BURNOUT PADA RELAWAN PMI DKI JAKARTA YANG BERUSIA
DEWASA MADYA Dessy Dwi Anggita Puspita Fakultas Psikologi Gunadarma
(dc_kawai14@yahoo.com)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran burnout pada relawan PMI DKI Jakarta yang berusia dewasa madya dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan burnout pada relawan PMI DKI Jakarta yang berusia dewasa madya. Subjek dalam penelitian ini adalah satu orang dewasa pria yang memiliki pekerjaan sebagai relawan PMI, dan sudah menjadi relawan PMI selama 15 tahun. Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif jenis studi kasus. Metode yang digunakan adalah observasi tidak langsung dan pendekatan wawancara menggunakan petunjuk umum wawancara. Berdasarkan hasil analisis dari gambaran burnout pada subjek dapat diketahui bahwa subjek mengalami pola makan yang tidak teratur, istirahat yang kurang, pekerjaan yang berlebihan sehingga menyebabkan kelelahan fisik dan emosi sehingga subjek menarik diri dari lingkungan sekitar. Berdasarkan hasil analisis dari faktor-faktor yang menyebabkan burnout pada subjek dapat diketahui bahwa subjek merasa jenuh dengan pekerjaannya, subjek merasa jenuh di tempat bencana dengan kondisi korban yang melimpah dan situasi yang tidak kondusif. Subjek berusaha tidak menjadikan pekerjaannya suatu beban dan berusaha mencari hiburan di luar pekerjaannya.
Kata Kunci: Burnout, Relawan PMI, Dewasa Madya
PENDAHULUAN
Istilah burnout pertama kali diutarakan dan diperkenalkan pada masyarakat oleh Herbert Freudenberger pada tahun 1973. Freudenberger adalah seorang ahli psikologis klinis pada lembaga
pelayanan sosial di New York yang menangani remaja bermasalah. Setelah mengamati perubahan perilaku para sukarelawan setelah bertahun-tahun bekerja. Hasil pengamatannya, dilaporkan dalam sebuah jurnal psikologi profesional
pada tahun 1973 yang disebut sebagai sindrom burnout (Farber, 1991). Sedangkan menurut Gehmeyr, 2000 burnout merupakan suatu masalah yang kemunculannya memperoleh tanggapan yang baik, sebab hal itu terjadi ketika seseorang mencoba mencapai suatu tujuan yang tidak realistis dan pada akhirnya mereka kehabisan energi dan kehilangan perasaan tentang dirinya dan terhadap orang-orang lain.
Dalam menghadapi
penanganan bencana alam, PMI (Palang Merah Indonesia) sebagai satu-satunya perhimpunan nasional di Indonesia yang didirikan berdasarkan kebersamaan merupakan kekuatan dalam semangat berkarya dalam kegiatan kemanusiaan. Kebersamaan untuk mendorong dan memberdayakan masyarakat rentan agar lebih mampu dalam penyelamatan hidup dan peningkatan kesejahteraannya (Widodo, 2010). PMI dituntut harus mampu menyediakan pelayanan kepada masyarakat korban bencana secara efektif dan efisien. Untuk mencapai penyediaan pelayanan yang efektif
dan efisien, telah banyak usaha yang dilakukan seperti menyediakan peralatan yang standar, dan sumber daya manusia atau relawan yang berkualitas untuk menanggulangi bencana. Relawan Palang Merah Indonesia yang menjadi tonggak tulang punggung dari gerakan Palang Merah atas setiap kegiatan kemanusiaan yang dilaksanakan oleh PMI, hal ini menjadi tantangan besar bagi relawan PMI untuk bisa memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat yang membutuhkan bantuan tanpa didasari imbalan apapun.
