• Tidak ada hasil yang ditemukan

FILM & SENSOR. Ditindjau dari sudut kreasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FILM & SENSOR. Ditindjau dari sudut kreasi"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Sumber : Aneka No. 25/VIII/1957

FILM & SENSOR

Ditindjau dari sudut kreasi

Pertama marilah kita perhatikan sumber dan fungsi seniman. Suatu masjarakat bukanlah sebuah milik jang mati, tapi adalah kumpulan ketjondongan2 jang silih-berganti, sebagian terlaksana sebagian kandas, pengalaman setiap saat memberikan tepi-langitnja sendiri. Perumusan pengalaman jang terkandung dalam tepi-langit suatu kurun-zaman dan masjarakat, tidak sadja ditentukan oleh kedjadian2 dan keinginan2 tapi lebih lagi oleh konsepsi2 dasar jang ada padasaat itu jang diperlukan untuk menguraikan dan melukiskan pengalaman2 sehingga bisa menjadi suatu kesadaran. Konsepsi2 ini akan lahir perasaian2 sedjarah dan pengalaman. Itu makanja setiap zaman akan memberikan tjara pendekatan permasalahannja sendiri dan dengan itu suatu pertukaran keadaan akan memadjukan rumusan2 pertanjaan jang berbeda dari zaman jang lampau.

DEMIKIAN DJUGA HALNJA dengan zaman dan masjarakat kita. Masjarakat kita sekarang berada dalam zaman perobahan jang sangat tjepat, dimana pengalaman boleh dikatakan dengan tak bertahan, pengalaman2 mana akan memberikan tepi- langit2 atau horizonja sendiri. Djika seorang mentjoba menjigi pengalaman tersebut, dan mendjadikan idee2 jang saat itu masih abstrak mendjadi benda bertubuh, hidup dan beroleh bentuk maka terdjadilah proses pentjiptaan suatu hasil seni.

Seorang seniman sedjati adalah anak dari zaman dan masjarakatnja sendiri. Djika saja berkata zaman atau masjarakat, maka jg saja maksud bukanlah masjarakat dan zaman menurut gambaran jang dikehendaki oleh pelbagai pemimpin susila, para pendidik dan segala kaum hipokrit dan puritein, tapi adalah masjarakat jang dibentuk oleh bantingan2 sedjarah, perhubungan manusia, oleh musim kemarau atau musim panas, oleh waktu dan oleh tenaga2 jang ada didalam dan diluar genggaman manusia. Bukan sebuah masjarakat dan zaman jang dibangun menurut logika suatu pemikiran, tapi masjarakat dan zaman jang menpunjai logika sendiri. Dari sinilah lahir seorang seniman dan dari sinilah menjauk bahannja. Dari suatu sumber dimana kedjahatan dan kebaikan hidup berdampingan tjampur aduk. Ini adalah suatu rachmat sebetulnja,

Berikut ini dihidangkan buat para pembatja “Aneka” sebuah naskah jang tadinja adalah prasarana jang di utjapkan oleh sdr. Asrul Sani dalam diskusi besar masalah sensor, diselenggarakan oleh PPFI pada tanggal 11 bulan Oktober j.l. harus kiranja ditjatatkan bahwa naskah tsb. Kami peroleh dari seksi publisiter PPFI sendiri, naskah stensil jang telah dikoreksi kembali oleh sdr. Asrul Sani.

(2)

karena seorang seniman adalah “hati sanubari dari suatu masjarakat dan zaman”. Dan ia tidak akan dapat melakukan kewadjibanja sebagai “hati sanubari” atau “geweten” itu djika ia hanja diperbolehkan memakai kebenaran2 jang resmi, jang telah diakui dibangku2 sekolah, atau dikementrian pendidikan ataupun agama. Suatu “gewetan” atau “sanubari” membenarkan dirinja – rechtvaardig zichzelf – bukan karena kebersihan dan kemuliaan dirinja, tapi karena ia memperlihatkan jang buruk dalambandingan kebersihan jang ia jakini. Djadi ia tidak bisa berwudjud, jika tidak ada keburukan2 terdjadi. Dan karena dalam sedjarah manusia keburukan dan kedjahatan ini selalu ada, itu makanja ia mempunjai tempat jang penting dalam kehidupan manusia. Djika seorang ingin supaja ia berkembang dan memadjukan kebudajaan bangsa, memperkaja perbendaharaan djiwa manusia, membawa bangsanja kearah kematangan bathin, maka orang harus mengakui kebebasanja untuk memakai segala bentuk benda jang ada diatas bumi ini untuk kepentingan pekerdjaannja. Ini semua berlaku untuk semua tjabang seni, djuga untuk film. Marilah kita perhatikan fitri. Marilah kita perhatikan fitri film sebagai medium seni.

