.

Penekanan yang lama juga dapat

menyebabkan nekrosis pada axilla, lutut, dada, dan penis.

Pengangkatan tumor dari batang otak dapat menyebabkan retensi CO2, tidak mampu menelan, ataxia, paresis

pita suara, aspirasi pneumonia

berulang-ulang, dan quadriparesis. Beberapa

penderita memerlukan tracheostomi,

gastrostomi untuk makanan dan

penggunaan ventilator yang lama.

Problem ini adalah karena insufisiensi pernafasan setelah operasi, bisa juga karena trauma langsung pada medulla

atau kompresi pembuluh darah oleh tumor.

Karena terlambatnya perubahan kesadaran atau tanda fokal neurologis setelah operasi, penderita harus segera

dilakukan scan ulang. Masalah

hydrocephalus dan perdarahan, sindroma

pseudobulbar, yang dapat terjadi stupor,

irritability, labilnya emosi, dysartria,

(17)

dalam tujuh puluh dua jam setelah operasi.46 Sindroma ini dapat hilang beberapa minggu sampai bulan. Pada

awalnya sangat sulit membedakan

sindroma ini secara klinis dengan

dekompensasi hydrocephalus, terutama pada anak muda. Jika sistem ventrikel melebar dari sebelumnya, dilakukan pemasangan shunt.

Anak-anak dengan reseksi fossa posterior tumor memunyai risiko mutism cerebellar setelah operasi. Mutism

ditemukan 5-30% pada penderita setelah operasi tumor yang besar di daerah

vermis. Biasanya penyembuhannya beberapa minggu sampai enam bulan. Penyembuhannya kembali seperti semula dengan semua kata-kata dan kalimat dibandingkan hanya dengan suara, memberi kesan terlambat bicara daripada

apraxia atau dysartria. Penderita selalu dilakukan scan, dan ditemukan tipe

cerebellar bicara (cerebellartype speech).

Fenomena ini masih kontroversi.

Kebanyakan mengatakan lesi pada

nucleus dentatus atau pedunculus cerebelli superior.

Aseptic meningitis tanda demam, fotofobia, kaku daerah nuchal, dan CSF

pleositosis yang terjadi berhubungan dengan darah-spinal fluid, dan dianjurkan serial spinal tap sampai CSF jernih. Sindroma ini terjadi lima sampai tujuh hari setelah operasi.

Bila pseudomeningocele terjadi, jarang dilakukan revisi luka operasi.

Occipital pseudomeningocele diatasi dengan intermitanlumbal punksi, dibuang 10-20 ml CSF per hari. Jika gambaran

ulangan scan menunjukan ventrikel

melebar, luka operasi terancam bocor, cairan CSF keluar melalui spinal, atau jika anak mengalami sakit kepala, letargi,

atau ataxia, dilakukan pemasangan

ventriculoperitonealshunt. Kira-kira 30%

tumor fossa posterior pada anak-anak memerlukan shunt.

Melena, abdominal pain dan distensi, dan

hematemesis yang terjadi karena operasi ini kemungkinan adalah karena stress.

Pencegahan dengan antasida masih

kontroversi. Beberapa studi memakai pencegahan dengan cimetidine, ranitidine, atau antasida.

Pengobatan Tambahan

Manajemen penderita dengan

ependymoma secara medis termasuk terapi tambahan, seperti conventional radiation therapy, radiosurgery, dan kemoterapi, steroid untuk edema dan

antikonvulsi pada penderita dengan

ependymoma supratentorial.47

Terapi Radiasi

Pada dewasa atau anak lebih besar,

radiotherapi merupaka standard

tambahan pengobatan diikuti reseksi pada

ependymoma WHO grade II. Pada penderita tertentu hanya dilakukan operasi saja, kebanyakan tumor fossa posterior