Relawan dalam lingkungan organisasi PMI adalah seseorang yang melaksanakan kegiatan kepalangmerahan baik secara tetap maupun tidak tetap sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Gerakan Palang Merah serta diorganisasikan oleh Palang Merah Indonesia (PMI). Relawan adalah sebuah istilah yang mengacu pada pengertian rela atau ikhlas. Jadi seorang relawan adalah sosok yang melakukan tugasnya dengan ikhlas. Dalam pengertian ini relawan tidak mengharapkan sesuatu
apa pun dari pekerjaannya kecuali demi kelancaran, kesuksesan, keselamatan, kenyamanan, dari pekerjaan yang diembannya itu (Susilo, 2008).
Untuk itulah, peneliti disini ingin mengetahui lebih dalam mengenai burnout pada relawan PMI DKI Jakarta yang berusia dewasa madya. Yang telah diketahui sebelumnya bahwa relawan rentan terhadap burnout. Oleh sebab itu, dalam penelitian, peneliti ingin mengkaji lebih dalam mengenai burnout tersebut, agar setidaknya para relawan dapat mengetahui gambaran mengenai burnout pada relawan PMI DKI Jakarta yang berusia dewasa madya.
TINJAUAN PUSTAKA
Burnout
Burnout pada pekerja pelayanan kemanusiaan lebih sering dikaitkan dengan perasaan lelah secara fisik dan psikis. Bagi yang lain, gelisah dan tidak mampu tidur dengan
baik adalah simptom yang umum dari kelelahan syaraf. Istilah burnout pertama kali diutarakan dan diperkenalkan pada masyarakat oleh Herbert Freudenberger pada tahun 1973. Freudenberger (dalam Farber, 1991) mendefinisikan bahwa burnout adalah suatu bentuk kelahan yang disebabkan karena seseorang bekerja terlalu intens atau melebihi jam kerja yang biasanya, berdedikasi dan berkomitmen.
Gejala-Gejala Burnout a. Selera humor yang sedikit b. Tidak ada waktunya istirahat
dan pola makan yang tidak teratur
c. Jam kerja melebihi waktu kerja yang biasanya
d. Keluhan-keluhan yang menyangkut fisik
e. Penarikan diri
f. Sistem pekerjaan tidak sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan
g. Penggunaan dan
mengkonsumsi obat penenang dan alkohol
Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Burnout 1. Faktor demografi 2. Faktor perfeksionis 3. Lingkungan kerja 4. Keterlibatan emosional
5. Faktor situasional atau karakteristik pekerjaan
6. Faktor organisasional
Dimensi Burnout
Menurut Maslach (dalam Farber, 1991) bahwa burnout merupakan suatu pengertian yang multidimensional. Burnout merupakan sindrom psikologis yang terdiri atas tiga dimensi, yaitu kelelahan emosional, depersonalisasi, dan low personal accomplishment (prestasi individu).
a. Kelelahan Emosional b. Depersonalisasi
c. Low Personal Accomplishment (penurunan hasrat pencapai prestasi diri)
Dampak-Dampak Burnout
a. Dampak burnout pada individu tampak secara fisik, seperti
penurunan kekebalan tubuh individu.
b. Dampak burnout pada orang lain disarankan oleh penerima pelayanan dan keluarga. c. Dampak burnout menurut
Cherniss (1980)
mempengaruhi efektifitas dan efisiensi orang yang mengalami burnout.
d. Muldary (1983)
mengemukakan bahwa dampak dari burnout antara lain angka kehadiran kerja yang rendah.
Cara Mencegah Burnout Menurut Mangoenprasodjo (2005) terdapat cara-cara untuk mencegah terjadinya burnout:
a. Perhatikan setiap tanda-tanda yang diterima oleh tubuh anda
b. Tanyakan pada diri anda sendiri apa yang sesungguhnya ingin dicapai dalam hidup, karier pribadi. c. Langkah khususnya sangat berguna jika suatu saat mendapati
diri menggambarkan pekerjaan sebagai suatu yang “melelahkan”. d. Buatlah jarak secara mental
antara anda dengan pekerjaan. e. Harga diri anda dengan suatu
yang istimewa dari waktu ke waktu.
f. Meditasi atau lakukan teknik-teknik relaksasi lainnya untuk membantu melewati masa-masa stres.
g. Lakukan beberapa aktifitas olahraga. Tetapi jangan memilih olahraga yang memperkuat perasaan putus asa.