Film adalah seni jang berdasarkan observasi. Karena kemungkinan2 sifat tabii jang diberikan oleh materi film, maka seorang seniman film harus memberi bentuk kepada ideenja dengan pertolongan gambar2 jang bergerak. Primair dengan gerak dan gerak inilah ia mengadakan komunikasi dengan peminat2nja. Hanja dengan gambar2 jang bergerak ini jang kelihatan dilajar putih kita dapat beroleh pandangan tepi- langit pengalaman jang dihasilkan masjarakat dan zamanja dan jang tersimpan sebagai suatu jang tak berbentuk dalam dirinja.

Film terdiri dari pengambilan2 gambar2 jang terpisah2 jang kemudian dipersambung2kan. Tapi menonton sebuah film bukan berarti melihat suatu rentetan dari gambar2 jang dipersambungkan, tapi mengalami suatu drama, suatu kesatuan jg lengkap, biarpun drama dan kesatuan ini hanja bisa terlahir dari sintesis gambar2 jang dipersambungkan itu. Karena seniman film ini harus menjampaikan isi hatinja dengan pertolongan gambar2, maka dengan sendirinja harus mengemukakan hal itu dengan pertolongan dunia lahir jg ada sekelilingnja. Djadi djika sekiranja dalam kesusastraan kita mau mengatakan, bahwa seseorang berdusta, kita tjukup menjatakan “tuan x berdusta,” maka seorang seniman film harus memperlihatkan tindakan kedustaan itu untuk kepentingan ini ia akan membuat pilihan dari gambar2 atau situasi2 jang diambil dari dunia penonton sendiri atau se-tidak2nja ada dalam dunia pengalaman kedjiwaan penonton. Soal pengalaman dan keadaan keliling penonton ini amat perlu, karena hanja demikian ia dapat mengadakan komunikasi jang baik dengan penonton atau penikmat. Djadi kalau ia mau mentjeritakan tentang sebuah pasar di Djakarta misalnja, ia harus membuat analisa dari pasar itu. Ia kemukakan segi2 karakteristik dari pasar tersebut. Misalnja ia kemukakan shot orang berdjual beli dan shot2 pedagang2 klontong. Tapi ini baru memperlihatkan pasar, belum lagi pasar Djakarta. Djadi hal jang karakteristik dari pasar Djakarta misalnja harus ia perlihatkan, misalnja sadja orang berdagang djamu dan orang minum djamu. Biarpun kemetrian kesehatan dan dokter2 pada berseru bahwa pergi kedokter lebih baik dari pada pergi ketukang djamu, selama tukang djamu ini masih mendjadi karakteristik pasar itu, selama itu pula si seniman harus diizinkan memperlihatkan tukang djamu itu. Biarpun kita mengutuk tukang djamu itu se-djadi2

(3)

dan berdoa lima kali sehari supaja tiap membuat djamu dengan segera dimasukkan kedalam neraka, tapi selama ia masih ada di pasar Djakarta dan mendjadi karakteristik pasar itu, maka tukang djamu ini mendjadi bagian dari dunia tabii (physical word) jang boleh dipakai seorang cineas untuk mentjeritakan kisahnja atau memberi bentuk pada apa jang hendak ia katakan. Berhubung dengan hukum2 medium jang ia pergunakan, ia tak dapat mengelakkan diri dari pemakaian kenjataan jang ada, baik resmi diakui atau tidak. Ini tidak sadja mengenai keadaan tapi djuga watak manusia. Djika la memperlihatkan suatu kedjahatan, bukan berarti ia mengandjurkan kedjahatan, tapi menuding bahwa kedjahatan itu masih sadja ada. Lagi pula bagian2 ini bukanlah tudjuan, tapi bagjan2 jang kelak ha rus membangunkan suatu kesatuan dalam bentuk sebuah idee, sebuah pandangan hidup atau sebuah drama manusia. Dan seperti saja katakan di atas tadi menonton sebuah film ataupun membuat sebuah film bukanlah melihat atau menghasilkan rentetan gambar jang dipersambungkan tapi mengalami suatu drama. Sebua h film bukanlah hanja suatu djumlah dari bagian2 nja tapi suatu kebulatan baru jang timbul dari sintese bagian2 tadi. Suatu fikiran jang “dingin” akan berkata : Ia, tapi dalam film sering keadaan2 itu seolah2 di lebih2 kan, diperbesar, Benar, tapi ini sudah termasuk fitri film sendiri. Film, seperti djuga seni2 jg. lain, selalu mengadakan intensifikasi dari pengalaman2 biasa, ini mesti dilakukan untuk kepentingan id ee pangkal jang hendak dikemukakan. Sebuah film bukanlah surrogaat dari realiteit, sebuah film adalah realiteit jang di dramatisir. la bekerdja dengan lambang tidak pernah bisa berdiri sebagai suatu kenjataan. Dalam perwudjudannja ia hanja dapat dibenarkan djika ia berada dalam suatu relasi dengan sesuatu. Jang realiteit disini, ialah sumber jang menghasilkan idee film itu sendiri.

