• Tidak ada hasil yang ditemukan

KALSIUM ALGINAT SEBAGAI PENDUKUNG AMOBILISASI L-ASPARAGINASE DARI BAWANG PUTIH (Allium sativum) | Kusumaningtias | Jurnal Kimia dan Pendidikan Kimia 8756 19111 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KALSIUM ALGINAT SEBAGAI PENDUKUNG AMOBILISASI L-ASPARAGINASE DARI BAWANG PUTIH (Allium sativum) | Kusumaningtias | Jurnal Kimia dan Pendidikan Kimia 8756 19111 1 PB"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

7

KALSIUM ALGINAT SEBAGAI PENDUKUNG AMOBILISASI

L-ASPARAGINASE DARI BAWANG PUTIH

(Allium sativum)

Nindy Kusumaningtias

*

, Nies Suci Mulyani dan Purbowatiningrum Ria

Sarjono

Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

*Keperluan korespondensi, telp: 081226283898, email: nindykusuma94@gmail.com

Received: July 22 , 2016 Accepted: August 15, 2016 Online Published: August 31, 2016

ABSTRAK

Enzim Asparaginase adalah enzim yang mampu menghidrolisis asam amino L-Asparagin menjadi L-Aspartat dan amonia. Dalam Industri makanan, L-asparagin merupakan salah satu asam amino yang mampu bereaksi dengan suatu gugus karbonil dalam bahan makanan yang dipanaskan. Reaksi tersebut berjalan melalui jalur reaksi Maillard membentuk senyawa akrilamida yang bersifat karsinogenik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan enzim Asparaginase serta memperoleh karakter suhu dan pH optimum L-Asparaginase dari bawang putih (Allium sativum) dalam bentuk enzim bebas maupun enzim amobil dengan pendukung kalsium alginat. Tahap pertama penelitian dimulai dari isolasi L-Asparaginase dari bawang putih dan pemurnian melalui pengendapan dengan amonium sulfat dan dialisis. Tahap kedua melakukan uji aktivitas spesifik dan karakterisasi L-Asparaginase dengan cara menghitung jumlah produk amonia yang terbentuk menggunakan pereaksi Nessler dan mengukur kadar protein total dengan metode Lowry. Tahap selanjutnya yaitu amobilisasi L-Asparaginase dalam matriks alginat dengan metode penjebakan. Tahap terakhir dari penelitian ini yaitu karakterisasi L-Asparaginase amobil. Hasil penelitian ini menunjukkan aktivitas spesifik tertinggi L-Asparaginase dari bawang putih ada pada fraksi 5 (80-100%) yaitu 1423,0248 U/mg protein. Kondisi optimum L-Asparaginase bebas yaitu pada suhu 37°C, pH 8,6. Enzim LAsparaginase dapat diamobil dalam matriks kalsium alginat dengan aktivitas spesifiik sebesar 1367,6741 U/mg protein yang diukur pada kondisi optimumnya yaitu pada suhu 42°C, pH 8,6.

Kata Kunci: Allium sativum, L-Asparaginase, Amobilisasi, Kalsium Alginat

ABSTRACT

Enzyme L-asparaginase hydrolizes L-asparagine into L-aspartate and ammonia. In the food industry L-asparagine in one of amino acid that is reactable with a carbonyl group in heated foodstuffs. The reaction comes through Maillard reactions to form carcinogenic compound, acrylamide. This study aims to obtain the enzyme L-Asparaginase from garlic (Allium sativum) as free enzymes and immobilized enzymes using calcium alginate supporters, and as well as its characterizations of temperature and pH optimum. This research was conducted into four steps. First step: isolation of L-Asparaginase from garlic and purification by precipitation with ammonium sulfate and dialysis. Second step: determination of specific activity of the purified L-Asparaginase based on ammonia product detected by Nessler reagent, protein concentration were measured using Lowry methods. The third step: immobilization of L-Asparaginase into the alginate matrix with trapping methods. The last step of this research is characterization of L-Asparaginase immobilized. The results showed that the highest specific activity of L-Asparaginase of garlic were found in fraction 5 (80-100%), 1423.0248 U/mg protein. Optimum condition of L-Asparaginase as free form is at a temperature of 37 °C and pH 8.6. That enzymes can be ammobilized into calcium alginate matrix and hahe spesifiik activities of 1367.6741 U/mg protein at a temperature of 42 ° C and pH 8.6.