Relawan PMI
PMI (Palang Merah Indonesia)
PMI sebagai satu-satunya perhimpunan nasional di Indonesia yang didirikan berdasarkan kebersamaan merupakan kekuatan dalam semangat berkarya dalam kegiatan kemanusiaan. Kebersamaan untuk mendorong dan memberdayakan masyarakat rentan agar lebih mampu dalam
penyelamatan hidup dan peningkatan kesejahteraannya (Widodo, 2010).
Menurut Sapta (2009) PMI adalah perhimpunan lembaga sosial kemanusiaan yang netral dan mandiri yang didirikan dengan tujuan meringankan penderitaan sesama manusia, apapun sebabnya dengan tidak membedakan agama, bangsa, suku bangsa, bahasa, warna kulit, jenis kelamin, golongan, dan pandangan politik.
Relawan PMI
Relawan adalah sebuah istilah yang mengacu pada pengertian rela atau ikhlas. Jadi seorang relawan adalah sosok yang melakukan tugasnya dengan ikhlas. Dalam pengertian ini relawan tidak mengharapkan sesuatu apa pun dari pekerjaannya kecuali demi kelancaran, kesuksesan, keselamatan, kenyamanan, dari
pekerjaan yang diembannya itu (Susilo, 2008).
Menurut Mulyadi (2008) Relawan adalah orang atau sejumlah orang, baik terorganisir maupun tidak, yang mendedikasikan potensi yang dimilikinya untuk membantu mengatasi permasalahan orang lain tanpa mengharapkan pamrih, relawan adalah mata pisau dari kepedulian.
Faktor-Faktor Seseorang
Menjadi Relawan PMI
Menurut Ahyudin (1999) memahami latar belakang orang menjadi relawan, bisa memberi wawasan tersendiri dalam mengetahui program ini. Beberapa faktor orang menjadi relawan, berdasarkan penelitian kerelawanan yang pernah ada, adalah:
a. Adanya membantu keinginan sesama
b. Tertarik dengan aktivitas atau pekerjaan yang ditawarkan c. Keinginan belajar dan
memperoleh pengalaman d. Mempunyai waktu luang
e. Peduli pada kasus tertentu
f. Mengetahui seseorang yang terlibat di lembaga tempatnya bekerja ingin menjadi relawan
g. Karena panggilan spiritual
Manfaat Menjadi Relawan PMI
Menurut Susilo (2008) manfaat yang diperoleh dari program relawan ini, antara lain: a. Bisa lebih banyak memberi
layanan sosial dengan biaya yang lebih kecil
b. Mempunyai tambahan keahlian baru
c. Kontak lebih baik dan lebih luas dengan masyarakat d. Asistensi yang lebih baik
kepada donor community
Karakteristik Relawan PMI Menurut Ansyari (2008), karakteristik relawan PMI, memiliki sifat antara lain:
a. Kemanusiaan b. Kesamaan c. Kenetralan d. Kemandirian
e. Kesukarelaan f. Kesatuan g. Kesemestaan
Tugas Relawan PMI
Sapta (2009) relawan PMI selalu siap secara sukarela untuk menjalankan tugas, antara lain: a. Kesiapsiagaan bencana atau konflik (preparedness)
b. Penanganan bencana atau konflik (response)
c. Pelayanan sosial dan kesehatan masyarakat
d. Mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh PMI
e. Ikut mengembangkan organisasi PMI, misalnya sebagai:
1) Fasilitator dalam pembinaan PMR
2) Relawan penggalangan dana untuk PMI cabang 3) Pelatih dalam pelatihan
(sesuai kompetensi yang dimiliki)
4) Diseminator kepalangmerahan
5) Peserta forum atau rapat penyusunan rencana kerja atau program
Dewasa Madya
Menurut Atwater, (1983) dewasa madya adalah individu yang telah memasuki usia pertengahan tiga puluh tahun, karena pada dasarnya usia ini adalah usia pertengahan dalam masa kehidupan seseorang.
