• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Artemia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Artemia"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM PAKAN ALAMI

LAPORAN PRAKTIKUM PAKAN ALAMI

OLEH : OLEH :

DHINI ARUM PRATIWI DHINI ARUM PRATIWI

08/269808/PN/11384 08/269808/PN/11384 BUDIDAYA PERIKANAN BUDIDAYA PERIKANAN ACARA : ACARA : 1. Budidaya 1. Budidaya Artemia Artemia sp.sp. 2. Budidaya 2. Budidaya Daphnia Daphnia sp.sp. 3. Budidaya 3. Budidaya Azolla Azolla sp.sp. 4. Isolasi Mikroalga 4. Isolasi Mikroalga 5. Budidaya Mikroalga 5. Budidaya Mikroalga 6. Budidaya Maggot 6. Budidaya Maggot

JURUSAN PERIKANAN

JURUSAN PERIKANAN

FAKULTAS PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

YOGYAKARTA

2010

2010

(2)

BUDIDAYA Artemia sp. A. Tujuan

1.Mempelajari cara budidaya Artemia sp. sebagai pakan alami.

2.Mengetahui cara meningkatkan biomassa Artemia sp. melalui pemberian jenis  pakan yang berbeda.

A. Alat dan Bahan 1. Alat :

– Botol air mineral – Selang – Stoples – Timbangan digital – Cawan petri – Pipet tetes – Mikroskop – Kertas lakmus  –  Refraktometer  – Kamera handphone 2. Bahan: – Kista Artemia sp. – Lem kaca – Air laut – Minyak ikan  –  Dedak halus – Tepung ikan A. Cara kerja

a. Persiapan alat atau wadah untuk penetasan kista

 –  memotong ujung botol

 –  memasang selang

a. Persiapan penetasan kista

 –  timbang kista artemia sp. 2 gr 

 –  hitung kepadatan kista artemia sp. 2 gram kista

 –  kista di rendam dengan air tawar selama 15 menit sambil di aduk perlahan.

 –  kista yang telah direndam dicuci dengan larutan kaporit sampai kista berwarna orange.

(3)

 –  tebar kista dan dikultur selama 24 jam.

 –   panen Artemia yang telah menetas kemudian ditebar kedalam toples-toples yang telah disiapkan

 –  menghitung Hatching Rate dengan rumus HR= (kista menetas/ kista tebar) x 100% a. Pemeliharaan Artemia sp.

 – Pemeliharaan dilakukan selama satu minggu

 –  Memberi pakan artemia sp. setiap 2x sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Pemberian pakan berupa tepung ikan, dedak halus, serta campuran dedak halus dengan minyak ikan.

 –  Melakukan pengamatan Artemia setiap hari dengan cara mengukur panjang Artemia dan mengambil gambar Artemia untuk mengetahui perubahan artemia setiap hari.

 –  Melakukan pengamatan terhadap suhu air, suhu udara, pH, salinitas air laut a. Panen artemia

 –  Menghitung jumlah artemia yang hidup  – Mengukur panjang artemia.

 –  Menghitung nilai SR (Survival Rate) artemia dengan metode estimasi.

SR= jumlah arthemia yang hidup saat panen X 100% jumlah artemia yang ditebar 

A. Tinjauan Rujukan

Artemia merupakan salah satu makanan hidup (pakan alami) yan g saat ini paling   banyak digunakan dalam pembenihan udang, khususnya dalam pengelolaan pembenihan.

Sebagai pakan hidup, Artemia tidak hanya digunakan dalam bentuk nauplius tetapi juga dalam  bentuk dewasa (Mudjiman, 1989). Berikut ini beberapa sifat Artemia yang mendukung untuk 

dibudidayakan (Steedman, 1985) :

a. Mudah dalam penanganan, karena tahan dalam bentuk kista untuk jangka waktu yang lama.

 b. Mudah beradaptasi dalam kisaran salinitas lingkungan yang luas/ lebar. c. Makan dengan cara menyaring, sehingga mudah dalam penyediaan pakan. d. Dapat tumbuh dengan baik pada tingkat padat penebaran tinggi.

e. Mempunyai nilai nutrisi tinggi, yaitu kandungan protein 40-60%, karbohidrat (15 –  20%), lemak (15 – 20%), air (1 – 10%), dan abu (3 – 4%).

