• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Peternakan Sapi Populasi sapi dan kerbau di Indonesia saat ini sekitar 13,5 juta, yang tersebar di Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, sebagi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kondisi Peternakan Sapi Populasi sapi dan kerbau di Indonesia saat ini sekitar 13,5 juta, yang tersebar di Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, sebagi"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun dan perubahan pola makan sebagai akibat meningkatnya pendapatan akan meningkatkan kebutuhan protein hewani (daging, telur dan susu) . Masyarakat Indonesia dalam mengkonsumsi protein hewani asal daging, susu dan telur, masing-masing baru mencapai 4,1 ; 1,8 dan 0,3 gram/kapita/hari (HPS, 2007) . Sejauh ini pasokan sumber protein hewani, terutama daging sapi, belum dapat mengimbangi permintaan di dalam negeri yang cukup tinggi . Untuk memenuhi

kebutuhan produk peternakan yang terus meningkat, Indonesia masih harus mengimpor daging dan sapi bakalan dalam jumlah banyak. Bila kecenderungan ini terus berlanjut Indonesia akan menjadi negara importir daging dan sapi bakalan terbesar diantara negara berkembang.

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistetn Integrasi Tanaman - Ternak

POTENSI SUMBERDAYA GENETIK LOKAL DALAM

USAHA INTEGRASI TANAMAN TERNAK

HASANATUN HASINAHdanKUSUMA DIWYANTO

Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Jl. Raya Pajajaran I:av . E-59 Bogor, 16151

ABS'TRAK

Untuk memenuhi kebutuhan produk peternakan : yang terus meningkat, Indonesia masih harus mengimpor daging dan sapi bakalan dalam jumlah banyak . kertersediaan daging sapi dalam negeri kurang karena tidak diimbangi dengan peningkatan kelahiran dan produktivitas sapi, sehingga diperlukan upaya untuk memperbaiki populasi dan produktivitas sapi potong dalam negeri dengan strategi pengembangan yang tepat . Usaha ternak sapi potong yang dilaksanakan umumnya merupakan suatu usaha yang melekat di dalam system usaha pertanian yang terintegrasi dengan kegiatan lainnya . Salah satu kelemahan di bidang usaha sapi potong adalah tidak berkembangnya pembibitan sapi, dan lemahnya dukungan usahaternak sapi potong . Strategi yang dapat ditempuh antara lain memaksimalkan potensi sumberdaya genetik dan penggunaan sumber pakan lokal secara optimal . Bahan pakan yang berasal dari hasil samping atau limbah pertanian, perkebunan maupun agroindustri dapat digunakan dengan baik sebagai bahan pakan ternak. Usaha pertanian yang terintegrasi dapat memberikan nilai tambah usaha melalui pemanfaatan kotoran sebagai kompos dan dalam bentuk tenaga kerja sapi . Bibit ternak yang berasal dari sumberdaya genetik ternak lokal merupakan salah satu sarana dalam mengembangkan industri petemakan dan mempunyai peranan yang menentukan dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas ternak . Sumberdaya genetik ternak lokal pada umumnya memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan iklim setempat, mampu memanfaatkan pakan yang berkualitas rendah namun mempunyai daya reproduksi yang tinggi . Diperlukan upaya untuk memperkaya atau meningkatkan kualitas bahan pakan "limbah ", dilengkapi dengan ransum yang memenuhi kebutuhan nutrien . Sisa tanaman dan kotoran hewan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organic melalui proses pengomposan . Pola pemeliharaan dapat dilakukan dilakukan secara intensif agar memudahkan penanganan/tatalaksananya . Untuk menjaga penampilan produksi yang baik perlu diperhatikan pula tentang kesehatan ternak .

Kata kunci : Sumberdaya genetik, integrasi, sapi potong

Saat ini produksi daging sapi dalam negeri sebanyak 389 .294 ribu ton (DITJENNAK, 2006) atau sekitar 72% dari kebutuhan . Sementara itu persediaan daging sapi dalam negeri kurang karena tidak diimbangi dengan peningkatan kelahiran dan perbaikan produktivitas sapi 10 tahun terakhir cenderung meningkat, dan pada tahun 2008 telah melampaui 620 .000 ekor .

Impor sapi hidup maupun daging sapi menjadi pilihan pemerintah untuk mengisi kebutuhan dalam negeri . Namun agar ketergantungan impor dapat ditekan, diperlukan upaya untuk menambah populasi dan meningkatkan produktivitas sapi potong dalam negeri dengan strategi yang tepat . Oleh karena itu peternakan sapi baik dalam skala besar maupun skala rakyat perlu terus dipacu untuk ditingkatkan .