Hurlock, (2000) dewasa madya merupakan fase kehidupan yang dimulai dari usia 40 tahun sampai dengan usia 60 tahun.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa dewasa madya adalah tahap perkembangan yang merupakan usia pertengahan dalam masa kehidupan seseorang yang dimulai dari usia 41 tahun dan berakhir pada usia 65 tahun.
Karakteristik Dewasa Madya Hurlock,(2000) membagi dewasa madya kedalam beberapa karakteristik:
a. Periode yang ditakuti oleh individu karena adanya perasaan sudah tua.
b. Merupakan masa transisi dari dewasa muda menuju dewasa akhir.
c. Merupakan masa stress yang disebabkan perubahan fisik, psikis maupun sosial dan peranan dalam kehidupan sehari-hari.
d. Merupakan usia yang „berbahaya” karena banyak individu yang merubah haluan kehidupannya pada periode ini.
e. Usia canggung dimana individu harus menyesuaikan diri yang sudah tidak lagi mudah tapi belum tua.
f. Merupakan masa berprestasi karena individu mencapai puncak karier pada periode ini.
g. Periode evaluasi.
h. Masa sepi dimana kehidupan tidak lagi bergejolak namun mulai stabil dan monoton. i. Periode jenuh karena individu
sudah melakukan rutinitasnya
untuk waktu yang lama dan mulai merasa bosan.
Perubahan yang terjadi pada masa Dewasa Madya
Menurut Sigelman, (1999) individu yang memasuki masa dewasa madya mengalami beberapa perubahan antara lain: 1. Perubahan fisik
2. Perubahan gaya hidup 3. Perubahan seksual
4. Perubahan pada perkembangan kognisi
5. Karir
6. Agama dan pemaknaan hidup
Burnout Pada Relawan PMI DKI Jakarta yang Berusia Dewasa Madya
Burnout pada pekerja pelayanan kemanusiaan lebih sering dikaitkan dengan perasaan lelah secara fisik dan psikis. Bagi yang lain, gelisah dan tidak mampu tidur dengan baik adalah simptom yang umum dari kelelahan syaraf. Istilah burnout pertama kali diutarakan dan
diperkenalkan pada masyarakat oleh Herbert Freudenberger pada tahun 1973. Freudenberger (dalam Farber, 1991) mendefinisikan bahwa burnout adalah suatu bentuk kelelahan yang disebabkan karena seseorang bekerja terlalu intens atau melebihi jam kerja yang biasanya, berdedikasi dan berkomitmen.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif jenis studi kasus. Subjek adalah seorang relawan PMI DKI Jakarta.
Dalam penelitian ini, penelitian menggunakan tehnik wawancara dengan pedoman umum. Alasannya peneliti dengan bertujuan untuk dapat meningkatkan penelitian-penelitian mengenai aspek-aspek yang harus digali secara mendalam dan juga dapat sebagai bahan pengecek dalam urutan-urutan pertanyaan. Dalam hal ini peneliti menggunakan metode observasi non partisipasif, alasanya dilakukan karena peneliti hanya
sejauh penglihatan peneliti tanpa ikut didalam setiap kegiatan yang dilakukan
subjek (Basuki, 2006).
HASIL DAN ANALISIS
Gejala burnout jika dikaitkan dengan keluhan-keluhan yang menyangkut fisik. Dalam hal ini subjek merasakan otot kaku, fisik yang lemas dan pegal-pegal. Subjek mengatasinya dengan melakukan pelemasan otot dan periksa ke dokter. Gejala burnout pada subjek jika dikaitkan dengan penarikan diri, bahwa subjek menarik diri dari lingkungan kerja dan lingkungan keluarga. Penggunaan serta mengkonsumsi obat penenang dan alkohol jika dikaitkan dengan gejala burnout yang subjek alami hanya untuk menenangkan diri sejenak walaupun subjek hanya mengkonsumsi alkohol bukan obat penenang. Selain itu, subjek menenangkan diri dengan cara istirahat dan beribadah.
Gejala burnout jika dikaitkan dengan perubahan dalam diri subjek, bahwa saat mengalami burnout
subjek menjadi pendiam serta mengalami emosi yang tinggi, dan terkadang menyendiri.
Sama halnya dengan yang dikatakan oleh Santrock (2002), bahwa burnout sebagai suatu perasaan putus asa dan tidak berdaya yang diakibatkan oleh stres berlarut-larut yang berkaitan dengan kerja.
Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan burnout pada relawan PMI DKI Jakarta yang berusia dewasa madya jika dikaitkan dengan faktor lingkungan kerja, lingkungan kerja subjek ketika subjek berada di tempat bencana yang tidak kondusif menyebabkan subjek lelah dan jenuh. Karena di lokasi bencana subjek memiliki tanggung jawab yang besar atas tugas-tugasnya sebagai relawan PMI, banyaknya korban yang tidak sabar bisa membuat subjek lelah terhadap fisiknya, serta teman satu profesi yang tidak mau membantu sehingga subjek melakukan tugas dan pekerjaannya sendiri.
Kemudian faktor keterlibatan emosional, keterlibatan antara subjek dengan korban yang di bantu cukup baik. Tetapi, subjek merasa stres jika korban yang di bantu tidak sabar,
karena sebagai relawan PMI harus dapat memahami kondisi korban yang di bantu dalam keadaan panik, ketakutan, dan kesakitan.
Faktor yang menyebabkan burnout adalah faktor situasional atau karakteristik pekerjaan. Hal ini dapat di lihat dari subjek mengatasi beban kerja yang berlebihan dengan cara menikmati pekerjaannya dan berusaha tidak menjadikannya beban dan subjek terkadang hilang kontrol saat menangani korban bencana karena situasinya yang tidak kondusif dan menghadapi korban yang panik.
Kemudian faktor
organisasional. Faktor organisasional juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan burnout. Dalam hal ini kurang menyebakan subjek untuk rentan terhadap burnout.
Freudenberger (dalam Farber, 1991), burnout merupakan suatu bentuk kelelahan yang disebabkan karena seseorang bekerja terlalu intens atau melebihi jam kerja yang biasanya, berdedikasi dan berkomitmen.
KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Subjek menunjukkan kehilangan selera humor, pola makan subjek tidak teratur, istirahat yang kurang, subjek juga sering lembur dan bekerja dalam keadaan yang darurat, subjek merasakan kelelahan fisik seperti badan pegal-pegal dan lemas, subjek juga menarik diri dari lingkungan sekitar, terkadang subjek mengkonsumsi alkohol atau refreshing untuk mengatasi kejenuhan yang subjek alami. Selain itu, subjek mengalami perubahan mental menjadi lebih emosional, dan subjek mengatasinya dengan cara beribadah. Kemudian, Subjek terkadang merasa jenuh dengan pekerjaannya, subjek merasa jenuh ditempat bencana dengan kondisi korban yang melimpah dan situasi yang tidak kondusif, subjek juga merasa jenuh dan stres saat melayani para korban yang tidak merasa sabar untuk dilayani. Subjek berusaha tidak menjadikan pekerjaannya suatu beban dan berusaha mencari hiburan diluar pekerjaannya, subjek merasa puas setelah membantu korban
bencana, subjek juga memiliki komunikasi yang cukup baik antara pekerja dan pemimpin, organisasi yang subjek jalani cukup demokratis, dan tugas-tugas subjek mempunyai tujuan yang jelas.
Saran
Bagi subjek, peneliti menyarankan agar selalu bisa mengatasi burnout yang dirasakan ketika bekerja dengan cara mendekatkan diri dengan Tuhan, sharing dengan teman-teman dan keluarga dari pada subjek mengkonsumsi alkohol dan tidak dapat mengkontrol emosi yang berdampak tidak baik bagi diri subjek. Bagi lingkungan subjek, peneliti mengharapkan agar keluarga dan teman-teman subjek memberi dukungan secara moril dan membantu menghibur subjek ketika subjek merasa tertekan dan jenuh pada pekerjaannya. Usahakan selalu ada saat subjek membutuhkan untuk sharing. Bagi peneliti selanjutnya, penulis menyarankan untuk mengadakan penelitian serupa mengenai burnout dengan beragam
penelitian seperti subjek yang bekerja diorganisasi lain atau dari segi usia yang berbeda. Dengan keragaman ini diharapkan hasil yang diperoleh dapat dibandingkan dengan penelitian lain sehingga peneliti mendapatkan pemahaman yang lebih luas dan komprehensif mengenai Burnout Pada Relawan PMI DKI Jakarta yang Berusia Dewasa Madya.
DAFTAR PUSTAKA
Ansyari, H. (2008).Pelatihan kbbm pertama untuk sibat.Jakarta: PMI Basuki, A.M.H. (2006).Penelitian
kualitatif untuk ilmu-ilmu kemanusian dan
budaya.Jakarta: Penerbit Gunadarma
Caputo, J.S. (1991).Stress and burnout in library service.Canada: The Oryx Press
Cherniss, C. (1980).Staff burnout: job stress in the human service.Baverly Hills: Sage Publication
Cherniss, C. (1987).Staff burnout: job stress in the human service.Beverly Hills: Sage Publication
Farber, B.A. (1991).Chrisis in education: Stress and burnout in the america teacher.San Fransisco, Oxford: Jossey-Bass Publishers Greenberg, J.S. (2002).Comprehensive: Stress management (7th. ed).New York: America Goliszek, A. (2005).: 60 Second manajemen stress: cara cepat
untuk rileks dan
menghilangkan rasa
cemas.Alih Bahasa: Rusdin, D.Jakarta: BIP Kelompok Gramedia Hurlock,E,B. (1990).Psikologi perkembangan (dewasa awal).Jakarta: http://www.psychologymania. wordpress.com/2011/07/12/psi kologi-perkembangan-dewasa-awal/ diakses 18/01/2012 02.18 Hurlock,E,B. (2000).Psikologi perkembangan.Jakarta:erlangga Mangoenprasodjo, A.S. (2005).Pengembangan diri menghadapi stress.Jakarta: Think Fresh
Marshall, C & Rossman, G. (1995).Designing qualitative research.California :Stage Publications, inc.
Maslach, C. & Jackson, S. (1981).The measurement of experienced burnout. Journal
of Occupational Behaviour, II, 99-113 Maslach, C. (1998).A Multidimensional theory of burnout: in Theories of Organizational Stress.(Editor: C.L. Couper).Oxford: Oxford University Press Moeleong, L.J. (2005).Metodologi penelitian kualitatif.Bandung: Remaja Rosda Karya
Muldary, T.W.(1983).Burnout and health professional: Manifestations and Management.California : Capistrano Publication Mulyadi, A. (2008).Pedoman manajemen relawan.Edisi I.Jakarta: Penerbit Palang Merah Indonesia
Pines, A. Aronson, E. (1989).Career burnout: causes and cures.New York: The Free
Press, A Division of Macmillan, inc
Poerwandari, E.K.
(1998).Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi.
Jakarta: Lembaga
Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi UI
Sapta, A.S. (2009).Kenali pmi edisi I.Jakarta:PMI
Susilo, J. & Ahyudin. (2008).Buku pintar pekerja sosial.Jilid I.Edisi I.Jakarta: Penerbit PT. BPK Gunung Mulia
Utami, W. (1990). Kenali pmi edisi I.Jakarta:PM
Widodo. (2010).Kebersamaan merupakan kekuatan:Gema Insani.Jakarta:PMI DKI Jakarta