tidak dapat dilakukan total reseksi dan rekuren tanpa radiasi setelah operasi. Terapi radiasi setelah operasi telah banyak digunakan. Penderita dengan terapi radiasi setelah operasi, signifikan lebih baik daripada operasi saja.20 Pada beberapa senter, percobaan klinik sedang

berlangsung dan tidak diberikan

radioterapi setelah operasi dalam seleksi

ependymoma supratentorial dengan komplit radiografik reseksi operasi dan

tidak ada penyebaran.48 Terdapat

perbaikan survival dengan craniospinal radiation (CSA). Studi baru-baru ini, pada penderita dilakukan myelography, CT, dan MRI scan, menunjukan insiden yang rendah (11%) terhadap penyebaran pada saat diagnosis.18,19 Dosis radiasi

untuk pengobatan ependymoma adalah

(18)

rekuren. Dosis perhari adalah 180-200 cGy. Studi baru-baru ini dosisnya 100 cGy dua kali per hari dan total dosis

adalah 7200 cGy, diikuti dengan

kemoterapi. Hasilnya dilaporkan 80% free survival dengan total reseksi. Teknik

radiosurgical saat ini digunakan untuk

pengobatan lokal rekuren, dengan

menggunakan linear accelerator49 atau

gamma knife50 dengan ukuran 1000 dan 2000 cGy diberikan dosis tunggal.

Dosis tinggi kemoterapi dicoba menggantikan terapi radiasi dengan pada anak usia di bawah enam tahun dengan

tumor otak yang ganas,51 atau

menggantikan radiasi dengan kemoterapi setelah operasi pada anak usia di bawah lima tahun.52

Pemeriksaan lain fokus dengan cara mengurangi lapangan radiasi dengan

menggunakan radiotherapy conformal.

Radiotherapi mengenai pinggir/batas target volume sepuluh mm sekitar sisa

tumor setelah operasi. Penderita

menerima focal radiasi dengan dosis 54-55.9Gy diikuti operasi definitive. Sekitar 30% diberi kemoterapi sebelumnya. Efek

survival bergantung pada tingkatan tumor

dan luasnya reseksi.53 Evaluasi

radiotherapy conformal penderita usia lebih dua belas bulan termasuk pada

konsorsium Pediatric Brain Tumor

dengan usia di bawah tiga tahun,

menggunakan kemoterapi intrathecal,

kemoterapi sistemik, dan radiotherapy conformal. Radiasi craniospinal masih

digunakan, atau kombinasi dengan

kemoterapi pada penderita dewasa dengan

ependymoma yang menyebar.

Sampai sekarang tidak ada

peranan terapi tambahan terhadap

ependymoma spinal setelah reseksi operasi total. Terhadap penderita dengan sisa tumor setelah operasi atau rekuren yang awal, radiasi dianggap sebagai dasar untuk status neurologis dan keadaan medis penderita. Walaupun peranan terapi

radiasi belum dapat ditegaskan, risiko tinggi terhadap rekuren pada anak muda diterapi dengan kemoterapi saja. Setelah reseksi total, perlu digunakan modalitas ini. Peranan studi lapangan radiasi

conformal untuk kontrol local dari

ependymoma masih berlangsung.

Kemoterapi

Ependymoma, sensitif terhadap kemoterapi. Anak di bawah usia tiga tahun dengan penggunaan kemoterapi dapat membantu menghindari efek radiasi yang merugikan. Kombinasi regimen

kemoterapi terdiri atas cisplatin,

etoposide (VP-16), carboplatin,

vincristin, dan mechlorethamine atau

ifosfaminde, carboplatin, dan etoposide

(ICE) telah diberikan dengan berbagai

keberhasilan. Ependymoma merupakan

tumor yang jarang. Ada yang

menggunakan terapi VETOPEC

(vincristin, etoposide, cyclophosphamide,

cisplatin, carboplatin) untuk sisa

ependymoma, memberi hasil yang

memuaskan.54 Beberapa studi

mendapatkan respon tumor terhadap dan

perbaikan survival dengan regimen

cisplatin untuk rekuren ependimoma.55 Walaupun respon-nya tinggi, tidak ada

regimen kemoterapi memperlihatkan

perbaikan survival secara keseluruhan

pada dewasa dengan rekuren

ependymoma. Kemoterapi ditambah terapi radiasi dibanding radiasi saja telah

dilakukan dengan kombinasi

cyclohexylnitrosourea (CCNU),

vincristine, and prednisone.