(2)

Kondisi Peternakan Sapi

Populasi sapi dan kerbau di Indonesia saat ini sekitar 13,5 juta, yang tersebar di Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, sebagian Sumatera, Kalimantan, dan lain-lain . Dalam dasawarsa terakhir ini populasi sapi mengalami penurunan, dimana pada periode 2001 sampai 2006 turun sebesar 2,8 persen per tahun (DITJENNAK, 2006) . Penurunan populasi ini lebih merisaukan karena terjadi pada wilayah sentra produksi yakni NTB, NTT, Sulawesi, Lampung dan Bali . Sedangkan di beberapa daerah Jawa sebagai kawasan yang paling banyak memiliki sapi potong dan sapi perah tidak bisa diandalkan lagi karena selain mengalami masalah serupa, di wilayah ini banyak terjadi pemotongan sapi betina produktif atau ternak muda/kecil (DIWYANTO

et al.,2005) . Oleh karenanya perlu diupayakan langkah-langkah konkrit untuk menambah populasi, memperbaiki produktivitas dan meningkatkan produksi daging sapi di dalam negeri . Salah satu strategi yang dapat ditempuh adalah memaksimalkan potensi sumberdaya genetik dan penggunaan sumber pakan lokal secara optimal .

Usaha peternakan untuk menghasilkan sapi bakalan (cow-calf operation) 99% dilakukan oleh peternakan rakyat (DJAJANEGARA dan DIWYANTO, 2001), yang sebagian besar berskala kecil dengan tingkat kepemilikan 2-3 ekor/KK dan dipelihara secara tradisional . Usaha ternak sapi potong yang dilaksanakan umumnya merupakan suatu usaha yang melekat di dalam sistem usaha pertanian yang terintegrasi dengan kegiatan lainnya, sehingga fungsi sapi sangat komplek dalam menunjang kehidupan peternak (PEZO dan DEVENDRA, 2002) . Dalam hal ini petani hanya berperan sebagai 'keeper' atau 'user', bukan sebagai

'producer' apalagi 'breeder', dengan manfaat ternak untuk berbagai tujuan, antara lain ; (1) akumulasi asset, (2) mengisi waktu luang, (3) usaha tani dan lapangan kerja sebagai penghasil daging/susu/sumber tenaga kerja, (4) penghasil kompos, dan (5) sebagai simbol status sosial atau hobby . Kondisi ini justru yang menyebabkan usaha ini tetap bertahan, walaupun secara perhitungan ekonomis kelihatannya tidak menguntungkan . Mereka memanfaatkan biomasa yang tersedia disekitar sebagai sumber bahan pakan utama, dan

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak

praktis sangat membatasi penggunaan eksternal input (DIWYANTO, 2003) .

KASRYNO dalam DIWYANTO dan HANDIWIRAWAN (2004) menyatakan bahwa kelemahan di bidang usaha sapi potong adalah tidak berkembangnya pembibitan sapi, dan Iemahnya dukungan usahaternak sapi potong . Selain itu permasalahan yang dihadapi dalam usaha ternak sapi potong pada umumnya adalah ketersediaan hijauan pakan ternak yang terbatas, karena umumnya petani/peternak tidak mempunyai tanaman hijauan dalam jumlah yang cukup. Sementara itu harga konsentrat untuk sapi potong dirasakan mahal oleh peternak, sehingga pemberian konsentrat juga terbatas . Hal ini mengakibatkan produktivitas rendah yang menyebabkan produksi sapi di dalam negeri tidak dapat mengimbangi peningkatan permintaan pasar . MATHIUS et al. (1984) melaporkan bahwa rendahnya tingkat produktivitas ternak ruminansia disebabkan oleh ketersediaan pakan hijauan yang kurang memadai dan rendahnya kualitas hijauan yang diberikan.

Rendahnya efisiensi usaha peternakan diakibatkan dari tingginya biaya pakan yang banyak bersaing dengan kebutuhan lain dalam bidang pertanian maupun non pertanian . Salah satu cara untuk menekan biaya produksi (teutama penyediaan bahan pakan) adalah memanfaatkan produk samping usaha pertanian tanaman, agar dapat meningkatkan nilai guna limbah menjadi bahan pakan ternak yang murah dan berkelanjutan .

Pentingnya peran ternak dalam usaha pertanian dibuktikan dengan meningkatnya nilai tambah usaha melalui pemanfaatan kotoran sebagai kompos dan dalam bentuk tenaga kerja sapi . Secara umum potensi yang ada di masing-masing wilayah belum dapat dimanfaatkan secara optimal . Petani masih terkendala dalam pengembangan usaha antara lain sulitnya dalam penyediaan dan pemberian pakan sapi yang memadai, terbatasnya bibit/bakalan berkualitas, dan permasalahan reproduksi ternak .

