• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Terhadap Kinerja Pegawai di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Terhadap Kinerja Pegawai di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu

faktor penting adalah sumber daya manusia. Hal ini karena sumber daya

manusialah yang menggerakkan dan mengatur kegiatan organisasi tersebut

dengan menghubungkan segenap tenaga, pikiran, bakat, dan kreativitas untuk

kelangsungan suatu organisasi. Oleh karena itu, untuk meraih keberhasilan yang

diharapkan organisasi, maka dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas,

sehingga tujuan organisasi tercapai.

Sumber daya manusia terdiri dari pemimpin dan pegawai. Pegawai

merupakan unsur terpenting dalam menentukan maju mundurnya suatu organisasi.

Sejalan dengan pendapat Hasibuan (2007:76), pegawai adalah salah satu unsur

organisasi yang paling dinamis, dengan demikian kedudukan manusia dalam

organisasi tidak dapat disamakan dengan unsur-unsur lain, sehingga didalam

pengelolaan pegawai seorang pemimpin harus benar-benar mampu mengelola

pegawai dengan baik agar pegawai memiliki kinerja yang baik, dengan harapan

apa yang menjadi tujuan organisasi akan tercapai.

Kemampuan pegawai tercermin dari kinerjanya. Kinerja sendiri adalah

tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Menurut Hasibuan

(2001:34), “kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam

(2)

kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”. Jika kinerja sumber daya

manusia baik, maka kinerja organisasi akan baik juga.

Kinerja yang baik adalah kinerja yang optimal. Untuk itu guna mencapai

kinerja pegawai yang optimal, diduga ada beberapa faktor yang mempengaruhi

kinerja pegawai, salah satunya adalah faktor eksternal yaitu kepemimpinan.

Kinerja pegawai merupakan salah satu modal bagi organisasi untuk mencapai

tujuannya. Menurut Mangkunegara (2006:9), ”kinerja pegawai adalah hasil kerja

secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya”. Sehingga kinerja pegawai adalah hal yang patut diperhatikan oleh

pemimpin organisasi baik pemerintahan maupun non pemerintahan, sebab

menurunnya kinerja dari pegawai dapat mempengaruhi kinerja organisasi secara

keseluruhan.

Kepemimpinan mempunyai peranan sentral dalam kehidupan organisasi.

Sebagai penggerak dalam organisasi, pemimpin adalah salah satu pemegang kunci

dalam pencapaian tujuan organisasi. Keberhasilan organisasi dalam mencapai

tujuannya tidak lepas dari kemampuan pemimpinnya dalam mengelola sumber

daya yang dimiliki oleh organisasi. Sumber daya tersebut termasuk pegawai yang

bekerja di organisasi tersebut. Menurut Hersey & Blanchard (1982:99),

“Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas seseorang atau

sekelompok orang untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu”. Faktor

kepemimpinan dapat memberikan pengaruh yang berarti terhadap kinerja pegawai

(3)

mengevaluasi berbagai keputusan yang harus dilaksanakan dalam organisasi

tersebut. Sebagaimana dituliskan Mangkunegara (2006:14) bahwa kepemimpinan

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang dalam

organisasi, yaitu dengan menggunakan gaya kepemimpinan yang tepat.

Thoha (2004:49) mendefenisikan gaya kepemimpinan merupakan norma

perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba

mempengaruhi orang lain seperti yang ia lihat. Salah satu gaya kepemimpinan

yang dapat meningkatkan kinerja pegawai dan dapat memberikan perubahan

dalam organisasi yaitu gaya kepemimpinan situasional yang dikembangkan oleh

Hersey dan Blanchard. Menurut Ivancevich dkk (2007:207) “gaya kepemimpinan

situasional merupakan gaya yang lebih menekankan pada pengikut dan tingkat

kematangan mereka”. Dengan kata lain gaya kepemimpinan situasional

merupakan gaya atau cara-cara kepemimpinan yang ditunjukkan oleh seorang

pemimpin untuk membimbing, melaksanakan, mengarahkan, mendorong

bawahan untuk mencapai tujuan dan mendayagunakan segala kemampuan secara

optimal dengan mengkombinasikan situasi yang ada berkenaan dengan perilaku

pemimpin dan bawahannya. Gaya kepemimpinan ini akan selalu berusaha

menyesuaikan dengan situasi dan kondisi organisasi, serta bersifat fleksibel dalam

menyesuaikan/beradaptasi dengan kematangan bawahan dan lingkungan kerjanya.

Hal ini sesuai dengan kondisi persaingan saat ini. Dalam era persaingan global

saat ini kondisi lingkungan selalu berubah sehingga agar dapat memenangkan

persaingan tersebut perusahaan harus dituntut untuk lebih adaptif terhadap

(4)

Penelitian terdahulu yang terkait pada gaya kepemimpinan situasional,

yaitu penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2010), dengan hasil penelitian

bahwa gaya kepemimpinan situasional dan kompensasi berpengaruh signifikan

terhadap kinerja karyawan di PT. BANK JATIM Cabang Jember.

Selain itu ada penelitian dari Susanti (2011), yang menyatakan bahwa

gaya kepemimpinan situasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kinerja karyawan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikasi lebih kecil dari nilai

taraf signifikasi 0,05. Kepemimpinan situasional mendasarkan pada perilaku

hubungan dan tugas, dimana seorang pemimpin yang efektif tidak saja

ditunjukkan pada jumlah kekuasaan yang dimiliki tapi ditunjukkan oleh perhatian

dan komitmen pertumbuhan bawahannya, sehingga dapat meningkatkan hasil

kerja yang lebih baik sehingga kinerjanya bisa lebih meningkat dan akan

meningkatkan kinerja perusahaan pula.

Pemilihan gaya kepemimpinan yang benar disertai dengan motivasi

eksternal yang tepat dapat mengarahkan pencapaian tujuan perseorangan maupun

tujuan birokrasi. Dengan gaya kepemimpinan atau teknik memotivasi yang tidak

tepat, tujuan birokrasi akan terganggu dan pegawai-pegawai dapat merasa kesal,

gelisah, konflik, dan tidak puas. Oleh karena gaya kepemimpinan adalah suatu

cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya. (Pasolong, 2008 : 36)

Badan Pertanahan Nasional (disingkat BPN) adalah lembaga pemerintah

nonkementrian di Indonesia yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada

Presiden dan dipimpin oleh Kepala Badan (Sesuai dengan Perpres No. 20 Tahun

(5)

pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya, BPN dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang agraria dan tata ruang.