Penderita usia di bawah tiga tahun saat diagnosis, setelah operasi

diobati dengan vincristine,

cyclophosphomide, cisplatinum, dan

(19)

yang baik pada anak yang lebih besar

yang menerima terapi radiasi saat

diagnosis dan memberi kesan bahwa ini

merupakan strategi yang berguna.

Kemoterapi pada penderita dengan

ependymoma telah dievaluasi untuk terapi

anak dengan sisa penyakit atau

menghindari radiotherapi pendeita usia di bawah tiga tahun.

Hasil akhir yang baik

menggunakan kemoterapi (vincristin,

carboplatin, cisplatin, cyclophosphamide, dan methotrexate) untuk terapi

ependymoma anak usia di bawah tiga tahun tanpa metastasis intrakranial.57 Sebanyak 42% bebas radiotherapy selama lima tahun; median diikuti selama enam tahun, angka survival sekitar 80% selama tiga tahun, dan 60% lima tahun,58

memberi kesan bahwa intensif

kemoterapi, terutama tambahan

methotrexate bermanfaat untuk terapi

anak muda dengan ependymoma.

Perbaikan survival juga tampak pada anak usia di bawah tiga tahun dengan

medulloblastoma dan terapi dengan

methotrexate.59

Kemoterapi konvensional

memunyai efek terhadap berbagai

perbaikan pada hasil akhir ependymoma, dan radiotherapy dihindari terhadap perkembangan otak karena efek substansi

neurocognitive. Baru-baru ini ditekankan mengenai subklasifikasi molekular tumor ini. hTERT negative berhubungan dengan angka survival lima tahun dengan 84%

berbanding 41% hTERT positif pada

tumor ini. Beberapa gen telah

diidentifikasi memunyai risiko rekuren, lamanya onset, dan lokasi tumor.

Strategis baru, seperti terapi target

molekul kecil dan kemoterapi

antiangiogenic sangat interes. Ada yang menggunakan terapi cocktail dengan oral

antiangiogenic agent termasuk

thalidomide, celecoxib, dan dosis rendah oral etoposide, dan cyclophosphamide.

Baru-baru ini dicoba, fenofibrate

kombinasi dengan oral thalidomide,

celecoxib, dosis rendah obat oral

etoposide, dan cyclophosphamide, serta kombinasi bevacizumab dan irinotecan. Terapi target biologis telah dilakukan, tetapi respon definitif masih belum dapat ditentukan.60

Saat ini, kemoterapi digunakan sebagai terapi tambahan yang lebih nyata pada penderita dengan sisa penyakit setelah operasi, dan respon tercapai

dengan operasi kedua dan radiasi

conformal. Kemoterapi dapat juga mengontrol penyebaran penyakit secara

mikroskopis, tetapi hasilnya jarang

memberi respon secara makroskopis.

Ependymoma Spinal Cord

Prognosis ependymoma pada spinal cord

lebih baik daripada intrakranial. Terapi operasi masih pilihan utama untuk

ependymomaspinal cord dan total reseksi biasanya dapat sembuh. Rekomendasi terapi untuk reseksi ulang , jika sisa tumor ditemukan pada scan setelah operasi atau penderita dengan rekuren.61 Terapi radiasi digunakan apabila reseksi total tidak

memungkinkan. Beberapa studi,

memunyai angka kontrol yang baik terhadap sisa tumor dengan terapi radiasi, 80% bebas progresif survival tiga tahun setelah diagnosis.14

Rekuren

Rekuren terjadi 25-80% dari penderita dan ini bergantung pada reseksi tumor dan usia penderita. Kebanyakan rekuren tumor pada daerah asalnya/local adalah 73%, asal dan daerah baru yang terlibat

16%, dan daerah baru/jauh 11%.