Kondisi tersebut di atas merupakan peluang yang sangat baik untuk mendorong pengembangan usaha ternak . Hal ini dapat diwujudkan melalui berbagai upaya, antara lain memanfaatkan sumberdaya peternakan secara lebih optimal . Bahan pakan yang berasal dari hasil samping atau limbah pertanian,

(3)

perkebunan maupun agroindustri yang jumlahnya sangat besar masih belum dimanfaatkan secara optimal, bahkan menjadi beban pengusaha dalam pencemaran lingkungan . Berbagai inovasi dari Badan Litbang Pertanian telah membuktikan bahwa limbah yang tersedia ternyata dapat digunakan dengan baik sebagai bahan pakan ternak .

Peningkatan produktivitas dapat melalui perbaikan manajemen, pemanfaatan sumber-daya lokal yang lebih optimal, penggunaan inovasi teknologi yang benar, serta didukung dengan program, strategi dan kebijakan yang tepat. Teknologi yang dapat dikembangkan adalah pengkayaan dan penyimpanan pakan, pemilihan bibit, strategi pemberian pakan tambahan secara tepat, dan menerapkan pola

kandang kelompok .

SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK Potensi untuk usaha peternakan sapi potong di Indonesia sangat besar bila dilihat kemampuannya dalam penyediaan pakan . Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki lahan pertanian dan perkebunan yang cukup luas. Dengan tersedianya biomasa sebagai produk samping pertanian dan perkebunan yang cukup banyak jumlahnya (MATHIUS et al., 2005) . Saat ini masih tersedia kawasan perkebunan yang relatif kosong ternak, seluas lebih dari 15 juta ha. Lahan sawah dan tegalan yang belum optimal dimanfaatkan untuk pengembangan ternak Iebih dari 10 juta ha (luas panen per tahun), serta lahan lain yang belum dimanfaatkan secara optimal Iebih dari puluhan juta ha yang tersebar di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Setiap hektar kawasan perkebunan atau pertanian, sedikitnya mampu menyediakan bahan pakan untuk 1-2 ekor sapi, sepanjang tahun .

Sapi potong merupakan salah satu komponen usaha yang cukup berperan dalam agribibisnis pedesaan, terutama dalam sistem integrasi dengan subsektor pertanian lainnya, sebagai rantai biologis dan ekonomis sistem usahatani . Pengembangan integrasi sapi potong dengan usahatani lainnya merupakan potensi yang cukup besar untuk mengembangkan usaha pembibitan dan pengemukan . Dengan mengintegrasikan kegiatan pemeliharaan sapi potong dengan usaha lainnya dapat dilakukan efisiensi usaha .

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak

Sistem Integrasi Tanaman-Temak (SITT) bertujuan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan kesuburan lahan melalui siklus dari lahan, limbah tanaman, sapi, pupuk organik dan kembali ke tanaman lagi . Disamping itu SITT bertujuan untuk memanfaatkan sumberdaya pertanian dalam meningkatkan produktivitas sapi dan tanaman yang bermuara pada peningkatan pendapatan .

Produk sampingan (byproduct) hasil ternak dapat dimanfaatkan untuk pupuk organik yang dapat dipergunakan untuk menyuburkan lahan pertanian dan biogas yang secara ekonomi sangat menguntungkan . Sementara itu limbah tanaman dapat digunakan sebagai sumber pakan ternak (sapi), jumlahnya pada saat musim panen sangat berlimpah tetapi belum dimanfaatkan secara optimal . Dengan demikian limbah tanaman mempunyai potensi yang sangat besar sebagai penyedia pakan sumber serat bagi ternak sapi .

Pada sistem ini kotoran sapi dapat diolah menjadi pupuk organik yang sangat bermanfaat bagi peningkatan kesuburan tanah, melalui siklus unsur hara secara sempurna, sehingga produktifitas usahatani menjadi optimal . Pupuk organik akan dapat mengurangi ketergantungan petani akan pupuk buatan/anorganik yang relatif semakin mahal terhadap harga output hasil pertanian, serta tingkat pemakaian yang sudah mendekati ambang batas kualitas lahan .