Dapatkah keharusan2 jang saja kemukakan diatas jang harus ada untuk kepentingan kreativiteit, di pertahankan? Dalam hal ini sampailah kita kepada pengaruh sensor atas daja2 kreatif, dan kesempatan untuk mendjalankan funksi kesenimanan dinegeri kita ini. Saja harus mengatakan disini, bahwa keadaan sekarang sangat me njedihkan sekali. Dapatkah seaiman2 film dengan leluasa memberikan kepada kita horizon2 baru dari pengalaman mereka. Dapatkah seniman film kita melakukan fungsinja sebagai “sanubari dari masjarakat dan zaman”? Dapatkah hal2 baru diperlihatkan ? Dapatkah diprotes dengan merdeka kebobrokan2 jang terdapat dalam masjarakat ? Tidak ! pada film tidak diiberikan kebebasan seperti diberikan kepada seni2 lain. Toh film adalah suatu medium dan alat komunikasi terbaik untuk melakukan itu.

MASJARAKAT kita sekarang ini penuh dengan orang2 jg. ketakutan, jang tidak mempunjai kepertjajaan sedikitpun djuga tentang segi2 kebaikan manusia. Ini sudah mendjadi sematjam penjakit pada golongan2 tertentu dan penjakit ini dihidup2 kan. Untunglah rakjat banjak tidak dihinggapi rasa takut ini. Jang pertama2 orang takuti ialah kenjataan. Sedapat mungkin kenjataan itu djangan disebut pada namanja, djangan diperlihatkan. Berilah kenjataan itu nama2 jang manis sehingga tidak terasa betul njatanja. Kalau seorang akan mati, djangan disebut ia mati, sebutlah ia pindah rumah kedaerah baka. Kalau kita mengadakan sebuah pameran pakaian dalam perempuan. Djanganla h biarkan kaum bapak masuk. Memang kita tahu bahwa kaum bapak itu djuga tahu bagaimana rupa potongan pakaian dalam perempuan, tapi djanganlah

(4)

pengetahuannja dianggap resmi supaja achlaknja djangan rusak. Dan kita takut pada bajang2 dan ketakutan ini di hidup2 kan. Perna h saja batja dalam koran, bahwa suatu organisasi kaum ibu dalam pemilihan umum jang berlalu telah memakai gambar perempuan sebagai lambang mereka. Serta merta ada sadja golonga n jang memadjukan keberatan terhadap gambar itu karena dalam pemilihan kelak gambar itu akan ditusuk. Dan mereka menganggap bahwa ini adalah suatu penghinaan terhadap perempuan. Entah ada hubungannja entah tidak, tapi saja teringat pada sebuah satyr karangan Caldwell, Ini hanja sebuah satyr, sebuah olok2, sebutlah sebuah perumpamaan dan djangan pula dikatakan tanda2 dari muntjulnja sebuah mazhab agama jang baru. Menurut tjerita Caldwell, ,dilangit pada suatu hari jang baik dhalikulalam sedang duduk ditepi sebuah kolam lagi beristirahat. Waktu itu datanglah djibrail jang menjampaikan pesan seperti berikut ; "Ja Chalikulalam, hamba datang atas nama delegasi monjet jang datang untuk mene mui Tuhanku untuk mengadukan hal mereka !” Waktu me ndenga r utjapan “monjet” itu maka Chalikulalam mengerutkan keningnja. Monjet2 terkenal sebagai golongan jang paling suka mengadu dilangit. Rasa rendah diri atau minderwaardigheidscomplex mereka: “Kami datang mengadukan mudah sekali tersinggung. Pernah mereka sekali mengadu bahwa mereka telah dihina oleh bajang2 mereka sendiri. Tapi apa boleh buat Chalikulalam mengeluh lalu berkata: “Baiklah suruh mereka masuk ”. Maka masuklah selusin monjet2 jang kelihatannja beringasan. Berkata djurubitjara me reka : “Kami datang mengadukan hal kami tentang manusia. Bahwa kami tidak datang lebih dulu kemari adalah karena kemauan kami untuk hidup berdampingan dengan damai dan karena kerdja sama dengan segala golongan, Djundjungan kami mengetahui, bahwa manusia itu sifatnja djahat : mereka me nipu, berdusta, berzinah, lahap, pemakan riba dan selalu mentjurigai sesamanja. Kami sudah banjak me nderita karena mereka. Berdjuta2 monjet telah mereka siksa, mereka bunuh dengan tidak rasa kasihan. Kami masih tetap tutup mulut. Tapi sekarang tidak bisa tertahan lagi. “Apakah jang telah terdjadi”, tanja Chalikulalam dengan penuh rasa kasih sajang. “Apakah manusia jang laknat itu telah menjorobot tempat kediaman monjet2. Atau adakah pula monjet jang me reka lemparkan kedalam minjak panas ?”

