• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lelang adalah cara penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lelang adalah cara penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang

Lelang adalah cara penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman lelang. Penjualan dimuka umum yaitu dengan cara mengundang orang-orang atau sebelumnya sudah diberitahu tentang adanya pelelangan kemudian diberi kesempatan kepada orang-orang tersebut untuk berlelang atau membeli untuk menawar harga, menyetujui harga serta mendaftarkan.1Lelang secara objektif dilaksanakan di muka umum dan hak serta kewajiban diantara peserta lelang adalah sama, serta penawaran yang khas di dalam lelang sehingga tercipta kompetisi harga yang optimal. Dasar hukum pelaksanaan lelang pada awalnya adalah Vendu Reglement selanjutnya disebut VR Stbl. 1908 Nomor 189 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Stbl 1930 Nomor 85. Didalam perkembangannya di masyarakat, lelang banyak digunakan di dalam perjanjian kredit perbankan dengan jaminan baik fidusia maupun hak tanggungan.2

Proses lelang yang dilakukan dengan cara penjualan dimuka umum, Folderman memberikan pengertian penjualan dimuka umum adalah alat untuk

1

Harahap M Yahya, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, (Jakarta : PT Gramedia, 1989) hal115.

2Sutardjo, Eksekusi Lelang Barang Jaminan Dan Masalah Yang Timbul Dalam Praktek

(2)

mengadakan perjanjian atau persetujuan yang paling menguntungkan untuk si penjual dengan cara menghimpun peminat. Syarat utamanya adalah menghimpun para peminat untuk mengadakan perjanjian jual beli yang paling menguntungkan si penjual.3

Lembaga lelang di Indonesia bukan hanya sebagai lembaga eksekusi pengadilan sebagaimana pandangan masyarakat umumnya di Indonesia, namun juga lembaga lelang melakukan pelelangan atas objek lelang di luar eksekusi sebagai salah satu cara penjualan barang selain penjualan yang biasa terjadi. Pada kenyataannya lelang yang dilakukan di luar barang eksekusi pengadilan atau yang disebut dengan lelang sukarela kurang dimanfaatkan oleh masyarakat, padahal dengan melakukan penjualan secara lelang ada beberapa manfaat yang akan dinikmati oleh masyarakat tersebut. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengakibatkan apa yang diharapkan pemerintah yaitu agar masyarakat memanfaatkan lembaga lelang kurang tercapai dan mengakibatkan kebaikan atau manfaat lelang tidak dapat pula dirasakan oleh masyarakat.4

Lelang memberikan beberapa manfaat atau kebaikan dibandingkan dengan penjualan yang lainnya yaitu : adil, cepat, aman, mewujudkan harga yang tinggi dan memberikan kepastian hukum. Keuntungan lain yang didapat melalui lelang yaitu dengan sistem lelang maka pembeli lelang seringkali mendapatkan harga lebih murah

3

Rohmat Soemitro, Peraturan dan Instruksi Lelang, (Bandung : Eressco, 2003), hal 106.

4S. Mantayborbir dan V.J. Mantayborbir, Hukum Perbankan dan Sistem Hukum Piutang dan

(3)

dari harga pasaran.5Pada saat lelang dilaksanakan maka acara lelang menjadi tanggung jawab pejabat lelang (vendu meester) sebagaimana dimaksud dalam VR yaitu orang khusus diberi wewenang oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Syarat-syarat untuk dapat melakukan penjualan di muka umum yaitu :

1) Penjualan di muka umum harus selengkap mungkin 2) Ada kehendak untuk mengikatkan diri

3) Bahwa pihak lainnya (pembeli) yang akan mengadakan/melakukan perjanjian tidak dapat ditunjuk sebelumnya, dengan perkataan lain belum ada pelanggaran aturan lelang jika hanya memberikan kesempatan kepada khalayak ramai untuk melakukan penawaran.6

Unsur pokok pengertian lelang pada prinsipnya meliputi antara lain : a) Saat dan tempat tertentu

b) Dilakukan di depan umum dengan mengumpulkan peminat melalui cara pengumuman

c) Dilaksanakan dengan cara penawaran yang khusus yaitu tertulis dan atau lisan d) Penawaran tertinggi dinyatakan pemenang.7

Pada dasarnya lelang merupakan perjanjian jual beli, dimana untuk sahnya suatu jual beli harus memenuhi syarat sesuai ketentuan yang terdapat didalam pasal 1320 Ketentuan Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata yaitu :

1) Sepakat mereka yang mengikatkan diri 2) Kecakapan mereka yang mengikatkan diri 3) Suatu hal tertentu

4) Suatu sebab yang halal

5Muhammad Candra Noor Fajri, Perlindungan Hukum Terhadap Pemenang Lelang,

(Yogyakarta : Fakultas Hukum UGM, 2007), hal 46.

6

Firman Septianto, Hukum Lelang, Pelaksanaan dan Dasar Hukumnya, (Jakarta : Prenada Media, 2006), hal 15.

(4)

Meskipun lelang termasuk dalam perjanjian jual beli akan tetapi dilakukan dengan cara khusus seperti yang disebutkan dalam pengertian lelang pada pasal 1 VR dimana para pihak adalah penjual, pembeli serta harus dilakukan dihadapan pejabat lelang.