Di sejumlah wilayah terutama di Jawa, gejala ini diikuti levelling off production padi : meskipun dosis pupuk digenjot, produksi tidak naik . Stagnasi produktivitas ini disebabkan kian berkurangnya kandungan bahan organik (BO) tanah oleh varietas unggul rakus hara. Saat ini 80% dari 7,4 juta ha sawah di Indonesia kandungan BO-nya kurang 1%. Sawah dengan kandungan BO kurang 1% perlu input dua kali lipat Iebih besar ketimbang tanah sawah ber BO 2% Perkembangan ini memberikan peluang bagi pengembangan usaha peternakan untuk mengatasi masalah kondisi kesuburan tanah melalui inovasi teknologi pemanfaatan kotoran ternak sebagai bahan dasar pembuatan kompos . ( h ttp : //news . okezone .com/mengefektifkan-subsidi-pupuk) .

Salah satu cara untuk mengembalikan kesuburan lahan adalah melalui perbaikan struktur tanah dan pemenuhan mikroba tanah dengan menggunakan pupuk organik. Produksi

(4)

biogas dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif dalam rumah tangga; sumber energi alternatif yang sangat dibutuhkan oleh perekonomian nasional pada masa kelangkaan sumber energi seperti saat ini .

Konsep pola integrasi tanaman-ternak dan pengalaman empiris di lapang terdapat benang merah yang dapat ditarik, yaitu (1) petani (padi) termotivasi untuk tetap mempertahankan kesuburan lahan pertanian dengan cara memperbaiki pola budidaya dan mempertahan-kan mempertahan-kandungan bahan organik, (2) penggunaan pupuk kimia dilakukan secara benar dan diimbangi dengan penambahan pupuk organik, (3) penggunaan kompos membuka peluang pasar baru dan mendorong masyarakat perdesaan untuk mengembangkan industri kompos dengan memelihara ternak (sapi), (4) teknologi pakan dalam memanfaatkan jerami padi dan limbah pertanian lainnya telah mampu mengurangi biaya pemeliharaan sapi melalui usaha kompos, (5) anak sapi (pedet) merupakan produk utama dari budidaya sapi, namun sebagian biaya pakan dapat diatasi dengan penjualan kompos, dan (6) peternakan dapat dipandang sebagai usaha investasi (tabungan) yang tidak terkena inflasi, mampu menciptakan lapangan kerja yang memang tidak tersedia di perdesaan, dan menjadi bagian

integral dari sistem usahatani dan kehidupan masyarakat (DIWYANTO etal .,2002) .

Beberapa permasalahan pemanfaatan hasil ikutan pertanian sebagai pakan ternak adalah nilai nutrisinya yang rendah, penyimpanan yang menyita tempat dan kurang tahan lama . Oleh karena itu, pengembangan agribisnis sapi diarahkan pada budidaya peternakan yang menerapkan model LEISA terutama melalui Sistem Integrasi Tanaman-Ternak (SITT) khususnya dengan tanaman pangan dan perkebunan . Diyakini bahwa SITT dapat menurunkan biaya produksi melalui optimalisasi pemanfaatan hasil ikutan pertanian, perkebunan dan agro-industri setempat dengan meminimalisasi penggunaan pakan tambahan yang berasal dari luar . Optimalisasi penggunaan bahan pakan hasil ikutan tanaman pertanian dan perkebunan diharapkan dapat menurunkan biaya ransum namun tetap mampu meningkatkan produktivitas ternak sapi potong .

KUSNADI et al. (2001) melaporkan dalam Sistem integrasi padi-ternak (SIPT) yang

didukung oleh penguatan kelembagaan tani dapat meningkatkan basil padi dan efisiensi usaha tani . Rata-rata kenaikan produksi padi petani meningkat sekitar 13,7-28,8% dengan tambahan keuntungan Rp . 940 .000 per ha . Di samping itu petani memperoleh pupuk sebanyak 17.664 ton (KuSNADI etal., 2001a).

DIWYANTO dan HARYANTO (2003) mengemukakan bahwa pada umumnya integrasi ternak dengan tanaman, baik itu tanaman pangan, tanaman perkebunan maupun tanaman hortikultura memberikan nilai tambah yang cukup tinggi . Kontribusi ternak di dalam sistem integrasi tanaman-ternak bervariasi dari 5-75 persen tergantung pola integrasi yang diterapkan .

Potensi Sumberdaya Genetik Lokal

Dengan harga sapi impor yang melonjak sangat tinggi, saat ini sebagian usaha penggemukan (feed loiter) mulai mengalihkan usahanya dengan memanfaatkan bakalan dari dalam negeri . Pemanfaatan ternak lokal menjadi pertimbangan dalam usaha ini .