Selanjutnya, dilakukan komplit kontras

MR scan otak dan tulang belakang

(20)

jelek.55 Berbagai terapi digunakan setelah rekuren termasuk operasi kedua, radiasi,

radiosurgery, kemoterapi, dan dosis

tinggi kemoterapi. Sekitar 20-28%

penderita mencapai total remisi kedua.52 Anak di bawah usia lima tahun tidak yang menerima radiasi, dan yang melakukan total reseksi kedua diikuti terapi radiasi memunyai kesempatan total remisi kedua (28%). Tidak ada manfaat radiasi untuk penyakit rekuren jika reseksi total kedua tidak tercapai.52

Beberapa senter melakukan rutin MR scan kepala secara regular, untuk mendeteksi rekuren yang tidak ada gejala.

Cara ini masih kontroversi pada

medulloblastoma/PNET, tetapi pada

ependymoma nampaknya rasional karena rekuren selalu lokal dan dapat dilakukan operasi, aman dan lebih efektif bila tumor kecil.62

Baru-baru ini, Children’s

Hospital di Philadelphia, untuk rekuren

Prediksi kelangsungan hidup jangka panjang termasuk luasnya reseksi saat operasi dan jumlah sisa tumor pada foto setelah operasi.63 Walaupun low grade tumor menurut WHO, lokasi

infratentorial pada anak-anak, tidak adanya invasi tumor ke brain stem, tidak ada metastasis,64 perbaikan status

performance, dan usia lebih tua (untuk

ependymoma anak) memunyai hubungan

dengan kelangsungan hidup yang

menguntungkan, faktor-faktor ini tidak

signifikan berhubungan dengan

kelangsungan hidup yang panjang.65 Reseksi yang luas merupakan prediksi penting dari hasil akhir, tidak bergantung pada tingkat histologis dari

tumor. Penderita dengan total reseksi tumor terutama pada fossa posterior

memunyai lima tahun, bebas progresif

survival rate mendekati 70% dibandingkan dengan 30-40% penderita dengan reseksi sebagian tumor.

Morbiditas /Mortalitas

Prognosis penderita dengan ependymoma

yang tidak diterapi adalah menyedihkan.

Gambaran histologis, terapi dengan

operasi saja, angka survival lima tahun adalah sebesar 17.27%. Tambahan terapi radiasi menambah angka survival lima tahun sebesar 40-87%.21 Ukuran dan lokasi tumor dapat membatasi efektivitas

radiotherapy. Usia kemungkinan

merupakan faktor penting dalam

membatasi terapi. Kebanyakan tumor timbul pada populasi anak muda. Dosis terapi radiasi harus dikurangi untuk mengurangi efek yang memburuk pada perkembangan CNS. Tidak ada perbedaan suku dengan terjadinya ependymoma.

Biologi Molekular

Analisis gen pada ependymoma

memperlihatkan beberapa karakteristik perbedaan lokasi dan tingkatan spesifik dari tumor karyotype dan ekpresi gen.

Ependymoma selalu memunyai

karyotypes, dan mayoritas tumor

memperlihatkan perubahan multiple

cytogenetic. Perubahan cytogenetic60 pada tumor ini adalah monosomy 22, yang terjadi lebih dari 30% tumor, dan bisa dilihat pada awal tingkat oncogenesis ependymoma.66 Rekuren kromosomal aberasi dan perubahan expressi pada sejumlah kecil gen dapat membedakan intrakranial dari spinal cord ependymoma, dan beberapa penderita, supratentorial

dari tumor fossa posterior.