Berdasarkan pasal 2 Surat Keputusan Menteri Keuangan selanjutnya disebut Kepmenkeu Nomor 306/KMK.01/2002 Tentang Balai Lelang menyatakan bahwa balai lelang dapat didirikan oleh swasta nasional, asing atau patungan dalam bentuk perorangan atau badan hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk usaha balai lelang. Kantor lelang baik dalam bentuk lembaga pemerintahan (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang selanjutnya disebut KPKLN) maupun balai lelang dalam bentuk perorangan ataupun badan hukum membutuhkan jaminan hukum atau kepastian yang dapat menimbulkan rasa kepercayaan atas keberadaan kantor lelang tersebut.8

Kepastian hukum yang menimbulkan kepercayaan masyarakat terhadap pelelangan yang terjadi atas pelelangan baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak yang didukung dengan kepastian mengenai pihak-pihak yang terkait dalam pelelangan dan hak serta kewajiban dari pihak-pihak tersebut antara lain pejabat lelang yang merupakan orang khusus diberi wewenang oleh Menteri Keuangan selanjutnya disebut Menkeu, untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Notaris juga merupakan

8Rudianto Halim, Pelaksanaan Lelang dan Permasalahan Hukumnya di Indonesia, (Bandung

(5)

salah satu jabatan yang khusus diberi wewenang sebagai pejabat lelang kelas II oleh Menkeu sehingga seorang Notaris harus mengetahui dengan jelas mengenai hak dan kewajibannya sebagai pejabat lelang yang berkedudukan baik di kantor pejabat lelang kelas II maupun di balai lelang perorangan atau balai lelang berbentuk badan hukum.9 Pelaksanaan lelang di kota Batam umumnya dilaksanakan oleh KPKNL, antara lain barang-barang bergerak dan tidak bergerak yang merupakan jaminan hutang dari nasabah perbankan yang diikat dengan jaminan fidusia maupun hak tanggungan. Jaminan hutang dari nasabah kepada bank dapat dilaksanakan serta dieksekusi dengan cara pelelangan baik berupa tanah dan bangunan yang memiliki sertifikat ataupun mobil, sepeda motor, alat-alat berat seperti dum truck, beko, stom wales atau alat-alat berat lainnya.10Pada prakteknya masyarakat Batam lebih antusias untuk mengikuti pelaksanaan lelang eksekusi hak tangggunan, hal ini didorong karena tingginya kebutuhan akan rumah tinggal di kota Batam.11

Pelaksanaan lelang atas jaminan hutang baik jaminan fidusia maupun hak tanggungan tidak terlepas dari peranan bank sebagai kreditur, sehingga bank merupakan pihak yang sangat memerlukan pelayanan KPKNL baik dari tahap pelelangan maupun sampai proses eksekusi. Bank lebih memilih prosedur lelang melalui KPKNL karena mendapatkan banyak keuntungan, selain banyaknya peminat lelang yang dapat dikumpulkan dalam satu waktu juga harga yang dihasilkan sangat

9

Ratna Cahyanti Kurnia, Risalah Lelang, (Jakarta : Prenada Media, 2009), hal 28.

10

Ida Noviyanti, Administrasi Lelang, (Bandung : Eressco, 2009), hal 60.

11Berita DKJN, Gebyar Lelang Properti,

(6)

kompetetif dan proses pelaksanaannya mudah dimengerti oleh pembeli lelang.12Bank umumnya menjadi mitra KPKNL Batam. Sedangkan untuk instansi non perbankan, KPKNL juga melayani pelaksanaan lelang untuk barang-barang bergerak maupun tidak bergerak milik Badan Usaha Milik Negara selanjutnya disebut BUMN, dan instansi pemerintah diantaranya PT Telkomsel, PLN serta juga instansi swasta seperti PT Sucofindo Batam maupun juga perusahaan swasta lainnya yang ada di kota Batam.

Proses pemberian kredit melalui bank baik kepada perorangan maupun badan hukum dengan jaminan hak tanggungan, dapat menimbulkan kemungkinan dimana debitur tidak dapat melaksanakan kewajibannya seperti yang disepakati dalam perjanjian kredit.13 Hak tanggungan adalah jaminan atas tanah untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditor-kreditor lain.14Salah satu kelebihan dari sertifikat hak tanggungan adalah adanya hak yang diberikan oleh undang-undang kepada pemegang hak tanggungan berupa hak eksekutorial yang memiliki kekuatan hukum tetap sama halnya dengan putusan pengadilan.15Selain melalui cara eksekutorial, eksekusi hak tanggungan dapat dilakukan dengan parate executie berdasarkan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. Ketentuan ini memberikan kepastian bagi perbankan apabila nasabah debitur cidera janji, dengan memberikan kemungkinan dan kemudahan untuk pelaksanaan parate

12Ibid

13Ita Suciati dan Bambang Winarno, Perlindungan Hukum Bagi Pemenang Lelang Eksekusi

Hak Tanggungan Atas Penguasaan Obyek Lelang, (Jurnal Hukum : FH Universitas Brawijaya) , hal 2.

14

C.S.T. Kansil, Pokok-Pokok Hukum Hak Tanggungan Atas Tanah, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1970), hal 7.

(7)

executie yang diatur dalam Pasal 224 HIR dan Pasal 258 RBG. Bank selaku kreditur dapat menjual lelang atas barang tidak bergerak yang dijadikan agunan ketika debitur wanprestasi

Lelang yang dilakukan oleh para pihak yang terkait dalam jaminan hak tanggungan akan menimbulkan akibat hukum yaitu peralihan hak.

Menurut Boedi Harsono bahwa peralihan hak atas tanah dibedakan menjadi 2 (dua) hal yaitu: peralihan hak atas tanah karena pewarisan tanpa wasiat serta peralihan hak atas tanah karena pemindahan hak. Salah satu bentuk pemindahan haknya bisa melalui proses jual beli, karena perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah yang bersangkutan sengaja dialihkan kepada pihak lain.16

Peralihan hak atas tanah melalui lelang merupakan perbuatan hukum yang sah selama memenuhi syarat yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan ketentuan Pasal 41 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, bahwa peralihan hak melalui pemindahan hak dengan lelang hanya dapat didaftar jika dibuktikan dengan kutipan risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang. Namun dalam peralihan hak tersebut dapat menimbulkan permasalahan baru, seperti obyek lelang yang tidak dapat dikuasai oleh pemenang lelang/pembeli, serta pembatalan lelang karena putusan Pengadilan Negeri. Untuk itu perlu adanya perlindungan hukum terhadap pembeli/pemenang lelang atas jaminan lelang dengan hak tanggungan.