Aspek yang perlu mendapat perhatian adalah bibit atau sumberdaya genetik . Aspek pembibitan pada sub sektor peternakan mempunyai peranan yang strategis karena benih dan bibit ternak merupakan awal dari serangkaian proses produksi ternak . Indonesia memiliki sumberdaya genetik berupa sumberdaya genetik temak lokal yang cukup banyak dan telah beradaptasi baik dengan lingkungan setempat . Bibit ternak yang berasal dari sumberdaya genetik ternak lokal merupakan salah satu sarana dalam mengembangkan industri peternakan dan mempunyai peranan yang menentukan dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas ternak. Sumberdaya genetik temak lokal pada umumnya memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan iklim setempat, mampu memanfaatkan pakan yang berkualitas rendah namun mempunyai daya reproduksi yang tinggi . Rekomendasi para pakar menyarankan bahwa pengembangan sapi sebaiknya memanfaatkan plasma nutfah (sumberdaya genetik = SDG) lokal, antara lain sapi Bali . Kelebihan sapi Bali antara lain adalah (a) daya adaptasi yang tinggi, (b) daya reproduksi sangat baik, (c) mampu memanfaatkan pakan

(5)

yang berkualitas 'rendah', (d) kualitas karkas sangat baik, serta (e) mempunyai harga jual yang tinggi . Tetapi sapi Bali juga mempunyai beberapa kelemahan, antara lain (a) kurang responsive bila diberi pakan berkualitas, (b) tidak dapat dipelihara bersama domba karena penyakit MCF, (c) persilangan dengan sapi Bos Taurus menghasilkan jantan yang mandul, serta (d) ukurannya relatif kecil (ACIAR Proceedings, No . 110, 2003) . Secara umum sapi Bali mempunyai lebih banyak keunggulan teknis maupun ekonomis (DIWYANTO et al, . 2004) . Beberapa jenis sumberdaya genetik ternak lokal lain yang juga berpotensi untuk dikembangkan adalah sapi Madura, sapi Peranakan Ongole, kambing Kacang ; kambing Peranakan Ettawah, domba Ekor Tipis, domba Ekor Gemuk, ayam Kedu, ayam Pelung, itik Mojosari, itik Alabio, dan lain-lain . Selain itu beberapa rum pun/strain baru hasil penelitian pemuliaan Balai Penelitian Ternak juga dapat dipertimbangkan untuk diintegrasikan, seperti domba Komposit Sumatera, domba SC (St . Croix cross), domba BC (Barbados cross) dan itik MA (DIWYANTO dan HANDIWIRAWAN, 2004) .

Pada bidang peternakan, terdapat tiga metode dasar pelestarian plasma nutfah yang dilakukan, yakni (a) mempertahankan populasi ternak hidup secara in situ (on farm) maupun ex situ dalam suatu koleksi di tempat khusus, (b) penyimpanan beku (cryogenic) plasma germinalis baik yang berbentuk haploid maupun diploid (garnet dan embrio), serta (c) penyimpanan DNA (deoxyribonucleid acid) (DIWYANTO dan SETIADI, 1997) . Dalam beberapa hal, mempertahankan populasi ternak secara on farm merupakan metode pelestarian yang lebih praktis . Pelestarian pada ternak hidup mempunyai beberapa keuntungan, antara lain bangsa ternak (breed) yang dilestarikan secara bertahap dapat merespon perubahan pengaruh eksternal dan memungkinkan dilakukannya evaluasi kinerja (DIWYANTO dan HANDIWIRAWAN, 1999) .

Perbaikan sistem perkawinan antara lain dapat dilakukan dengan penyediaan pejantan berkualitas. Di beberapa wilayah yang tercakup dalam kegiatan IB cenderung kurang memperhatikan aspek pelestarian sapi lokal (asli), dan diduga justru telah mengakibatkan peningkatan inbreeding karena penggunaan pejantan sarna dalam kurun waktu yang lama

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak

(DIwYANTO ; 2003) . Ternak lokal yang sudah beradaptasi dengan baik, cenderung diabaikan dan tidak dimanfaatkan secara optimal .

Strategi umum pemuliaan adalah menyesuaikan potensi genetik ternak dengan sistem manajemen dan pemberian pakan yang diterima . Jika dipergunakan ternak lokal yang adaptif maka pemberian pakan komersial tidak akan mampu memberi respon yang maksimal . Sebaliknya jika ternak dengan potensi genetik tinggi dipelihara dalam sistem produksi dimana pemberian pakan dan manajemen tidak cukup untuk ternak mengekspresikan potensi produksinya maka sistem produksi menjadi kurang produktif daripada yang mungkin dapat dicapai (BRADFORD, 1993) .

Jika kondisi manajemen dan ketersediaan pakan dalam sistem integrasu memungkinkan untuk dikembangkan tenak dengan potensi genetik lebih tinggi maka peningkatan mutu genetik dapat dilakukan dengan persilangan . Persilangan pada sapi dapat meningkatkan ukuran dan pertumbuhan (average daily gain) sapi yang dipelihara dengan input yang memadai (DIWYANTO et al., 2004), namun sistem perkawinannya perlu dikombinasikan antara lB dan kawin alam agar lebih efektif

(DIWYANTO, 2002) .