Sejumlah kelainan kromosom

(21)

melibatkan kromosom 1, 5, 7, 9, dan 12 dan hilangnya keterlibatnya kromosom 6, 9, 10, 11, 13, 17, dan 22.67 Hilangnya atau translokasi yang melibatkan kromosom 22q. Ini lebih sering pada dewasa, termasuk monosomy 22, merupakan kelainan kromosom paling sering pada

ependymoma dan terjadi sering pada dewasa dengan tumor spinal cord68 dan mirip dengan anaplastic dan diferensiasi

ependymoma. Gen NF2 terletak pada kromosom 22, dan insiden ependymoma

bertambah pada penderita dengan NF2, daerah yang terlibat dalam hilangnya allel

kromosom 22 (22q) yang dibedakan dari

locus NF2, tetapi distal dari locus BCR dan putative gen ependymoma pada

kromosom 22q kemungkinan tidak

bergantung pada gen NF2. Penderita dengan NF2 insiden bertambah pada

ependymoma, tetapi predominan tumor

spinal intramedullary dan bukan intrakranial ependymoma. Sebaliknya ,

populasi pediatric sekitar 90%

intrakranial ependymoma dan 10%

spinal.65 Spinal ependymoma lebih baik riwayat alami daripada intrakranial.66,69 Mutasi gen NF2 tidak ditemukan dalam

ependymoma intrakranial, tetapi mutasi NF2 tampak pada sporadic ependymoma intramedullary spinal.70 Kelainan kromosom 17p juga ditemukan pada

ependymoma pediatric (50%) dan translokasi atau hilangnya kromosom 6q ditemukan pada tumor ini.

Mutasi germline jarang pada

ependymoma, tetapi termasuk mutasi p53 (Li-Fraumeni syndrome), dan penderita dengan mutasi germline pada gen APC menyebabkan polyposis pada colon dan

multiple ependymoma (Turcot’s syndrome).71 Semua ependymoma express neural cell adhesion molecule (NCAM), tetapi tidak express E-cadherin.66

Anaplastic ependymoma polysialyted isoform dari NCAM disebut PSA-NCAM.

Sel-sel isoform ini jarang melekat dan lebih mudah terhadap penyebaran melalui

CSF. Walaupun ependymoma tidak

ditemukan pada penderita dengan

tuberous sclerosis, laporan mendapati berkurangnya atau tidak ada expressi dari

tuberin pada ependymoma dewasa.72 Aplikasi analisis gen terhadap praktik klinis masih belum secara rutin dilakukan, beberapa studi memberi kesan bahwa teknik ini dapat digunakan untuk stratifikasi risiko pada saat diagnosis. Rantai 1q25 berhubungan dengan bebas rekuren dan semua survival penderita anak dengan grade III intrakranial

ependymoma. Sebagai tambahan, amplifikasi dari epidermal growth factor receptor (EGFR) pada 7p11.2 dengan meningginya protein EGFR berhubungan dengan prognosis yang jelek menurut WHO grade II ependymoma.73

(22)

Gambar 2. Durante operasi, tampak tumor terletak diantara kedua serebellum dan telah dilakukan reseksi total dari tumor

Gambar 3. Setelah operasi tidak terlihat lagi massa tumor. A. MRI T1-weighted potongan sagital. B. T1-weighted potongan aksial.

(23)

Gambar 5. Durante operasi

(24)

Gambar. a. Pembuluh darah dengan pseudorosette (HE,200X) b. sel-sel tumor tersusun ‘palisade’ (HE,400x) jaringan tumor otak tampak lembaran-lembaran sel dengan bentuk inti bulat, oval dan spindel, dan sebagian kromatin padat, sebagian lagi kasar dengan nucleoli sebagian menonjol. Sesetempat pada pinggiran massa tumor tampak sel epitel yang tersusun sejajar seperti pagar (palisade). Pada stroma tampak pembuluh darah yang dikelilingi oleh sel tumor membentuk struktur pseudorosette. Pembuluh darah proliferasi, dilatasi dan sebagian kongesti. Kesimpulan: Ependymoma WHO grade II

(25)

Tinjauan Pustaka

1. Massimino M, Buttarella FR,

Antonelli M, Dandola L, Modena P,

Giangaspero F. Intracranial

ependymoma: factors affecting

outcome. Future Oncol. Mar

2009;5(2):207-216

2. Ernestus RI, Schroder R, Stutzer H, Klug N. Prognostic relevance of

localization and grading in

intracranial ependymomas of

childhood. Childs Nerv Syst.