Berikut ini klasifikasi Artemia menurut Bougis (1979) dalam Kurniastuty dan Isnansetyo (1995) :

Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea

(4)

Sub kelas : Branchiopoda Ordo : Anostraca Familia : Artemidae Genus : Artemia Spesies : Artemia sp.

Penyajian pakan Artemia sangat fleksibel dari penyajian dalam bentuk  fresh (segar) hingga dalam bentuk olahan lanjutan. Setiap stadia dapat dipergunakan sebagai pakan (dari kista hingga tahap dewasa) dan kandungan gizinya dapat dimanipulasi karena bersifat non-selective partikel feeder (Mudjiman, 1989). Jenis makanan Artemia pada budidaya di bak  yaitu antara lain mikroalgae (Chaetoceros, Nitzchia, Dunaliella, Isochrysis, Chorella), kemudian makanan tambahan (ragi roti, ragi bir, ragi laut), serta makanan dari sisa produksi   pertanian seperti dedak halus, tepung kedelai, dan dedak gandum. Namun ternyata dedak 

halus (rice bran) merupakan pilihan utama, karena mudah didapat, murah, tahan lama dan gizi tinggi (Mudjiman, 1989).

A. Hasil Pengamatan

Terlampir 

B. PEMBAHASAN

Artemia adalah pakan alami yang paling banyak digunakan dalam usaha  budidaya udang dalam pengelolaan pembenihan khususnya pada pasca larva udang.

Pakan alami berupa artemia belum dapat digantikan dengan makanan udang lainnya, tidak hanya karena nilai nutrisinya, tetapi juga karena artemia mempunyai kerangka luar (eksoskeleton) yang tipis, sehingga dapat dicerna seluruhnya oleh udang. Artemia merupakan pakan udang yang sangat baik jika digunakan sebagai makanan hidup maupun sumber utama makanan buatan. Oleh karena itu, kultur massal Artemia memegang peranan sangat penting dan dapat dijadikan usaha industri sendiri dalam kaitannya dengan suplai makanan hidup maupun bahan dasar utama makanan buatan.

Praktikum budidaya Artemia sp. dilakukan melalui beberapa tahapan, berikut ini dijelaskan prinsip kerja masing-masing tahap :

1. Dekapsulasi

Penetasan kista Artemia sp. dengan metode dekapsulasi merupakan suatu  proses untuk menghilangkan lapisan terluar dari kista  Artemia sp. Proses ini dilakukan untuk mempermudah penetasan, menurut Djarijah (1995) pemberian larutan klorin akan mempercepat kista keluar dari cangkangnya karena selama pencucian dengan klorin akan mengikis atau melunakkan cangkang kista. Kista Artemia sp. ditimbang

(5)

sebanyak 2 gram, kemudian proses dekapsulasi dimulai dengan merendam kista  Artemia sp. dengan air tawar selama 15 menit sambil diaduk. Setelah itu diberi larutan  pemutih/natrium hipoklorit hingga berwarna orange, dan kemudian dicuci dengan air    bersih sampai bau klorin hilang. Kista yang telah di dekapsulasi kemudian

dimasukkan ke dalam botol air mineral yang telah diberi selang di tepian bawah tutupnya. Selang ini berfungsi untuk membuang kista yang gagal menetas, dan mengapa menggunakan botol air mineral? Menurut Mudjiman (1985), bentuk wadah  penetasan Artemia sebaiknya bulat. Hal ini dikarenakan jika dilakukan aerasi tidak 

ditemukan titik mati dimana Artemia akan mengendap dan tidak teraduk secara merata. Artemia yang tidak teraduk pada umumnya kurang baik derajat penetasannya, atau walaupun menetas membutuhkan waktu yang lebih lama.