Diperlukan langkah konkrit untuk meningkatkan populasi, produksi dan produktivitas sapi di dalam negeri yang terkait dengan kegiatan litbang perbibitan, dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut : (a) ketersediaan pakan murah, mudah diperoleh, tersedia sepanjang tahun dan berkualitas, (b) memanfaatkan bibit (breed) yang tepat, (c) program litbang perbibitan yang sesuai (seleksi, persilangan, dll .), (d) aplikasi inovasi teknologi reproduksi yang efektif dan efisien, serta (e) pola pengembangan yang sesuai dengan agroekologi dan sosial budaya masyarakat, serta kebutuhan pasar .

PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGOLAIIANPAKAN

Untuk peningkatan produksi dan populasi ternak diperlukan upaya peningkatan pakan yang memadai, kebutuhan pakan merupakan faktor pendukung dalam usaha ternak sapi, untuk memenuhi kebutuhan pakan ini tidak hanya memperhatikan faktor kualitas, tetapi lebih penting adalah pakan yang ekonomis,

(6)

murah dan terjangkau kemampuan peternak, dan ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan limbah pertanian, perkebunan dan agroindustri . Dengan kelimpahan biomasa yang berasal dari limbah atau hasil samping pertanian/ perkebunan maupun agroindustri, biaya pakan untuk penggemukan sapi di Indonesia saat ini sangat kompetitif. Dengan pola integrasi, biaya pakan usaha cow-calf operation dapat dikurangi secara signifikan, sehingga produk yang dihasilkan mempunyai daya saing yang tinggi .

Disadari bahwa kualitas 'limbah' tersebut untuk bahan pakan kurang memadai, sehingga perlu upaya untuk memperkaya atau meningkatkan kualitasnya antara lain melalui fermentasi atau pemberian probiotik dan amoniasi . Teknologi untuk hal ini Sudah tersedia, dan sudah dipasarkan secara komersial . Selanjutnya perlu diberi tambahan pakan berkualitas, seperti legume treedan atau sumber protein lain pada masa-masa tertentu, disamping mineral (comin block) .

Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak sesuai dengan kemampuan genetik ternak untuk pertumbuhan atau deposisi nutrien dalam jaringan tubuh maka perlu dilengkapi dengan ransum yang memenuhi kebutuhan nutrien tersebut. Formulasi ransum dapat dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan pakan yang tersedia di lokasi, seperti dedak padi, bungkil kelapa, bungkil inti sawit dan lain sebagainya .

PEMANFAATAN KOMPOS DAN BIOGAS

Kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman dan kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi atau pelapukan . Selama ini sisa tanaman dan kotoran hewan tersebut belum sepenuhnya dimanfaatkan sebagai pengganti pupuk buatan . Kompos yang baik adalah yang sudah cukup mengalami pelapukan dan dicirikan oleh warna yang sudah berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak berbau, kadar air rendah dan sesuai suhu ruang. Proses pengomposan adalah proses menurunkan C/N bahan organik hingga sama dengan C/N tanah (< 20) . Selama proses pengomposan, terjadi perubahan-perubahan unsur kimia yaitu : 1) karbohidrat, selulosa, hemiselulosa, lemak dan lilin menjadi

C02 dan H20, 2) penguraian senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap tanaman .

Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya kotoran manusia dan hewan, limbah domistik (rumah tangga), dan sampah (limbah organik dalam kondisi anaerobik) .

Berbagai model dan bentuk ditinjau dari kontruksi atau desain degester tergantung lokasi, iklim, jumlah ternak (konsentrasi feses yang fermentasi) dan pembiayaannya antara lain, degester dari bahan semen, tong aspal, plastik dengan desain bermacam-macam sesuai dengan kondisi dan lokasi yang tersedia . Beberapa tahapan dalam pembuatan biogas, yaitu (1) analisis lokasi, (2) penggalian tanah, (3) penggarapan/pembuatan tabung digester dan (4) pengisian feses dan air kedalam tabung (1 :1) .

PEMELIHARAAN TERNAK

Pemeliharaan ternak merupakan faktor penting dalam menentukan produktivitas ternak. Meskipun pakan dan kemampuan genetik ternak juga tidak dapat diabaikan, keberhasilan usaha pemeliharaan sapi dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain pemilihan bakalan yang balk, perkandangan yang sehat, tatalaksana pemberian pakan yang benar serta penanganan kesehatan ternak .