1996;12:522-526

3. Ries LAG, Eisner MP, Kosary CL, Hankey BF, Miller BA, Clegg L, Edwards BK. SEER Cancer Statistics Review 2002, 1973-1999. Bethesda, MD: National Cancer Institute

4. Applegate GL, Marymont

MH. Intracranial ependymomas: a review. Cancer

Invest 1998;16(8):588-593

5. Schwartz TH, Kim S, Glick RS, et al. Supratentorial ependymomas in adult

patients. Neurosurgery Apr 1999;44(4 ):721-731

6. Polednak A, Flannery J. Histology of cancer incidence and prognosis:SEER population-based data, 1973-1987. Brain, other central nervous system, and eye cancer. Cancer. 1994;75:330-337

7. Constantini S, Allen J, Epstein F. Pediatric and adult primary spinal cord tumors. In: Black P, Loeffler J (eds) Cancer of the nervous system.

Blackwell Science, Cambridge

1997:638-639

8. Russell D, LJR. Pathology of Tumors

of yhe Nervous System. Baltimore, MD: Williams & Wilkins; 1994 9. Slave I, MMM, Dunn M, et al. Exon

scanning for mutations of the NF-2

gene in pediatric ependymoma,

rhabdoid tumors and meningiomas. Int J Cancer. 1995;64:243-247

10. Robertson PL, Zeltzer PM, Boyett JM, et al. Survival and prognostic factors following radiation therapy and chemotherapy for ependymomas in children: a report of the Children’s

Cancer Group. Journal of

Neurosurgery 1998;88:695-703 11. Newton HB, Henson J, Walker RW.

Extraneural metastases in

ependymoma. Journal of

Neurooncology 1992;14:135-142 12. Ernestus R, Schroder R, Klug N.

Spontaneous intracerebral

hemorrhage from an unsuspected ependymoma in early infancy. Childs Nerv Syst. 1992:357-360

13. Horn B, Heideman R, Geyer R et al. A multi-instititional retrospective study of intracranial ependymoma in children: identification of risk factors. Journal of Pediatric Hematology & Oncology 1999;21:203-211

14. Waldron JN, Laperriere NJ,

Jaakkimainen L, Simpson WJ, Payne D, Milosevic M, Wong CS. Spinal cord ependymomas: a retrospective analysis of 59 cases. International

Journal of Radiation Oncology,

Biology, Physics 1993;27:223-229 15. Wager M, Lapierre F, Blanc JL,

Listrat A, Bataille B. Cauda equina

tumors: a French multicenter

retrospective review of 231 adult cases and review of the literature. Neurosurgical Review 2000;23:119-129

16. Poppleton H, Gilbertson RJ. Stem cells of ependymoma. Br J Cancer Jan 15 2007;96(1):6-10

17. Barone BM, Elvidge AR.

Ependymomas. A clinical survey. J Neurosurg. Oct 1970;33(4):428-438 18. Spoto GP, Press GA, Hesselink JR,

Solomon M. Intracranial

(26)

MR manifestations. AJNR Am J Neuroradiol. Jan-Feb 1990;11(1):83-91

19. Osborn AG, Astrocytomas and other

Glial Neoplasms. Diagnostic

Neuroradiology. 1994:570-571 20. Loevner LA. Imaging features of

posterior fossa neoplasms in children and adults. Semin Roentgenol. Apr 1999;34(2):84-101

21. Sanford RA, Gajjar A.

Ependymomas. Clin Neurosurg.