“Tidak Tuhanku”, djawab monjet2 itu dengan masigul. “Lebih lagi dari pada itu, Manusia jang djahat, telah mengumumkan keseluruh djagat bahwa kami adalah nenek mojang mereka.” Ini hanja suatu ilustrasi jang edan dan jg. harap dilupakan setjepat mungkin. Tapi antara kedjadian pertama dan satyr Caldwell ada suatu persamaan, jaitu usaha untuk menghubung2 kan hal jang tidak ada hubungannja dan telah memperkatjaukan simbul atau lambang dengan realitait, Tjontoh dari keinginan untuk menghubung2 kan hal2 jang tidak berhubungan : Berapa tahun jang lalu di Djokja atau Solo seorang dokter telah me ngadakan tjeramah mengenai masalah pembatasan kelahiran. Serta merta sehari sesudah itu timbul reaksi disurat chabar jang menjatakan, bahwa harus, diselidiki, apakah tidak ada hubungan tjeramah dokter wanita itu dengan politic luar negeri Australia, ini adalah hasil dari rasa hati jang takut.

Dalam tiap2 keruwetan politik kaum imperialis selalu didjadikan kambing hitam. Sedangkan dalam soal kedjahatan pemuda2 - juvenile deliquency - dan masalah sex jang didjadikan kambing hitam adalah film. Bisakah ini di hubung2 kan begitu sadja kedjahatan dan film2.

(5)

Rupanja sensor berpendirian, bahwa film adalah berbahaja. Te lah mendjadi kepertjajaan pada kaum pendidik kita bahwa film adalah salah satu pangkal bala kedjahatan. Begitu rupa sehingga mendjadi prasangka jang hampir2 tak dapat dikikis. Saja masih ingat pidato seorang ahli agama dalam konperensi kebudajaan di Bandung tahun 1950 jang mengetjam film karena keburukan2 pengaruhnja. la mengemukakan tjontoh2 denga n segala susah pajah, tapi ia tidak mau bersusah pajah mengudji kebenaran tjontoh2nja itu. Memang tidak bisa dibuktikan dengan pasti. Diluar negeri kaum pendidik telah berusaha menjelidiki apakah betul kedjahatan2 pemuda disebabkan oleh film. Baiklah kita dengarkan laporan2 hasil2 penjelidikan tentang hubungan film dan kedjahatan di Inggris, antara lain laporan dari “Departmental Committee on Children and the Cinema” jang mengatakan : Diantara anak2 dibawah umur 16 tahun, menurut kejakinan panitia ini tidak ada kedjahatan jang ditimbulkan oleh film. Kemudian dilaporkan persatuan pendapat dari segolongan pemimpin2 sekolah jg. telah menga dakan penjelidikan diantara 130 orang anak2 djahat. Dan me reka memberikan konklusi, bahwa sebab2 dari kedjahatan mereka itu dapat dikembalikan kepada keadaan rumah tangga jang djelek, kurangnja rasa kasih sajang orang tua mereka, dan kedjadian2 dalam hidup mereka jang menimbulkan sematjam ketakutan dalam diri mereka. Dalam annual report dari Magistrates Association Inggris jang disiarkan dalam tahun 1948 disiarkan : Diantara ahli psychologi umumnja telah terdapat persesuaian pendapat bahwa film boleh dikatakan tidak pernah dapat ditundjuk sebagai sebab pangkal kedjahatan anak2 muda. Dan sebagai penutup dari tjontoh2 ini mengenai hubungan film dan kedjaha tan, barangkali ada baiknja saja kutip disini utjapan tuan Bijdendijk, ketua panitia sensor Belanda, dalam suatu pertemuan film jang diselenggarakan oleh Lembaga Film Nederland di Utrecht tahun 1956. Bijdend ijk berkata: “Penjelesaian sebaik2 nja dari masaalah2 jang berhubungan dengan bioskop dan film terletak dalam pendidikan dan penerangan jang baik terhadap pemuda2, dan tidak terletak dalam tangan panitia sensor. Karena itu dalam bioskop djanganlah orang dengan penuh rasa ketakutan mentjoba mendjauhkan pemuda2 kita dari hal2 jang dalam kehidupan sehari2 jang kedjadiannja tak bisa dielakkan. Kemudian Bijdendijk mengutip utjapan Ro ger Manvell dalam bukunja “The film and the public”: “Kita tidak dapat meniadakan kenjataan dari permasalahan abadi bahwa anak2 kita akan mengetahui tentang hidup dan segala kedjahatan2 nja dalam usia jang masih muda, tidak perduli ada atau tidak ada film janji akan dapat mengilustirkannja bagi mereka”. Dari utjapan Bijdendijk ini djelaslah bagaimana terbatasnja kesanggupan sensor dan bagaimana tidak effektifnja sensor untuk mentjegah pelbagai hal, katena bukannja sensor itu kurang keras, tapi karena hal ini berada diluar kesanggupannja. Djika orang ingin memperbaiki masjarakat djanganlah tjari biangkeladi pada film tapi tjarilah pada pendidikan dan kehidupan berumahtangga: inilah konklusi dari tjontoh2 Jang saja kemukakan diatas tadi.

Suasana jang terdapat antara panitia sensor kita "adalah suasana ketakutan, atau boleh dikatakan tindakan2 nja berdasarkan ketakutan. la bermaksud mendjaga dan memperbaiki masjarakat dengan tindakan2 jang menurut hema tnja dapat mengurangkan tjontoh2 buruk bagi masjarakat. Apakah ada manfaatnja? Tidak, masjarakat hanja dapat diperbaiki dengan memberikan pendidikan dan penerangan jang baik, tidak dengan djalan menjembunjikan hal2 jang sebetulnja ada. Karena bagaimana djuga usaha untuk menjembunjikan itu ia akan selalu ditemui dalam salah suatu bentuk jang tak diketahui oleh masjarakat. Jang dapat ha nja kerugian. Dan jang ditimpa kerugian ini adalah seniman film.

TINDAKAN2 sensor sekarang ini telah menimbulkan sema tjam rasa sangsi diantara seniman. Antara film dan buku terdapat suatu perbedaan. Buku djika ia ditulis tapi tidak ditjetak masih

(6)

bisa dikeluarkan orang isinja. Tapi film harus diputar depan orang banjak. Dan pekerdjaan siseniman film baru selesai djika film itu telah diputar depan orang banjak. Ini termasuk kedalam proses kreaktiviteitnja. Film adalah suatu alat komunikasi, dan usaha untuk mengadakan komunikasi itu akan sia2 djika mereka jang hendak dihubungi tidak bisa ditjapai. Dalam hal ini para pengarang dan sutradara sebelum membuat film terlebih dulu bertanja pada dirinja : Dapatkah saja menghubungi orang jang hendak saja hubungi? Apakah boleh oleh sensor? Mana jang boleh mana jang tidak ? Karena ia tidak mengetahui apa kemauan sensor, dan karena ia lihat ukuran sensor sekali matjamnja dan berobah2, lalu ia pun berusaha mentjari djalan tengah. Ia berusaha tidak me ngatakan apa2, karena ia takut djika ia mengatakan apa2, sensor tak akan membiarkannja berhubung dengan publik jang ingin ia temui. la djauhi dirinja dari penggambaran2 kenjataan karenn ia tidak tahu apakah sensor akan membolehkannja menggambarkan itu, biarpun hal ini ia lakukan dengan segala kedjudjuran dan kebaikan maksud, djadi bukan karena hendak mengedjar effek atau mempergunakan ketjabulan untuk memperoleh wang. Baginja sensor sekarang sudah mendjadi momok besar. Dan dalam keadaan seperti ini tidaklah bisa ia bertindak sebagai suatu "geweten" dari masjarakat dan zaman. Si seniman tidak lagi berani mengemukakan segi2 hidup jang baru; ia hampir tidak berani lagi memprotes dalam buah tangannja. la hanja mengikuti djalan jang sudah di rambah, djalan ramai, dan dari seniman mereka turun djadi seorang tukang jang menghasilkan barang2 jang tidak menarik sama sekali. Adakah gunanja sekarang bitjara tentang usaha untuk memadjukan film Indonesia ? Kemadjuan film tidak terletak dalam soal teknis sadja. Ada tiga faktor jang mempengaruhi film pertama penemuan2 teknis, soal2 ekonomis dan soal2 artistik. Dan dalam soal kreasi seni film bukan barang tehnik jang menentukan segala, tapi orang jang mempergunakan barang itu. Dan bagaimanakah hasil jang dikeluarkan orang ini, djika djiwanja tertindas dan lapangan pendjeladjahannja dipersempit, kepertjajaan terhadap kebebasan mentjipta sudah hilang?

Keadaan sekarang ini sudah sedemikian rupa sehingga kemadjuan seni film di Indonesia tidak lagi tergantnng pada kaum pembuat film, pada kaum seniman tapi sudah tergantung pada kebaikan Hati panitia sensor.

Saudara ketua dan saudara hadirin jang terhormat,

Dari utjapan saja jang terachir ternjatalah, bagaimana pentingnja masaalah sensor ini bagi seorang seniman film. Saja telah kemukakan unsur2 jang diperlukan seorang pembuat film untuk menghasilkan sebuah pekerdjaan jang baik. Djika unsur2 ini disintuh, atau pada dirinja diadakan tindasan maka tidaklah ada lagi harapan ia mengeluarkan suatu hasil jang diperbuat oleh djiwa jang merdeka.

Saja telah mentjoba untuk berlaku sedjudjur2 nja dalam menge mukakan kesulitan2 jang dialami seorang seniman film dari sensor. Keadaan psyc hologis jang saja kemukakan diatas tadi jang terdapat diantara pembuat2 film bukanlah hal jang dilebih2 kan. Ini adalah suatu kebenaran jang pahit. Kami kaum pembuat film masih pertjaja akan kemungkinan pembuatan film jang baik ditanah air kita ini dan kami ingin memenuhi seruan kritisi dan publik untuk merabuat film jang bernilai Tapi pertjajalah hal ini tidak akan terdjadi djika tekanan djiwa jang masih terdapat sekarang berlangsung terus.

Saja berharap betul kita akan dapat membitjarakan masaalah sensor ini dan tjara menjelesaikannja dalam simposium ini. Suatu penjelesaian jang baik Jang dapat memberikan

(7)

pegangan dan jang dapat memberikan kemungkinan untuk mengutarakan diri sedjudjur2 nja dalam film.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Penelitian Tindakan Kelas yang peneliti lakukan akan mengajukan hipotesis yaitu proses pembelajaran menggunakan alat peraga dan metode Students Explanation

Oleh karena itu perlu diciptakan desain motif batik khas Jember yang sumber inspirasinya digali dari kekayaan alam lainnya dari Jember yang mempunyai bentuk spesifik dan

Kawasan hutan provinsi Gorontalo merupakan suatu kesatuan kawasan hutan yang sesuai dengan Peta Penunjukan SK.325/Menhut-11/2010 tanggal 25 Mei 2010 dan untuk

Secara umum perancangan sistem ini dapat memperbaiki prosedur penggajian menjadi lebih efisien karena adanya penyederhanaan dari 5 tahap menjadi 3 tahap pada sistem yang

Relativadverb dalam bahasa Indonesia adalah konjungtor subordinatif, namun pemilihan padanan pada konjungtor tersebut tidak selalu sesuai dengan fungsi

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk kandang kotoran ayam, kotoran kambing, kotoran sapi dan pemberian ekstrak tauge + pupuk kandang

Metode dilakukan dengan color deconvolution dimana dengan menggunakan metode ini warna dipisahkan berdasarkan stain yang telah didefinisikan melalui larutan Hematoxylin,

Berdasarkan hasil analisis melalui SPSS pada bagian bioetanol maka dapat dilakukan uji statistik F untuk data kebisingan mesin bensin empat langkah akibat variasi