Satu kasus yang terkait dengan perlindungan hukum bagi pemenang/pembeli lelang atas hak tanggungan akan dianalisis pada kasus berdasarkan putusan Mahkamah Agung

16Boedi Harsono , Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok

(8)

Nomor 2839 K/Pdt/2003 di kota Batam, dimana dalam kasus tersebut tergugat IV adalah Kepala KantorKPKNL Batam dengan penggugat YKL dan IA, juga PT.LS, PT.BJP, PT.IJP sebagai tergugat I,II,III serta AA, pemenang lelang sebagai tergugat V. Kasus ini bermula ketika YKL membeli 3 unit rumah dari PT. IJP. Sebelum perjanjian jual beli yang dilakukan dengan PT. IJP, YKL tidak mengenal atau pernah terlibat kasus hukum dengan PT.LS maupun PT.BJP Kemudian YKL mengalihkan kepemilikan 2 (dua) unit bangunan rumah tersebut kepada IT namun sertifikat tanah dan bangunan atas peralihan hak belum diselesaikan yang kemudian IT menjualnya kepada IA.

Dilain perkara sebelumnya pada tahun 1996, PT.LS menggugat PT. BJP dan PT IJP atas kasus hutang dimana 3 unit rumah sengketa dijadikan sebagai jaminan hutang. Pada waktu terjadinya perjanjian hutang piutang antara PT.BJP dengan PT.LS, PT IJP sebagai penjamin atas hutang PT. BJP dan menjaminkan rumah sengketa. PT.LS tidak mengetahui sebelumnya telah terjadi jual beli antara PT. IJP dengan YKL. Hal ini dibuktikan dengan sertifikat rumah sengketa masih atas nama PT IJP yang mana PT IJP menjaminkan rumah sengketa tersebut sebagai jaminan hak tanggungan atas hutang yang diterima oleh PT. BJP kepada PT.LS yang kemudian menguggat PT. BJP dan PT IJP atas hutang yang tertunggak dan perkara tersebut dimenangkan oleh PT. LS

YKL dan IA yang mengetahui bahwa rumah sengketa akan dilelang melalui harian surat kabar telah menyampaikan permohonan kepada Pengadilan Negeri Batam untuk membatalkan eksekusi dan eksekusi sempat tertunda selama satu tahun namun akhirnya PT. LS meminta Pengadilan Negeri Batam untuk mengeksekusi 3

(9)

unit rumah sengketa dan menyerahkan kepada KPKNL untuk melakukan proses lelang guna pembayaran hutang PT. BJP kepada PT.LS yang kemudian rumah tersebut dimenangkan oleh AA melalui risalah lelang yang dikeluarkan oleh KPKNL Batam dengan nomor 33/2001 tertanggal 16 April 2001 namun dalam kasus ini turut menjadi tergugat. Kasus ini sangat menarik untuk diteliti karena lelang yang telah dilaksanakan oleh KPKLNL digugat oleh pihak ketiga sebagai pemilik obyek lelang dan risalah lelang yang telah dikeluarkan dinyatakan tidak sah oleh pengadilan. KPKNL sebagai instansi yang menyelenggarakan proses pelelangan serta yang mengeluarkan risalah lelang yang merupakan seharusnya dapat menjamin adanya kepastian hukum atas risalah lelang melalui proses lelang namun menjadi pihak tergugat dan pemenang lelang yang pada hakekatnya memiliki itikad baik namun juga turut tergugat.

Pada dasarnya, sejak seorang peserta mengajukan penawaran dengan rela dan kehendak sendiri, ia telah mengikat diri dan bersedia memenuhi kewajiban sebagai pembeli. Dengan demikian pemenang lelang yang dinyatakan dan disahkan sebagai pembeli oleh Pejabat Lelang wajib melunasi pembayaran harga sebesar penawaran yang diajukan, sedangkan pihak penjual wajib menyerahkan barang lelang kepada pemenang lelang. Oleh karenanya, sebagai pihak yang telah dinyatakan sebagai pemenang dalam suatu lelang seharusnya hak-hak yang timbul karenanya harus dipenuhi dan dijamin oleh instansi yang terkait yaitu Kantor Lelang Negara atau dalam hal ini KPKLN, namun apabila KPKLN juga sebagai pihak yang tergugat tentunya hal ini akan menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat khususnya bagi

(10)

masyarakat yang ingin melakukan jual beli dalam proses lelang. Pada masyarakat akan timbul pertanyaan bagaimana KPKLN dapat memberikan perlindungan hukum bagi pemenang lelang jika KPKLN sendiri menjadi pihak yang digugat.

Perlindungan hukum terhadap pemenang lelang/pembeli lelang yang artinya bahwa adanya kepastian hukum atas hak pemenang lelang terhadap barang yang dibelinya melalui proses lelang. Memiliki barang dan hak kebendaan atas barang yang dibelinya melalui proses lelang serta dapat menguasai obyek lelang yang telah dimilikinya secara yuridis maupun secara materiil. Apabila terjadi gugatan, seharusnya pemenang lelang tidak turut karena ia sebagai pembeli beritikad baik, jika diketahui tidak beritikad baik sudah tentu akan menjadi tergugat seperti uraian singkat mengenai kasus yang telah dipaparkan. Hal inilah yang akan dikaji mengenai perlindungan hukum bagi pemenang lelang eksekusi hak tanggungan atas penguasaan obyek lelang ditinjau dari hukum positif Indonesia, serta dasar pertimbangan hakim dalam memutus sengketa terkait lelang eksekusi hak tanggungan. Untuk lebih rinci dalam hal menganalisa kasus yang telah disampaikan maka penelitian ini mengambil judul : “Perlindungan Hukum Terhadap Pemenang Lelang Atas Barang Yang Digugat Oleh Pihak Ketiga, Studi Kasus : Putusan MA Nomor 2839 K/Pdt/2003”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan pada latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana prosedur lelang eksekusi yang dilaksanakan oleh KPKNL Batam sehingga terjadi lelang atas barang milik orang lain ?

(11)

2. Bagaimana upaya peserta lelang untuk melindungi diri dari membeli barang milik orang lain dalam lelang eksekusi jaminan hak tanggungan?

3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pemenang lelang atas barang lelang eksekusi jaminan hak tanggungan apabila ada gugatan dari pihak ketiga ?