1997;44:559-570.

22. Swartz JD, Zimmerman RA, Bilaniuk

LT. Computed tomography of

ependymoma: CT appearance.

Radiology. Nov 1985;157(2):367-372 24. Vezina LG, Packer RJ. Infratentorial

brain tumors of childhood.

Neuroimaging Clin N Am. May 1994;4(2):423-436

25. Han BK, Babcock DS, Oestreich AE.

Sonography of brain tumors in infants. AJR Am J Roentgenol. Jul 1984;143(1):31-36

26. Furie DM and Provenzale JM.

Supratentorial ependymomas and

subependymomas: CT and MR

appearance. Journal of Computer Assisted Tomography 1995;19:518-526

27. Tortori-Donati P, Fondelli MP, Cama A, Garre ML, Rossi A, Andreussi L. Ependymomas of the posterior cranial

fossa: CT and MRI findings.

Neuroradiology 1995;37:238-243 28. Atlas S, Lavi E. Intra-axial brain

tumors. In: Atlas S, ed. Magnetic Resinance Imaging of the Brain and Spine, ed. Philadelphia: Lippincott-Raven; 1996

29. Wang A, Sutton L, Cnann A, et al. Proton MR spectroscopy of pediatric

cerebellar tumors. AJNR.

1995;16:1821-1833

30. Rezai A, Woo H, Lee M, et al. Disseminated ependymomas of the central nervous system. J Neurosurg. 1996;85:618-624

31. Rousseau P, Habrand JL, Sarrazin D, et al. Treatment of intracranial epedymomas of children: review of a 15-year experience. International J

Radiat Oncol Biol Phys.

1994;28(2):381-386

32. Louis DN, Ohgaki H, Wiestler OD,

Cavence WK (eds). WHO

Classification of Tumors of the

Central Nervous System.

International Agency for Research on Cancer, Lyon 2007

33. Prayson RA, Suh JH.

Subependymomas: clinicopathologic

study of 14 tumors, including

comparative MIB-1

immunohistochemical analysis with other ependymal neoplasms. Arvhives

of Pathology and Laboratory

Medicine/Archives of Pathology & Laboratory Medicine 1999;123:306-309

34. Debiec-Rychter M, Hagemeijer A,

Sciot R. Cytogenetic analysis in three cerebral subependymomas: further evidence for a hamartomatous nature? Cancer Genetics and Cytogenetics 2000;122:63-64

35. Smyth MD, Pitts L, Jackler RK,

Aldape KD. Metastatic spinal

ependymoma presenting as a

vestibular schwannoma. Case

illustration. Journal of Neurosurgery 2000;92:247

36. Ciraldo AV, Platt MS, Agamanolis DP, Boeckman CR. Sacrococcygeal

myxopapillary ependymomas and

(27)

children. Journal of Pediatric Surgery 1986;21:49-52

37. Reyes-Mugica M, Chou PM, Myint

MM, Ridaura-Sanz C, Gonzalez-Crussi F, Tomita T. Ependymomas in children: histologic and DNA-flow cytometric study. Pediatric Pathology 1994;14:453-466

38. Catsman-Berrevoets CE, Van Dongen

HR, Mulder PG, et al. Tumour type and size are high risk factors for the syndrome of "cerebellar" mutism and

subsequent dysarthria. J Neurol

Neurosurg

Psychiatry. Dec 1999;67(6):755-757 39. Lapras C, Palet J, et al. Cerebellar

astrocytomas in childhood. Childs Nerv Sys. 1986;2:55

40. Kessler L, Dugan P, Concannon J.

Systemic metastases of

medulloblastoma promoted by

shunting. Surg Neurol. 1975;3:147 41. Albright A. Posterior fossa tumors.

Neurosurg Clin N Am. 1992;3:881-891

42. Park T, Hoffman H, Hendrick E, et al.

Medulloblastoma, clinical

presentation and management.