(2)

PENDAHULUAN

Enzim L-Asparaginase (L-Asparagin

amidohidrolase, E.C.3.5.1.1) merupakan

enzim yang mampu mengkatalisis reaksi

hidrolisis Asparagin menjadi asam

L-Aspartat dan amonia [5]. Enzim

L-Asparaginase juga terbukti dapat

menurunkan kadar akrilamida di dalam

makanan. Enzim L-Asparaginase dapat

mencegah pembentukan akrilamida dengan

mengkonversi asam amino L-Asparagin

sebagai prekusornya menjadi bentuk asam

amino lain yaitu asam L-Aspartat yang

umum terdapat dalam makanan [1].

Akrilamida bersifat karsinogenik pada

manusia. Akrilamida dapat muncul pada

makanan apabila dipanaskan sebagai

konsekuensi terjadinya reaksi antara

L-Asparagin dan sumber karbonil melalui

reaksi Maillard [1]. Beberapa penelitian

membuktikan bahwa pre-treatment

menggunakan enzim L-Asparaginase

terhadap kentang dan dough efektif

mereduksi akrilamida tanpa merusak

penampilan dan rasa dari hasil akhir produk

makanan [3]. Efektivitas enzim

L-Asparaginase dalam mereduksi akrilamida

juga telah teruji dan dijadikan beberapa

paten yang berbeda dalam pengolahan

makanan seperti camilan, keripik, dough, dll

[4].

Selama ini, bawang putih (Allium

sativum) dimanfaatkan sebagai bumbu

penyedap makanan dan diekstrak kemudian

dikapsulkan sebagai suplemen untuk

memelihara kesehatan tubuh. Di sisi lain,

bawang putih juga mengandung enzim

L-Asparaginase [7]. Untuk itu, padapenelitian

ini digunakan bawang putih sebagai sumber

enzim L-Asparaginase. Penelitian yang

dilakukan Rizki dkk (2009) menunjukkan

bahwa bawang putih mengandung enzim

L-Asparaginase dengan aktivitas spesifik

sebesar 506,158 U/mg protein pada suhu

optimum 37°C, dan pH optimum 8,6.

Aktivitas spesifik ini dinilai cukup tinggi untuk

kemudian diteliti dan dilakukan amobilisasi

agar dapat dilakukan pemakaian secara

berulang.

Amobilisasi dilakukan dengan matriks

alginat karena sifatnya yang tidak beracun,

mekanisme kestabilan dan porositasnya

tinggi, memerlukan prosedur yang

sederhana untuk ammobilisasi, dan

harganya murah untuk diaplikasikan dalam

industri makanan atau farmasi [2].

Dari uraian diatas, penelitian ini

bertujuan untuk memperoleh enzim

L-Asparaginase baik bebas maupun amobil

dan memberikan informasi karakter enzim

L-Asparaginase bebas dan amobil dari

bawang putih pada matriks kalsium alginat.

METODE PENELITIAN

Bahan dan Alat

Bahan: Bawang putih, bufer

tris-hidroksimetil aminometan p.a., amonium

sulfat p.a., L-asparagin p.a., Trichloro

acetate (TCA) p.a., Bovine serum albumine

(BSA) p.a., Follin ciocalteau p.a., natrium

alginat, kalsium klorida p.a., barium klorida

p.a., akuades, natrium karbonat p.a., kalium

natrium tartrat p.a., tembaga sulfat p.a.,

reagen Nessler (kalium iodida dan raksa (II)

iodida).