2. Panen Kista

Pemanenan kista dilakukan setelah 24 jam, pemanenan kista dilakukan dengan mengeluarkan kista dari botol air mineral melalui lubang selang yang dipasang pada   botol yaitu dengan membuka selang yang ada di bagian bawah tutup botol untuk 

membuang kista yang tidak menetas, namun sebelum dibuka, Artemia sp. yang telah menetas dalam bentuk nauplii dipisahkan terlebih dahulu dalam suatu wadah agar  tidak terbuang. Dalam pemisahan ini, harus diperhatikan agar cangkang tidak ikut tercampur dengan nauplii. Cara membedakannya yaitu: yang berada di dasar dan  berwarna gelap adalah kista yang gagal menetas dan harus dibuang, yang mengapung

di atas permukaan air adalah cangkang, sedangkan yang melayang-layang dan  berwarna putih adalah nauplii Artemia sp. yang harus diambil dan dipisahkan dalam

wadah lain. Kista yang dipanen kemudian juga dihitung daya tetasnya atau  Hatching   Rate yaitu dengan rumus :

HR = kista menetas x 100% Kista tebar 

HR = 210 x 100% = 0,64 % 32.600

Rendahnya nilai daya tetas (HR) Artemia dapat dikarenakan kurang sempurnanya  proses dekapsulasi yang dilakukan, atau juga dapat dikarenakan kualitas kista yang

kurang bagus, sehingga kemungkinan untuk menetas kecil.

3. Pemeliharaan

Larva yang baru saja menetas disebut naupli. Naupli yang telah dipanen kemudian dibagi kedalam 6 toples dengan tiga (3) perlakuan dua (2) ulangan.

(6)

Perlakuan 1 dengan pemberian pakan berupa tepung ikan (2 ulangan), perlakuan 2 dengan pemberian pakan berupa dedak (2 ulangan) dan perlakuan 3 dengan pemberian  pakan dari campuran dedak dan minyak ikan (2 ulangan). Naupli artemia dipelihara

selama satu minggu dengan pemberian makan seperti yang telah dijelaskan diatas dan melakukan kontrol atau pengamatan kualitas airnya meliputi suhu udara, suhu air, salinitas dan pH. Pemberian pakan dilakukan setiap hari dengan frekuensi pemberian sebanyak 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari.

Selain itu, sampling pertumbuhan Artemia juga dilakukan setia hari yaitu dengan mengambil satu ekor Artemia secara acak (random) untuk masing-masing perlakuan. Artemia yang diambil kemudian diamati dibawah mikroskop, namun sebelum diamati Artemia harus dalam keadaan mati agar memudahkan saat  pengukuran sehingga harus ditetesi formalin terlebih dahulu. Artemia yang di ukur    panjangnya ditentukan dalam satuan milimeter (mm). Sampling pertumbuhan ini dilakukan untuk mengetahui pemberian pakan apa yng paling efektif dan efesien atau  pakan terbaik bagi pertumbuhan Artemia sp.

4. Panen Artemia

Proses terakhir yaitu panen Artemia sp. yang dilakukan setelah satu minggu  pemeliharaa dan  Artemia sp. dirasa cukup besar sehingga dapat diamati dengan mata telanjang. Panen dilakukan dengan cara mengambil Artemia sp. menggunakan  pipet dan ditaruh pada wadah lain untuk kemudian dihitung survival rate (SR) nya.

SR dapat dihitung dengan mengunakan rumus:

SR=Jumlah Artemia sp.yang hidup saat panenjumlah Artemia sp.yang ditebar X 100%

SR (T.Ikan) = 0%

SR (Dedak) = 15/210 x 100% = 7,14% SR (D+M ikan) = 75/210 x 100% = 35,7 %

Survival rate atau laju kelulushidupan Artemia sp. pada perlakuan dengan  pemberian tepung ikan 0% dikarenakan saat panen Artemia mengalami kematian.

Kematian secara mendadak kemungkinan dapat terjadi karena kandungan protein dalam air yang berasal dari pakan berlebihan sehingga menurunkan kualitas air  secara drastis. Sedangkan   survival rate tertinggi yaitu pada perlakuan campuran  pakan dedak dengan minyak ikan.