Experience at the Hospital for Sick Children, Toronto, 1950-1980. J Neurosurg. 1983;58:543-552

43. McLaurin R. On the use of

precraniotomy shunting in the

management of posterior fossa tumors in children. A cooperative study. In: Chapman P,ed. Concepts in Pediatric Neurosurgery, Vol 6. Basel: Karger. 1985:1-5

44. Nagib M, O’Fallon M. Posterior fossa lateral ependymoma in childhood. Pediatr Neurosurg. 1996;24:299-305 45. Morita A, Kelly P. Resection of

intraventrikular tumors via a

computer-assisted volumetric

stereotactic approach. Neurosurgery. 32:920-927, 1993

46. Wisoff J, Epstein F. Pseudobulbar palsy after posterior fossa operation in children. Neurosurgery. 1984;15:707-709

47. Merchant TE. Current management of

childhood ependymoma. Oncology

(Williston Park). 2002/05;16(5):629-642, 644; discussion 645-646, 648

48. Palma L, Celli P, Cantore G.

Supratentorial ependymomas of the first two decades of life: long term follow-up of 20 cases (including two

subependymomas). Neurosurgery.

1993;32:169-175

49. Dunbar S, Tarbell N, Kooy H, et al. Stereotactic radiotherapy for pediatric and adult brain tumors: preliminary report. Int J Rad Oncol Biol Phys. 1994;30:531-539

50. Hirato M, Nakamura M, Inoue H, et al. Gamma knife radiosurgery for the

treatment of brainstem tumors.

Stereotact Funct Neurosurg.

1995;64(suppl):32-41

51. Mason WP, Goldman S, Yates AJ, Boyett J, Li H, Finlay JL. Survival following intensive chemotherapy with bone marrow reconstitution for children with recurrent intracranial

ependymoma-a report of the

Children’s Cancer Group. Journal of Neurooncology 1998;37:135-143 52. Grill J, Le Deley MC, Gambarelli D

et al. Postoperative chemotherapy without irradiation for ependymoma in children under 5 years of age: a multicenter trial of the French Society of Pediatric Oncology. Journal of

Clinical Oncology

2001;19:1288-1296

53. Merchant TE, Li C, Xiong X, Kun

LE, Boop FA, Sanford RA.

Conformal radiotherapy after surgery

for paediatric ependymoma: a

Gambar

Gambar 1 Head CT-scan terlihat massa tumor komponen solid-kistik pada fossa posterior menekan pons dengan pelebaran ventrikel IV
Gambar 2. Durante operasi, tampak tumor terletak diantara kedua serebellum dan telah dilakukan  reseksi total dari tumor
Gambar 5. Durante operasi
Gambar. a. Pembuluh darah dengan pseudorosette (HE,200X)    b. sel-sel tumor tersusun       dilatasi dan sebagian kongesti

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh karakteristik tempat penampungan air bersih yang dimiliki oleh setiap keluarga terhadap kejadian demam

Resusitasi jantung paru merupakan usaha yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti jantung

1) Kita harus yakin bahwa kita adalah bagian dari sebuah tim yang hebat. Kuatkan keyakinan kita bahwa kita dapat diterima dengan baik oleh orang lain. Perasaan takut ditolak,

LEISA atau Low External Input and Sustainable Agriculture (pemberian input rendah dari luar untuk pertanian berkelanjutan). Secara singkat LEISA dapat dijabarkan sebagai

No Nama Indonesia Nama Latin 115 Teki Cyperus rotundus. 116 Tembakau Nicotiana

Hasil penelitian menemukan bahwa: (1) Pelatihan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan CV Kedai Digital Yogyakarta sebesar (β) 0,637 (*p<0.05; p=0,019), dengan

Hasil ini tidak berbeda jauh dengan penelitian yang dilakukan oleh Arniputri dkk (2007) dengan metode distilasi uap (distilasi Stahl) yang menyebutkan bahwa minyak