Alat: Sentrifugasi (Centrific-228),

spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu),

(3)

neraca analitik (kern 870), magnetic stirer

(Quart), kulkas, membran selofan, kertas

saring, gunting, tali, botol semprot,

aluminium foil, plastic wrap, dan alat-alat

gelas untuk analisa.

Cara Kerja

1. Isolasi Enzim

Sampel penelitian berupa 250 g umbi

bawang putih Allium sativum yang ditumbuk

kemudian ditambahkan dengan 125 mL 0,2

M bufer tris-hidroksimetil aminometan pH

8,6 dan dihomogenkan. Homogenat yang

diperoleh selanjutnya di didiamkan 1-2 jam

pada suhu 5oC kemudian disaring dan

filtratnya disentrifugasi. Supernatan yang

diperoleh merupakan ekstrak kasar enzim

(EK).

2. Pemurnian Enzim

2.1 Fraksinasi Amonium Sulfat

Pengendapan dengan garam

amonium sulfat dilakukan untuk memurnikan

enzim (enzim kasar) dengan prinsip

pengendapan. Amonium sulfat ditimbang

sesuai fraksi yang dikehendaki 0-20% (dari

tabel fraksinasi) dimasukkan dalam gelas

beaker berisi ekstrak kasar sambil diaduk

dengan magnetic stirer dalam keadaan

dingin. Campuran didiamkan semalam

dalam keadaan dingin kemudian

disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm

selama 15 menit sehingga diperoleh

endapan dan filtrat untuk fraksi 0-20% (F1).

Endapan dipisahkan dan disuspensi dengan

0,2 M bufer Tris-hidroksimetil aminometan

pH 8,6. Endapan tersebut merupakan fraksi

0-20%. Filtrat diperlakukan sama dengan

diatas sehingga diperoleh fraksi-fraksi

protein dengan tingkat kejenuhan 20-40%,

40-60%, 60-80%, 80-100%.

2.2 Dialisis Enzim

Dialisis dilakukan dengan membran

selofan.Selofan yang telah berisi enzim

direndam dalam bufer tris-hidroksimetil

aminometan 0,002 M pH 8,6 dalam keadaan

dingin. Bufer diaduk dengan magnetic stirrer

dan dilakukan pengujian kandungan

amonium sulfatnya setiap 2 jam dengan

penambahan BaCl2. Dialisis dihentikan jika

hasil pengujian tidak lagi menghasilkan

endapan putih.

2.3 Penentuan Aktivitas Enzim

Larutan substrat 1 mL L-asparagin

ditambahkan dengan 0,05 mL enzim bebas

dan 2,5 bufer tris-hidroksimetil aminometan

0,2 M pH 8,6 diinkubasi pada suhu 37oC

selama 30 menit kemudian ditambahkan

larutan TCA 1,5 M sebanyak 1 mL dan

disentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm

selama 15 menit untuk memisahkan

endapan. Filtrat diambil sebanyak 0,5 mL

lalu ditambah 4 mL akuades dan 1 mL

pereaksi Nessler. Campuran ini kemudian

diukur absorbansinya pada panjang

gelombang optimum (402 nm) dengan

spektrofotometer UV-Vis. Aktivitas enzim

ditentukan secara regresi linier terhadap

kurva standar amonium sulfat.

2.4 Penentuan Kadar Protein dengan

Metode Lowry

Sebanyak 9,8 mL larutan Na2CO3

ditambah 0,1 mL larutan kalium natrium

tartrat dan 0,1 mL larutan CuSO4 kemudian

dikocok perlahan. Campuran ini kemudian

ditambahkan 0,1 mL larutan ekstrak kasar

atau enzim (F1, F2, F3, F4 dan F5) dan

diinkubasi selama 10 menit pada suhu

kamar. Campuran ini ditambahkan 1 mL

folin-ciocalteau kemudian diinkubasi kembali

(4)

tersebut selanjutnya diukur absorbansinya

menggunakan spektrofotometer UV-Vis

pada panjang gelombang optimum BSA

(726 nm). Kadar protein ditentukan secara

regresi linier terhadap kurva standar BSA.

3. Karakterisasi Enzim

3.2 Penentuan Suhu Optimum

Larutan substrat L-Asparagin 1 mL,

ditambah 0,05 mL enzim dan 2,5 mL bufer

tris-hidroksimetil aminometan 0,2 M pH 8,6

dan diinkubasi selama 30 menit dengan

variasi suhu (27, 32, 37, 42, 47)°C. Tahap

selanjutnya ditambahkan larutan TCA 1,5 M

sebanyak 1 mL. Campuran ini diambil

sebanyak 0,5 mL lalu ditambahkan 4 mL

akuades dan 1 mL pereaksi Nessler.

Larutan ini kemudian diukur absorbansinya

pada panjang gelombang optimum (402 nm)

dengan spektrometer UV-Vis.

3.3 Penentuan pH Optimum

Larutan substrat L-Asparagin 1 mL,

ditambah 0,05 mL enzim dan 2,5 mL bufer

tris-hidroksimetil aminometan 0,2 M dengan

variasi pH (8,2; 8,4; 8,6; 8,8; 9,0) dan

diinkubasi pada suhu 37°C selama 30 menit.

Campuran ini ditambahkan larutan TCA 1,5

M sebanyak 1 mL. Larutan tersebut diambil

sebanyak 0,5 mL lalu ditambahkan 4 mL

akuades dan 1 mL pereaksi Nessler.

Campuran ini kemudian diukur

absorbansinya pada panjang gelombang

optimum (402 nm) dengan spektrometer

UV-Vis.

3.4 Amobilisasi Enzim

Pembuatan larutan Natrium Alginat

3%. Natrium alginat dilarutkan dalam bufer

tris-hidroksimetil aminometan 0,2 M pH 8,6

dalam keadaan panas dan diaduk hingga

homogen. Suhu diturunkan menjadi 37°C,

natrium alginat ditambahkan 0,1 mL enzim

sambil diaduk hingga homogen. Penetesan

dilakukan menggunakan pipet tetes ke

dalam larutan CaCl2 0,2 M dingin kemudian

diinkubasi selama 2 jam. Manik-manik enzim

yang telah terbentuk disaring menggunakan

kertas saring untuk dipisahkan dari larutan

kalsium klorida lalu dicuci menggunakan

akuades sebanyak 3 kali. Larutan kalsium

klorida ini selanjutnya digunakan untuk

mengukur kadar protein teramobil.

4. Karakterisasi Enzim Amobil

4.1 Penentuan Suhu Optimum

Enzim amobil ditambah larutan

substrat L-Asparagin sebanyak 1 mL dan

2,5 mL bufer tris-hidroksimetil aminometan

0,2 M pH 8,6 dan diinkubasi selama 30

menit dengan variasi suhu (27, 32, 37, 42,

47)°C. Campuran ini ditambahkan larutan

TCA 1,5 M sebanyak 1 mL. Larutan tersebut

diambil sebanyak 0,5 mL lalu ditambahkan 4

mL akuades dan 1 mL pereaksi Nessler.

Campuran ini kemudian diukur

absorbansinya pada panjang gelombang

optimum (402 nm) dengan spektrometer

UV-Vis.

4.2 Penentuan pH optimum

Enzim amobil ditambah larutan

substrat L-Asparagin sebanyak 1 mL,

ditambah 0,05 mL enzim dan 2,5 mL bufer

tris-hidroksimetil aminometan 0,2 M dengan

variasi pH (8,2; 8,4; 8,6; 8,8; 9,0) dan

diinkubasi selama 30 menit pada suuhu

37°C. Campuran ini ditambahkan larutan

TCA 1,5 M sebanyak 1 mL. Selanjutnya

filtrat diambil sebanyak 0,5 mL lalu

ditambahkan 4 mL akuades dan 1 mL

pereaksi Nessler. Campuran ini kemudian

(5)

gelombang optimum (402 nm) dengan

spektrometer UV-Vis.