C. Tujuan Penelitian

Merujuk pada pokok permasalahan dalam penelitian ini maka dapat disampaikan untuk tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui prosedur lelang eksekusi yang dilaksanakan oleh KPKNL Batam yang mengakibatkan terjadinya lelang atas barang milik orang lain.

2. Untuk mengetahui upaya yang dapat dilakukan oleh peserta lelang guna melindungi diri dari membeli barang milik orang lain dalam lelang eksekusi jaminan hak tanggungan.

3. Untuk menganalisa perlindungan hukum terhadap pemenang lelang atas barang lelang eksekusi jaminan hak tanggungan apabila ada gugatan dari pihak ketiga.

D. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian yang dilakukan maka diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis :

1. Secara teroritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa sumbangsih pemikiran bagi perkembangan hukum lelang pada umumnya mengenai tata cara prosedur pelaksanaan lelang eksekusi jaminan hak

(12)

tanggungan pada khususnya, juga dalam hal hambatan-hambatan yang membahas mengenai perlindungan hukum bagi pemenang lelang eksekusi hak tanggungan serta mengenai perlindungan hukum bagi pemenang lelang.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada masyarakat khususnya di kota batam, maupun bagi pihak-pihak yang terkait mengenai hukum lelang pada umumnya.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran serta pengecekan baik di Magister Kenotariatan maupun di Perpustakaan Magister Ilmu Hukum yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan menunjukkan bahwa penelitian dengan judul ini belum pernah dilakukan.Tetapi ada beberapa judul yang ada kaitannya dengan topik yang dibahas pada penelitian ini, diantaranya adalah :

1. Lamria Sianturi/ MKn (037011044), judul penelitian : ”Pelaksanaan Lelang Eksekusi Kejaksaan (Studi pada KPKLN Medan)”. Permasalahan yang dibahas yaitu :

a. Apa yang dimaksud dengan eksekusi kejaksaan yang mengakibatkan terjadinya lelang?

b. Hambatan apa saja yang sering terjadi dalam pelaksanaan lelang eksekusi kejaksaan pada KPKLN Medan?

c. Upaya-upaya apa saja yang dilakukan KPKLN Medan untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut?

2. Nevayanti/MKn (077011052), judul penelitian : ”Peranan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Dalam Penanganan Piutang Negara

(13)

Macet Sebelum dan Sesudah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006”. Permasalahan yang dibahas yaitu :

a. Bagaimanakah kedudukan hukum KPKNL Medan dalam menangani kredit macet bank BUMN berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006?

b. Bagaimana akibat hukum keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 terhadap pengurusan piutang negara?

c. Bagaimana hambatan-hambatan yan dihadapi dalam pelaksanaan penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 dalam hal pengurusan piutang negara?

Berbeda dengan penelitian yang telah disebutkan sebelumnya, dalam penelitian ini lebih berfokus kepada permasalahan mengenai gugatan terhadap pemenang lelang yang diselaraskan dengan menganalisa kasus Putusan MA Nomor 2839 K/Pdt/2003 yang terjadi di kota Batam.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Melakukan suatu penelitian sangat dibutuhkan teori sebagai pemandu untuk dijadikan sebagai bahan untuk memperjelas dan mempertajam permasalahan yang diteliti.17Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik

17Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D(Bandung: Alfabeta, 2011),

(14)

atau proses tertentu terjadi.18Kerangka teori dapat dijadikan sebagai bahan masukan eksternal bagi peneliti yang berfungsi sebagai kerangka pemikiran atau buku-buku pendapat. Tesis mengenai suatu kasus ataupun permasalahan yang dijadikan sebagai perbandingan, pegangan teoritis apakah disetujui atau tidak dengan pegangan teori19.

Teori berfungsi sebagai pisau analisis dalam penelitian dan teori merupakan suatu penjelasan yang bersifat rasional serta harus sesuai dengan obyek yang dipermasalahkan dan harus didukung dengan adanya fakta atas permasalahan yang diteliti agar dapat diuji kebenarannya.20Dengan pedoman tersebut diharapkan akan memberi wawasan berpikir untuk menemukan kebenaran dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian.Penelitian hukum harus berpijak pada teori hukum, karena teori hukum adalah seluruh pernyataan yang saling berkaitan berkenan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan sistem tersebut untuk sebagian yang penting dipositifkan.21

Penelitian ini merujuk pada teori hukum tentang kepastian hukum yang didukung dengan teori perlindungan hukum dan teori tanggung jawab bagi pemenang lelang.

a. Teori kepastian hukum.

18JJJ M, Wusiman dengan penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta : FE

UI, 1996), hal 203

19

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal.27

20Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta :UI Press, 1982), hal. 6 21HR Otje Salman, Teori Hukum, (Jakarta : Refika Aditama, 2002),hal 60.

(15)

Pendapat mengenai kepastian hukum dikemukakan oleh Jan Michiel Otto yang mengatakan bahwa kepastian hukum dalam situasi tertentu mensyaratkan sebagai berikut22:

1) Tersedia aturan-aturan hukum yang jelas atau jernih, konsisten dan mudah diperoleh (accesible), yang diterbitkan oleh kekuasaan negara 2) Bahwa instansi-instansi penguasa (pemerintahan) menerapkan

aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten dan juga tunduk dan taat kepadanya;

3) Bahwa mayoritas warga pada prinsipnya menyetujui muatan isi dan karena itu menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan-aturan tersebut; 4) Bahwa hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpihak menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu mereka menyelesaikan sengketa hukum; dan

5) Bahwa keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan.

Menurut Jan Michiel bahwa semakin baik suatu negara hukum berfungsi, maka semakin tinggi tingkat kepastian hukum nyata. Sebaliknya bila suatu negara tidak memiliki sistem hukum yang berfungsi secara otonom, maka kecil pula tingkat kepastian hukumnya.23

Untuk mewujudkan keteraturan dalam hal pelelangan maka dibuat suatu aturan mengenai lelang dan hal ini memang sudah dijalankan jauh sebelum Indonesia merdeka yaitu dengan mengacu pada VR Stbl 1940 Nomor 56 yang merupakan produk hukum peninggalan Hindia Belanda. Tujuan hukum lelang dibuat adalah untuk mengatur kepentingan masing-masing pihak karena dengan banyaknya kepentingan maka tidak menutup kemungkinan terjadinya konflik karena kepentingannya yang saling bertentangan. Selama tidak ada 22

Jan Michiele Otto, Sulistyowati Irianto, Kajian Sosiologi-Legal, (Bali : Pustaka Larasan,2012), hal 122.

(16)

kepentingan manusia (conflict of human interest) atau selama kepentingan manusia tidak dilanggar, maka tidak akan ada yang mempersoalkan siapa yang benar dan siapa yang salah.24Kepastian hukum sebagai pemenang lelang diwujudkan dengan dikeluarkannya risalah lelang namun dalam fakta melalui kasus yang diteliti bahwa risalah lelang dibatalkan oleh pengadilan. Untuk itu penelitian ini akan membahas untuk mengetahui lebih jauh mengenai kekuatan hukum atas risalah lelang sebagai akta otentik dan dibuat oleh pejabat berwenang tetapi dapat dibatalkan oleh pengadilan.

b. Teori perlindungan hukum

Pemenang lelang memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan hukum secara preventif dan represif. Negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindakan pemerintah dilandasi dua prinsip negara hukum, yaitu25:

1) Perlindungan hukum yang preventif. Perlindungan hukum kepada rakyat yang diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah menjadi bentuk yang menjadi definitife.

2) Perlindungan hukum yang represif.Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Kedua bentuk perlindungan hukum diatas bertumpu dan bersumber pada pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia serta berlandaskan pada prinsip negara hukum.

Perlindungan preventif pada pemenang lelang dapat dilakukan dalam risalah lelang. Risalah lelang adalah berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat

24

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Edisi ke 4, (Yogyakarta :Liberty, 1996), hal. 3

25Zahirin Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta : Raja Grafindo

(17)

oleh Pejabat Lelang yang merupakan akta otentik dan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna.26Pemenang lelang memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan hukum secara preventif dan represif. Negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindakan pemerintah dilandasi dua prinsip negara hukum, yaitu27: a) Perlindungan hukum yang preventif. Perlindungan hukum kepada rakyat

yang diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah menjadi bentuk yang menjadi definitife.

b) Perlindungan hukum yang represif.Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Kedua bentuk perlindungan hukum diatas bertumpu dan bersumber pada pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia serta berlandaskan pada prinsip negara hukum.

Perlindungan preventif pada pemenang lelang dapat dilakukan dalam risalah lelang. Risalah lelang adalah berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang merupakan akta otentik dan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna,28 dan risalah lelang berisi jual beli yang didasari kesepakatan dua pihak, dan Pejabat lelang sebagai pejabat umum, hanya menyatakan, menyaksikan dan mengesahkan.

Perlindungan hukum represif menurut Phillipus Hadjon adalah upaya untuk mendapatkan perlindungan hukum yang dilakukan melalui badan

26

Pasal 1 angka 32 PMK Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang

27

Zahirin Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001), hal 2.

(18)

peradilan. 29Perlindungan represif terhadap pemenang lelang eksekusi hak tanggungan terdapat dalam Pasal 200 HIR. Apabila pemenang lelang eksekusi hak tanggungan tidak dapat menguasai obyek yang dibeli melalui proses lelang yang sah demi hukum, maka pemenang lelang dapat meminta bantuan kepada Pengadilan Negeri untuk pengosongan obyek tersebut.30 Dalam ketentuan ini memberikan asas kepastian hukum bagi pemenang lelang untuk dapat menguasai obyek lelang.

c. Teori Tanggung Jawab

Pertanggungjawaban seseorang ada seimbang dengan kerugian yang diakibatkan oleh perbuatannya yang bertentangan dengan hukum dari orang lain. Hal ini disebut tanggung jawab kualitatif, yaitu orang yang bertanggungjawab karena orang itu memiliki suatu kualitas tertentu.31

Kranenburg dan Vegtig mengemukakan bahwa mengenai persoalan pertanggungjawaban pejabat ada dua teori yang melandasi, yaitu Teori Fautes

Personalles dan Teori Fautes de Servuces yang akan diuraikan sebagai

berikut32:

1. Teori Fautes Personalles

yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya itu telah menimbulkan kerugian.

29

Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia: Sebuah Studi tentang Prinsip-Prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara, (Surabaya :Bina Ilmu,1987), hal 2.

30Ita Suciati & Bambang Winarno, Op Cit,al 3. 31

W. Sommermeijer, Tanggung Jawab Hukum, (Bandung : Pusat Studi Hukum Universitas Parahyangan, 2003), hal 23.

32Ridwan, HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,

(19)

Menurut teori ini, beban tanggungjawab ditujukan pada manusia selaku pribadi.

2. Teori Fautes de Servuces

Yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan pada instansi dari pejabat yang bersangkutan. Menurut teori ini tanggungjawab dibebankan kepada jabatan. Dalam penerapannya, kerugian yang timbul itu disesuaikan pula apakah kesalahan yang dilakukan itu merupakan kesalahan berat atau kesalahan ringan, dimana berat dan ringannya suatu kesalahan berimplikasi pada tanggungjawab yang harus ditanggung

Teori pertanggungjawaban dalam penelitian ini dikaitkan dengan teori kepastian dan perlindungan hukum kepada pemenang lelang dalam hal pemenang lelang menjadi pihak tergugat maupun sebagai pihak yang tidak dapat menguasai objek lelang setelah dinyatakan menjadi pemenang lelang. Peraturan lelang pada hakekatnya bertujuan untuk melindungi pihak-pihak yang terlibat dalam proses lelang namun dengan adanya aturan yang kabur sehingga menjadi peluang terjadinya sengketa meskipun aturan lelang mengalami pembaharuan.

Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan sebagai instansi yang ditunjuk untuk mengatur pelaksanaan lelang, melakukan pembaharuan hukum lelang yaitu dengan menerbitkan aturan hukum yang baru dengan tujuan untuk mendukung peraturan hukum lelang sebelumnya dan diwujudkan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Peraturan tersebut dengan tegas menyebutkan harus adanya pengawasan dalam hal penjualan lelang dimana pengawasan tersebut tidak hanya mencakup pada kewenangan pejabat lelang tetapi juga meliputi pengawasan administrasi, keuangan serta dapat bertindak

(20)

sebagai pemutus bila para pihak yang terlibat didalam jual beli lelang mengalami perselisihan.33

Aturan lelang dibuat berbeda dengan aturan hukum lainnya karena dalam kehidupan sosial terdapat berbagai macam tata aturan selain hukum, seperti moral atau agama. Jika masing-masing tata aturan tersebut berbeda-beda, maka defenisi hukum harus spesifik sehingga dapat digunakan untuk membedakan hukum dari tata aturan yang lain.34

Aturan hukum lelang tidak hanya terpaku pada satu aturan hukum saja namun juga berkaitan dengan aturan hukum lain sebab hubungan antara hukum yang mengatur pembuatan hukum lain dan hukum lain tersebut dapat disebut sebagai hubungan super dan sub-ordinasi dalam kontek spesial.35Keterkaitan ini diselaraskan mengenai lelang eksekusi jaminan hak tanggungan dengan Undang-Undang Hak Tanggungan.

Tentang jaminan hak tanggungan, Undang-undang Hak menyatakan secara tegas bahwa36:

Apabila debitur cidera janji, maka berdasarkan :

a) hak pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual obyek hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau

33

Heru Darsono, Tinjauan Yuridis Tentang Hukum Lelang di Indonesia Dalam Teori dan Praktek, (Surabaya : Pustaka Ilmu, 2007), hal 39.

34Kelsen, General TheoryOf Law and State, Translate : Anders Wedberg, (New York : Russel

& Russel, 1961), hal 89-90.

35

Jimmly Asshiddiqie & M Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, (Jakarta : Sekjend & Kepaniteraan MK RI, 2006), hal 110.

(21)

b) titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek hak tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang hak tanggungan dengan hak mendahului dari pada kreditur-kreditur lainnya.

Undang-Undang Hak Tanggungan dibentuk sebagai pelaksanaan dari Pasal 51 Undang-undang Pokok Agraria selanjutnya disebut UUPA, untuk menggantikan aturan atas berakhirnya ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Creditverband yang diatur dalam Staatsblad 1908 No. 542 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1937 Nomor 190.

Undang-Undang Hak Tanggungan juga tidak dapat dilepaskan dari proses lelang, karena jika ditinjau dari sisi aturan bahwa Undang-Undang Hak Tanggungan saling berkaitan satu dengan yang lain dimana dalam pasal-pasal yang dimuat dalam Undang-Undang Hak Tanggungan mencantumkan kewenangan dari kreditor untuk melaksanakan pelelangan atas objek jaminan jika debitur wanprestasi dan aturan lelang mengakomodir pelaksanaan dari proses lelang tersebut.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori hukum, antara kasus hukum dengan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.37

(22)

Defenisi operasional adalah mendefenisikan suatu variable yang akan diamati dalam proses dengan mana variable itu akan diukur.38

Defenisi-defenisi yang berkaitan dengan pembahasan pada penelitian ini yaitu:

a. Perlindungan hukum.

Perlindungan Hukum adalah sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya. Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum memberikan perlindungan terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tersebut.39

Menurut Muktie AFadjar bahwa perlindungan hukum adalah penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia serta lingkungannya. Sebagai subyek hukum manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum.40 Sedangkan pendapat lain mengenai perlindungan hukum menurut Fitzgerald bahwa teori perlindungan hukum yaitu hukum bertujuan mengintegrasikan dam mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan dilain pihak.41

Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang

38L.N Jewel, Siegel Marc, Psikologi Industri/Organisasi Modern, Penerjemah, A Hadyana

Pudjaatmaka dan Maetasari, (Jakarta : Archan, 1998), hal.27

39

Philipus M. Hadjon,Op Cit, hal 5.

40

Abdul Muktie Fadjar, Reformasi Konstitusi Dalam Masa Transisi Paradigmatik, (Malang : In-Trans, 2003), hal 8-9.

(23)

perlu diatur dan dilindungi.42Pemenang lelang memiliki kepentingan hukum setelah membeli obyek hak tanggungan diantaranya adalah untuk keperluan dalam peralihan hak dan untuk hal tersebut juga haknya perlu mendapatkan perlindungan hukum. Perlindungan hukum yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perlindungan bagi pemenang lelang atas obyek lelang yang dibeli melalui proses lelang.

b. Pemenang Lelang.

Para pihak-pihak yang terkait dalam jual beli secara lelang adalah sebagai berikut: Penjual, adalah perseorangan, badan atau instansi berdasarkan peraturan perundang-undangan atau perjanjian yang berwenang melakukan penjualan lelang.43

1) Pembeli, adalah orang atau badan yang mengajukan penawaran tertinggi yang mencapai atau melampaui nilai jual yang disahkan sebagai pemenang lelang oleh pejabat lelang.44 Berdasarkan Pasal 40 Peraturan Menkeu Nomor 93/PMK.06/2010 sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 106/PMK.06/2013 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang menyebutkan bahwa pejabat lelang, pejabat penjual, pemandu lelang, hakim, jaksa, panitera, juru sita, pengacara/advokat,

42Ibid 43

Pasal 1 ayat (8) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang

44Pasal 1 ayat (9) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk

(24)

notaris/PPAT , penilai dan pengawas Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara selanjutnya disebut DJPLN yang terkait dengan pelaksanaan lelang dilarang menjadi pembeli.

2) Pejabat Lelang, adalah pejabat yang diberi wewenang oleh Menkeu untuk mengawasi pelaksanaan lelang. Pengawas lelang merupakan atasan langsung dari pejabat lelang yaitu kepala kantor. Pejabat lelang dibedakan dalam 2 (dua) tingkatan, dimana Gubernur Jendral menentukan orang-orang dari golongan jabatan mana yang termasuk dalam masing-masing tingkatan.45 Tingkatan dari pejabat lelang tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 6 VR, sebagai pejabat lelang kelas I adalah pejabat pemerintah yang diangkat khusus. Dewasa ini pejabat lelang kelas I sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 6 VR, dijabarkan dalam Peraturan Menkeu Nomor 174/PMK.06/2010 yang menyebutkan bahwa pejabat lelang adalah pegawai DJPLN yang telah diangkat sebagai pejabat lelang.46Pejabat kelas II adalah orang-orang tertentu yang berasal dari praktisi seperti notaris, penilai, lulusan pendidikan dan pelatihan keuangan yang diselenggarakan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan atau pensiunan pegawai DJPLN, diutamakan yang pernah menjabat menjadi pejabat lelang kelas I.47

3) Pemenang Lelang

45

Pasal 3 ayat (1) dan (2) Vendur Reglement Stbl 1930 Nomor 85

46

S. Mantayborbir dan V.J. Mantayborbir, Op Cit, hal 56

47Pasal 4 ayat (3)Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk

(25)

Pemenang lelang ditentukan terhadap peserta lelang yang mengajukan harga tertinggi dan telah disahkan sebagai pemenang lelang oleh Pejabat lelang.48 c. Barang Lelang

Obyek ataupun barang yang umum di jual dalam lelang adalah barang-barang bergerak maupun barang-barang tidak bergerak.

Salah satu obyek lelang adalah penjualan barang jaminan atau lelang eksekusi barang jaminan baik dari lelang ekesekusi grose akta yang terdapat dalam akta jaminan hak tanggungan dan jaminan fidusia maupun eksekusi putusan pengadilan. Peringatan eksekusi grose akta timbul dari perjanjian kredit yang diikat dengan jaminan dimana debitor dinyatakan dalam keadaan lalai (wanprestasi).49

Penelitian ini agar tidak melebar dalam hal pembahasan maka difokuskan pada obyek barang lelang yang tidak bergerak yaitu berupa tanah dan bangunan yang merupakan jaminan dalam lelang eksekusi hak tanggungan.

G. Metode Penelitian

Secara Etimologi metode diartikan sebagai jalan atau cara melakukan atau mengerjakan sesuatu, metode berasal dari bahasa yunani “Methodos” yang artinya “jalan menuju”, bagi kepentingan ilmu pengetahuan, metode merupakan titik awal menuju proposisi-proposisi akhir dalam bidang pengetahuan tertentu.50 Metode penelitian merupakan cara utama yang digunakan peneliti untuk mencapai tujuan dan menentukan jawaban atas masalah yang diajukan.51Penelitian itu sendiri bekerja atas

48Pasal 1 angka 27 PMK Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang 49Irfan Mussakir & Anwar Borahima, Perlindungan Hukum Bagi Pemenang Lelang Yang

Beritikad Baik Terhadap Lelang Yang Dibatalkan Oleh Pengadilan, (Jurnal Hukum : Universitas Hassanuddin, 2010)

50Bahder Johan Nasution,Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Mandar maju, 2008), hal 13 51Mohammad Nasir, Metode Penelitian, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988), hal. 51

(26)

dasar asumsi, teknik dan metode.52Menurut Sugiyono berpendapat bahwa Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.53Dengan demikian metode penelitian dapat juga diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam penelitian.54Untuk mencapai hasil seperti yang diharapkan maka untuk penelitian ini digunakan metode yaitu :

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif.55Penelitian yuridis normatif adalah pemecahan masalah yang didasarkan pada literatur-literatur dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas beranjak dari adanya kesenjangan dalam norma atau asas hukum, dengan cirinya adalah menggunakan landasan teoritis dan bahan hukum yang terdiri atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Landasan teoritis yang digunakan merupakan undang-undang, norma-norma maupun teori-teori yang sesuai dengan permasalahan yang diangkat. Penelitian hukum normatif yang terdiri dari penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematika hukum dan taraf sinkronisasi hukum.56Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

52

Jonathan Sarwono, Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS 13, ( Yogyakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal.15

53Sugiyono, Methode Penelitian Bisnis, (Bandung : Alfabeta, 2004), hal.1

54Lukman Hadi Darmanto, Metode Penelitian HukumI, (Jakarta : UI Press, 2001), hal 30. 55

Lili Rasjidi dan Liza Sonia Rasjidi, Filsafat Ilmu, Metode Penelitian dan Karya Tulis Ilmiah Hukum, (Bandung : Monograf, 2007), hal.6-7

56Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, ( Jakarta : RajaGrafindo Persada,

(27)

metode yuridis normatif karena penelitian ini mempelajari bahan-bahan hukum sebagai acuan dalam penelitian serta diselaraskan dengan menganalisa kasus sebagai bahan referensi yaitu putusan Mahkamah Agung Nomor2839 K/Pdt/2003.

Menurut sifatnya penelitian ini digolongkan dalam penelitian deskriptif analisis. Penelitian deskriptif analisis adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya.57Menurut Furchan salah satu jenis penelitian deskriptif analisis yaitu dengan studi kasus58dan kasus yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai sengketa eksekusi jaminan hak tanggungan dimana pemenang lelang menjadi tergugat dan obyek lelang tidak dapat dimiliki oleh pemenang lelang. Kasus tersebut akan dibahas dan dianalisa menurut ilmu dan teori-teori maupun dengan pendapat dari peneliti yang kemudian akan disimpulkan.59

2. Sumber dan Jenis Bahan Hukum

Data merupakan faktor yang sangat penting untuk mendukung berhasilnya suatu penelitian, karena data adalah gejala yang akan dicari untuk diteliti, gejala yang diamati oleh peneliti dan hasil pencatatan terhadap gejala yang diamati oleh

57Nana Syaodih Sukmadinata, Metode penelitian pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya,

2006), hal 72.

58Ahmad Furchan, Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, (Yogyakarta : Pustaka

Belajar,2004), hal 10.

59Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitiandan Juri metri, (Jakarta : GhaliaIndonesia,

(28)

peneliti.60Penelitian ini bertolak belakang dari suatu pengertian bahwa penelitian pada hakekatnya mencakup kegiatan pengumpulan data, pengolahan data, analisa data dan konstruksi data yang semuanya dilaksanakan secara sistematis dan konsisten.61

Data yang diperoleh agar bisa digunakan secara relevan atau sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti maka diperlukan data sekunder dan data primer sebagai bahan penunjang dalam penelitian. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya62, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh melalui bahan kepustakaan.63

Penelitian yuridis normatif, sumber dan jenis datanya terfokus pada data primer dan data sekunder yang meliputi bahan–bahan hukum dan dokumen hukum termasuk kasus hukum yang menjadi pijakan dasar peneliti dalam rangka menjawab permasalahan dan tujuan penelitian. Menurut Soerjono Soekanto bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari norma atau kaidah dasar yaitu Pembukaan,Undang-Undang Dasar 1945, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasikan misalnya hukum adat, yurisprudensi, traktat dan KUHPerdata.64

a. Bahan hukum primer yaitu : 60

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Peran dan Penggunaan Perpustakaan di Dalam Penelitian Hukum, (Jakarta : PDHUI, 1979), hal.1

61Ibid, hal.1

62J Supranto, Methode Penelitian Hukum dan Statistik, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2003),

hal.2

63

Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Bumi Aksara, 2001), hal.81

(29)

1) Hukum dan Peraturan Perundang–undangan Tentang Lelang 2) Undang–Undang Tentang Hak Tanggungan

3) Undang-Undang Pokok Agraria

4) Peraturan Perundangan dan Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan pelaksanaan Hukum Lelang di Indonesia

5) Undang-Undang Peraturan Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 b. Bahan hukum sekunder yaitu :

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, buku–buku, literatur, artikel, makalah, dan tulisan–tulisan yang berkaitan dengan lelang di Indonesia.

c. Dokumen atau arsip resmi yang berkaitan dengan kasus lelang atas jaminan hak tanggungan melalui putusan Mahkamah Agung Nomor : 2839 K/Pdt/2003.

d. Bahan hukum tersier berupa Kamus Hukum.

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Bahan Hukum

Data yang telah dikumpul melalui proses kegiatan pengumpulan data belum sepenuhnya dapat dipergunakan dan dapat memberikan arti pada tujuan penelitian. Penelitian belum dapat ditarik kesimpulan untuk mendapatkan tujuan dari penelitian sebab data itu masih merupakan bahan mentah, sehingga diperlukan usaha untuk mengolahnya. 65 Berkaitan dengan penelitian yuridis normatif maka metode pengumpulan data berstandar pada data sekunder yaitu dengan cara studi pustaka,

65Cholid Narbuko & Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta :Bumi Aksara, 2001),

(30)

wawancara, studi dokumenter, serta menggali masalah – masalah hukum yang telah dibukukan. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi yang akan mendukung fakta penelitian dari narasumber yaitu dari pihak KPKLN Batam dalam hal ini adalah Kepala Seksi Hukum dan Informasi.

4. Analisis Bahan Hukum

Penelitian yang dilakukan supaya mendapat hasil yang maksimal, maka sangat penting dilakukan analisis bahan hukum karena dengan analisis bahan hukum merupakan proses menyusun bahan hukum agar bahan hukum dapat ditafsirkan.66 Untuk menganalisa permasalahan yang diangkat pada penelitian ini, selain mengambil rujukan dari putusan Mahkamah Agung, juga diselaraskan dengan peraturan hukum yang terkait dengan permasalahan mengenai kasus lelang atas jaminan eksekusi hak tanggungan dengan memakai metode kualitatif.67Metode ini tidak bisa dipisahkan dengan pendekatan masalah, spesifikasi penelitian, dan jenis bahan hukum yang dikumpulkan dalam penelitian yang dilakukan. Metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan bahan hukum deskriptif berupa kata-kata tertulis.68

Analisis yang dilakukan dengan cara analisis kualitatif yaitu analisis yang mempergunakan aspek-aspek normatif (yuridis) melalui metode yang bersifat deskriptif analisis yang menguraikan gambaran dari bahan hukum yang diperoleh dan

66

Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2000), hal 102

67

Lexy J.Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002), hal 101.

(31)

menghubungkan satu sama lain untuk mendapatkan suatu kesimpulan umum. Dari hasil analisis tersebut akan ditarik kesimpulan deduktif dengan metode deduksi. Yaitu cara berpikir yang mengambil kesimpulan berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat umum kemudian ke khusus, fakta tersebut yaitu hasil putusan hakim yang dianalisa dalam kasus yang diangkat.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun pembahasan dalam penelitian ini antara lain membahas mengenai sejarah perkembangan manaqibnya mulai dari sejarah berdirinya Pondok Pesantren tersebut sampai

InSAR adalah teknik pengin- deraan jauh yang menggunakan citra hasil dari satelit radar, untuk mengekstraksi informasi tiga dimensi dari permukaan bumi dengan pengamatan

adakalanya perilaku itu dapat menimbulkan kesulitan di kemudian hari (Hansen dkk., 1982), perilaku yang dipertahankan atau dibentuk pada individu adalah perilaku yang bukan

Dalam hal motivasi dan minat belajar bahasa Arab, siswa masih membutuhkan penanganan serius dan pendekatan khusus oleh para guru dan juga pimpinan Madrasah agar

Seiring dengan krisis multi dimensi yang menimpa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 yang dimulai dengan merosotnya nilai rupiah terhadap dollar Amerika Serikat telah

PETA PENYUSUNAN SOAL BAHASA INGGRIS SMP.. Nama Sekolah : MGMP Bahasa Inggris

Siswa menggali informasi terkait penerapan gaya magnetic pada berbagai produk teknologi yang dipelajari melalui media kartu bergambar.. Tiap kelompok siswa mendapat gambar

Pengamatan kualitas air pada media hidup  Artemia sp., pada tepung ikan dan campuran minyak ikan dengan dedak menunjukkan nila pH yang cenderung mengalami penurunan selama