Pola pemeliharaan untuk pembesaran dan penggemukan sebaiknya dilakukan secara intensif. Hal ini dilakukan dengan alasan agar mudah penanganan/tatalaksananya . Ruang gerak sapi potong yang dibatasi menyebabkan pasokan nutrien dari pakan yang dikonsumsi dapat dimanfaatkan secara optimal dan tersimpan dalam tubuh ternak .

Kandang berfungsi sebagai tempat berlindung sapi serta tempat pengumpulan kotoran ternak yang akan diproses menjadi pupuk organik . Alas kandang dapat digunakan serbuk gergaji dan campuran antara alas kandang dengan kotoran sapi (feses dan urine) tidak perlu dibersihkan setiap hari, namun dikumpulkan hingga 12-14 hari kemudian dipindahkan pad lokasi pembuatan pupuk organik .

Untuk menjaga penampilan produksi yang baik maka perlu diperhatikan pula tentang

(7)

kesehatan ternak . Sapi yang dipelihara perlu mendapatkan obat parasit saluran pencernaan serta vitamin pada saat yang tepat, misalnya pada awal periode pemeliharaan atau setelah transportasi ternak .

PENUTUP

Dengan demikian pada suatu kawasan dapat menghasilkan komoditas sebagai produk utama, susu atau daging sebagai hasil usaha peterrnakan, dan pupuk organik sebagai hasil samping usaha peternakan .

Hasil-hasil penelitian dan pengkajian diberbagai tempat dan agroekologi juga menunjukkan bahwa pada umumnya integrasi tanaman dengan ternak, baik itu tanaman pangan, tanaman perkebunan maupun tanaman industri memberikan nilai tambah yang cukup signifikan . Sistem integrasi ini diharapkan dapat mendorong berkembangnya usaha sapi potong dengan mengoptimalkan pemanfaatan bahan pakan yang berasal dari hasil sampingan dari tanaman pangan, perkebunan, hortikultura dan kehutanan .

Pengembangan usaha perbibitan di dalam negeri merupakan langkah strategis untuk penyediaan bibit sapi nasional, sehingga pemerintah harus terus mendorong tumbuhnya usaha-usaha perbibitan rakyat di pedesaan (village breeding centre) .

Keberhasilan upaya pengembangan ternak sapi potong dipengaruhi faktor teknis dan non teknis. Program pemuliaan memerlukan skala yang memadai, maka diperlukan program (payung) nasional yang pelaksanaannya dikoordinasikan melalui jaringan kerjasama yang baik . Dari aspek teknis dapat berupa penerapan inovasi teknologi yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian maupun Perguruan Tinggi . Sedangkan faktor non teknis berupa kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah . Oleh karena itu peran Direktorat Jenderal Peternakan dan Komisi Bibit Ternak Nasional masih sangat strategis dalam memberi dukungan kebijakan, dan bantuan teknis _ dari lembaga penelitian maupun perguruan tinggi masih sangat diperlukan .

Diperlukan upaya/dukungan kebijakan pemerintah dalam pengembangan sapi potong terutama dalam pembibitan . Perlu ada ditetapkan wilayah-wilayah pengembangan

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak

sapi untuk pemanfaatan dan pelestarian dengan pembentukan VBC .

Teknologi yang disarankan untuk dikembangkan dalam sistem integrasi antara

lain : 1) strategi pemberian pakan, 2) peman-faatan probiotik (bioplus, probion dll), 3) penggunaan limbah pertanian/perkebunan, 4) pengembangan legume tree serta 5) pence-gahan dan pemberantasan penyakit .

PUSTAKA

BRADFORD, G . E . 1993 . Small ruminant breeding strategies for Indonesia . In : Advances in Small Ruminant Research in Indonesia . SUBANDRIYO and R . M . GATENBY (Eds) . Proc . of a Workshop held at the Research Institute for Animal Production . Ciawi-Bogor, August 3-4,1993 .

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN . 2006 . Statistik Peternakan, Direktorat Jenderal Petemakan, Jakarta .

DIWYANTO, K . dan B . SETIADI. 1997 . Konsep pelestarian plasma nutfah nasional dan penyelarasannya dengan sistem global FAO . Prosiding Seminar Nasional Petemakan dan Veteriner. Bogor, 7-9 Januari 1997 . Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan . Bogor.

DIWYANTO, K . dan E . HANDIWIRAWAN. 1999 . Sarasehan Pelestarian dan Pemanfaatan Keanekaragaman Hayati Pertanian dan Fungsi Agroekosistem, Surakarta, 30-31 Agustus

1999 .