4.3 Penentuan Kadar Protein Enzim

Amobil

Filtrat hasil rendaman (CaCl2) dan

larutan hasil pencucian (akuades) enzim

amobil diukur kadar proteinnya dengan

metode Lowry. Sebanyak 9,8 mL larutan

Na2CO3 ditambah 0,1 mL larutan kalium

natrium tartrat dan 0,1 mL larutan CuSO4

dikocok perlahan. Campuran ini kemudian

ditambahkan 1 mL filtrat dan diinkubasi

selama 10 menit pada suhu kamar.

Sebanyak 1 mL folin-ciocalteau

ditambahkan pada campuran tersebut

secara cepat dan diinkubasi pada suhu

kamar selama 30 menit. Larutan tersebut

diukur absorbansinya pada panjang

gelombang optimum BSA (726 nm)

kemudian ditentukan kadar protein yang

terserap dilakukan dengan menghitung

selisih antara kadar protein enzim bebas

dengan kadar protein filtrat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Isolasi dan Purifikasi L-Asparaginase

dari Bawang Putih.

Isolasi L-Asparaginase dilakukan

secara mekanik yaitu dengan mengekstrak

bawang putih melalui pemecahan jaringan

bawang putih.

Ekstrak kasar enzim merupakan

campuran protein enzim dan protein non

enzim yang diperoleh dari proses ekstraksi

bawang putih. Untuk memperoleh enzim

L-Asparaginase dengan tingkat kemurnian

yang tinggi maka perlu dilakukan pemurnian

terhadap ekstrak kasar. Pemurnian yang

dilakukan adalah dengan pengendapan

protein menggunakan garam amonium

sulfat, sentrifugasi dan dialisis.

Ammonium sulfat lebih sering

digunakan karena memiliki beberapa

kelebihan dibandingkan garam-garam yang

lain, yaitu mempunyai kelarutan yang tinggi,

tidak mempengaruhi aktivitas enzim,

mempunyai daya pengendapan yang efektif,

mempunyai efek penstabil terhadap

kebanyakan enzim, dapat digunakan pada

berbagai pH dan harganya murah [8].

Hasil pemurnian yang diperoleh

berupa fraksi endapan protein dengan

berbagai tingkat kemurnian. Penambahan

garam pada konsentrasi tinggi akan

menurunkan kelarutan protein. Hal ini

dikarenakan adanya peningkatan muatan

listrik di sekitar protein yang akan menarik

molekul-molekul air dari protein. Interaksi

hidrofobik sesama molekul protein pada

suasana ionik tinggi akan menyebabkan

pengendapan protein, yang disebut salting

out. Protein yang hidrofobisitasnya tinggi

akan mengendap lebih dahulu, sedangkan

protein yang memiliki sedikit residu non

polar (lebih hidrofilik) akan tetap larut

meskipun pada konsentrasi garam yang

paling tinggi [8].

Pada tahap pemurnian selanjutnya,

dialisis dilakukan sebagai metode untuk

memisahkan partikel-partikel kecil dari

partikel-partikel yang lebih besar

menggunakan membran semipermeabel

berdasarkan prinsip difusi, yaitu

perpindahan molekul dari larutan

berkonsentrasi tinggi ke larutan

berkonsentrasi rendah.Enzim yang

merupakan molekul berukuran besar akan

tetap tertahan di dalam membran karena

(6)

selofan. Garam amonium sufat sebagai

molekul kecil akan bermigrasi keluar

membran sehingga enzim menjadi lebih

murni.

2. Uji Aktivitas Spesifik Enzim

L-Asparaginase.

Penentuan aktivitas spesifik ini

bertujuan untuk mengetahui kemurnian tiap

fraksi enzim. Enzim L-Asparaginase dalam

menghidrolisis substrat L-Asparagin

menghasilkan produk asam L-Aspartat dan

amonia. Aktivitas enzim L-Asparaginase

dapat diketahui dari total amonia yang

dihasilkan dari reaksi enzimatis melalui

metode Nessler.

Aktivitas spesifik enzim

L-Asparaginase dari bawang putih dapat

dilihat pada Gambar 1. Satu unit aktivitas

enzim L-Asparaginase didefinisikan sebagai

aktivitas enzim yang menghasilkan 1μmol

produk L-Aspartat maupun amonia per

satuan menit pada kondisi optimum.

Aktivitas spesifik enzim L-Asparaginase

ditentukan berdasarkan perhitungan unit

aktivitas enzim L-Asparaginase (Unit/mL)

per kadar protein enzim L-Asparaginase

(mg/mL protein).

Gambar 1 menunjukkan pada setiap fraksi

enzim memiliki aktivitas spesifik yang

berbeda. Pada fraksi 5 memiliki nilai

aktivitas spesifik tertinggi yaitu sebesar

1423,0248 U/mg protein. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa dalam fraksi 5 terdapat

enzim L-Asparaginase lebih banyak

dibandingkan dengan fraksi lainnya.

Pada fraksi 5 menunjukkan aktivitas spesifik

yang lebih besar dibandingkan dengan fraksi

protein sebelumnya. Hal ini menunjukkan

bahwa pada fraksi 5 banyak asam amino

penyusun protein enzim L-asparaginase

yang bersifat hidrofil, sehingga

membutuhkan garam amonium sulfat lebih

banyak untuk mengendapkannya.

Gambar 1. Grafik hubungan antara fraksi pemurnian enzim dan aktivitas spesifik enzim L-Asparaginase

3. Penentuan Karakter Optimum Enzim

Bebas

Karakterisasi L-Asparaginase ini

bertujuan untuk mengetahui kondisi

optimum dari L-Asparginase hasil isolasi.

Fraksi enzim yang dikarakterisasi

merupakan fraksi enzim yang memiliki

aktivitas spesifik tertinggi yaitu fraksi 5.

4. Suhu Optimum L-Asparaginase Bebas

Ditinjau dari struktur protein, suhu

berpengaruh terhadap kerenggangan dan

kerapatan ikatan pada struktur protein

enzim. Hasil penentuan suhu optimum

L-Asparaginase bebas dapat dilihat pada

Gambar 2.

Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat

bahwa suhu optimum dari L-Asparaginase

hasil isolasi adalah 37°C yang ditunjukkan

dengan meningkatnya aktivitas enzim. Pada

suhu optimum, konformasi dari struktur

protein enzim berada tepat untuk mengikat

substrat dalam membentuk produk sehingga

(7)

Gambar 2. Grafik hubungan antara suhu dan aktivitas spesifik enzim L-asparaginase.

Enzim merupakan protein yang tersusun

dari ribuan asam-asam amino dimana

protein dapat mengalami denaturasi pada

suhu tinggi. Kenaikan aktivitas enzim di

bawah suhu optimum disebabkan karena

kenaikan energi kinetika molekul-molekul

enzim yang bereaksi. Akan tetapi apabila

suhu tetap dinaikkan terus, energi kinetika

molekul-molekul enzim menjadi besar

sehingga memecahkan ikatan-ikatan

sekunder yang mempertahankan enzim

dalam bentuk aslinya, akibatnya struktur

sekunder dan tersier berubah sehingga

aktivitas enzim menurun.

5. pH Optimum L-Asparaginase Bebas

Struktur protein enzim salah satunya

dipengaruhi oleh pH [6]. Hasil penentuan pH

optimum ditunjukkan pada Gambar 3.

Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui

bahwa pH optimum enzim L-Asparaginase

dari bawang putih adalah 8,6. Pada pH

tersebut, enzim berada pada konformasi

struktur enzim 3 dimensi yang tepat untuk

mengikat substrat. Pada kondisi di luar pH

optimum, konformasi enzim mulai berubah

menyebabkan posisi substrat berada tidak

tepat pada sisi aktif enzim. Hal ini

menyebabkan proses katalisis tidak berjalan

optimal sehingga aktivitas enzim menurun

atau kurang optimal.

Gambar 3. Grafik hubungan antara pH

lingkungan enzim dan aktivitas

spesifik enzim L-Asparaginase

Dengan demikian perubahan pH

berpengaruh terhadap efektivitas sisi aktif

enzim dalam membentuk kompleks enzim

substrat.

6. Amobilisasi Enzim L-Asparaginase

dengan Pendukung Kalsium Alginat

Amobilisasi enzim merupakan suatu

proses dimana pergerakan molekul enzim

ditahan sedemikian rupa sehingga terbentuk

sistem enzim yang aktif dan tidak larut

dalam air. Hasil amobilisasi L-Asparaginase

pada matriks alginat yaitu berupa

manik-manik enzim amobil.

Aktivitas spesifik L-Asparaginase amobil

mengalami penurunan aktivitas spesifik

sebesar 4% jika dibandingkan dengan

aktivitas spesifik enzim bebas (aktivitas

spesifik enzim amobil 1367,6741 U/mg,

aktivitas spesifik enzim bebas 1423,0248

U/mg). Penurunan aktivitas enzim amobil

disebabkan adanya matriks yang

(8)

dengan enzim. Amobilisasi enzim dengan

metode penjebakan akan menyebabkan

penghambatan kerja enzim [9].

7. Penentuan Karakter Optimum

L-Asparaginase Amobil.

a. Penentuan Suhu Optimum

L-Asparaginase Amobil

Penentuan suhu optimum bertujuan

untuk mengetahui kondisi optimum enzim

setelah dilakukan amobil. Hasil penentuan

suhu optimum L-Asparaginase amobil dapat

dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik hubungan antara suhu dan aktivitas spesifik enzim L-Asparaginase amobil.

Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat

bahwa suhu optimum dari L-Asparaginase

amobil adalah 42°C. Suhu optimum pada

enzim amobil lebih tinggi dari enzim bebas

dikarenakan matriks kalsium alginat mampu

melindungi enzim L-Asparaginase amobil

terhadap panas sehingga enzim

L-Asparaginase mampu bertahan pada suhu

yang lebih tinggi dibandingkan dengan

enzim L-Asparaginase bebas. Hal tersebut

menunjukkan bahwa matriks kalsium alginat

mampu melindungi enzim L-Asparaginase

amobil terhadap peningkatan suhu sehingga

enzim L-Asparaginase amobil mampu

bertahan pada suhu yang lebih tinggi

dibandingkan dengan enzim L-Asparaginase

bebas.

b.

Penentuan

pH Optimum L-Asparaginase

Amobil.

Penentuan pH optimum perlu

dilakukan untuk mengetahui kondisi

optimum enzim dalam bereaksi dengan

substrat. Hasil karakterisasi pH optimum

dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5.Grafik hubungan antara pH

lingkungan dan aktivitas

spesifik enzim L-Asparaginase

amobil.

Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui

bahwa pH optimum L-Asparaginase amobil

dari bawang putih adalah pada pH 8,6.

Kondisi optimum dari enzim bebas dan

amobil adalah sama. Hal ini menunjukkan

bahwa penggunaan matriks alginat dalam

amobilisasi L-Asparaginase dari bawang

putih tidak menyebabkan perubahan muatan

sisi aktif enzim maupun struktur enzim

(9)

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal

sebagai berikut:

1. L-Asparaginase dapat diisolasi dari

bawang putih dengan aktivitas spesifik

tertinggi pada fraksi 5 (80-100%) yaitu

1423,0248 U/mg protein.

2. Kondisi optimum L-Asparaginase bebas

diperoleh pada suhu 37°C dan pH 8,6.

3. L-Asparaginase dapat diamobil pada

matriks kalsium alginat 3% dengan

penurunan aktivitas sebesar 4% dari

aktivitas L-Asparaginase bebas.

4. Kondisi optimum L-Asparaginase amobil

diperoleh pada suhu 42°C dan pH 8,6.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini sukses dan berjalan

dengan lancar berkat dukungan dari dosen

pembimbing, dosen lab. biokimia, dosen

jurusan kimia, laboran jurusan kimia, serta

teman-teman jurusan kimia angkatan 2011.

DAFTAR RUJUKAN

[1] Article of Journal: Anese, M., Quarta,

B., dan Frias, J.M., 2011, Modelling

Effect of Asparginase in Reducing

Acrylamide Formation in Biscuits Food

Chemistry, Ireland.

[2] Article of Journal: Bucke, C., 1987,

Industrial Use of Immobilized Enzyme

and Cells, In: Immobilized Microbial

Enzyme and Cells, Bangkok.

[3] Article of Journal: Ciesarová, Z., Kukurová, K., dan Benešová, C., 2010,

Enzymatic Elimination of Acrylamide in

Potato-Based Thermally Treated

Foods, Slovak Republic.

[4] Article of Journal: Corrigan, P.J., 2008,

Methods for Reducing Asparagine in a

Dough Food Component Using Water

Activity, Patent No

US20080166450-A1.

[5] Article of Journal: Lincoln, L., dan More,

S.S., 2014, Isolation and Production of

Clinical and Food Grade

L-Asparaginase Enzyme from

Fungi,India.

[6] Chapter of Book: Lehninger, A.L., 1982,

Principles of Biochemistry: 1st Edition,

Worth Pub, New York.

[7] Thesis: Rizki, R.A., 2009, Isolasi dan

Karakterisasi Enzim L-Asparaginase

dari Bawang Putih (Allium sativum),

Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan

Matematika, Universitas Diponegoro,

Semarang.

[8] Whole Book: Scopes, R.K., 1987,

Protein Purification, Priciple and

Practice, 2nd ed, Springer Verlag, New

York.

[9] Whole Book: Smith, J.E., 1990,

Biotechnology, Diterjemahkan oleh

Hartono, A., Penerbit Buku Kedokteran

Gambar

Gambar 1. Grafik hubungan antara fraksi
Gambar 2. Grafik hubungan antara suhu dan aktivitas spesifik enzim L-asparaginase.
Gambar 5.Grafik hubungan antara pH

Referensi

Dokumen terkait

Kabupaten Lombok Utara menyimpan potensi yang besar antara lain pada sektor-. sektor sebagai

Dalam pengalaman subyektif, penulis secara sadar mendapatkan rangsangan dari apa yang dilihat oleh penulis, berupa keindahan bentuk dan warna tanaman manggis yang

Jadi, memakai perbuatan melanggar hukum pada tanggung jawab pelaku usaha atas produknya yang merugikan konsumen menjadi saluran untuk menuntut ganti kerugian oleh

Sewaktu memandu terutamanya ketika di luar daerah, jika kenderaan anda terkandas dan keadaan memerlukan anda untuk bermalam sementara kerja pembaikian di jalankan, jika perlu

(2018) tingginya penambahan tepung ikan teri dalam formulasi biskuit, menghasilkan nilai rata-rata hedonik terhadap rasa semakin rendah; Pitunani, et al

Laporan tugas akhir dengan judul “ PARALEL INVERTER 1 FASA UNTUK MEMPERBAIKI KUALITAS KELUARAN “ diajukan untuk memenuhi sebagian dari persyaratan dalam memperoleh gelar

The scope of the study is limited to the group investigation method in mastering English vocabulary and business letter. The subject of the

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Pemenang Nomor : 800/10/PBJ-L3/PC/05/XI/2011 tanggal 02 November 2011 perihal Penetapan Pemenang Pekerjaan Pengadaan Container pada Dinas