Kantor Pertanahan Kota Medan merupakan unsur penyelenggaraan tugas

dan fungsi BPN di daerah Kota Medan Provinsi Sumatera Utara yang

melaksanakan tugas pemerintahan dibidang pertanahan. Tugas, fungsi, susunan

organisasi, dan tata kerja Kantor Pertanahan Kota Medan ditetapkan oleh Kepala

setelah mendapat persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang aparatur negara. Badan Pertanahan Nasional terdiri dari

beberapa bagian atau seksi yang memiliki tenaga kerja atau pegawai yang bekerja

langsung di bagian masing-masing sesuai dengan jabatan dan penempatan kerja

yang sudah ditetapkan.

Studi pendahuluan yang penulis lakukan di Kantor Pertanahan Kota

Medan pada tanggal 06 Oktober 2015, diketahui bahwa jumlah pegawai atau

tenaga kerja di Kantor Pertanahan Kota Medan sebanyak 120 pegawai dan 1

orang pemimpin/kepala kantor. Berkaitan dengan administrasi kepegawaian,

masih ada pegawai yang absen, kemudian pada jam kerja tidak berada di tempat

sementara tidak sedang melakukan kunjungan lapangan, akan tetapi hal ini dapat

diatasi dengan peraturan kepala kantor pertanahan kota Medan sesuai dengan

peraturan Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar

Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan dan peraturan Nomor 14 Tahun 2014 yang

(6)

sehingga akan memperlancar kinerja dengan efektif dan efisien. Sehingga gaya

kepemimpinan dirasakan dapat membantu dalam peningkatan kinerja pegawai

menjadi lebih optimal dalam melaksanakan pekerjaannya.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik dan

berkeinginan untuk melakukan suatu kajian ilmiah dengan judul “Pengaruh

Gaya Kepemimpinan Situasional Terhadap Kinerja Pegawai di Badan

Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka

rumusan masalah dari penelitian ini adalah: “Apakah gaya kepemimpinan

situasional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pegawai di Badan

Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan”.

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui gaya kemimpinan situasional di Badan Pertanahan

Nasional (BPN) Kota Medan.

2. Untuk mengetahui tingkat kinerja pegawai di Badan Pertanahan Nasional

(BPN) Kota Medan.

3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh gaya kepemimpinan situsional

terhadap kinerja pegawai di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota

(7)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini

adalah:

1. Secara Subjektif, penelitian ini merupakan usaha untuk meningkatkan

kemampuan berpikir melalui penulisan karya ilmiah dan untuk menerapkan

teori-teori yang telah diperoleh selama perkuliahan di Departemen Ilmu

Administrasi Negara FISIP Universitas Sumatera Utara.

2. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan bagi

pelengkap referensi maupun bahan perbandingan bagi mahasiswa yang

ingin mengadakan penelitian mengenai pengaruh gaya kepemimpinan

terhadap kinerja pegawai di masa yang akan datang.

3. Secara Praktis, bagi Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Medan,

penelitian ini diharapkan dapat mampu memberikan sumbangsih

pemikiran, informasi, dan saran dalam meningkatkan kinerja pegawai.

E. Kerangka Teori

Dengan adanya kerangka teori, maka memudahkan penulis dalam rangka

menyusun penelitian ini dimana kerangka teori digunakan untuk memberikan

landasan berpikir yang berguna untuk membantu penelitian dalam memecahkan

masalah. Kerangka teori dimaksudkan untuk memberi gambaran dan batasan

tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan penelitian yang akan

dilakukan. Dengan demikian penulisan dapat menggunakan teori-teori yang

(8)

1. Gaya Kepemimpinan Situasional

a. Pengertian Kepemimpinan

Kata kepemimpinan pada dasarnya berasal dari kata “pimpin” yang artinya

bimbing atau tuntun. Dari kata “pimpin” melahirkan kata kerja “memimpin” yang

artinya membimbing atau menuntun dan kata benda “pemimpin” yaitu orang yang

berfungsi memimpin, atau orang yang membimbing atau menuntun. Sedangkan

kepemimpinan yaitu kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain

dalam mencapai tujuan. (Pasolong, 2008:1)

Untuk lebih jelasnya berikut ini beberapa definisi yang dikemukakan oleh

para ahli tentang kepemimpinan, diantaranya adalah:

1. Menurut Malayu Hasibuan (2007:27), “Kepemimpinan adalah cara seorang

pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerjasama dan

bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi”.

2. Menurut Stoner (1996:161), “Kepemimpinan adalah proses mengarahkan

dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan dari anggota

kelompok.

3. Menurut Veithzal Rivai (2004:2), “Kepemimpinan adalah (leadership)

adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh kepada pengikut-

pengikutnya lewat proses komunikasi dalam upaya mencapai tujuan

organisasi”.

4. Menurut Hersey & Blanchard (1982:99), “Kepemimpinan adalah proses

mempengaruhi aktivitas seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai

(9)

5. Menurut Nawawi (2004:9), “Kepemimpinan adalah kemampuan atau

kecerdasan mendorong sejumlah orang (dua orang atau lebih) agar bekerja

sama dalam melaksanakan kegiatan–kegiatan yang terarah pada tujuan

bersama.

6. Sedangkan menurut Koontz, O’Donnel & Weihrich (1990:147),

“Kepemimpinan didefinisikan sebagai pengaruh, seni atau proses

mempengaruhi orang-orang sehingga mereka akan berusaha mencapai

tujuan kelompok dengan kemauan dan antusias”.

Dari beberapa definisi di atas, dapat dirumuskan bahwa kepemimpinan

adalah kemampuan seorang pemimpin dalam mempengaruhi orang lain atau

kelompok dalam situasi tertentu agar mereka dapat bekerja sama untuk mencapai

tujuan dan maksud tertentu. Jadi, dalam kenyataannya para pemimpin dapat

mempengaruhi moral dan kepuasan kerja, kualitas kehidupan kerja dan terutama

tingkat prestasi suatu organisasi. Untuk mencapai semua itu seorang pemimpin

harus mempunyai kemampuan dan keterampilan kepemimpinan dalam melakukan

pengarahan kepada bawahannya untuk mencapai tujuan suatu organisasi.

b. Teori-Teori Kepemimpinan

Kartono (1998:27) mengemukakan bahwa teori kepemimpinan adalah

penggeneralisasian satu seni perilaku pemimpin beserta konsep-konsep

kepemimpinannya, dengan menampilkan latar belakang historis kemunculan

pemimpin dan kepemimpinan. Menurut beberapa pendapat ahli dalam buku

(10)

diklasifikasikan menjadi 3, yaitu :

1. Teori Sifat

Teori ini berpandangan bahwa seseorang yang dilahirkan sebagai pemimpin

karena memiliki sifat-sifat sebagai pemimpin. Namun pandangan teori sifat

ini juga tidak memungkiri bahwa sifat-sifat kepemimpinan tidak seluruhnya

dilahirkan, tetapi dapat juga dicapai lewat suatu pendidikan dan pengalaman.

Teori ini mengajarkan bahwa pemimpin itu memerlukan serangkaian sifat-

sifat, ciri-ciri atau perangai tertentu yang bisa digunakan sehingga menjalin

keberhasilan pada setiap situasi.

2. Teori Perilaku

Teori perilaku dilandasi pemikiran, bahwa kepemimpinan merupakan

interaksi antara pemimpin dan pengikut, dan dalam interaksi tersebut

pengikutlah yang menganalisis dan mempersepsikan apakah menerima atau

menolak pengaruh dari pemimpinnya. Pendekatan perilaku menghasilkan

dua orientasi perilaku pemimpin yaitu Pemimpin yang berorientasi pada

tugas dan perilaku pemimpin yang berorientasi pada orang (pegawai).

Orientasi tugas adalah mengutamakan penyelesaian tugas, dan

menamppilkan gaya kepemimpinan otokratis. Sedangkan orientasi pada

orang mengutamakan penciptaan hubungan-hubungan manusiawi dan

menampilkan gaya kepemimpinan demokratis atau partisipatif.

3. Teori Situasional

Kepemimpinan ini berkembang sesuai pada situasi, keperluan, tugas,

(11)

ini hanya kepemimpinanlah yang mengetahui situasi dan keperluan

organisasilah yang dapat menjadi pemimpin yang efektif.

c. Tipe Kepemimpinan

Menurut Kartono (1998:69), ada beberapa tipe kepemimpinan yaitu

sebagai berikut :

1. Tipe Kharismatik

Jenis tipe ini adalah tipe kepemimpinan yang dianggap memiliki kekuatan

gaib, yang pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat

besar, karena ia mempunyai daya tarik yang luar biasa. Walaupun tipe ini

dalam memimpin bawahannya mendapat kedudukan sebagai pemimpin. Ia

tidak menggunakan kekayaan, kesehatan, dan lain sebagainya, sebagai

kharisma dirinya, tetapi ia sanggup memancarkan pengaruhnya dan daya

tarik yang dahsyat dari kepribadian pemimpin, sebab itu sampai sekarang

belum diketahui sebab musabab kemampuan dari pada tipe kharisma

kepemimpinan itu.

2. Tipe Paternalistis

Sifat kebapakan sangat menonjol dalam kepemimpinan ini, karena ia selalu

menganggap bawahannya sebagai manusia yang belum dewasa, bersikap

selalu melindungi bawahan, jarang memberikan kesempatan kepada

bawahan untuk mengambil keputusan sendiri dan berinisiatif sendiri, serta

(12)

3. Tipe Militeristis

Tipe militeristis bukanlah seorang pemimpin yang bijaksana atau ideal bagi

bawahan, karena tipe ini mempunyai sifat-sifat : sistem perintah atau

komando yang dipergunakan kepada bawahan, menginginkan kepatuhan

mutlak dari bawahan serta menghendaki adanya kerja keras dari bawahan.

4. Tipe Otokratis

Tipe ini adalah tipe penguasa absolut, dimana sangat bertentangan dengan

pemimpin yang dibutuhkan oleh perusahaan modern, karena hak azasi

manusia yang menjadi bawahan itu harus dijunjung dan dihormati.

5. Tipe Laissez Faire

Pada tipe kepemimpinan ini, pemimpin tidak berpartisipasi dalam kegiatan

kelompoknya dan membiarkan berbuat semaunya sendiri. Secara praktis

pemimpin ini tidak memimpin, dia hanya merupakan pemimpin simbol yang

tidak memiliki keterampilan teknis.

6. Tipe Populistis

Tipe kepemimpinan ini mampu mengembangkan solidaritas rakyat dan

berpegang teguh pada nilai masyarakat yang tradisional, kurang

mempercayai bantuan-bantuan serta dukungan-dukungan kekuatan asing,

dimana lebih mengutamakan nasionalisme.

7. Tipe Administratif

Tipe kepemimpinan ini mampu menyelenggarakan administrasi yang efektif.

Kepempinannya terdiri dari pribadi yang mampu menggerakkan dinamika

(13)

yang efisien untuk mendapatkan integritas bangsam pada khususnya dan

usaha-usaha pembangunan pada umumnya.

8. Tipe Demokratis

Kepemimpinan demokratis ini berorientasi pada manusia, dan memberikan

bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi

pekerjaan apada semua bawahan, dengan penekanan rasa tanggung jawab

internal (pada diri sendiri) dan bekerja sama yang baik.

Sedangkan Menurut P. Siagian (2003:27) menyatakan bahwa gaya

kepemimpinan pada dasarnya dikategorikan menjadi 5 (lima) tipe yakni:

1. Tipe Kepemimpinan Otokratik

Tipe kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan di tangan satu orang.

Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal. Kedudukan dan tugas anak

buah semata–mata hanya sebagai pelaksana keputusan, perintah, dan bahkan

kehendak pimpinan. Pimpinan memandang dirinya lebih dalam segala hal,

dibandingkan dengan bawahannya. Kemampuan bawahan selalu dipandang

rendah sehingga dianggap tidak mampu berbuat sesuatu tanpa diperintah.

2. Tipe Kepemimpinan Paternalistik

Pemimpin paternalistic menunjukkan kecenderungan-kecenderungan

bertindak sebagai berikut: Pengambilan keputusan, kecenderungannya

menggunakan cara mengambil keputusan sendiri dan kemudian berusaha

menjual keputusan itu kepada para bawahannya. Dengan menjual keputusan

itu diharapkan bahwa para bawahan akan mau menjalankan meskipun tidak

(14)

3. Tipe Kepemimpinan Kharismatik

Teori kepemimpinan belum dapat menjelaskan mengapa seseorang

dipandang sebagai pemimpin yang kharismatik, sedangkan yang lain tidak.

Artinya, belum dapat dijelaskan secara ilmiah faktor-faktor apa saja yang

menjadi seseorang memiliki kharisma tertentu.

4. Tipe Kepemimpinan Laissez-faire

Karakteristik yang paling kelihatan dari seorang pemimpin laissez-faire

terlihat pada gayanya yang santai dalam memimpin organisasi. Dalam hal

pengambilan keputusan, misalnya, seorang pemimpin ini akan

mendelegasikan tugas-tugasnya kepada bawahannya, dengan pengarahan

yang minimal atau bahkan sama sekali tanpa pengarahan sama sekali.

5. Tipe Kepemimpinan Demokratik

Pengambilan keputusan pemimpin demokratik pada tindakannya

mengikutsertakan para bawahannya dalam seluruh pengambilan keputusan.

Seorang pemimpin demokratik akan memilih model dan teknik pengambilan

keputusan tertentu yang memungkinkan para bawahannya ikut serta dalam

pengambilan keputusan.

d. Fungsi Kepemimpinan

Menurut P. Siagian (2003:46) terdapat 5 (lima) fungsi kepemimpinan,

yakni:

a. Fungsi Penentu Arah

(15)

semuanya pasti dibentuk dalam rangka mencapai suatu tujan tertentu. Tujuan

itu bisa bersifat jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek yang

harus dicapai dengan melalui kerja sama yang dipimpin oleh seorang

pemimpin. Keterbatasan sumber daya organisasi mengharuskan pemimpin

untuk mengelolanya dengan efektif, dengan kata lain arah yang hendak

dicapai oleh organisasi menuju tujuannya harus sedemikian rupa sehingga

mengoptimalkan pemanfaatan dari segala sarana dan prasaarana yang ada.

b. Fungsi Sebagai Juru Bicara

Fungsi ini mengharuskan seorang pemimpin berperan sebagai penghubung

antara organisasi dengan pihak-pihak luar yang berkepentingan seperti

pemilik saham, pemasok, penyalur, lembaga keuangan. Peran ini sangat

penting karena disadari bahwa tidak ada satupun organisasi yang dapat hidup

tanpa bantuan dari pihak lain.

c. Fungsi Sebagai Komunikator

Suatu komunikasi dapat dinyatakan berlangsung dengan efektif apabila

pesan yang ingin disampaikan oleh sumber pesan tersebut diterima dan

diartikan oleh sasaran komunikasi. Fungsi pemimpin sebagai komunikator

disini lebih ditekankan pada kemampuannya untuk mengkomunikasikan

sasaran-sasaran, strategi, dan tindakan yang harus dilakukan oleh bawahan.

d. Fungsi Sebagai Mediator

Konflik-konflik yang terjadi atau adanya perbedaan-perbedaan kepentingan

dalam organisasi menuntut kehadiran seorang pemimpin dalam

(16)

membayangkan bahwa tidak aka nada seorang pemimpin yang akan

membiarkan situasi demikian berlangsung dalam organisasi yang

dipimpinnya dan akan segera berusaha keras untuk menanggulanginya.

Sikap yang demikian pasti diambil oleh seorang pemimpin, sebab jika tidak

citranya sebagai seorang pemimpin akan rusak, kepercayaan terhadap

kepemimpinan akan merosot bahkan mungkin hilang. Jadi kemampuan

menjalankan fungsi kepemimpinan selaku mediator yang rasional, objektif

dan netral merupakan salah satu indicator efektifitas kepemimpinan

seseorang.

e. Fungsi Sebagai Integrator

Adanya pembagian tugas, sistem alokasi daya, dana dan tenaga, serta

diperlukannya spesialisasi pengetahuan dan keterampilan dapat

menimbulkan sikap, perilaku dan tindakan berkotak-kotak dan oleh

karenanya tidak boleh dibiarkan berlangsung terus-menerus. Dengan

perkataan lain diperlukan integrator terutama pada hirarki puncak organisasi.

Integrator itu adalah pimpinan. Setiap pemimpin. Terlepas dari hirarki

jabatannya dalam organisasi, sesungguhnya adalah integrator, hanya saja

cakupannya berbeda-beda. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam

hirarki kepemimpinan dalam organisasi, semakin penting pula makna

peranan tersebut.

Fungsi Kepemimpinan ialah memandu, menuntun, membimbing,

membangun, memberi atau membangunkan motivasi-motivasi kerja,

(17)

memberikan supervisi/pengawasan yang efisien, dan membawa para pengikutnya

kepada sasaran yang ingin dituju, sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan.

(Kartini Kartono, 1998:81)

e. Pengertian Gaya Kepemimpinan

Kata gaya berasal dari bahasa Inggris yaitu “Style” yang berarti mode

seseorang yang selalu nampak yang menjadi ciri khas orang tersebut. Gaya

merupakan kebiasaan yang melekat pada diri seseorang dalam melaksanakan

tugas-tugas kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan adalah cara atau norma

perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba

mempengaruhi orang lain seperti yang diamati. Pada dasarnya gaya kepemimpinan

atau style banyak berpengaruh terhadap keberhasilan seorang pemimpin dalam

mempengaruhi perilaku pengikut-pengikutnya. (Pasolong, 2008:37)

Menurut Stoner (1996:165), Gaya kepemimpinan adalah berbagai pola

tingkah laku yang disukai oleh pemimpin dalam proses mengarahkan dan

mempengaruhi pekerja. Stoner membagi dua gaya kepemimpinan yaitu: (1) Gaya

yang berorientasi pada tugas, yaitu mengawasi pegawai secara ketat untuk

memastikan tugas dilaksanakan dengan memuaskan. Pelaksanaan tugas lebih

ditekankan pada pertumbuhan pegawai atau kepuasan pribadi. (2) Gaya yang

berorientasi pada pegawai, hal ini lebih menekankan pada memotivasi ketimbang

mengendalikan bawahan. Gaya ini menjalin hubungan bersahabat, saling percaya,

dan saling menghargai dengan pegawai yang sering kali diizinkan untuk

(18)

Sedangkan menurut Thoha (2004:49), Gaya kepemimpinan adalah norma

perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba

mempengaruhi perilaku orang lain. Ermaya (1999:10), menyatakan bahwa gaya

kepemimpinan merupakan bagaimana cara mengendalikan bawahan untuk

melaksanakan sesuatu.

Variabel ini sangat penting karena gaya kepemimpinan mencerminkan apa

yang dilakukan oleh pemimpin dalam mempengaruhi pengikutnya untuk

merealisasi visinya. Gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan

seorang pemimpin, baik gaya yang tampak maupun yang tidak tampak oleh

bawahannya. Artinya, gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai

hasil kombinasi yang konsistensi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap yang

sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja

bawahannya (Veithzal Rivai, h.64).

Dari beberapa pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa gaya

kepemimpinan adalah suatu cara yang dipergunakan oleh seorang pemimpin

dalam mempengaruhi, mengarahkan, mendorong, dan mengendalikan bawahannya

dalam rangka pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efisien.

f. Kepemimpinan Situasional

Hersey & Blanchard (1995:180), mengatakan bahwa kepemimpinan

situasional dalam prakteknya tidak ada seorang pimpinan yang sangat konsisten

menggunakan satu gaya kepemimpinan tertentu terlepas dari situasi yang

(19)

kemampuannya “membaca” situasi yang dihadapinya dan menyesuaikan gayanya

dengan situasi tersebut sedemikian rupa sehingga ia efektif menjalankan fungsi-

fungsi kepemimpinannya.

Tjiptono (2000:162), menyatakan bahwa kepemimpinan situasional dikenal

pula sebagai kepemimpinan tidak tetap atau kontingensi. Asumsi yang digunakan

dalam teori ini adalah bahwa tidak ada satu pun gaya kepemimpinan yang tepat

bagi setiap pemimpin dalam segala kondisi. Karena itu gaya kepemimpinan

situasional akan menerapkan suatu gaya tertentu berdasarkan pertimbangan atas

faktor-faktor seperti pemimpin, pengikut, dan situasi dalam arti struktur tugas, peta

kekuasaan, dan dinamika kelompok. Pakar manajemen Follet dalam Tjiptono

(2000:163), mengatakan ketiga faktor tersebut merupakan variabel kritis yang

saling berhubungan dan berinteraksi. Pernyataan ini dikenal dengan istilah hukum

situasi.

Menurut Ivancevich dkk (2007:207), gaya kepemimpinan situasional

merupakan gaya yang lebih menekankan pada pengikut dan tingkat kematangan

mereka. Dengan kata lain gaya kepemimpinan situasional merupakan gaya atau

cara kepemimpinan yang ditunjukkan oleh seorang pemimpin untuk

membimbing, melaksanakan, mengarahkan, mendorong bawahan untuk mencapai

tujuan dan mendayagunakan segala kemampuan secara optimal dengan

mengkombinasikan situasi yang ada berkenaan dengan perilaku pemimpin dan

bawahannya.

Penelitian ini mengkaji kepemimpinan situasional yang dikemukakan oleh

(20)

memfokuskan pada perilaku pimpinan dalam hubungannya dengan pengikut

(ketua dan anggota). Lebih dari teori-teori sebelumnya, pendekatan ini

memfokuskan banyak perhatian pada karakteristik pegawai, maksudnya para

pegawai memiliki tingkat kesiapan yang berbeda-beda. Orang-orang yang

memiliki tingkat kesiapan rendah karena sedikitnya kemampuan atau pelatihan,

atau perasaan tidak aman sehingga membutuhkan gaya kepemimpinan yang

berbeda dengan orang-orang yang memiliki tingkat kesiapan tinggi.

Kepemimpinan situasional juga mendasarkan atas hubungan antara kadar

bimbingan dan arahan (perilaku tugas) yang diberikan pemimpin dan kadar

dukungan sosio-emosional (perilaku hubungan) yang disediakan pemimpin dalam

pelaksanaan tugas, fungsi atau tujuan tertentu. Konsep ini dikembangkan untuk

membantu orang-orang yang melakukan proses kepemimpinan, tanpa

mempersoalkan peranan mereka, agar lebih efektif dalam hubungan antara gaya

kepemimpinan yang efektif dengan level kematangan para pengikutnya, bagi para

pemimpin.

Konsep dasar dari gaya kepemimpinan situasional adalah kedewasaan atau

kematangan bawahan. Begitu tingkat kedewasaan dalam menyelesaikan tugas

meningkat, maka pemimpin harus mulai mengurangi orientasi pada tugas dan

mulai meningkatkan orientasi pada hubungan (atasan-bawahan) sampai bawahan

mencapai kedewasaan tingkat sedang. Begitu bawahan mulai bergerak tingkat

kedewasaannya dari tingkat sedang menuju dewasa, adalah tepat saatnya

pemimpin untuk mengurangi baik orientasi pada bawahan maupum orientasi pada

(21)

Dengan demikian bawahan tidak hanya dewasa tetapi juga dewasa secara

psikologi. Kepemimpinan situasi yang menggunakan konsep dasar kedewasaan

atau kematangan bawahan ini baru berarti apabila peranan pemimpin atau manajer

dalam memotivasi bawahan tidak diberikan kepada bawahan sesuai dengan

tingkat kedewasaannya. Setelah kedewasaan atau kematangan bawahan diketahui

dan gaya kepemimpinan dipahami, maka dapat diterapkan perilaku kepemimpinan

yang efektif dalam manajemen, yang terkenal dengan nama kepemimpinan

situasional.

Menurut teori situasional, seorang pemimpin dapat menggunakan satu dari

empat gaya kepemimpinan, berdasarkan kombinasi perilaku hubungan dan tugas:

1. Telling (memerintah)

Perilaku atau gaya kepemimpinan ini berorientasi pada tugas dan rendah pada

hubungan dengan anggota organisasi atau bawahan. Pemimpin merupakan

pusat kegiatan karena kesiapan dan kematangan bawahan rendah,

mengharuskan pemimpin menjelaskan peran setiap anggota organisasi atau

bawahan tentang apa, bagaimana, kapan dan dimana melaksanakan berbagai

tugasnya. Oleh karena itu perilaku atau gaya kepemimpinan ini akan efektif

di lingkungan/organisasi yang kesiapan dan kematangan anggotanya rendah,

dalam arti cenderung tidak memiliki kemampuan dan tidak mempunyai

kemauan untuk melaksanakan dan menyelesaikan tugas/pekerjaannya.

2. Selling (menjual/menawarkan)

Perilaku atau gaya kepemimpinan ini dilaksanakan dengan perilaku orientasi

(22)

dilakukan untuk mewujudkan kepemimpinan yang efektif sesuai dengan

situasi anggota organisasi sebagai bawahan yang masih rendah kesiapan dan

kematangannya. Kondisi ini ditunjukkan oleh anggota organisasi yang

kemampuan kerjanya belum memadai dan kadang-kadang berkemauan dalam

melaksanakan tugas-tugas. Dalam situasi anggota organisasi atau bawahan

seperti pemimpin harus berperan menawarkan tugas-tugas pada kemampuan

atau berkemauan dan harus memberikan pengarahan dalam bekerja.

3. Participating (mengikutsertakan/partisipasi)

Perilaku atau gaya kepemimpinan ini dilaksanakan dengan orientasi pada

tugas dan orientasi hubungan dengan anggota organisasi tinggi. Pada

dasarnya gaya kepemimpinan ini menunjukkan kesediaan atau kemampuan

pemimpin dalam mengikutsertakan atau mendayagunakan anggota organisasi

sebagai bawahan. Gaya kepemimpinan akan efektif apabila bawahan

memiliki kesiapan dan kematangan yang tinggi, namun mereka (bawahan)

masih kurang yakin akan kemampuan yang mereka miliki sehingga

membutuhkan sedikit bimbingan dari pimpinan.

4. Deligating (pendelegasian/wewenang)

Perilaku atau gaya kepemimpinan ini dilaksanakan dengan orientasi tugas

rendah dan hubungan dengan anggota sebagai bawahan rendah. Gaya atau

perilaku kepemimpinan ini akan efektif apabila anggota organisasi sebagai

(23)

a) Perilaku Tugas

Pengertian perilaku tugas menurut Hersey dan Blanchard sama dengan

arahan, sedangkan Fiedler mengemukakan struktur tugas adalah sejauh mana

kejelasan tugas dan orang yang bertanggung jawab melaksanakannya. Berikut ini

penjelasan Hersey dan Blanchard mengenai perilaku tugas adalah kadar upaya

pemimpin organisasi menetapkan anggota kelompok, menjelaskan aktivitas setiap

anggota serta kapan, dimana dan bagaimana cara menyelesaikannya dicirikan

dengan upaya untuk menetapkan pola organisasi, saluran komunikasi dan cara

penyelesaian pekerjaan secara rinci dan jelas.

Pendapat tersebut diatas menjelaskan bahwa perilaku tugas disini dapat

menentukan apa yang akan dikerjakan, untuk apa, biaya berapa, darimana, dengan

siapa mengerjakannya dan keseluruhannya ini disampaikan kepada karyawan.

Instrumen untuk mengukur perilaku tugas menurut Hersey dan Blanchard

(1995:191) didasarkan dalam lima dimensi perilaku ditunjukkan pada Tabel 1.1

Tabel 1.1. Indikator Perilaku Tugas

Dimensi Perilaku Tugas Indikator Indikator Perilaku Sejauh Mana Pemimpin

Penyusunan tujuan Menetapkan tujuan yang perlu dicapai

orang-orang

Pengorganisasian Mengorganisasikan situasi kerja bagi

orangorangnya

Menetapkan batas tujuan Menetapkan batas waktu bagi orang-

orangnya

Pengarahan Memberikan arahan spesifik

Pengendalian Menetapkan dan mensyaratkan adanya

laporan reguler tentang kemampuan pelaksanaan pekerjaan.

(24)

b) Perilaku Hubungan

Menurut Hersey dan Blanchard, perilaku hubungan adalah suatu perilaku

hubungan pimpinan dalam memberikan kesempatan kepada anggota untuk

membicarakan segala sesuatu yang berkenaan dengan tugas yang dilaksanakan

oleh bawahan. Sedang seberapa luas dan sempitnya kesempatan tersebut akan

menyangkut gaya yang akan dilakukan oleh pemimpin. Bahwa perilaku hubungan

adalah kadar upaya pemimpin membina hubungan pribadi diantara mereka sendiri

dan apa yang anggota kelompok mereka membuka lebar saluran komunikasi,

menyediakan dukungan sosio-emosional, psikologis dan kemudahan perilaku.

Instrumen untuk mengukur perilaku hubungan menurut Hersey dan

Blanchard (1995:191) didasarkan dalam lima dimensi perilaku ditunjukan dalam

Tabel 1.2

Tabel 1.2. Indikator Perilaku Hubungan

Dimensi Perilaku Hubungan Indikator Perilaku Sejauh Mana Pemimpin

Memberikan dukungan Memberikan dukungan dan mendorong

Mengkomunikasikan

Melibatkan orang-orang dalam diskusi yang bersifat “memberi dan menerima” tentang aktifitas kerja

Memudahkan interaksi Memudahkan interaksi diantara orang-

orangnya

Aktif menyimak Berusaha mencari dan menyimak pendapat

dan kerisauan orang-orangnya

Memberikan balikan Memberikan balikan tentang prestasi orang-

orangnya Sumber: Hersey dan Blanchard (1995:191)

Pengenalan kedua perilaku diatas sebagai suatu dimensi penting dari

perilaku pemimpin, telah dikenal sebagai suatu bagian yang penting dari kerja

(25)

secara mendalam tentang kepemimpinan situasional, perlu bagi kita

mempertemukan antara Gaya Kepemimpinan dengan Kematangan Pengikut

karena pada saat kita berusaha mempengaruhi orang lain, tugas kita adalah:

a. Mendiagnosa tingkat kesiapan bawahan dalam tugas-tugas tertentu.

b. Menunjukkan gaya kepemimpinan yang tepat untuk situasi tersebut.

Jadi intinya konsep dari perilaku tugas adalah terletak pada proses

komunikasi satu arah yaitu adanya petunjuk dari pimpinan yang perlu dilakukan

oleh anggotanya. Sedangkan perilaku hubungan adalah adanya penggunaan

komunikasi dua arah atau timbal balik antara pimpinan dengan anggota baik

dalam proses pengambilan keputusan/menentukan program dan pelaksanaannya.

2. Kinerja Pegawai

a. Pengertian Kinerja

Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance

(prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang).

Kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dihasilkan oleh seorang pegawai

diartikan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut Anwar Prabu

Mangkunegara (2011:67), Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas

yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan

tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Menurut Sedarmayanti (2011:260), Kinerja merupakan terjemahan dari

performance yang berarti hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen

(26)

ditunjukkan buktinya secara konkrit dan dapat diukur (dibandingkan dengan

standar yang telah ditentukan).

Menurut Dessler (2000:41), Kinerja merupakan prestasi kerja, yakni

perbandingan antara hasil kerja yang nyata dengan standar kerja yang ditetapkan.

Dengan demikian kinerja memfokuskan pada hasil kerjanya.

Menurut Prawirosentono (1999:2), mengatakan kinerja adalah hasil kerja

yang dapat dicapai oleh pegawai atau sekelompok pegawai dalam suatu organisasi,

sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing, dalam upaya

mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan

sesuai dengan moral dan etika.

Menurut Robbins (1989:439), bahwa kinerja adalah hasil evaluasi terhadap

pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai dibandingkan kriteria yang telah

ditetapkan sebelumnya.

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia disingkat LAN RI

(1999:3), merumuskan bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat

pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program, kebijakasanaan dalam

mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi. Konsep kinerja yang

dikemukakan LAN-RI lebih mengarahkan kepada acuan kinerja suatu organisasi

publik yang cukup relevan sesuai dengan strategi suatu organisasi yakni dengan

misi dan visi yang lain yang ingin dicapai.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat dikemukakan bahwa

kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai sesuai dengan

(27)

b. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan

(ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith

Davis (1964) dalam Mangkunegara (2011:67) yang merumuskan bahwa :

a) Human performance = Ability + Motivation

b) Motivation = Attitude + Situation

c) Ability = Knowledge + Skill

1. Faktor Kemampuan

Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan

potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pegawai

yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ = 110 – 120) dengan penddikan yang

memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan

sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan.

Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai

dengan keahliannya (the right man in the right place, the right man on the

right job).

2. Faktor Motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam

menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang

menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi

(tujuan kerja). Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong

diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal.

(28)

psikofisik (siap secara mental, fisik, tujuan, dan situasi). Artinya seorang

pegawai harus siap mental, maupun secara fisik, memahami tujuan utama,

dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan, dan

menciptakan situasi kerja.

Sedangkan menurut A. Dale Timple yang dikutip oleh Anwar Prabu

Mangkunegara (2006:15), faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor internal dan

faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat

seseorang. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan. Seperti perilaku, sikap, dan

tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim

organisasi.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi

kinerja dapat bersumber dari dalam individu pegawai maupun dari luar individu.

Tinggal bagaimana kebijakan organisasi mampu menyelaraskan antara faktor-

faktor tersebut.

c. Indikator Kinerja

Indikator kinerja (performance indicators) sering disamakan dengan

ukuran kinerja (performance measure), namun sebenarnya, meskipun keduanya

merupakan kriteria pengukuran kinerja, terdapat perbedaan makna. Indikator

kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang

sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja, sehingga bentuknya

(29)

mengacu pada penilaian kinerja secara langsung, sehingga bentuknya lebih

bersifat kuantitatif. Indikator kinerja dan ukuran kinerja ini sangat dibutuhkan

untuk menilai tingkat ketercapaian tujuan, sasaran, dan strategi (Mohammad

Mahsun, 2006:71).

Indikator kinerja pegawai yang dipakai di dalam penelitian ini adalah dari

pendapat yang dikemukakan James A. F. Stoner dan R.E. Freeman (dalam

Dharma, 2001:554). Indikator tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kuantitas kerja (quantity of work), yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam

suatu periode waktu yang ditentukan.

2. Kualitas kerja (quality of work), yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan

syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.

3. Kreativitas (creativeness), yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan

dan tindakan-tindakan yang dilakukan untuk menyelesaikan persoalan-

persoalan yang muncul.

4. Pengetahuan mengenai pekerjaan (knowledge of job), yaitu luasnya

pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya.

5. Kerjasama (cooperation), yaitu kesediaan untuk bekerjasama dengan orang

lain sesama anggota organisasi.

6. Inisiatif (initiative), yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru.

7. Ketergantungan (dependability), yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam

hal kehadiran dalam melaksanakan pekerjaan.

8. Kualitas pribadi (personal quality), yaitu menyangkut kepribadian,

(30)

Alasan digunakannya indikator ini adalah agar dapat disesuaikan dengan

objek yang diteliti dalam hal ini pegawai di Kantor Badan Pertanahan Nasional

Kota Medan.

F. Hipotesis

Menurut Sugiyono (2005:70) hipotesis adalah jawaban sementara terhadap

rumusan masalah penelitian dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.

Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori

yang relevan, belum berdasarkan fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui

pengumpulan data dan harus diuji kebenarannya melalui pengujian hipotesis.

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Hipotesis Nihil (Ho):

“Tidak ada pengaruh positif antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja

pegawai di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Medan”.

2. Hipotesis Alternatif (Ha):

“Ada pengaruh positif antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja

pegawai di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Medan”.

G. Definisi Konsep

Konsep menurut Singarimbun (2006:33) adalah merupakan defenisi yang

digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan atau kelompok

(31)

diharapkan dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu

istilah untuk beberapa kejadian (event) yang berkaitan satu dengan yang lainnya.

Maka berdasarkan judul yang dipilih oleh peneliti, yang menjadi konsep

dari penelitian ini adalah :

1. Gaya Kepemimpinan Situasional adalah suatu cara yang dipergunakan oleh

seorang pemimpin dalam mempengaruhi, mengarahkan, mendorong, dan

mengendalikan bawahannya sesuai dengan faktor kondisi/situasi, tugas,

angggota, organisasi dan variabel-variabel lingkungan kerja lainnya yang turut

berperan dalam penentuan pilihan gaya kepemimpinan yang paling tepat.

2. Kinerja Pegawai, adalah suatu hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai

sesuai dengan standar dan kriteria yang telah ditetapkan dalam kurun waktu

tertentu.

H. Definisi Operasional

Defenisi Operasional menurut Singarimbun (2006:46) adalah unsur

penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel

sehingga dengan pengukuran tersebut dapat diketahui indikator-indikator apa saja

untuk mendukung analisa dari variabel-variabel tersebut.

Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel bebas atau Independent Variable (X) yaitu variabel yang

mempengaruhi, dalam penelitian ini adalah Gaya Kepemimpinan Situasional,

yang menjadi indikator gaya kepemimpinan situasional yang diadopsi dari

(32)

a. Indikator untuk perilaku tugas dari pimpinan.

1) Penyusunan tugas

2) Pengorganisasian

3) Menetapkan batas tujuan

4) Pengarahan

5) Pengendalian

b. Indikator untuk perilaku hubungan dari pimpinan.

1) Memberikan dukungan

2) Mengkomunikasikan

3) Memudahkan interaksi

4) Aktif menyimak pendapat dan kerisauan bawahan

5) Memberikan balikan

2. Variabel terikat atau Dependent Variable (Y) yaitu variabel yang

dipengaruhi, dalam penelitian ini adalah Kinerja Pegawai, dengan indikator

sebagai berikut :

a. Kuantitas kerja (quantity of work), Yaitu jumlah kerja yang dilakukan

dalam suatu periode waktu yang ditentukan. Diukur dengan :

1) Jumlah Kerja

b. Kualitas kerja (quality of work), Yaitu kualitas kerja yang dicapai

berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya. Diukur dengan :

1) Kemampuan (skill)

(33)

c. Kreativitas (creativeness), Yaitu keaslian gagasan-gagasan yang

dimunculkan dan tindakan-tindakan yang dilakukan untuk menyelesaikan

persoalan-persoalan yang muncul. Diukur dengan :

1) Menghasilkan sesuatu yang beda

d. Pengetahuan mengenai pekerjaan (knowledge of job), Yaitu luasnya

pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya. Diukur dengan :

1) Pengetahuan

e. Kerjasama (cooperation), Yaitu kesediaan untuk bekerjasama dengan

orang lain sesama anggota organisasi. Diukur dengan :

1) Saling berpatisipasi satu sama lain

f. Inisiatif (initiative), Yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru.

Diukur dengan :

1) Memanfaatkan tugas secara efektif

g. Ketergantungan (dependability), Yaitu kesadaran dan dapat dipercaya

dalam hal kehadiran dalam melaksanakan pekerjaan. Diukur dengan :

1) Disiplin tepat waktu

h. Kualitas pribadi (personal quality), Yaitu menyangkut kepribadian,

kepemimpinan, keramahtamahan, dan integritas pribadi. Diukur dengan :

1) Kesadaran akan tugas yang dibebankan

(34)

I. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri

dari enam Bab, diantaranya adalah :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari uraian tentang Latar Belakang,

Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat

Penelitian, Kerangka Teori, Definisi Konsep, Definisi

Operasional, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang Bentuk Penelitian, Lokasi

Penelitian, Populasi dan Sampel Penelitian, Teknik

Pengumpulan Data, Teknik Penentuan Skor, dan Teknik

Analisa Data yang diterapkan dalam penelitian ini.

BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini memuat tentang gambaran umum atau

karakteristik lokasi penelitian.

BAB IV : PENYAJIAN HASIL PENELITIAN

Bab ini memuat penyajian data-data yang diperoleh

selama penelitian di lapangan atau berupa dokumen-

dokumen yang akan dianalisis.

BAB VI : ANALISA DAN INTERPRETASI DATA

Bab ini membuat pembahasan atau interpretasi dari data-

(35)

BAB VI : PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan dan saran yang diperoleh atas

Gambar

Tabel 1.1. Indikator Perilaku Tugas
Tabel 1.2. Indikator Perilaku Hubungan

Referensi

Dokumen terkait

Sari-sari makanan berubah menjadi energi panas, kemudian energi panas tubuh diubah menjadi energi gerak bagi tubuh kita.. Dengan energi gerak inilah tubuh kita

Sehingga solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan banjir terutama untuk daerah pemukiman padat atau yang mempunyai lahan resapan air hujan yang

Penelitian yang berjudul “Penerapan Sistem Informasi pendidikan CCTV berbasis Aplikasi Android dalam Pelaksanaan Supervisi Pembelajaran PAI di MA NU Mazro’atul Huda

Adapun yang menjadi kendala dalam peningkatan kualitas layanan referensi dalam memenuhi kebutuhan pemustaka di perpustakaan Daerah Kabupaten Sinjai yaitu terkendala

Dengan menggunakan Wireless Local Area Network, banyak memberikan kemudahan baik kepada user karena tidak harus repot menunggu administratur jaringan supaya pengguna dapat

[r]

Pada penulisan ilmiah ini, penulis mencoba membuat suatu desain web yang menyajikan informasi mengenai kota Jakarta, seperti : kebudayaan, sejarah, tempat wisata dan hiburan,

[r]