Permasalahan yang dihadapi selama praktikum yaitu gagalnya penetasan kista Artemia dengan metode dekapsulasi karena hanya sedikit sekali yang menetas. Gagalnya dekapsulasi dikarenakan botol air mineral yang digunakan untuk 

(7)

  pengkulturan tumpah, sehingga harus mengulangi lagi. Kemudian, pada hari terakhir saat panen Artemia, ditemukan Artemia yang mati pada beberapa toples, dan adapula dalam satu toples yang seluruh Artemia mengalami kematian. Kematian dapat dipicu karena keruhnya air laut sebagai media hidup Artemia. Menurut Mudjiman (1985), setelah Artemia berumur 6 hari, kekeruhan air laut dapat mencapai antara 20-25 cm, sehingga perlu dilakukan pergantian air namun tetap menjaga kualitas air sesuai dengan kebutuhan Artemia.

Pengamatan yang telah dilakuan pada ketiga perlakuan menunjukkan bahwa  pertumbuhan Artemia yang terbaik yaitu pada perlakuan dengan pemberian pakan tepung ikan. Sedangkan pertumbuhan Artemia yang terendah yaitu perlakuan dengan pemberian pakan dedak. Hal ini dapat dilihat pada grafik pertumbuhan  Artemia sp. yang menggambarkan garis linear untuk tepung ikan paling baik

rata-rata tingginya dibandingkan dengan perlakuan lain. tepung ikan merupakan pakan yang baik, karena mengandung protein hewani dan mineral terutama kalsium dan   pospor yang baik, sehingga dapat membantu dalam pertumbuhan  Artemia sp. Tingginya kandungan protein berfungsi sebagai sumber energi, memperbaiki sel-sel yang rusak, sehingga sangat baik untuk pertumbuhan  Artemia sp., dimana kandungan protein (crude protein) untuk tepung ikan sebesar 63%, dedak halus 12% dan minyak ikan sebesar 22% (Afrianto, 2005).

Pengamatan kualitas air pada media hidup Artemia sp., pada tepung ikan dan campuran minyak ikan dengan dedak menunjukkan nila pH yang cenderung mengalami penurunan selama masa pemeliharaan yaitu berkisar antra 7-8, sedangkan pH pada perlakuan pakan dedak cenderung mengalami peningkatan. Parameter suhu air maupun udara menunjukkan kestabilan sehingga sangat mendukung pertumbuhan Artemia sp., dimana Artemia mampu hidup pada suhu air  yang mencapai 31oC dan pH antara 7,3-8,4. Sedangkan untuk salinitas, Artemia

mampu bertahan hidup pada kisaran salinitas yang luas yaitu antara 15-300 o/ oo

(Djarijah, 1995). Kualitas air juga dipengaruhi oleh jenis pemberian pakan yang dilakukan. Pada pemberian pakan dengan kandungan protein tinggi, maka suplai karbon pada ikan maupun pada lingkungan perairan akan semakin besar, karena menurut Afrianto (2005), protein selalu mengandung unsur karbon (50-55%), hidrogen (5-7%), oksigen (20-25), dan nitrogen (15-18%). Kelebihan protein dapat menurunkan kualitas perairan, dimana perairan akan menjadi lebih asam sehingga seperti kasus kematian Artemia kemungkinan dapat dikarenakan Artemia tidak  mampu bertahan hidup pada kondisi perairan yang kualitas airnya tidak sesuai.

(8)

A. KESIMPULAN

1. Budidaya Artemia sp. dapat dilakukan dalam kultur massal dengan suatu wadah yang terkontrol.

2. Budidaya Artemia sp. dilakukan mulai dari dekapsulasi, panen kista, hingga penen  Artemia sp.

3. Pemberian pakan berupa tepung ikan, dedak, serta campuran dedan dan minyak  ikan dapat meningkatkan biomassa  Artemia sp., namun pemberian pakan yang terbaik yaitu tepung ikan.

A. SARAN

Asisten diharapkan dan dimohon memberikan penjelasan yang lebih detail mengenai apa saja yang perlu dijelaskan. Terimakasih.

B. DAFTAR RUJUKAN

Afrianto, E. Dan Evi Liviawaty. 2005. Pakan Ikan : Pembuatan, Penyimpanan, Pengujian, Pengembangan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Djarijah, A. S. 1995. Pakan Ikan Alami. Yogyakarta.