DIWYANTO, K . 2003 . Tantangan dan Peluang : Industri Sapi Potong Di Indonesia . Makalah dalam Seminar Pengembangan Sapi Lokal, Universitas Brawijaya, 29 Maret 2003 . DIWYANTO, K . dan E . HANDIWIRAWAN . 2004 . Peran

Litbang dalam mendukung usaha agribisnis pola integrasi tanaman-ternak. Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Temak . Denpasar 20-22 Juli 2004 . Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Bali dan Crop-Animal System Research Network (CASREN) . Bogor .

DIWYANTO, K ., B .R . PRAWIRODIPUTRO, dan D . LUBis. 2002 . Integrasi tanaman ternak dalam pengembangan agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan dan berkerakyatan . WARTAZOA, Vol . 12 . No . 1 ., p. 1-8.

(8)

DIWYANTO, K ., S . BAHRI, B . HARYANTO, 1 .W . RUSASTRA dan H. HASINAH . 2005 . Prospek dan arah pengembangan agribisnis sapi . Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

DJAJANEGARA, A . dan K. DIWYANTO. 2001 . Development strategies for genetic evaluation of beef production in Indonesia . Proc . of an Int'l Workshop Held in Khon Kaen Province, Thailand, July 23-28, 2001 . ACIAR . No. 108 .

1-IARI PANGAN SEDUNIA . 2007 . Sambutan Menteri Pertanian dalam Hari Pangan Sedunia, Bogor 21 November 2007 . Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian .

http : //news .okezone .com/mengefektifkan-subsidi-pupuk.

KUSNADI, U . AMLIUS TALIB dan DEDE KUSDIAMAN .

2001 . Model Usaha Penggemukan sapi pada daerah berbasis usahatani padi . Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian Ternak bekerja sama dengan Proyek Pembinaan Kelembagaan Penelitian dan Pengembangan Pertanian/ ARMP-1I. Badan Litbang Pertanian .

KUSNADI, U . AMLIUS TALIB dan M . ZULBARDI .

2001a. Profitabilitas penggemukan sapi PO pada daerah berbasis usahatani padi di Kabupaten Subang . Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor 17-18 September 2001 . Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor . hlm 435-440.

MATHIUS, I .W ., A .P . SINURAT, B .P . MANURUNG,

D.M .SITOMPULdanAZMI .2005 . Pemanfaatan produk fermentasi lumpur-bungkil sebagai bahan pakan sapi potong. Pros . Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner . Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternal :an, Bogor . pp . 153-161 .

MATHIUS, I .W., J .E . VAN Eys, M. RANGKUTI, N .

THOMAS dan W .L . JOHNSON . 1984 . Karakteristik sistem pemeliharaan ternak ruminansia kecil di Jawa Barat : Aspek makanan . Pros. Domba dan Kambing di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. pp 37-41 .

PEzo,D . dan C .DEVENDRA.2002 . The relevance of crop-animal systems in South Esat Asia. In :

Research Approaches and Methods for Improving Crop-Animal Systems in South East Asia . ILRI . P .1-27 .

PUSLITBANGNAK . 2002 . Strategies to improve Bali cattle in The Eastern Islands of Indonesia . Laporan Bulan Februari 2002 . Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan Critical Path Method (CPM) diketahui bahwa proyek membutuhkan waktu 249 hari untuk menyelesaikan rangkaian aktivitas pekerjaan dari awal hingga akhir,

Penguasaan terhadap pengetahuan tersebut akan mempermudah seorang pemain drum dalam menginterpretasikan komposisi musik untuk drum sesuai dengan apa yang

Hal ini membuktikan bahwa PGV- 0 memiliki kemampuan lebih baik dibanding kurkumin pada penghambatan daur sel untuk memasuki fase sintesis, atau PGV-0 mampu menghambat

Beberaa ketentuan dalam Peraturan Bupati Bangka Nomor 15 Tahun 2005 tentang Pembentukan Pos Peduli Lingkungan di Kabupaten Bangka (Berita Daerah Kabupaten Bangka Tahun

Obat utama yaitu obat kronis yang diresepkan oleh Dokter Spesialis/Sub Spesialis di fasilitas kesehatan tingkat lanjutan dan tercantum pada Formularium Nasional

Dalam penulisan makalah ini, kami menggunakan beberapa metode tang diperoleh dari keterangan lain yang berhubungan dengan morfologi batang dan filotaksis khususnya pada rumput

Tesis Penataan PKL : Antara Kondisi sosial .... Diah Puji

Pada akhirnya, hal yang perlu dilakukan adalah melakukan kritik secara mendasar atas pemberlakuan syari‘ah yang dilakukan di Indonesia, termasuk di Aceh, dalam bidang-bidang