Isnansetyo, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Fitoplankton dan Zooplankton. Kanisisus. Yogyakarta.

Mudjiman, A. 1989. Udang Renik Air Asin (Artemia Salina). PT Bharata. Jakarta. Steedman, HF. 1985. Zooplankton Fixation and Preservation. The Unesco Press.

Paris.

DATA HASIL PENGAMATAN BUDIDAYA Artemia sp.

DEKAPSULASI

A. Awal tebar kista

Botol Suhu pH Salinitas Jumlah kista

1 28 0C 7 35 %

0 32.600

B. Panen Larva

Botol Suhu pH Salinitas Jumlah artemia

1 + 2 28 0C 8 35%

0 210 ekor 

HR = kista menetas x 100% Kista tebar 

(9)

HR = 210 x 100% = 0,64 % 32.600

C. Tebar Naupli

No Suhu pH Salinitas Jumlah artemia

1 28 0C 7 32 %

0 210 ekor 

D. Panen Akhir Artemia

Perlakuan Suhu pH Salinitas Jumlah artemia

Tepung Ikan 27 0C 7 40,5%

0 0

Dedak 26,5 8 40 15

Dedak+M.Ikan 27 7,5 41,5 75

SR= jumlah arthemia yang hidup saat panen X 100%

Jumlah artemia yang ditebar 

SR (T.Ikan) = 0%

SR (Dedak) = 15/210 x 100% = 7,14% SR (D+M ikan) = 75/210 x 100% = 35,7 %

1. Data dan Grafik Pertumbuhan Artemia

Perlakua n

Mingg

u Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu

Mingg u

T 0,75 1 2 2,25 3 1,5 3,5 2

D 1,1 1 1,75 1,75 2,15 1,5 3,25 1,5

Mi+D 1 1,5 0,75 2 1,75 2 2 2,5

2. Data dan Grafik pH

Perlakua n

Mingg

u Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu

Mingg u

T 7,5 8 8 7,5 8 8 7,5 7,5

D 7,5 8 7,5 7 7,5 8 7,5 8

(10)

3. Data dan Grafik Suhu Air

Perlakua n

Mingg

u Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu

Mingg u

T 28 28 28 29,5 28 28 27,25 27

D 28 28 28 29,5 28 27,25 27 26,5

Mi+D 27,5 28 28 29,5 27,5 27,75 26,5 27

4. Data dan Grafik Salinitas

Perlakua n

Mingg

u Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu

Mingg u T 32 33,5 34,5 33,5 35 35 37,5 40,5 D 32 34 34,5 34,5 35,5 35,5 38 40 Mi+D 31 33,5 35 29,5 36 37 39,5 41,5

L

(11)

A

M

P

I

R

A

N

Referensi

Dokumen terkait

Figure 2. Temporal variation of out going sediment during rice growth in the wet season 2003-04 and dry season 2004.. Gambar 1 dan 2 mendemonstrasikan bahwa hanya pada

Membandingkan parameter ketersediaan hayati dari suatu bentuk sediaan yang akan di tentukan terhadap parameter ketersediaan hayati sediaan inovator ( standar ).. Protokol

Karena itu sudah saatnyalah kita terus berusaha melakukan upaya untuk memberikan pemahaman kepada publik bahwa menjadi seorang lesbian sama saja dengan manusia lainnya,

Dari penelitian yang penulis lakukan, dapat disimpulkan bahwa kompresi menggunakan algoritma Arithmetic Coding dapat menghasilkan citra dengan ukuran file yang lebih

adakah pengaruh yang signifikan dari penggunaan bahan ajar leaflet terhadap peningkatan aktivitas belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 22 Bandar Lampung materi pokok

Kefir susu kambing dengan penambahan gula D-Psicose dapat menghasilkan konsentrasi berat molekul protein Laktoferin (80kDa) dan Laktoferoksidase (70kDa) lebih

Matakuliah ini menekankan pada pemahaman mahasiswa terkait dengan pengetahuan dalam pekerjaan pengembangan sumber daya air yang meliputi teknik perancangan SDA, penyusunan

Kesempatan Investasi, Kinerja Keuangan, dan Kebijakan Utang terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Properti dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa